• Tidak ada hasil yang ditemukan

MULTIVARIAT CRANIOMETRICS PADA KUDA PERANAKAN THOROUGHBRED DAN KUDA LOKAL (KUDA SUMBA DAN PRIYANGAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MULTIVARIAT CRANIOMETRICS PADA KUDA PERANAKAN THOROUGHBRED DAN KUDA LOKAL (KUDA SUMBA DAN PRIYANGAN)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

MULTIVARIAT CRANIOMETRICS PADA KUDA PERANAKAN

THOROUGHBRED DAN KUDA LOKAL (KUDA SUMBA

DAN PRIYANGAN)

SKRIPSI

ACHMAD ARMAN DAHLAN

PROGRAM STUDI TEHNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

▸ Baca selengkapnya: seorang kuda selalu mempunyai

(2)

RINGKASAN

Achmad Arman Dahlan. D14102075. 2006. Multivariat Craniometrics Pada Kuda

Peranakan Thoroughbred dan Kuda Lokal (Sumba dan Priangan). Skripsi.

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc

Penelitian ini menggunakan kuda pada umur dewasa tubuh jantan dan betina sebanyak 24 ekor, terdiri dari tiga ekor G2 (generasi 2) jantan; empat G3 (generasi 3) jantan dan satu G3 betina; lima G4 (generasi 4) jantan dan satu G4 betina; dua ekor KPI (Kuda Pacu Indonesia) jantan dan satu KPI betina; satu kuda Sumba jantan dan tiga betina; dua kuda Priangan jantan dan satu betina. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi dan karakterisasi morfometrik kuda melalui ukuran (size) dan bentuk (shape) kepala kuda pacu peranakan Thoroughbred dan kuda Lokal Indonesia (kuda Sumba dan Priangan). Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan para peternak untuk melakukan seleksi dan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan mengenai pemuliaan ternak.

Pengambilan data dilakukan dengan mengukur bagian-bagian kepala kuda yang terdiri atas 13 peubah. Tiga belas peubah yang diamati tersebut meliputi Akrokranion-Prosthion (X1), Akrokranion-Nasion (X2), Nasion-Rhinion (X3), Basion-Prosthion (X4), Euryon kiri-Euryon kanan (X5), Zygion kiri-Zygion kanan (X6), Infraorbitale kiri-Infraorbitale kanan (X7), Entorbitale kiri-Entorbitale kanan (X8), Akrokranion-Basion (X9), Rhinion-Prosthion (X10), Supraorbitale kiri-Supraorbitale kanan (X11), tinggi kepala (X12) dan panjang rahang bawah kiri (X13). Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan T2-Hotteling untuk menguji perbedaan vektor nilai rata-rata diantara kelompok kuda yang diamati. Persamaan ukuran dan bentuk kemudian diturunkan dari matriks kovarian. Diagram ukuran dan bentuk diperoleh berdasarkan dua skor komponen utama terbesar dari Analisis Komponen Utama (AKU) yang diturunkan melalui matriks kovarian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik komputer minitab versi 14.1. Koefisien korelasi antara ukuran atau bentuk dan peubah-peubah yang diukur dari masing-masing ternak yang diamati diperoleh dengan perkalian antara vektor Eigen dan akar dari nilai Eigen masing dibagi dengan simpangan baku dari masing-masing peubah.

Hasil uji perbandingan T2-Hotteling menunjukkan perbedaan ukuran-ukuran kepala yang sangat jauh antara kuda peranakan Thoroughbred dan kuda Sumba (P<0,01). Perbedaan ukuran-ukuran kepala yang jauh terdapat antara kuda peranakan Thoroughbred dan dan kuda Priangan (P<0,05). Komponen utama pertama yaitu ukuran (size) memberikan keragaman total tertinggi sebesar 72,4 % dan eigenvalue sebesar 77,635. Komponen utama kedua yaitu bentuk (shape) memberikan keragaman total sebesar 7,5 % dan eigenvalue sebesar 8,067. Komponen utama pertama diwakili oleh sumbu X dan komponen utama kedua diwakili sumbu Y.

Vektor eigen yang memberikan sumbangan besar terhadap ukuran (size) kepala kuda adalah pada Basion-Prosthion (X4) dengan nilai sebesar 0,539 dan Akrokranion-Prosthion (X1) dengan nilai sebesar 0,517. Basion-Prosthion (X4)

(3)

memberikan nilai korelasi terhadap ukuran (size) kepala kuda sebesar 0,920 dan Akrokranion-Prosthion (X1) memberikan nilai korelasi tehadap ukuran (size) kepala kuda sebesar 0,958. Bentuk kepala kuda dipengaruhi tiga peubah yang memberikan nilai vektor eigen besar yaitu : Basion-Prosthion (X4) dengan nilai sebesar -0,626; Tinggi Kepala (X12) dengan nilai sebesar 0,493 dan Panjang Rahang Bawah (X13) dengan nilai sebesar 0,517. Basion-Prosthion (X4) memberikan nilai korelasi terhadap bentuk kepala kuda sebesar -0,345. tinggi kepala (X12) memberikan nilai korelasi terhadap bentuk kepala kuda sebesar 0,424. Panjang rahang bawah (X13) memberikan nilai korelasi terhadap bentuk kepala kuda sebesar 0,398.

Kata-kata kunci : Kuda peranakan Thoroughbred, Kuda Sumba, Kuda Priangan, ukuran-ukuran tubuh, T2-Hotteling, morfometrik.

(4)

ABSTRACT

Study of Multivariate Craniometrics on Thoroughbred Crossbred Horse, Sumba Horse and Priangan Horse

Dahlan, A.A, R.H. Mulyono and C. Sumantri

This research, observed 24 heads of male and female adult horses, consisted of three males G2, four males and a female of G3, five males and a female of G4; two males and a female of KPI; a male and three females of Sumba; Two males and a female of Priangan. The objective of this research was to identify and characterize the horse’ morphometrics trough size and shape of Thoroughbred grade race horse and Indonesian local horse (Sumba and Priangan) head. The result hopely could be use as selection and animal genetics development guidelines for horse farmers.

The data were collected by measuring 13 variables on horse’ head, which were Akrokranion-Prosthion (X1), Akrokranion-Nasion (X2), Nasion-Rhinion (X3), Basion-Prosthion (X4), Euryon kiri-Euryon kanan (X5), Zygion kiri-Zygion kanan (X6), Infraorbitale kiri-Infraorbitale kanan (X7), Entorbitale kiri-Entorbitale kanan (X8), Akrokranion-Basion (X9), Rhinion-Prosthion (X10), Supraorbitale kiri-Supraorbitale kanan (X11), tinggi kepala (X12) dan panjang rahang bawah kiri (X13). The data were analyzed by T2-Hotteling to test the difference on vector of mean from the observed horses. Size and shape equation then descended from the covarian matrix. Size and shape diagram were obtained based on the two biggest principal component score from the Principal Component Analysis from minitab version 14.1. Correlation coefficient between size or shape and the variables, that were measured, obtained from the multiply of eigen vector and the square root of each eigen score, devided by the Standard Deviation of each variables.

The result of T2-Hotteling comparison test showed differences on head size between Thoroughbred grade horse and Sumba (P<0,01) and high differences between Thoroughbred grade horse and Priangan (P<0,05). Size gave the highest total variance 72.4% and eigenvalue of 77.635. Shape gave the total variance of 7.5% and eigenvalue of 8.067. Size was given on X-axes and shape was given on Y-axes.

Eigen vektor which gave the biggest donation on head size were X4 with the score of 0.539 and X1 with the score of 0.517. X4 gave the correlation score on head size of 0.920 and X1 gave the correlation score on head size of 0.958. The shape of horse head was influenced by three variables with the big eigen vector score, which were; X4 with the score of –0.626, X12 with the score of 0.495 and X13 with the score of 0.517. X4, X12 and X13 gave the correlation score on head horse -0.345, 0.424, 0.398 respectively.

Key words : Thorughbred grades, Sumba horse, Priangan horse, Variables measured, T2-Hotteling, Morphometrics.

(5)

MULTIVARIAT CRANIOMETRICS PADA KUDA PERANAKAN

THOROUGHBRED DAN KUDA LOKAL (KUDA SUMBA

DAN PRIYANGAN)

ACHMAD ARMAN DAHLAN

D14102075

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEHNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(6)

MULTIVARIAT CRANIOMETRICS PADA KUDA PERANAKAN

THOROUGHBRED DAN KUDA LOKAL (KUDA SUMBA

DAN PRIYANGAN)

Oleh :

ACHMAD ARMAN DAHLAN

D14102075

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian

Sidang Lisan pada 22 Januari 2007

Pembimbing Utama

Ir. Rini H. Mulyono, M.Si NIP. 131. 760.850

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 131. 624.187

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc 131. 624. 188

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Achmad Arman Dahlan lahir pada tanggal 21 oktober 1985 di Kota Mojokerto, Propinsi Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suparman dan Ibu Siti Ainani. Penulis memulai sekolah pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Sumbertanggul, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto pada tahun 1989 selama satu tahun. Jenjang pendidikan formal dilalui penulis mulai dari SD Negeri Sumbertanggul II yang selesai pada tahun 1996. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 1 Mojokerto dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMA Negeri 1 Puri Mojokerto.

Penulis melanjutkan studi di Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif dalam mengikuti banyak kegiatan seminar dan kepanitiaan serta masuk anggota Himpro bagian satwa harapan periode 2002-2003. Penulis juga mengikuti kegiatan praktek pembelajaran kerja pada salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang peternakan.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan petunjuk, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul “MULTIVARIAT CRANIOMETRICS PADA KUDA PERANAKAN THOROUGHBRED DAN KUDA LOKAL (KUDA SUMBA DAN PRIANGAN)” dibawah bimbinganIr. Rini Herlina Mulyono, MSi serta Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgrSc. Skripsi ini disusun berdasarkan data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dan wawancara di Pusat Pacuan Kuda Pulomas Pulo Gadung, DKI Jakarta selama kurang lebih satu setengah bulan, dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2006. Penulis melakukan studi pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini dimulai dari persiapan penelitian sampai Skripsi ini selesai.

Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga banyak mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan banyak manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya, serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama kemajuan pembangunan peternakan Indonesia.

Bogor, November 2006

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR SAMPUL DALAM ... i

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Hipotesis ... 2 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Klasifikasi Kuda ... 3

Kuda Lokal Indonesia ... 5

Kuda Sumba... 5

Kuda Priangan... 6

Kuda Pacu Indonesia ... 6

Kuda Thoroughbred ... 7

Morfometrik Kuda ... 7

Tulang dan Otot ... 8

Perbaikan Mutu Genetik Kuda ... 9

Persilangan... 9

Grading up dan Interse-Mating... 9

Pemanfaatan efek heterosis... 10

Analisis Komponen Utama (AKU)... 10

Koefisien Korelasi ... 12

MATERI DAN METODE ... 13

Waktu dan Tempat ... 13

Materi ... 13

Ternak ... 13

Bahan dan Alat ... 15

Metode ... 16

Pengumpulan Data ... 16

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Karakteristik Morfometrik Ukuran (size) dan Bentuk (shape) Kepala Kuda yang Diamati ... 24

Ukuran (size) ... 24

Bentuk (shape) ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN . ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

UCAPAN TERIMA KASIH ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli ... 4 2. Jumlah Kuda yang Digunakan dalam Penelitian ... 15 3. Hasil Uji Perbedaan Nilai Rataan Vektor antara Peubah-peubah

Ukuran Kepala yang Diamati pada Dua Kelompok Jenis Kuda

Berdasarkan T2-Hotteling... 20 4. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Kepala pada

Kuda Peranakan Thoroughbred ... 21 5. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Kepala pada KPI,

Kuda Sumba dan Kuda Priangan ... 22 6. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Kepala pada

Kuda G2, G3, G4, KPI dan Kuda Lokal ... 23 7. Persamaan Ukuran (size) dan Bentuk (shape) berikut

Keragaman Total (KT) dan Eigenvalue (λ) dari Peubah-peubah

Kepala Kuda yang Diamati... 24 8. Vektor Eigen, Peubah yang Diamati serta Nilai Korelasi antara

Ukuran (size) dan Peubah yang Diamati ... 25 9. Vektor Eigen, Peubah yang Diamati serta Nilai Korelasi antara

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Pembentukan Kuda Pacu Indonesia Melalui G1, G2, G3

dan G4 ... 14 2. Skema Ukuran- ukuran Kepala yang Diamati ... 17 3. Diagram Kerumunan Ukuran dan Bentuk Kepala Kuda yang

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komponen-komponen Utama Ukuran Kepala Kuda yang

Diamati yang Diturunkan dari Matriks Kovarian ... 37

2. Skor Komponen Utama dari Bangsa G2, G3, G4, KPI, Priangan dan Sumbawa... 38

3. Koefisien Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dan Peubah-peubah Kepala yang Diamati ... 39

4. Diagram Kerumunan Ukuran dan Bentuk pada Kuda Jantan... 40

5. Diagram Kerumunan Ukuran dan Bentuk pada Betina ... 41

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kuda lokal di Indonesia terdiri atas kuda Gayo,kuda Batak, kuda Jawa, kuda Priangan, kuda Sulawesi, kuda Lombok, kuda Bali, kuda Sumbawa, kuda Sandel, kuda Timor dan kuda Flores. Populasi kuda di Indonesia pada saat ini sebesar ± 450 ribu ekor (BPS, 2003), jauh lebih sedikit dibandingkan dengan populasi kuda sebalum tahun 1990an. Hal tersebut menunjukan perhatian yang kurang terhadap ternak kuda yang merupakan komoditas pendukung pembangunan peternakan.

Sektor peternakan kuda yang pada saat ini mulai berkembang adalah kuda pacu, yang diperlihatkan dengan banyaknya kuda Lokal yang disilangkan dengan kuda pacu impor. Peran Pemerintah dalam memajukan sektor perkudaan diimplementasikan dengan mencanangkan empat agenda, yaitu (1) mempertahankan sumber genetik ternak kuda asli Indonesia, (2) memberikan sertifikat kuda pacu Indonesia, (3) menerbitkan sertifikasi pejantan kuda pacu Indonesia, dan (4) mengawasi pembentukan kuda pacu Indonesia. Hal tersebut dituangkan dalam Keputusan Direktur Jendral Peternakan No 10/TN.220/DJP/Deptan/95.

Kuda pacu Indonesia meliputi G1 (generasi ke-1), G2 (generasi ke-2), G3 (generasi ke-3) dan G4 (generasi ke-4) yang merupakan hasil grading up persilangan kuda betina Lokal dengan kuda jantan Thorougbred dari Australia. Kuda hasil dari kawin silang (interse-mating) antara kuda betina G4 dengan jantan G4/G3 juga disebut sebagai kuda pacu Indonesia, bahkan dinamakan dengan KPI (Kuda Pacu Indonesia). Pembentukan kuda pacu Indonesia diawali dengan persilangan antara kuda Sumba betina atau poni lokal asli lainnya (Priangan) dengan pejantan kuda pacu Thoroughbred dari Australia.

Pembentukan kuda pacu Indonesia yang semakin berkembang menyebabkan perubahan performans kuda pacu pada generasi berikutnya, oleh karena itu diperlukan penelitian dasar mengenai karakteristik fenotip baik sifat kualitatif maupun kuantitatif pada setiap generasi kuda pacu yang terbentuk (G1, G2, G3 dan G4) untuk mempertahankan ciri khas yang dimiliki kuda Lokal serta mengetahui perubahan yang terjadi seiring dengan adanya pembentukan bangsa baru melalui persilangan..

(15)

Hipotesis

Kuda peranakan Thoroughbred mempunyai ukuran (size) kepala yang lebih besar dibandingkan dengan kuda lokal (kuda Sumba dan Priangan). Kuda peranakan Thoroughbred mempunyai karakteristik bentuk yang hampir sama dengan kuda Sumba dan Priangan yaitu sebagai kuda pacu.

Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mempelajari mengenai ukuran dan bentuk kepala kuda pacu Indonesia, hasil grading up antara kuda betina lokal dengan kuda jantan Thoroughbred pada G2, G3 dan G4 serta hasil interse-mating antara betina G4 dengan jantan G4/G3 (KPI). Penelitian ini juga untuk memperoleh informasi mengenai ukuran dan bentuk kepala kuda Lokal (kuda Sumba dan Priangan). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan para peternak untuk melakukan seleksi dan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan mengenai pemuliaan ternak.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda

Kuda digolongkan kedalam hewan dalam filum Chordata yaitu hewan yang bertulang belakang, kelas Mamalia yaitu hewan yang menyusui anaknya, ordo Perissodactyla yaitu hewan berteracak tak memamah biak, famili Equidae, dan spesies Equus caballus. Para pakar percaya bahwa dahulu kala terdapat hewan pra-kuda dengan teracak jari kaki sebanyak lima buah yang disebut Paleohippus. Hewan tersebut kemudian berkembang dengan empat jari teracak dan satu penunjang (split), sedangkan kaki belakangnya terdiri atas tiga jari teracak dan satu split (Ephippus). Evolusi berlanjut dengan terbentuknya Mesohippus dan Meryhippus yang memiliki teracak kaki depan dan belakang sebanyak tiga buah. Pliohippus menjadi hewan berteracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi kuda saat ini (Equus caballus) (Blakely dan Bade, 1991).

Populasi kuda diseluruh dunia mencapai 62 juta ekor , yang terdiri dari lima ratus bangsa, tipe dan varietas. Bangsa kuda pada awalnya dianggap sebagai hewan yang berkaitan dengan lokasi geografis tempatnya dikembang biakan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara spesifik. Kini bangsa kuda seringkali ditentukan oleh komunitas atau lembaga yang melakukan pencatatan keturunan dan mambuat buku silsilah kuda hasil seleksi berdasar pada daerah asal, fungsi dan ciri fenotipik (Bowling dan Ruvinsky, 2004).

Kuda dapat diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan, tipe berat maupun kuda poni sesuai dengan ukuran, bentuk tubuh dan kegunaan. Kuda tipe ringan mempunyai tinggi 1.45-1.7 m saat berdiri, bobot badan 450-700 Kg dan sering digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibanding kuda tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1.45-1.75 m saat berdiri, dengan bobot badan lebih dari 700 Kg dan biasa digunakan untuk kuda pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1.45 m jika berdiri dan bobot badan 250-450 Kg, beberapa kuda berukuran kecil biasanya juga terbentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Ensminger, 1962). Tabel 1. menyajikan tipe, kegunaan, jenis, tinggi, bobot badan dan habitat asli dari kuda-kuda yang ada di Dunia.

