• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. Keywords: Poverty, phenomenology, social construction, Bidik Misi Scholarship

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. Keywords: Poverty, phenomenology, social construction, Bidik Misi Scholarship"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Poverty has lately been social problems and measurement of the prosperousity in every nation worldwide. However, there is still unclear comprehension in defining one's poverty. In reality, poverty is just like two sides of coin. It can benefit them on the one side or put them in suffer on the other hand. Sometimes, those who live in poverty believes that their poverty is so beneficial for them. While others believe that it was a curse. However, in this study, the researcher emphasised on how a family understand the poverty from their own point of view and experience.

As it is well known that the scope and the subject of poverty has nowadays been too wide to be discussed. Hence, the researcher limited the subject of the study concerning about poverty on those university students who gained "Bidik Misi Scholarships" as they are believed coming from the families who live under the poverty. The perspective theory on the social construction introduced by Peter L Berger and Thomas Luckman was used to analyse the research gap. This study is a qualitative research which adopted social definition paradigm and phenomenology approach. The subject of the research was choosen through snowball.

The results of the research showed that there has been no any indicators of poverty which can be used to measure the poverty of the family. Furthermore, the families that are regarded as poor family could not find any indicators showing their poverty levels. Hence, poverty can only be comprehended by those who live under the poverty. While the definition pf poverty is delivered based on on the purpose and the need of defining poverty in reality.

Keywords: Poverty, phenomenology, social construction, Bidik Misi Scholarship

PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang multimakna, kemiskinan dapat dipahami dengan banyak prespektif dan sudut pandang yang berbeda – beda, karena pada dasarnya manusia atau individu berhak memaknai tentang berbagai hal. dalam prespektif sosiologi, kemiskinan merupakan realitas sosial yang multiparameter, mislanya kemiskinan dapatdiukur

(2)

secara kuantitatif dan kualitatif. Ukuran kemiskinan dalam metode kuantitatif sejauh ini sudah sering dilakukan dan tujuan berdasarkan metode ini yaitu mencari tingkat keparahan atau jumlah angka keluarga miskin di daerah tertentu dengan tujuan melihat tingkat kesejahteraan di daerah tersebut. sedangkan pada metode kualitatif, kemiskinan dimaknai berdasarkan pengalaman dan pengetahuan pribadi seseorang tentang realitas kemiskinan, dalam metode ini kemiskinan lebih dimaknai berdasarkan orang miskin itu sendiri, bagaimana ia memaknai kemiskinan yang sedang dialaminya, dan bagaimana ia memaknai kemiskinan secara umum menurut sudut pandangnya.

Benang merah dari definisi kemiskinan adalah “ketidakmampuan”, dikatakan miskin bilamana jumlah rupiah yang dibelanjakan atau dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tidak mencukupi kebutuhan gizi dan kalori yang dibutuhkan oleh individu. kemiskinan juga didefinisikan sebagai tidak tercapainya kebutuhan yang layak dengan penghasilan yang didapatkan. Definisi lain tentang kemiskinan yang diterangkan oleh Soerjono Soekanto didalam buku sosiologi adalah keadaan ketika seseorang tidak sanggup memelihara diri sendiri dengan taraf kehidupan kelompok, serta tidak mampu memanfaatkan tenaga mental dan fisiknya dalam kelompok tersebut. Pada masyarakat pedesaan atau pinggiran kota kemiskinan identik dengan kesulitan memenuhi kebutuhan primer, meski begitu pengertian kemiskinan akan berbeda dalam masyarakat kota, kemiskinan berarti harta benda yang dimiliki tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan standar kehidupan kota sehingga kemiskinan menjadi masalah sosial. Namun, pengertian kemiskinan tidak hanya sebatas itu, karena kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan sangat luas oleh karena itu definisi kemiskinan disesuaikan kepada siapa yang mendefinisikan dan tujuan dari pendefinisian kemiskinan itu sendiri.

Dalam memaknai atau memahami kemiskinan, pemerintah, lembaga, kelompok atau perseorangan sekalipun berhak mendefinisikan atau memaknai tentang apa dan bagaimana kemiskinan itu, namun pihak – pihak tersebut bukanlah pihak yang sedang mengalami kemiskinan, dan kemungkinan besar mereka yang tidak sedang berada didalam lingkup kemiskinan bisa saja salah atau kurang tepat dalam mendefinisikan atau mendeskripsikan realitas kemiskinan sesuai yang dialami oleh rumah tanga miskin. Dan untuk menghindari bias data tentang makna kemiskinan penelitian ini memfokuskan mencari data dari pihak rumah tangga atau keluarga miskin itu sendiri, yang menurut pendekatan fenomenologi bahwa kemiskinan hanya dapat dideskripsikan oleh mereka yang sedang mengalami kemiskinan itu sendiri,

(3)

bagaimana derita, kesulitan, keputusasaan, lika – liku kehidupannya sebagai keluarga miskin dalam menjalani kehidupan. Dan dengan begitu banyaknya jumlah keluarga miskin di Indonesia ini dengan keterbatasan peneliti dalam mencari datanya, oleh karena itu penelitian ini membatasi subyek penelitian, yang mana subyek dalam penelitian ini yaitu mahasiswa penerima beasiswa bidik misi yang notabanennya merupakan anak atau angota dari keluarga kurang mampu atau keluarga miskin. Fokus dalam penelitian ini yaitu melihat bagaimana mahasiswa penerima beasiswa bidik misi memahami / mendefinisikan / mendeskripsikan realitas kemiskinan menurut sudut pandangnya sendiri dengan melihat latar belakang, pengetahuan, dan pengalaman pribadinya sebagai anggota kelarga miskin.

METODE PENELITIAN

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa penelitian ini memfokuskan kepada mahasiswa penerima beasiswa bidik misi yang merupakan anggota dari keluarga miskin. Lokasi penelitian ini berlokasi di Universitas Airlangga Surabaya, karena UNAIR (singkatan dari Universitas Airlangga) juga salah satu perguruan tinggi yang memberlakukan program kebijakan pemerintah beasiswa bidik misi. dalam penentuan informan penelitian ini menggunakan teknik snowball, snowball dipilih karena dalam penentuan informan mengunakan teknik seperti hal nya bola salju yang menggelinding yang mana informan tidak ditentukan berdasarkan komponen – komponen khusus. kesulitan dalam mencari informan penelitian ini karena topik yang diangkat menurut sebagian besar mahasiswa bidik misi merupakan topik yang cukup sensisitif dan sebagian besar mahasiswa bidik misi menolak untuk memberikan informasinya dengan alasan privasi.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif – Deskriptif. Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Dengan metode deskriptif kualitatif penelitian ini juga menggunakan Pendekatan fenomenologis, terdiri dari pengujian terhadap apa saja yang ditemukan dalam kesadaran atau dengan kata lain, terhadap data atau fenomena kesadaran. Sasaran utama pendekatan fenomenologi bukanlah tindakan kesadaran, melainkan objek dari kesadaran, misalnya hal yang dipersepsikan, dibayangkan dan disukai. Pendekatan ini dipilih karena subyek secara aktif membentuk makna melalui kehidupan (dunia) sehari-harinya. Fenomenologi

(4)

merupakan tradisi peneltian kualitatif yang berfokus pada pengalaman manusia. Translasi dilakukan dengan memasuki wawasan persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui suatu pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna dari pengalaman informan.

Setelah menentukan pendekatan yang digunakan dalam penelitian, langkah selanjutnya adalah memilih paradigma yang tepat untuk memahami sebuah realitas sosial. Paradigma yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma definisi sosial. Paradigma definisi sosial memusatkan perhatian pada tindakan, interaksi dan konstruksi sosial dari realitas (Ritzer, 2014: 645). Berdasarkan karya Weber gambaran pokok dalam paradigma definisi sosial adalah mempelajari cara aktor mendefinisikan situasi sosial mereka dan dalam mempelajari pengaruh definisi situasi sosial terhadap tindakan dan interaksi berikutnya. Dalam penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa teknik pengumpulan data yaitu : Wawancara, Observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah interpretatif kualitatif dengan menginterpretasikan permasalahan secara cermat dan tepat melalui pemaparan – pemaparan dari subyek penelitian dan disajikan dalam bentuk teks naratif. Data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Analisis ini diharapkan akan dapat menggambarkan pemaknaan dari masing-masing subyek.