(17)

Tabel 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli

Tipe Kegunaan Jenis Tinggi Bobot badan Habitat Asal

………(m)…… …..(Kg)…. Kuda Kuda tunggang Kuda Albino Amerika 1.45-1.7 450-700 Amerika Serikat

Tunggang berlari cepat- Kuda Sadel Amerika Amerika Serikat Tiga Kuda Arab Arab Saudi Kuda Appalossa Amerika Serikat Kuda Morgan Amerika Serikat Kuda Spotted Maroko Amerika Serikat Kuda Palomino Amerika Serikat Kuda Thoroughbred Inggris

Kuda tunggang Kuda Sadel Amerika 1.45-1.7 450-700 Amerika Serikat Berlari cepat-

Lima

Kuda untuk Kuda Tennesse Walking 1.5-1.6 500-600 Amerika Serikat berjalan

Stock horse Tingkatan, persilangan Atau hasil Biak dalam dari :

Kuda Appalossa 1.5-1.55 500-550 Amerika Serikat Kuda Arab Arab Saudi Kuda Morgan Amerika Serikat Kuda Spotted Maroko Amerika Serikat Kuda Palomino Amerika Serikat Kuda Quarter Amerika Serikat Kuda Thoroughbred Inggris Pendaki Tingkatan, persilangan 1.45-1.55 500-625

Atau hasil Biak dalam Pemburu dan dari semua jenis kuda, Pelompat tapi didominasi oleh

keturunan Thoroughbred. 1.55-1.65 500-625

Kuda Poni Kuda Shetland & Welsh 0.9-1.45 250-450 Shetlnd isles untuk ditunggangi Inggris Kuda Kuda pacu Kuda Thoroughbred 1.55-1.65 450-575 Inggris Pacu Pelari

Kuda Pacu Kuda Standardbred 1.45-1.55 450-600 Amerika Serikat berpakaian

Kuda Quarter Kuda Quarter 1.45-1.55 500-600 Amerika Serikat Kuda Kuda Berpakaian Kuda Cleveland Bay 1.45-1.65 450-650 Inggris

Tarik Tipe Berat Kuda French Coach Prancis Kuda Jerman Coach Jerman Kuda Hackney Inggris Kuda Yorkshire Coach Inggris Kuda berpakaian Didominasi oleh

Tipe sedang Kuda Sadel Amerika 1.45-1.7 450-700 Amerika Serikat Kuda Kuda Morgan & 1.45-1.55 450-600 Amerika Serikat Transportasi Standardbred

Kuda Poni Kuda Hackney 0.9-1.45 250-450 Inggris untuk menarik Kuda Shetland & Welsh Shetland isles

Sumber : (Ensminger, 1962)

(18)

Kuda Lokal Indonesia

Penduduk asli Indonesia telah beternak kuda, sebelum kedatangan bangsa Eropa. Peternakan kuda pada saat itu belum memenuhi persayaratan teknis beternak kuda, karena kuda hidup di alam bebas dan sangat tergantung pada kebaikan alam. Akibatnya peternakan kuda rakyat menghasilkan kuda dengan kualitas rendah. Kedatangan bangsa Portugis dan Belanda ke Indonesia memberikan pengaruh yang besar terhadap usaha pemuliaan kuda di Indonesia untuk memperbaiki ras kuda lokal, memperbaiki cara beternak penduduk dengan dijelaskan secara sederhana bagaimana cara memberi makan, merawat kuda serta petunjuk-petunjuk lain yang berhubungan dengan beternak kuda. Kuda lokal di Indonesia terdiri atas kuda Gayo, kuda Batak, kuda Priangan, kuda Jawa, kuda Sulawesi, kuda Bali, kuda Sumbawa, kuda Flores, kuda Sandel dan kuda Timor. Sekitar tahun 1955 pemerintah mulai berusaha memperbaiki genetik kuda lokal dengan mendatangkan kuda non-pacu dari luar negeri. Sekitar tahun 1965 dikenal kuda pacu Thoroughbred yang kemudian disilang dengan kuda lokal (kuda Sumba) untuk menghasilkan kuda pacu Indonesia (Soehardjono, 1990).

Kegunaan kuda lokal Indonesia sebagian besar adalah sebagai sarana transportasi, pengangkut barang, sarana hiburan juga sebagai bahan pangan masyarakat lokal (Prabowo, 2003). McGregor (1980), menyatakan kuda poni di Indonesia merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk transportasi dan pengembangan peternakan. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan mutu genetik kuda-kuda lokal, diantaranya mengawinkan betina kuda Batak terbaik dengan kuda Arab serta mengawinkan betina kuda Sumba dengan kuda Thoroughbred Australia.

Kuda Sumba (Sandelwood)

Edwards (1994) menyatakan bahwa kuda Lokal Indonesia (termasuk kuda Sumba) digolongkan kedalam kuda poni. Roberts (1994), menyatakan seluruh kuda poni (termasuk kuda Sumba didalamnya) telah beradaptasi secara fisik dan merubah gaya hidup mereka untuk bertahan dari kondisi dimana mereka hidup.

Kuda sumba berpinggang agak tinggi dan merupakan keturunan kuda Australia yang pernah diintroduksi ke pulau Sumba. Dijelaskan kemudian bahwa kuda Sumba dianggap sebagai jenis kuda yang baik sebagai kuda pacu, maka pada tahun 1841

(19)

pejantan-pejantan kuda unggul, diekspor ke pulau Jawa, Singapura dan Malaysia (Straits Settlements), Manila dan Mauritius (Afrika Timur). Sebagai akibatnya hanya disisakan pejantan yang berkualitas rendah, sehingga mutu peternakan merosot. Sampai akhir tahun 1918 jumlah kuda di pulau Sumba sekitar 16.000 ekor dan memperlihatkan dua jenis bentuk, yaitu kuda yang berbentuk kecil di daerah selatan dan timur serta kuda yang berbentuk agak besar di daerah utara dan barat (Soehardjono, 1990).

Kuda Priangan

Kuda Priangan dibentuk di pulau Jawa sekitar abad tujuh belas, dibentuk melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Pada saat ini kuda Priangan tidak memiliki konformasi yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi menempati lokasi yang panas dan memiliki ketahan terhadap cuaca panas yang tingi seperti kuda Arab. Daya tahan serta stamina untuk berlari dalam jarak jauh juga diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil. Kuda Priangan dapat dikatakan tangguh dan kuat meskipun memiliki ukuran tubuh yang kecil, mempunyai kepala yang khas dengan telinga panjang dan mata yang cerdas, leher mereka pendek dan berotot serta dada mereka lebar dan dalam, pertulangan mereka dapat dikatakan baik akan tetapi kurang begitu berkembang dengan tulang cannon yang panjang. Kuda Priangan dapat mempunyai beberapa warna dengan tinggi pundak 112 cm-122 cm ( Kingdom, 2006)

Kuda Pacu Indonesia (KPI)

Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan ternak yang saat ini dibentuk untuk memenuhi permintaan kuda pacu. Proses pembentukan KPI dimulai dari G1 yang merupakan hasil persilangan betina lokal dengan pejantan Thoroughbred dengan darah lokal 50% dan darah Thoroughbred 50%. G2 merupakan hasil silang betina G1 pada umur 3 atu 4 tahun dengan pejantan Thoroughbred. Kuda betina G2 dikawinkan dengan jantan Thoroughbred akan menghasilkan G3 dengan komposisi, darah lokal 12,5% dan darah Thoroughbred 87,5% yang dirasa sudah cukup baik untuk dijadikan bibit pejantan (parent-stock) pembentukan kuda pacu Indonesia. G4 selanjutnya dibentuk untuk dijadikan sebagai betina indukan KPI, yang merupakan hasil persilangan antara betina G3 dan jantan Thoroughbred. Selanjutnya betina G4

(20)

disilangkan dengan jantan G4 atau G3 dan menghasilkan kuda pacu Indonesia saat ini (Soehardjono, 1990).

Kuda Thoroughbred

Kuda Thoroughbred terbentuk ketika kedatangan kuda-kuda Arab, Turki dan Barb ke Inggris pada abad XVII, kuda-kuda unggul seperti Byerley Turk, Darley Arabian dan Godolphin Barb disilangkan dengan betina lokal untuk kemudian menurunkan kuda pacu unggul yang dinamakan English Thoroughbred yang digunakan sebagai kuda pacu di seluruh dunia. Kuda Thoroughbred memiliki kondisi fisik yang memenuhi syarat untuk berpacu, seperti bentuk kepala kecil dan terlihat pintar, leher panjang, badan panjang, kaki langsing dan panjang, tulang yang ramping dengan panjang yang seimbang serta warna bulu yang halus dan terang (Kidd, 1995).

Morfometrik Kuda

Nozawa (1981), menyatakan bahwa kuda Indonesia secara keseluruhan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan kuda Sabah-Sarawak dari Malaysia timur yang dibentuk dari hasil hibridisasi dengan kuda Eropa. Kuda Indonesia, kecuali betina kuda Padang, menunjukkan tinggi pundak 115 cm-120 cm. Hal tersebut sama dengan ukuran tubuh kuda poni di Asia Tenggara dan kuda lokal jepang yang berukuran kecil. Sasimowski (1987) menambahkan, kepala kuda merupakan bagian tubuh yang menunjukkan karakteristik tertentu sesuai dengan jenis spesies, bangsa, jenis kelamin, habitat hidup dan kondisi kesehatan yang terlihat. Kuda yang hidup di daerah pegunungan dan dataran tinggi memiliki kepala yang relatif pendek dengan dahi yang lebih lebar dan panjang serta mempunyai moncong pendek.

Ukuran kepala amat berkorelasi dengan ukuran tubuh. Jika bobot kepala terlalu berat untuk leher, maka akan membebani kaki depan dan mengganggu keseimbangan. Namun jika ukuran kepala terlalu kecil juga akan mengganggu keseimbangan(Edwards, 1991). Dyce (2002), menambahkan bahwa proporsi yang baik antara kepala dan tubuh (badan serta leher) untuk seekor kuda pacu adalah sebesar 10%-11% : 89%-90%.