HASIL PENELITIAN

Temuan di dalam hasil penelitian dilihat dari aspek latarbelakang keluarga informan ( meliputi pekerjaan dan pendapatan orang tua, kepemilikan gadget dan pemilihan paket internet, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan sampingan informan, dan pernyataan tentang kepantasan menerima beasiswa bidik misi) dan dilihat dariaspek gaya hidup informan ( meliputi tingkat eksistensi atau tingkat keseringan dalam mengunjungi tempat – tempat nongkrong dan tempat wisata).

Pada aspek latarbelakang dalam pernyataan tentang kepantasan menerima beasiswa bidik misi bahwa semua informan merasa berhak dan pantas menerima beasiswa bidik misi, hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dari standart IPK minimal yang ditentukan oleh program bidik misi yaitu < 3,00. Dalam hal kepemilikan gadget menunjukkan bahwa gadget (handphone) yang dimiliki oleh semua informan dengan harga beli

(5)

lebih dari Rp 1.300.000,- harga tersebut merupakan harga beli yang cukup mahal untuk ukuran keluarga miskin, karena masih banyak gadget atau handphone dengan kualitas yang bagus dengan harga beli di bawah Rp 1.000.000,- dan dalam pemilihan paket internet dua informan dari tujuh informan memilih paket internet yang cukup murah yaitu sekitar Rp 35.000,- hingga 36.000,- per bulan, dan empat dari tujuh informan memilih paket internet dengan harga sekitar Rp 50.000,- yang mana dengan harga tersebut pengeluaran informan lebih tinggi dan tidak mencerminkan penghematan dalam pengeluaran bulanan, serta satu dari tujuh informan telah memilih paket internet mahal dengan harga Rp 64.000,- setiap bulan yang mana pilihan tersebut tidak mencerminkan tindakan penghematan sesuai latar belakang keluarga miskin pada umumnya. Pada bagian pekerjaan dan penghasilan keluarga informan yang sudah dibagi dengan jumlah tanggungan perkepala menunjukkan bahwa enam dari tujuh informan memiliki pendapatan kotor gabungan orang tua / wali dibagi jumlah anggota keluarga tidak melebihi Rp 750.000,- setiap bulannya. Dan satu dari tujuh informan memiliki pendapatan kotor gabungan orang tua /wali sebesar Rp 1.300.000,- perbulan perkepala. Sehingga sebagian besar dari informan tidak menyalahi aturan program bidik misi jika dilihat dari penghasilan kotor gabungan orang tua / wali perbulan perkepala. Dalam hal pekerjaan sampingan yang dimiliki informan menunjukkan bahwa empat dari tujuh informan memiliki pekerjaan sampingan diluar akademik, namun mereka tidak dapat menentukan penghasilan bersih yang dihasilkan setiap bulannya. Dan tiga dari tujuh informan tidak memiliki pekerjaan sampingan.

Pada aspek gaya hidup informan menunjukkan bahwa satu dari tujuh informan mengaku sering mengunjungi tempat nongkrong / café paling banyak 4 - 5 kali dalam seminggu dan sekitar 3 – 4 kali mengunjungi tempat wisata dalam kurun waktu 6 bulan atau satu semester, dan tiga dari tujuh informan mengaku bahwa intensitas mengunjungi tempat nongkrong / café tidak terlalu sering yaitu sekitar 1 kali dalam satu hingga dua minggu. Dua dari tujuh informan menyatakan bahwa mereka mengunjungi tempat nongkrong / café jika hanya mendapat gratisan dari temannya. Dan satu dari tujuh infroman mengaku tidak pernah mengunjungi tempat nongkrong / café selama 2,5 tahun tinggal di Surabaya. Dalam hal mengunjungi tempat wisata enam dari tujuh informan mengaku bahwa mereka sangat jarang mengunjungi tempat wisata sekitar 1-2 kali dalam kurun waktu 10-12 bulan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian dari mahasiswa penerima beasiswa bidik misi juga memperhitungkan eksistensi

(6)

diri dengan mengunjungi tempat – tempat yang juga dikunjungi oleh teman – teman non bidik misi lainnya.

Jika dilihat dari benang merah definisi kemiskinan adalah ketidakmampuan, maka berbeda halnya dengan mahasiswa penerima beasiswa bidik misi, dari latar belakang dan gaya hidup yang diperlihatkan oleh informan menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka masih mampu untuk dapat mengimbangi gaya hidup orang disekitarnya atau teman – teman di lingkungannya.

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menjelaskan terkait dengan proses – proses bagaimana mahasiswa bidik misi mengkonstruksikan makna kemiskinan dengan tiga momen yaitu eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Titik awal dari proses pembentukan konstruksi adalah internalisasi: pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna. Dalam proses internalisasi tiap individu berbeda – beda dalam dimensi penyerapan, ada yang lebih menyerap aspek ektern dan ada juga yang lebih menyerap bagian intern. Bagian esktern yang dimaksud disini adalah pengetahuan dari luar diri individu tersebut, sedangkan aspek intern adalah kesadaran individu atau bagaimana indvidu berhubungan dengan subyektifitasnya. Pada tahap internlisasi individu mengalami sosialisasi yang tidak sempurna yang nantinya akan bersama – sama membentuk kenyataan sosial yang baru yang disebut proses eksternalisasi. Sosialisasi pada proses internalisasi membedakan sosialisasi primer, yang dialami individu pada masa kecil (masa pra sekolah dan masa sekolah) dan sosialisasi sekunder, yang dialami individu pada usia dewasa dan memasuki dunia publik, dunia pekerjaan dalam lingkungan sosial yang lebih luas.

Dalam fase internalisasi ini menurut Berger individu akan memiliki stock of knowledge (cadangan pengetahuan) yang dapat mempengaruhi eksternalisasi dari individu tersebut. pengetahuan individu mempengaruhi tindakan-tindakan individu dalam berproses untuk mengungkapkan makna. Dalam konteks untuk memahami kemiskinan dari sudut pandang mahasiswa bidik misi yang notabanenya adalah anggota dari kelurga miskin ruang lingkup internalisasinya yaitu memahami kemiskinan sesuai kesadaran subyektif. Sebelum mahasiswa bidik misi menyadari secara subyektif apa itu kemiskinan, dalam proses memahami makna

(7)

kemiskinan tersebut telah terjadi sosialisasi yang dibagi dua yaitu; sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer didapatkan oleh mahasiswa bidik misi dari gagasan dan terapan oleh keluarga, dan diapatkan dari pengetahuan ketika masa dimana individu menerima pengetahuan tanpa penolakan dan dipaksa memahami sesuai apa yang telah di sahkan atau dilembagakan oleh organisasi masyarakat (masa dimana individu masih keadaan pra sekolah dan masa sekolah). Dan sosialisasi sekunder didapatkan individu ketika ia diberi kesempatan untuk memahami kemiskinan tidak dengan kesadaran obyektif melainkan dengan kesadaran subyektif individu tersebut (pada masa usia dewasa dan memasuki dunia publik, dunia pekerjaan dalam lingkungan sosial yang lebih luas). Pada fase ini, mahasiswa bidik misi menjelaskan dan berbagi tentang makna kemiskinan dari pengetahuan yang ia dapatkan dan pengalaman yang letarbelakangi kehidupan kemiskinannya, yang secara konstruksi sosial dikatakan sebagai kesadaran Obyektif (menurut pengetahuan informan) dan kesadaran Subyektif (menurut pengalaman pribadi informan).