(21)

Ensminger (1962) menyatakan bahwa kepala kuda yang baik memiliki mata yang agak menonjol dan letaknya cukup terpisah satu sama lain, jarak antara dua mata yang lebar memudahkan kuda untuk melihat ke depan dan ke belakang tanpa harus memalingkan kepala (visual latitude). Lubang hidung (nosetrill) yang dimiliki seekor kuda pacu harus besar agar dapat meghirup udara secara maksimal. Lubang hidung kecil tidak dapat memenuhi paru-paru dengan maksimal sehingga daya tahan seekor kuda pacu akan menurun. Suherman (2007), menyatakan bahwa penciri untuk ukuran (size) tubuh seekor kuda adalah panjang badan, tinggi pundak dan tinggi panggul; sedangkan penciri untuk bentuk (shape) tubuh seekor kuda hanya panjang badan.

Tulang dan Otot

Tulang mempunyai fase darah, fase limfatik dan nervus. Tulang mampu memperbaiki diri dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan karena terdapat suatu tekanan. Sepertiga berat tulang terdiri atas kerangka organik berupa jaringan dan sel-sel, yang menyebabkan sifat elastis dan keras pada tulang. Duapertiga berat tulang terdiri atas komponen anorganik (paling banyak adalah garam-garam kalsium dan fosfat) yang menyebabkan sifat keras dan kaku pada tulang (Frandson, 1992).

Thomson (1995) menyatakan tinggi pundak dan tinggi panggul berkembang secara bersama-sama dengan proporsi yang berbeda, yaitu tinggi pundak 2cm-3cm lebih tinggi dibanding tinggi panggul. Pola pertumbuhan dari tinggi pundak, tinggi panggul dan panjang tubuh relatif sama pada setiap masa pertumbuhan. Pertumbuhan pada lutut dan persendian kaki bagian bawah mencapai kondisi stabil saat kuda berumur ±140 hari, waktu tersebut bersamaan dengan berhentinya pertumbuhan dari tulang kaki yang membujur.

Keseluruhan kerangka mempunyai perototan yang terdiri atas tiga jenis urat syaraf utama. Pertama adalah urat syaraf dengan kejangan pelan (slow twitch fiber), yang berpengaruh pada kekuatan dan daya tahan otot. Kedua adalah urat syaraf dengan kejangan menengah (intermediate twitch fiber), yang mempengaruhi kemampuan slow dan fast twitch fiber. Ketiga adalah urat syaraf dengan kejangan cepat (fast twitch fiber), yang mempengaruhi kecepatan kontraksi otot. Otot dengan

(22)

fast twitch fiber akan memberikan seekor kuda kecepatan, kegesitan, ketangkasan dan kekuatan saat berlari (Quickness, 2006). Graham-Thiers (2005), menyatakan bahwa untuk mempertahankan ukuran otot seekor kuda tanpa memperhatikan berapa umur kuda tersebut diperlukan tambahan makanan berupa asam amino. Ukuran otot tidak akan berkurang meskipun kuda melakukan sedikit exercise, sedangkan apabila tanpa tambahan pakan otot akan banyak menyusut.

Perbaikan Mutu Genetik Kuda Persilangan

Perkawinan pada ternak terdiri atas dua macam, yaitu perkawinan secar acak (random mating) dan tidak secara acak. Perkawinan ternak disebut kawin secara acak apabila peluang yang dimiliki jantan maupun betina untuk kawin dan dikawini sama. Perkawinan tidak secara acak pasangan kawin dari ternak telah ditentukan oleh manusia. Perkawinan tidak secara acak dapat berupa perkawinan antara dua individu yang masih mempunyai hubungan keluarga (perkawian silang dalam), atau antara dua individu yang tidak memiliki hubungan keluarga (perkawinan luar).

Persilangan merupakan bagian dari sistem perkawinan luar yang dilakukan antara dua bangsa yag berbeda. Persilangan secara genetik bertujuan untuk menaikan persentase heterezigositas, sehingga dapat meningkatkan variansi genetik. Tujuan utama dari persilangan adalah menggabungkan dua sifat berbeda atau lebih yang terdapat pada dua bangsa ternak kedalam satu bangsa silangan. (Hardjosubroto, 1994). Pada ternak kuda terutama pada kuda friesian, kondisi inbreeding dapat menyebabkan terjadinya retained placenta saat melahirkan (Sevinga, 2004).

Grading Up dan Interse-Mating

Grading up merupakan sistem persilangan yang keturunannya selalu disilangbalikan (back crossing) dengan bangsa pejatan dengan tujuan mengubah bangsa induk (lokal) menjadi bangsa pejantan (impor). Grading up yang dilakukan harus mempunyai arah yang pasti dari persilangan tersebut, karena sistem perkawinan grading up dapat menyebabkan kepunahan pada ternak lokal.

Perkawinan intrese (interse-mating) merupakan perkawinan antara (F1 x F1), (F2 x F2) dan seterusya. Interse-mating menyebabkan terjadinya penurunan koefisien heterosis sebesar 50 % pada setiap generasi, sehingga apabila interse-mating terus dilakukan heterosis dapat hilang (Hardjosubroto, 1994).

(23)

Pemanfaatan Efek Heterosis

Efek heterosis sering juga disebut sebagai hybrid vigor merupakan suatu kejadian dalam persilangan. Efek heterosis menyebabkan performans hasil persilangan akan melampaui rata-rata performans kedua bangsa tetua. Penyebab terjadinya heterosis belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena adaya gen non additif yang juga menyebabkan dominan, over dominance dan epistasis.

Efek heterosis hanya ditimbulkan oleh sifat-sifat dengan angka pewarisan rendah, misalnya sifat reproduksi. Besar dari efek heterosis tidak dapat diramalkan atau diduga karena dikendalikan oleh gen non additif. Besar dari efek heterosis suatu sifat bergantung pada rata-rata derajat dominasi dan rata-rata perbedaan frekuensi gen antara kedua tetua untuk semua pasangan gen (Hardjosubroto, 1994).

Analisis Komponen Utama ( AKU)

Hollmen (1996) menyatakan bahwa analisis komponen utama (AKU) merupakan suatu metode statistik yang klasik, persamaan fungsi linier ini telah secara luas digunakan di dalam mereduksi dan menganalisis data. Analisis komponen utama didasarkan pada penyajian secara statistik dari suatu variabel acak. Jolliffe (2006) menambahkan bahwa AKU merupakan pusat dari studi multivariate data, dan juga merupakan salah satu teknik multivariate yang paling awal dan utama dalam banyak riset.

Analisis komponen utama (AKU) merupakan suatu metode pereduksi data yang dirancang untuk memperjelas hubungan antara dua karakter atau lebih dan untuk membagi keragaman total dari seluruh karakter ke dalam suatu variabel baru yang tidak berhubungan dan terbatas. AKU juga suatu tehnik multivariate yang digunakan untuk menemukan hubungan struktural antara dua variabel terpisah yang disebut komponen utama. Komponen utama pertama mencakup variabel yang mempunyai keragaman lebih besar dibanding variabel lain. Komponen utama kedua mencakup variabel dengan nilai keragaman besar yang tidak terdapat pada komponen utama pertama dan tidak berhubungan dengan komponen utama pertama, dan seperti itu seterusnya. Komponen utama diatas selanjutnya dibentuk sebuah diagram penyebaran. Sumbu yang pertama menghadirkan ukuran (size) data secara umum dan dapat menjelaskan keragaman sebesar lima puluh sampai 95 persen terhadap data yang diamati. Sumbu kedua merupakan bentuk (shape), dapat

(24)

menjelaskan keragaman sekecil-kecilnya satu persen atau lebih terhadap data yang diamati (Wiley, 1981).

Otsuka et al. (1982) menyatakan, AKU sering digunakan untuk membedakan antar populasi. Menurut Nishida et al. (1982) dan Everitt dan Dunn (1998), AKU digunakan untuk membedakan ukuran-ukuran tubuh. Pada aplikasi morfometrik, komponen utama dapat diterima sebagai vektor ukuran (size) dan komponen utama kedua sebagai vektor bentuk (shape). Hal tersebut akan menunjukkan tingkat variasi yang berbeda pada kondisi tubuh dari kelompok hewan yang dapat dijelaskan sebagai perbedaan ukuran seperti yang diperlihatkan pada komponen utama pertama.

Menurut Everitt dan Dunn (1998), metode multivariate yang paling tua dan paling banyak digunakan adalah Principle Component Analysis (PCA). PCA yang diterjemahkan sebagai Analisis Komponen Utama (AKU) (Gaspersz, 1992) pada dasarnya bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linear dari peubah-peubah yang diamati. Menurut Everitt dan Dunn (1998) dasar metode ini untuk menggambarkan variasi dari rangkaian data multivariate yang berkenaan dengan rangkaian peubah yang masing-masing tidak berhubungan dengan kombinasi liniear khusus dari peubah yang asli. AKU menyajikan sedikit kombinasi linier dari peubah-peubah awal yang dapat digunakan untuk menyimpulkan rangkaian data.

Menurut Wigginton dan Dobson (2003), yang mengamati Lynx rufus, AKU digunakan untuk memperoleh perkiraan dari skor pada komponen utama pertama. Menurut Everitt dan Dunn (1998), pada morfologi hewan akan lebih dipentingkan pada komponen utama kedua yang mengindikasikan bentuk (shape) dari pada komponen utama pertama yang mengindikasikan ukuran (size) hewan. Hayashi et al. (1982) menyatakan bahwa ditemukan dua cara untuk mengolah komponen utama. Cara pertama diolah dengan matriks kovarian dan kedua dengan matriks korelasi. Kekuatan analisis menjadi lebih tinggi ketika komponen diolah dengan matriks kovarian. Pengolahan kovarian dan korelasi jika dilihat sepintas sama, namun komponen utama dari matriks kovarian lebih efektif untuk diskriminasi populasi, sedangkan komponen utama dari matriks korelasi saling melengkapi antar kedua kelompok. Hasil penelitian Hayashi et al. (1982) terhadap Banteng dan lima sapi (sapi Bali, Madura, Aceh, Leyte dan Korea), menunjukkan bahwa pengolahan

(25)

matriks kovarian pada komponen pertama dan kedua mencapai 64,7% dan 11,6% pada semua variasi. Jumlah dari kedua komponen ini mencapai 76,3%; sedangkan pengolahan matriks korelasi pada komponen pertama dan kedua mencapai 54,8% dan 14,4%, jumlah dari keduanya 69,2%. Gaspersz (1992), menyatakan bahwa secara umum metode AKU bertujuan untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya.