Fase eksternalisasi dan objektivasi berjalan beriringan, yaitu saat di mana seseorang berusaha mendapatkan dan membangun tempatnya dalam masyarakat. Kedua fase ini membuat orang memandang masyarakat sebagai realitas objektif, disebut juga man in society. Eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus menerus ke dalam dunia melalui aktivitas fisik dan mental, atau usaha ekspresi manusia atas re-definisinya terhadap nilai yang selama ini diyakini sebagai kebenaran (Ardiyani,2012). Eksternalisasi (luar) adalah sebuah upaya untuk mengaktifkan atau mengeksiskan diri (manusia) terhadap dunia luar, didasari pada sebuah kebutuhan atau proses manusia menciptakan sesuatu. Dan sesuatu yang dilakukan secara terus menerus dan bersama – sama akan dijadikan sebagai pembiasan dan pada akhirnya dilegitimasi dengan tujuan agar makna terhadap sesuatu tersebut mempunyai arah dan tidak berubah – ubah, tahap pelembagaan (pembiasaan) dan tahap legitimasi merupakan proses Obyektivasi.

Pada realitas yang ada, bahwa proses pencurahan diri mahasiswa bidik misi yang pertama, berupa keputusan memilih gadget dan paket internet yang tidak murah, para informan berkilah bahwa dengan harga yang sedikit lebih tinggi juga menentukan kualitas barang. Namun menjadi tidak sesuai antara kebutuhan, keinginan dan kemampuan mahasiswa bidik misi dilihat dari latarbekangan keluarga kurang mampu. Kebutuhan akan gadget sebagai alat komunikasi dan

(8)

mendapat informasi berbeda dengan keinginannya untuk memiliki gadget dengan harga yang tidak murah untuk ukuran keluarga ekonomi kurang atau cukup, dilihat dari segi kemampuannya, mereka mampu untuk memiliki gadget mahal dengan upayanya untuk dapat menyeimbangi gaya hidup teman – teman sebayanya (non bidik misi). Mereka juga menjelaskan dengan gaya bahasa terbuka bahwa jika mereka tidak dapat menyeimbangi gaya hidup teman – temannya maka dampaknya ia akan dikucilkan oleh kelompok sosial. Untuk menghindari keterasingan atau terisolasi dari kelompok sosial kampus mahasiswa bidik misi memilih untuk dapat mengikuti gaya hidup temannya dengan berupaya keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya dengan bekerja atau mencari penghasilan diluar kegiatan akademisnya.

Pada tahap kedua, proses pencurahan diri mahasiswa bidik misi adalah gaya hidup yang mewah seperti pemilihan tempat hangout atau nongkrong, pemilihan tempat wisata, pemilihan barang pribadi yang dapat memberikan penilaian yang baik bagi individu. Pada realitas ketiga proses pencurahan diri mahasiswa bidik misi adalah pilihan gaya berpenampilan atau berbusana yang diikuti oleh mahasiswa bidik misi. Untuk dapat mengukur tingkat penampilan, peneliti mengaku sangat sulit untuk mengkategorisasiskan bahwa seseorang tersebut berpenampilan bak seorang dari kalangan keluarga berekonomi menengah ke atas atau kebahwa, karena tidak ada kategorisasi untuk kasus tersebut, kasus seperti itu biasanya hanya dapat dinilai oleh pandangan masyarakat saja. Sehingga untuk kasus gaya berpenampilan dilihat dari range atau rata – rata harga pembelian pakaian yang dimiliki oleh informan.

Pembahasan dalam tahap obyektivasi menunjukkan atau menjelaskan aktivititas atau kegiatan apa saja yang menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh mahasiswa bidik misi yang dari kebiasaan tersebut sudah terlembagakan atau sudah menjadi kegiatan atau aktivitas yang diwajarkan oleh kelompok sosial lainnya (non-bidik misi). kegiatan-kegiatan yang diwajarkan dan menjadi suatu kebiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa bidik misi yang tidak mencerminkan dari latarbelakang keluarga kurang mampu.

KESIMPULAN

Makna kemiskinan dapat diandaikan seperti dua sisi dalam satu mata uang, selain itu juga dapat diandaikan sebagai mata pedang yang sangat tajam, yang dapat menyakiti dan melindungi pemiliknya. Maksud dari peribahasa tersebut yaitu dalam memaknai kemiskinan dapat dilihat

(9)

dari dua sisi atau dua konteks yang berbeda. Dalam konteks bantuan pemerintah yang diperuntukkan dan atau dikhususkan kepada keluarga miskin misalnya, dalam memahami dan memaknai kemiskinan juga berbeda, satu sisi beranggapan bahwa status kemiskinan dapat mendatangkan keuntungan dan sisi lainnya beranggapan bahwa realitas kemiskinan merupakan sebuah musibah yang diderita rumah tangganya. Menjadi sebuah keuntungan ketika dengan status kemiskinannya tersebut mereka atau rumah tangga miskin mendapatkan fasilitas – fasilitas yang didapatkan dari program bantuan pemerintah, dan menjadi musibah menurut sebagian rumah tangga miskin ketika dengan status kemiskinannya tersebut ia menjadi dikucilkan atau bahkan tidak dianggap ada oleh kelompok sosial lain di lingkungan sekitarnya karena status kemiskinannya.

Pemerintah telah membuat beberapa indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan seseorang atau keluarga miskin, namun menurut semua informan penelitian ini bahwa indikator – indikator yang digunakan pemerintah dalam mengukur tingkat kemiskinan seseorang tidak dapat atau bahkan perlu dirubah lagi, karena indikator tersebut sudah tidak lagi mencerminkan tingkat kemiskinan seseorang dewasa atau modern ini. Sehingga makna atau definisi kemiskinan hanya dapat dimaknai dan dipahami oleh mereka yang mengalami atau rumah tangga miskin itu sendiri dan untuk apa tujuan atau kebutuhannya dalam kepentingan mendefinisikan realitas kemiskinan. Berikut merupakan makna kemiskinan menurut sudut pandang mahasiswa penerima beasiswa bidik misi, yang nantinya pembaca dapat melihat dan menilai bagaimana mahasiswa bidik misi memaknai kemiskinan dan dalam konteks seperti apa, kemiskinan sebagai alat mendapat keuntungan atau kah musibah?

Definisi kemiskinan oleh mahasiswa bidik misi pada

sosialisasi primer

(kesadaran obyektif)

Definisi kemiskinan oleh mahasiswa bidik misi pada

sosialisasi sekunder

(kesadaran subyektif)

- Seseorang dikatakan miskin jika tidak dapat mmenuhi kebutuhan pokok seperti

- seseorang dapat dikatakan msikin jika tidak bisa memenuhi kebutuhan

(10)

makan, tempat tinggal

- Miskin ketika seseorang tidak memiliki tempat tinggal (mempunyai rumat gubuk reot)

- tidak memiliki kebutuhan penunjang seperti gadget

- pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang

- kekurangan

- keterbatasan mendapat akses atau fasilitas yang memadai / baik seperti akses pendidikan, kesehatan, dan lain-lainnya.

penunjang

- dikatakan sebagai keluarga miskin jika tidak mampu membiayai kebutuhan pendidikan anak sampai pada tingkat tinggi

- tidak dapat diukur dari kemepilikan gadget atau asset pribadi seperti HP, motor, laptop, dll

- seorang yang miskin tidak berarti tidak memiliki aset

- kemiskinan dilihat dari tingkat tingginya kebutuhan pada setiap daerah

- seseorang masih bisa dianggap miskin meskipun ia telah cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,

- miskin bukan dari apa yang telah atau sedang diperoleh atau dimilikinya, melainkan dilihat dari proses kemampuan seseorang dalam mencapai atau mendapatkan sesuatu tersebut (kesulitan memnuhi

(11)

kebutuhan penunjang)

- kemiskinan hanya digunakan sebagai indikator Negara untuk melihat tingkat kesejahteraan Negara tersebut

- mereka miskin karena tidak ada wadah untuk orang – orang miskin mendapatkan pekerjaan atau penghasilan