Koefisien Korelasi (KK)

Menurut Gaspersz (1992), untuk mengukur keeratan hubungan (korelasi) antar peubah asal dan komponen utama dapat diketahui dengan koefisien korelasi antara peubah asal dan komponen utama itu. Menurut Everitt dan Dunn (1998), nilai koefisien korelasi antara -1 sampai dengan 1; dan memperlihatkan ukuran linear dari hubungan peubah xi dan xj. Koefisien korelasi bernilai positif jika xi bernilai tinggi diikuti dengan nilai xj yang juga tinggi dan kejadian sebaliknya; dan bernilai negatif jika nilai xi tinggi dan nilai xj rendah dan kejadian sebaliknya. Hal tersebut diperkuat dengan dinyatakan oleh Gaspersz (1992), bahwa nilai koefisien korelasi -1, menunjukkan hubungan negatif sempurna antar x dan y, sedangkan nilai koefisien korelasi 1, menunjukkan hubungan positif sempurna antar x dan y.

(26)

MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2006. Lokasi penelitian terletak di Pusat Pacuan Kuda Pulomas Pulo Gadung, DKI Jakarta.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuda pacu di Indonesia yang merupakan hasil persilangan antara jantan kuda pacu Australia (Thoroughbred) dan betina kuda lokal. Penelitian ini juga menggunakan kuda lokal Indonesia itu sendiri. Kuda pacu persilangan yang digunakan yaitu pada G2 (generasi 2), G3 (generasi 3), G4 (generasi 4), dan KPI (Kuda Pacu Indonesia); sedangkan kuda lokal yang digunakan adalah kuda Sumba dan kuda Priangan. G2 (70% Thoroughbred, 25% Lokal) merupakan hasil persilangan antara jantan Thoroughbred dan betina G1. G1 (50% Thoroughbred, 50% Lokal) merupakan hasil persilangan antara pejantan Thoroughbred dengan betina Lokal. Betina lokal yang digunakan adalah betina Sumba dan Priangan, tetapi penggunaan Sumba lebih banyak dari Priangan. G3 (87,5% Thoroughbred, 12,5% Lokal) adalah hasil persilangan antara pejantan Thoroughbred dengan betina G2. G4 (93,75% Thoroughbred, 6,25% Lokal) merupakan hasil persilangan antara jantan Thoroughbred dengan betina G3. KPI (90,625% Thoroughbred, 9,375% Lokal jika ♂G3 x ♀G4; 93,75% Thoroughbred, 6,25 Lokal jika ♂G4 x ♀G4) merupakan hasil biak dalam antara betina G4 dengan jantan G4 atau betina G4 dengan jantan G3. Gambar 1. menyajikan skema pembentukan Kuda Pacu di Indonesia mulai dari (G1), (G2), (G3), (G4) sampai pembentukan KPI. Pada penelitian ini KPI yang digunakan adalah KPI yang berasal dari persilangan antara jantan G4 dan betina G4.

(27)

T X L Jantan Betina (100% T) (100% L) TL X T Betina Jantan (G1) (50% T, 50% L ) T2L X T Betina Jantan (G2) (75% T, 25% L ) T3L X T Betina Jantan (G3) (87,5% T, 12,5% L ) T4L X T3L T4L X T4L Betina Jantan Betina Jantan

(G4) (G3) (G4) (G4) (93,75% T, 6,25% L ) (93,75% T, 6,25% L ) (87,5% T, 12,5% L ) KPI KPI (93,75% T, 6,25% L ) (90,625% T, 9,375% L)

Keterangan : T = Kuda Thoroughbred, L = Kuda lokal, KPI = Kuda Pacu Indonesia

Gambar 1. Skema Pembentukan Kuda Pacu Indonesia Melalui G1 (TL), G2 (T2L), G3 (T3L) dan G4 (T4L).

(28)

Jumlah kuda yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 24 ekor yang terdiri atas jantan dan betina, pada umur dewasa tubuh. Tabel 2. menjelaskan rincian kuda yang digunakan.

Tabel 2. Jumlah Kuda yang Digunakan dalam Penelitian Jumlah (ekor)

Kuda

Jantan Betina Total

G2 3 0 3 G3 4 1 5 G4 5 1 6 KPI 2 1 3 Sumba 1 3 4 Priangan 2 1 3

Bahan dan Alat

Bahan. Pakan yang digunakan kuda-kuda pacu tersebut meliputi rumput lapang dan

konsentrat yang terdiri dari jagung, gabah dan kacang-kacangan; serta diberikan tambahan vitamin dan mineral. Bahan lain yang digunakan adalah bedding (alas kandang). Bedding berupa rumput gajah yang telah dikeringkan, jerami kering serta berupa serbuk kayu.

Alat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong yang berskala

terkecil satu mm dan kaliper dengan skala terkecil satu cm. Alat-alat tulis digunakan untuk mencatat data yang telah diamati. Lembar data digunakan untuk mencatat data hasil pengamatan. .

(29)

Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengukur bagian-bagian kepala kuda yang terdiri atas 13 peubah Menurut Hayashi (1982). Tiga belas peubah yang diamati tersebut meliputi Akrokranion-Prosthion (X1), Akrokranion-Nasion (X2), Nasion-Rhinion (X3), Basion-Prosthion (X4), Euryon Euryon kanan (X5), Zygion Zygion kanan (X6), Infraorbitale Infraorbitale kanan (X7), Entorbitale kiri-Entorbitale kanan (X8), Akrokranion-Basion (X9), Rhinion-Prosthion (X10), Supraorbitale kiri-Supraorbitale kanan (X11), tinggi kepala (X12) dan panjang rahang bawah kiri (X13). Gambar 2, menyajikan skema ukuran-ukuran kepala tersebut di atas.

Pengukuran jarak antara Akrokranion-Prosthion dilakukan dari pangkal Akrokranion (ujung tulang tengkorak) sampai batas pangkal Prosthion (titik tepi bawah rahang atas). Jarak antara Akrokranion-Nasion dilakukan dari pangkal Akrokranion sampai batas ujung Nasion (hidung). Jarak antara Nasion-Rhinion diukur dari pangkal Nasion sampai Rhinion (tulang hidung bagian bawah). Jarak antara Basion-Prosthion diukur dari batas pangkal Basion (tulang baji) sampai pangkal Prosthion. Jarak antara Euryon kiri-Euryon kanan (lebar kepala) diukur dari pelipis sebelah kiri sampai pelipis sebelah kanan. Jarak antara Zygion kiri-Zygion kanan diukur dari ujung Zygion (tulang pipi) kiri sampai ujung Zygion kanan.

Jarak antara Entorbitale kiri-Entorbitale kanan diukur dari pangkal Entorbitale (lekuk mata) kiri sampai pangkal Entorbitale kanan. Jarak antara Infraorbitale kiri-Infraorbitale kanan diukur dari pangkal Infraorbitale (tulang di bawah lekuk mata) kiri sampai pangkal Infraorbitale kanan. Jarak antara Akrokranion-Basion diukur dari pangkal Akrokranion sampai ujung Basion. Jarak antara Rhinion-Prosthion diukur dari ujung Rhinion sampai ujung Prosthion. Jarak antara Supraorbitale kiri-Supraorbitale kanan diukur dari Supraorbitale (tulang di atas lekuk mata) kiri sampai Supraorbitale kanan. Tinggi kepala diukur dari pangkal Akrokranion sampai tulang rahang bawah kiri. Panjang tulang rahang bawah kiri diukur dari ujung Prosthion sampai pangkal rahang bawah.

(30)

Keterangan : X1 = A-P (Akrokranion-Prosthion), X2 = A-N (Akrokranion-Nasion), X3 = N-Rh (Nasion-Rhinion), X4 = B-P (Basion-Prosthion), X5 = Eu1-Eu2 (Euryon kiri-Euryon kanan), X6 = Zy1-Zy2 (Zygion kiri-Zygion kanan), X7 = If1-If2 (Infraorbital kiri-kanan), X8 = Ent1-Ent2 (Entorbitale kiri-kanan), X9 = A-B (Akrokranion-Basion), X10 = Rh- P (Rhinion-Prosthion) , X11 = Sp1-Sp2 (Supraorbitale kiri-kanan), X12 = Tinggi Kepala, X13 = Panjang Rahang Bawah

Gambar 2. Skema Ukuran-ukuran Kerangka Kepala Kuda yang Diamati

(31)

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan T2-Hotteling untuk menguji perbedaan vektor nilai rata-rata diantara kelompok kuda yang diamati. Pengujian dilakukan dengan menggunakan T2-Hotteling, dirumuskan sebagai berikut :

(

)

(

1 2

)

1 2 1 2 1 2 1 2 'SG X X X X n n n n T + + + = − selanjutnya besaran : n1 + n2 - p - 1 F= —————— T2 (n1 + n2 - 2)p

akan berdistribusi dengan derajat bebas v1 = p

v2 = n1 + n2 - p

Keterangan : T2 = T2-Hotteling, n1 = Ukuran contoh dari kelompok 1, n2 = Ukuran contoh dari kelompok 2, P = Banyaknya Peubah yang digunakan, SG-1 = Invers dari matriks kovarian (SG), (X1 – X2) = Vektor selisih rata-rata contoh dari kedua kelompok, F = Nilai probabilitas

Uji T2-Hotteling dilakukan antara kuda peranakan Thoroughbred (G2,G3, G4 dan KPI) dengan kuda Sumba, kuda Priangan dan kuda lokal (gabungan dari kuda Sumba dan Priangan). Pengujian T2-Hotteling antara dua kelompok kuda pada masing-masing bangsa peranakan Thoroughbred (G2, G3, G4 dan KPI), antara kuda Sumba dan Priangan serta antara tiap bangsa peranakan Thoroughbred dan Sumba juga Priangan; tidak dilakukan karena jumlah sampel kuda yang terbatas.