- kemiskinan akibat dari

kesenjanagn atau

ketimpangan sosial antara yang berharta dan yang tidak berharta

Saran

Penelitian ini masih belum dapat mengidentifikasikan mengenai konteks status kemiskinan antara sebagai alat mendapat keuntungan atau musibah, sehingga jika calon penulis tertarik dengan topik yang sama diharapkan agar dapat menentukan konteks kemiskinan seperti apa yang sedang dijalani mahasiswa penerima beasiswa bidik misi yang dapat merujuk dari makna kemiskinan oleh mahasiswa bidik misi itu sendiri.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Berger, L. P , Thomas . 1990 . Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan . LP3ES

Poloma, M. M. 1992 . Sosiologi Kontemporer . Jakarta: Rajawali Pers

Ritzer, Goerge. 2012 . Edisi Kedelapan; Teori Sosiologi, dari klasik sampai perkembangan terakhir postmodern. Terj . Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Narwoko, J. D , Suyanto. 2010 . Edisi keempat; sosiologi teks pengantar dan terapan. Kencana Prenada Media Group

Ritzer, G. 2014 . Edisi Ketujuh; Teori Sosiologi Modern. Terj . Jakarta : Kencana Prenadamedia Group

Kuswarno, E. 2009 . Fenomenologi; metodologi penelitian komunikasi. Widya Padjajaran Siahaan, H. 1986 .Pengantar ke arah sejarah dan teori sosiologi. Surabaya : Erlangga

Ibrahim, S. 2007 .Kemiskinan dalam Perpektif Al-Qur’an. Malang : UIN-Malang Press

Parmadi, et al . 2003 . Memotong Rantai Kemiskinan. Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri)

Skripsi

Prasetia, Dhana . 2014 . “konstruksi sosial penerima bidik misi tentang kemiskinan ”. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya.

Ardiyani, Mirza . 2010 . “konstruksi sosial tentang lesbian (studi kualitatif tentang makna lesbian dikalangan mahasiswa lesbi fisip Universitas Airlangga” . Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya.

Sari, Yuliana Windi . 2013 . “Pemberian hadiah terhadap dosen dalam perspektif sosiologi : studi kasus pada mahasiswa Universitas Airlangga”. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya.

Jurnal

Siahaan, Hotman, Juli-September 2011. „Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik‟, Profil Kemiskinan di Surabaya, Sebuah Analisis Fenomenologi, Vol. 24, no..3 , pp. 219-227.

(13)

Jurnal Kemiskinan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2014?), diakses tanggal 14 Oktober 2015 pukul 14.19 WIB < http://e-journal.uajy.ac.id/1756/3/2EP15294.pdf>

Jurnal Kemiskinan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2012?), diakses tanggal 01 November 2015 pukul : 11.40 WIB, <http://e-journal.uajy.ac.id/6675/3/EP218448.pdf >

Website

Demartoto, Agyo 2013, Teori Konstruksi Sosial, diakses tanggal 26 November 2015 pukul 12.55 WIB, < http://argyo.staff.uns.ac.id/2013/04/10/teori-konstruksi-sosial-dari-peter-l-berger-dan-thomas-luckman/>

Laila, Annisanur 2013, Makalah Peter L. Berger, diakses tanggal 09 Desember 2015 pukul 10.31 WIB, <https://annisanurlaila.wordpress.com/2013/10/05/makalah-peter-l-berger/>

Aswadi, Erit 2012, Penyimpangan Beasiswa Bidik Misi, diakses tanggal 27 November 2015 pukul 11. 41 WIB, <

http://bengkelcoretan.blogspot.co.id/2012/10/menguak-penyimpangan-beasiswa-bidikmisi.html >

Tegar, Firman 2014, Paradigma Definisi Sosial, diakses tanggal 28 November 2015 pukul 19.30 WIB, <http://sosiotronik.blogspot.co.id/2014/04/paradigma-definisi-sosial_12.html>

Mudjia, Raharjo 2015, Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif, diakses tanggal 28 November 2015 pukul 22.31 WIB

<http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/288-metode-pengumpulan-data

penelitian-kualitatif.html>

Model Analisis Data Kualitatif (2011), diakses tanggal 28 November 2015 pukul 23.40 WIB,

<https://bkpemula.wordpress.com/2011/12/04/model-model-analisis-data-kualitatif/>

Yayasan Super Semar 2010, Sejarah Berdirinya Super Semar, diakses tanggal 29 Oktober 2015 pukul 11.00 WIB, <http://www.supersemar.or.id/ssing.php>

Kristanto, DW 2011. Kemiskinan dan solusi pengentasan, diakses tanggal 29 Oktober 2015 pukul 11.59 WIB, <

http://dwkristianto.blogspot.co.id/2011/03/kemiskinan-masalah-dan-solusinya.html>

Jeperis 2010, Program Beasiswa Bidik Misi, diakses pada tanggal 01 November 2015 pukul 14.04 WIB <https://jeperis.wordpress.com/2010/01/29/program-beasiswa-bidik-misi/>

Ewalmart 201, Indikator – Indikator Kemiskinan, diakses tanggal 01 November 2015 pukul 10.57 WIB, <http://ewalmart.blogspot.co.id/2013/05/indikator-indikator-kemiskinan-sumber.html>

(14)

Mahaneni 2013, Pengertian Kemiskinan Menurut Para Ahli, diakses tanggal 14 Oktober 2015 pukul: 14.34 WIB <http://mahaneni.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-kemiskinan.html> Persyaratan mendaftar bidik misi 2015 (2015) , diakses tanggal 14 Desember 2015 pukul: 01.51 WIB <http://www.volimaniak.com/2015/01/persyaratan-mendaftar-bidikmisi-tahun.html>

Pengertian Kemiskinan Secara Umum, diakses tanggal 20 September 2015 <https://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan>

Syarat Pendaftaran Bidik Misi 2016 (2016), diakses tanggal 18 November 2015 pukul: 10.12 WIB <http://bidikmisi.ristekdikti.go.id/petunjuk/2>

Artikel Koran

Setiawan, Aries. 2015, 13 Agustus. “Sejarah Yayasan Supersemar dan Kasusnya”. News Viva, All. diakses tanggal 01 November 2015 pukul 12.25 WIB

<http://nasional.news.viva.co.id/news/read/660744-sejarah-yayasan-supersemar-dan-kasusnya>

Reporter. 2015, 12 Agustus. “Aliran Dana Yayasan Supersemar Soeharto Sejak Tahun 1975”,

Merdeka, All. diakses tanggal 01 November 2015 pukul 12.29 WIB

<

http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-aliran-dana-yayasan-supersemar-soeharto-sejak-tahun-1975.html>

Referensi

Dokumen terkait

gerakan mayoret serta colour guard atau pemegang bendera yang berfungsi untuk menarik perhatian dan memperindah kelompok drum band. Pada penelitian ini, penulis akan

H mengalami peningkatan kadar asam urat dari hari pertama observasi sampai pada hari terakhir observasi di dapatkan kadar asam urat meningkat dari angka normal

Tergantung pada jenis ekstraktor yang digunakan, hal tersebut dapat dicapai baik dengan pengadukan secara turbulen, atau dengan pemberian laju alir pelarut

Pasien wanita usia 36 tahun datang ke poliklinik bedah dengan keluhan benjolan pada payudara kanan sejak 3 bulan yang lalu?. Benjolan ukuran 10x10 cm,

Hasil uji kecocokan yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan, harga, faktor emosional, lokasi mampu menjelaskan variasi yang terjadi pada kepuasan konsumen

Seperti pada umumnya pelabuhan perikanan ,PPI Sangsit merupakan fasilitas bongkar muat hasil tangkapan ikan, baik yang berasal dari nelayan disekitar kawasan Pabean

Fitur yang dimiliki oleh aplikasi Scanformation yaitu: (1) menampilkan informasi produk elektronik yaitu terdiri dari gambar, nama, harga, dan spesifikasi produk; (2)

Dengan demikian kedua produk obat herbal ini dapat dibandingkan dengan nilai yang dirasakan dan pengalaman merek untuk niat pembelian kembali produk Tolak angin dan Antangin