Persamaan ukuran dan bentuk diturunkan dari matriks kovarian. Diagram ukuran dan bentuk diperoleh berdasarkan dua skor komponen utama terbesar dari Analisis Komponen Utama (AKU) yang diturunkan melalui matriks kovarian. Model persamaan dari AKU menurut Gaspersz (1992), adalah :

Yp = a1pX1 + a2pX2 + a3pX3 + a4pX4 + ….. + a13pXp

Keterangan : Yp = Skor komponen utama ke-p; a1p-a13p = Vektor Eigen ke-p untuk p (1,2,3,…,13); Xp = Peubah ke-p untuk p (1,2,3,…,13)

(32)

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik komputer minitab versi 14.1. Penyajian diagram ukuran dan bentuk juga menggunakan perangkat statistik.

Perkalian antara vektor Eigen dan akar dari nilai Eigen masing-masing dibagi dengan simpangan baku dari masing-masing peubah merupakan korelasi antara ukuran atau bentuk dan peubah-peubah yang diukur dari masing-masing ternak yang diamati (Gaspersz, 1992). Rumus dari korelasi yang digunakan pada penelitian ini seperti yang disajikan berikut ini.

a

ij

√λ

j

r

xijy

= ———

s

i

Keterangan : rxijy = Korelasi antara variable ke-i dan komponen utamake-j, aij= Vektor ciri dari varibel ke-i pada komponen utama ke-j, λj = Nilai ciri untuk komponen utama ke-j, si = Simpangan baku

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan rataan dan simpangan baku pada ukuran-ukuran kepala dari setiap kelompok kuda disajikan pada Tabel 3, 4 dan 5. Perbandingan antara dua kelompok kuda berdasarkan rataan dari tiga belas peubah yang diamati dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji T2-Hotteling. Pengujian T2-Hotteling hanya dilakukan antara kelompok kuda peranakan Thoroughbred dan kelompok kuda Sumba serta antara kelompok kuda peranakan Thoroughbred dan kelompok kuda Priangan.

Hasil uji perbandingan terhadap rataan peubah-peubah ukuran kepala yang diamati antara dua kelompok kuda dengan menggunakan uji T2-Hotteling disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan ukuran-ukuran kepala antara kuda peranakan Thoroughbred dan kuda Sumba serta antara kuda peranakan Thoroughbred dan kuda Priangan. Perbedaan ukuran-ukuran kepala yang sangat jauh terdapat antara kelompok kuda peranakan Thoroughbred dan kuda Sumba (P<0,01). Perbedaan ukuran-ukuran kepala yang jauh terdapat antara kelompok kuda peranakan Thoroughbred dan kuda Priangan (P<0,05).

Tabel 6. Hasil Uji Perbedaan Nilai Rataan Vektor antara Peubah-Peubah Ukuran Kepala yang Diamati pada Dua Kelompok Jenis Kuda berdasarkan T2-Hotteling

Kuda Peranakan Thoroughbred

Kuda Sumba P = 0,003**

Kuda Priangan P = 0,041*

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata (P<0,01), * = Berbeda nyata (P<0,05)

Hasil diatas sesuai dengan hipotesis bahwa ukuran-ukuran kepala kuda peranakan Thoroughbred berbeda dengan kuda Sumba dan Priangan, karena kuda peranakan Thoroughbred mengandung sekurang-kurangnya 50% darah Thoroughbred. Menurut Frandson (1992), perbedaan antara dua spesies, bangsa maupun individu terdapat pada bagian kepala terutama pada bagian fasialis kranium (wajah). Peubah-peubah yang diamati sebagian besar merupakan ukuran kepala yang terletak pada area wajah. Perbedaan ukuran-ukuran kepala yang sangat jauh antara kelompok kuda peranakan Thoroughbred dan Sumba kemungkinan dikarenakan kuda Sumba dipengaruhi oleh darah kuda tipe ringan.

(34)

Tabel 3. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Ke

pala pada Kuda Peranaka

n Thoroughbred (G2, G3, G4) G2 G3 G4 Ukuran Kepala Jantan (n =3) Betina (n =0) R ataan (n=3 ) Jantan (n =4) B etina (n =1) R ataan (n=5 ) Jantan (n =5) B etina (n =1) R ataan (n=6 ) ---(cm )-- --- - --- - --- A-P (X1) 61,6 7 ± 2 ,57 — 61,6 7± 2,57 60,6 0± 2,75 58,4 60,1 6± 2,57 59,5 4± 2,67 59,4 59,5 17± 2,38 6 A-N (X2) 21,3 33± 0,81 4 — 21,3 3± 0,814 22,9 00± 0,64 8 21,8 22,6 8± 0,746 22,4 00± 1,07 9 21,3 22,2 17± 1,06 5 N-R (X3) 33,0 7 ± 2 ,19 — 33,0 7± 2,19 31,5 50± 1,93 0 32,9 31,8 2± 1,777 31,8 80± 2,17 6 33,7 32,1 83± 2,08 4 B-P (X4) 57,1 3 ± 2 ,21 — 57,1 3± 2,21 59,2 6± 3,56 55,6 58,5 3± 3,49 57,9 8± 4,12 54,1 57,3 3± 4,01 Eu1-Eu2 (X5) 18,4 00± 1,38 9 — 18,4 00± 1,38 9 18,9 13± 1,57 2 18,8 18,8 90± 1,36 2 18,3 8± 2,95 18,9 18,4 7± 2,64 Zy1-Z y 2 (X6) 21,1 00± 1,17 9 — 21,1 00± 1,17 9 21,1 50± 1,63 8 20,9 21,1 00± 1,42 3 21,0 60± 1,21 0 22,8 21,3 50± 1,29 4 If1-If2 (X7) 16,067±0,929 — 16,0 67± 0,92 9 17,5 75± 1,22 8 17,6 17,5 80± 1,06 4 16,7 20± 0,92 6 17,2 16,8 00± 0,85 1 En1-En2 (X8) 13,3 67± 1,41 9 — 13,3 67± 1,41 9 13,5 50± 0,94 7 14,3 13,7 00± 0,88 6 13,5 80± 0,62 2 14,6 13,7 50± 0,69 5 A-B (X9) 12,6 00± 0,98 5 — 12,6 00± 0,98 5 14,0 0± 2,95 12,2 13,6 4± 2,68 14,3 80± 1,30 1 12 13,9 83± 1,51 6 R-P (X10) 14,1 33± 0,35 1 — 14,1 33± 0,35 1 14,2 25± 0,46 5 14,4 14,2 60± 0,41 0 13,4 40± 1,26 2 13,2 13,4 00± 1,13 3 Sp1-Sp2 (X11) 14,7 00± 0,17 3 — 14,7 00± 0,17 3 13,5 00± 0,58 9 11,7 13,1 40± 0,95 3 12,9 80± 0,54 5 13,4 13,0 50± 0,51 7 T.K (X12) 35,8 67± 1,16 8 — 35,8 67± 1,16 8 32,5 0± 3,66 33,8 32,7 6± 3,22 35,9 00± 2,14 2 34,1 5 35,6 08± 2,04 5 P.R.B (X13) 45,5 00± 1,12 7 — 45,5 00± 1,12 7 45,5 50± 1,94 0 47,2 45,8 80± 1,83 5 44,4 8± 3,99 42,2 44,1 0± 3,69 Ket era nga n : X1 = A -P (A kr okr ani on -Pr o st hi o n ), X2 = A-N ( Akro kran io n-Na si on ), X 3 = N-R h ( N as ion -Rhi ni o n ), X 4 = B-P ( Ba sio n -P ro st h ion ), X 5 = Eu1-Eu2 ( E u ry on ki ri -Eury on kana n ), X 6 = Zy 1 -Zy 2 ( Zy gion ki ri -Zy g io n k an an) , X7 = If1 -I f2 ( In fra o rb ita l k ir i-k an an ), X 8 = Ent1 -E n t2 ( En to rb ita le kiri-kanan), X9 = A-B ( Akro kran ion-Ba sion ), X 1 0 = P ( Rh in io n-Pro sth io n ) , X 1 1 = Sp 1-S p 2 ( S u p ra or bi ta le ki ri -k an an ), X1 2 = t in ggi ke pal a, X1 3 = pa nja n g raha n g bawa h 21

(35)

Tabel 4. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Ke

pala pada KPI, Kuda Sum

ba dan Kuda Priangan

KPI Sum b a Priangan Ukuran Kepala Jantan (n =2) Betina (n =1) R ataan (n=3 ) Jantan (n =1) B etina (n =3) R ataan (n=4 ) Jantan (n =3) B etina (n =1) R ataan (n=3 ) - --(cm ) --- A-P (X1) 59,3 50± 0,35 4 64,5 61,0 7 ± 2 ,98 56,7 49,6 0 ± 4 ,33 53,7 7 ± 3 ,44 52,7 5 ± 4 ,17 55,8 51,3 8 ± 5 ,01 A-N (X2) 22,9 50± 0,21 2 21,4 22,4 33± 0,90 7 20,8 19,0 33± 1,02 6 19,1 67± 1,25 0 19,1 5± 1,77 19,2 19,4 75± 1,21 8 N-R (X3) 32,7 00± 0,56 6 34,8 33,4 00± 1,27 7 29,4 26,9 7 ± 2 ,51 26,8 3 ± 2 ,05 27,7 0 ± 1 ,98 25,1 27,5 8 ± 2 ,38 B-P (X4) 53,1 50± 1,34 4 57,6 54,6 3± 2,74 52,5 45,5 0± 3,56 51,4 0± 2,11 51,5 0± 2,97 51,2 47,2 5± 4,55 Eu1-Eu2 (X5) 20,1 0 ± 1 ,56 20,2 20,1 33± 1,10 2 17,1 14,2 67± 1,06 0 16,7 33± 0,49 3 16,9 00± 0,56 6 16,4 14,9 75± 1,66 0 Zy1-Z y 2 (X6) 23,3 0 ± 2 ,97 22,8 23,1 3 ± 2 ,12 19 17,8 00± 1,00 0 18,7 33± 1,05 0 18,7 5± 1,48 18,7 18,1 00± 1,01 3 If1-If2 (X7) 18,40±3,11 18,1 18,30±2,21 14,4 14,200± 1,153 15,733±1,484 16,550± 0,636 14,1 14,250±0,947 En1-En2 (X8) 14,4 00± 0,42 4 15,6 14,8 00± 0,75 5 11,8 10, 8 00± 0,60 8 12,0 67± 1,02 6 12,2 0± 1,41 11,8 11,0 50± 0,70 5 A-B (X9) 14,3 50± 0,21 2 11,2 13,3 0± 1,82 10,7 10,2 00± 0,52 9 10,8 67± 0,55 1 11,1 50± 0,35 4 10,3 10,3 25± 0,49 9 R-P (X10) 14,0 00± 0,14 1 13,7 13,9 00± 0,20 0 10,5 11,0 33± 0,73 7 13,0 67± 0,64 3 13,2 00± 0,84 9 12,8 10,9 00± 0,65 8 Sp1-Sp2 (X11) 14,5 0 ± 1 ,98 13,9 14,3 00± 1,44 2 13,4 11,4 67± 0,73 7 12,8 33± 0,45 1 12,8 50± 0,63 6 12,8 11,9 50± 1,13 9 T.K (X12) 35,7 0 ± 1 ,41 33,3 34,9 00± 1,70 9 30,4 29,6 7 ± 3 ,52 29,5 67± 1,51 8 29,7 0 ± 2 ,12 29,3 29,8 5 ± 2 ,90 P.R.B (X13) 47,1 50± 0,35 4 44,7 46,3 33± 1,43 6 41,6 38,2 7 ± 3 ,48 39,6 67± 1,42 2 40,1 5 ± 1 ,63 38,7 39,1 0 ± 3 ,29 Ket era nga n : X1 = A -P (A kr okr ani on -Pr o st hi o n ), X2 = A-N ( Akro kran io n-Na si on ), X 3 = N-R h ( N as ion -Rhi ni o n ), X 4 = B-P ( Ba sio n -P ro st h ion ), X 5 = Eu1-Eu2 ( E u ry on ki ri -Eury on kana n ), X 6 = Zy 1 -Zy 2 ( Zy gion ki ri -Z yg ion k an an) , X7 = If1 -I f2 ( In fra o rb ita l k ir i-k an an ), X 8 = Ent1 -E n t2 ( En to rb ita le kiri-kanan), X9 = A-B ( Akro kran ion-Ba sion ), X 1 0 = P ( Rh in io n-Pro sth io n ) , X 1 1 = Sp 1-S p 2 ( S u p ra or bi ta le ki ri -k an an ), X1 2 = t in ggi ke pal a, X1 3 = pa nja n g raha n g bawa h 22

(36)

Peranakan T horoughbred Lokal Seluruh Kuda Ukuran-ukuran Kepala Jantan (n=14) Betina (n=3) Rataan (n=17) Jantan (n =3) B etina (n=4) Rataan (n=7) Jantan (n=17) Betina (n=7) Rataan (n=24) - --- --- ( cm ) --- - --- ---A-P (X1) 60,2 71± 2,40 3 60,7 7± 3,27 60,3 59± 2,46 3 54,0 7± 3,73 51,1 5± 4,70 52,4 0± 4,26 59,1 76± 3,51 8 55,2 7± 6,41 58,0 38± 4,75 4 A-N (X2) 22,3 93± 0,97 3 21,5 00± 0,26 5 22,2 35± 0,94 9 19,7 00± 1,57 2 19,0 75± 0,84 2 19,3 43± 1,13 6 21,9 18± 1,48 2 20,1 14± 1,43 5 21,3 92± 1,66 3 N-R (X3) 32,1 57± 1,86 0 33,8 00± 0,95 4 32,4 47± 1,82 8 28,2 67± 1,71 0 26,5 0± 2,25 27,2 57± 2,09 8 31,4 71± 2,34 8 29,6 3± 4,25 30,9 33± 3,04 6 B-P (X4) 57,4 75± 3,60 9 55,7 7± 1,76 57,1 74± 3,37 9 51,8 3± 2,18 46,9 3± 4,07 49,0 3± 4,09 56,4 79± 4,01 1 50,7 1± 5,63 54,8 0± 5,16 Eu1-Eu2 (X5) 18,7 82± 2,02 3 19,3 00± 0,78 1 18,8 74± 1,85 5 16,9 67± 0,41 6 14,8 00± 1,37 4 15,7 29± 1,53 0 18,4 62± 1,96 3 16,7 29± 2,63 3 17,9 56± 2,26 7 Zy1-Zy2 (X6) 21,4 14± 1,61 3 22,1 67± 1,09 7 21,5 47± 1,53 3 18,8 33± 1,06 0 18,0 25± 0,93 2 18,3 71± 0,99 8 20,9 59± 1,81 2 19,8 00± 2,39 5 20,6 21± 2,01 7 If1-If2 (X7) 17,0 64± 1,45 6 17,6 33± 0,45 1 17,1 65± 1,34 1 15,8 33± 1,32 0 14,1 75± 0,94 3 14,8 86± 1,34 6 16,8 47± 1,47 4 15,6 57± 1,98 2 16,5 00± 1,68 6 En1-En2 (X8) 13,6 43± 0,87 2 14,8 33± 0,68 1 13,8 53± 0,94 5 12,0 67± 1,02 6 11,0 50± 0,70 5 11,4 86± 0,94 6 13,3 65± 1,06 4 12,6 71± 2,12 0 13,1 63± 1,43 6 A-B (X9) 13,8 86± 1,78 6 11,8 00± 0,52 9 13,5 18± 1,81 6 11,0 00± 0,36 1 10,2 25± 0,43 5 10,5 57± 0,55 6 13,3 76± 1,97 3 10,9 00± 0,94 7 12,6 54± 2,06 5 R-P (X10) 13,8 93± 0,83 0 13,7 67± 0,60 3 13,8 71± 0,77 9 12,3 00± 1,67 0 11,4 75± 1,06 9 11,8 29± 1,30 2 13,6 12± 1,14 0 12,4 57± 1,48 1 13,2 75± 1,32 8 Sp1-Sp2 (X11) 13,7 14± 1,00 9 13,0 00± 1,15 3 13,5 88± 1,03 6 13,0 33± 0,55 1 11,8 00± 0,89 8 12,3 29± 0,96 9 13,5 94± 0,96 8 12,3 14± 1,12 2 13,2 21± 1,15 5 T.K (X12) 34,8 93± 2,70 8 33,7 50± 0,42 7 34,6 91± 2,48 7 29,9 33± 1,55 3 29,5 8± 2,88 29,7 29± 2,23 4 34,0 18± 3,17 2 31,3 6± 3,03 33,2 44± 3,30 4 P.R.B (X13) 45,3 86± 2,60 5 44,7 0± 2,50 45,2 65± 2,52 3 40,6 33± 1,42 2 38,3 8± 2,85 39,3 43± 2,48 8 44,5 47± 3,04 2 41,0 9± 4,19 43,5 38± 3,68 8 Keterangan : X1 = A -P (A kr okr ani on -Pr o st hi o n ), X2 = A-N ( Akro kran io n-Na si on ), X 3 = N-R h ( N as ion -Rhi ni o n ), X 4 = B-P ( Ba sio n -P ro st h ion ), X 5 = Eu1-Eu2 ( E u ry on ki ri -Eury on ka nan ), X 6 = Zy 1-Zy 2 ( Zy gion ki ri -Zyg ion kana n ), X7 = If 1-If 2 ( In fra o rb ita l ki ri -ka nan ), X8 = Ent 1 -E nt 2 ( En to rb ita le kiri -k ana n ), X 9 = A-B ( Akro kranio n -B asion ), X 10 = Rh - P ( Rh in ion-Pro sth ion ) , X 1 1 = Sp 1-Sp2 ( Su pr aor bi tal e ki ri -ka n an ), X 1 2 = t in g g i kepal a, X 1 3 = pan ja n g ra ha ng ba wah

Tabel 5. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran

Kepala Kuda G2, G3, G4, KPI, dan Kuda Lokal

(37)

Menurut Hardjosubroto (1994), tipe kuda Indonesia yang berada di daerah sebelah timur digolongkan dalam kuda poni tipe ringan karena pengaruh dari darah kuda Arab. Kuda Sumba yang diamati pada penelitian ini berasal dari daerah di Indonesia sebelah timur. Perbedaan ukuran-ukuran kepala yang jauh antara kelompok kuda peranakan Thoroughbred dan Priangan kemungkinan dikarenakan kuda Priangan dipengaruhi oleh darah kuda tipe berat. Hardjosubroto (1994) menyatakan, kuda yang berada di daerah Indonesia sebelah barat digolongkan dalam kuda poni tipe berat karena pengaruh dari darah kuda Mongolia. Kuda Priangan yang diamati pada penelitian berasal dari daerah di Indonesia sebelah barat.

Karakteristik Morfometrik Ukuran (Size) dan Bentuk (Shape) Kepala Kuda yang Diamati

Ukuran (size)

Hasil analisis komponen utama (AKU) dari tiga belas peubah-peubah ukuran kepala kuda yang diamati disajikan pada Tabel 7 dalam bentuk persamaan ukuran (size) dan bentuk (shape), berikut keragaman total dan eigenvalue. Berdasarkan Tabel 7 diperlihatkan bahwa komponen utama pertama yaitu ukuran (size) memberikan keragaman total tertinggi sebesar 72,4% dan eigenvalue sebesar 77,635.

Tabel 7. Persamaan Ukuran (Size) dan Bentuk (Shape) berikut Keragaman Total (KT) dan Eigenvalue (λ) dari Peubah-Peubah Kepala Kuda yang Diamati

Vektor Persamaan Keragaman

Total (KT) Eigenvalue (λ) Ukuran (size) 0,517 X1 +0,161 X2 +0,295 X3 +0,539 X4 +0,155 X5 +0,166 X6 +0,126 X7 +0,138 X8 +0,169 X9 +0,117 X10 +0,084 X11 +0,270 X12 +0,348 X 13 72,4 % 77,635 Bentuk (shape) –0,147 X1 +0,027 X2 +0,201 X3 –0,626 X4–0,038 X5 +0,046 X6 +0,144 X7 +0,026 X8–0,007 X9 +0,081 X10 +0,053 X11 +0,493 X12 +0,517 X13 7,5 % 8,067

Keterangan : X1 = A-P (Akrokranion-Prosthion), X2 = A-N (Akrokranion-Nasion), X3 = N-Rh (Nasion-Rhinion), X4 = B-P (Basion-Prosthion), X5 = Eu1-Eu2 (Euryon kiri-Euryon kanan), X6 = Zy1-Zy2 (Zygion kiri-Zygion kanan), X7 = If1-If2 (Infraorbital kiri-kanan), X8 = Ent1-Ent2 (Entorbitale kiri-kanan), X9 = A-B (Akrokranion-Basion), X10 = Rh- P (Rhinion-Prosthion) , X11 = Sp1-Sp2 (Supraorbitale kiri-kanan), X12 = tinggi kepala, X13 = panjang rahang bawah

(38)

Hasil di atas sesuai dengan Wiley (1981) yang menyatakan bahwa sumbu pertama (sumbu X) menghadirkan keseluruhan ukuran (size) dan menjelaskan keragaman total sebesar 50%-90%. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa vektor eigen yang memberikan sumbangan besar terhadap ukuran (size) kepala kuda adalah pada Basion-Prosthion (X4) dengan nilai sebesar 0,539 dan Akrokranion-Prosthion (X1) dengan nilai sebesar 0,517. Basion-Prosthion (X4) memberikan nilai korelasi terhadap ukuran (size) kepala kuda sebesar 0,920 dan Akrokranion-Prosthion (X1) memberikan nilai korelasi tehadap ukuran (size) kepala kuda sebesar 0,958. Nilai korelasi tersebut cukup besar dibandingkan dengan nilai korelasi skor ukuran (size) dengan peubah lain. Tabel 8 menampilkan peubah pada persamaan ukuran (size) kepala kuda beserta vektor eigen dan nilai korelasi antara ukuran (size) dan peubah-peubah yang diamati.

Tabel 8. Vektor Eigen, Peubah yang Diamati serta Nilai Korelasi antara Ukuran (Size) dan Peubah yang Diamati

Vektor

Eigen Peubah yang Diamati

Korelasi antara Ukuran (Size) dan Peubah yang

Diamati

0,517 X1 = A-P (Akrokranion-Prosthion) 0,958

0,161 X2 = A-N (Akrokranion-Nasion) 0,853

0,295 X3 = N-Rh (Nasion-Rhinion) 0,853

0,539 X4 = B-P (Basion-Prosthion) 0,920

0,155 X5 = Eu1-Eu2 (Euryon kiri-Euryon kanan) 0,603 0,166 X6 = Zy1-Zy2 (Zygion kiri-Zygion kanan) 0,725 0,126 X7 = If1-If2 (Infraorbital kiri-kanan) 0,658 0,138 X8 = Ent1-Ent2 (Entorbitale kiri-kanan) 0,847

0,169 X9 = A-B (Akrokranion-Basion) 0,721

0,117 X10 = Rh- P (Rhinion-Prosthion) 0,776

0,084 X11 = Sp1-Sp2 (Supraorbitale kiri-kanan) 0,641

0,270 X12 = tinggi kepala 0,720

0,348 X13 = panjang rahang bawah 0,831

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa besarnya ukuran (size) kepala kuda yang diamati sangat dipengaruhi oleh Akrokranion-Prosthion (X1) dan Basion-Prosthion (X4). Hal tersebut menjadikan panjang Akrokranion-Basion-Prosthion (X1) dan Basion-Prosthion (X4) dapat digunakan sebagai penciri untuk ukuran (size) kepala kuda yang diamati. Menurut Sasimowski (1987), terdapat empat ukuran-ukuran kepala kuda yang dapat digunakan sebagai penciri untuk membedakan ukuran (size) kepala kuda. Pertama, panjang kepala (jarak antara tulang osipitalis atau basion dan

(39)

tulang nasalis atau nasion); kedua, lebar kepala (jarak antara telinga kiri dan telinga kanan atau Euryon kiri-Euryon kanan); ketiga, panjang moncong dan keempat lebar dahi. Panjang Akrokranion-Prosthion (X1) hampir sama dengan jarak antara basion dan nasion, sehingga Akrokranion-Prosthion (X1) dapat juga disebut sebagai panjang kepala. Hasil ini dapat digunakan oleh para peternak kuda untuk menentukan performa seekor kuda pacu. Willham (1991) menyatakan, pendugaan genetik terhadap performa kuda dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh para peternak kuda.

Diagram kerumunan ukuran (size) dan bentuk (shape) disajikan pada gambar 3, yang dibuat berdasarkan skor ukuran (size) dan bentuk (shape) pada Tabel 7. Berdasarkan Gambar 3 ukuran (size) kepala antara kuda lokal dan peranakan Thoroughbred berbeda jauh (ukuran kepala peranakan Thoroughbred lebih besar dari kuda lokal). Hal tersebut dapat dilihat dengan tidak ada irisan yang dibentuk antara kerumunan kuda peranakan Thoroughbred dan kuda lokal. Hasil diatas dibuktikan dengan perbedaan yang sangat jauh antara kuda Sumba dan peranakan Thoroughbred (P<0,01) serta perbedaan yang jauh antara kuda Priangan dan peranakan Thoroughbred (P<0,05) pada uji T2-Hotteling.

Ukuran (Size) B e nt uk ( S ha p e ) 130 120 110 100 90 14 12 10 8 6 4 2 0 J. Kelamin Betina G4 Betina KPI Betina Priyangan Betina Bangsa Sumba Jantan G2 Jantan G3 Jantan G4 Jantan KPI Jantan Priyangan Jantan Sumba Betina G2 Betina G3 Lokal Peranakan Thoroughbred

Gambar 3. Diagram Kerumunan Ukuran dan Bentuk Kepala Kuda yang Diamati

(40)

Ensminger (1962) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia (merupakan kuda poni) memiliki ukuran tubuh lebih kecil dengan tinggi badan kurang dari 1,45 m dibanding kuda Thoroughbred (merupakan kuda tipe ringan) dengan tinggi badan 1,45-1,7 m. Sasimowski (1987) menambahkan, ukuran (size) dari kepala berhubungan dengan ukuran (size) dari seluruh tubuh, proporsi antara ukuran (size) kepala dan tubuh harus ideal. Dyce (2002), juga menambahkan bahwa proporsi yang baik antara kepala dan tubuh (badan serta leher) untuk seekor kuda pacu adalah sebesar 10%-11% : 89%-90%.

Apabila dilakukan pengukuran terhadap kuda Thoroughbred murni maka kerumunan kuda Thoroughbred kemungkinan akan berada di sebelah kanan kerumunan kuda peranakan Thoroughbred, karena ukuran (size) kuda Thoroughbred murni akan lebih besar dari kuda lokal maupun peranakan Thoroughbred. Kuda peranakan Thoroughbred dibentuk dengan memanfaatkan efek heterosis, sehingga memiliki performa di atas rata-rata kedua bangsa tetua.

Peranakan Thoroughbred mempunyai ukuran (size) diatas tetua kuda lokal dan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap iklim tropis lebih baik dari tetua kuda Thoroughbred. Pernyataan tersebut sesuai dengan Hardjosubroto (1994) bahwa heterosis dalam suatu persilangan akan meningkatkan performa hasil silangan melampaui rata-rata performa kedua bangsa tetua. Kandungan darah Thoroughbred paling banyak terdapat pada kuda G4 sebagai hasil dari grading up yaitu sebesar 93,75%; dalam penelitian ini ditemukan lebih besar dibandingkan dengan kandungan darah Thoroughbred pada KPI, G2 dan G3; masing-masing memiliki darah Thoroughbred sebesar 90,65%-93,75%; 75% dan 87,5%. Hal tersebut menjadikan ukuran (size) kepala kuda G4 relatif lebih besar dibandingkan kuda lain, sedangkan kuda G2, G3 dan KPI memiliki ukuran (size) kepala yang hampir sama.

Kerumunan kuda Priangan menunjukkan ukuran (size) kepala yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kuda Sumba, meskipun dapat ditemukan beberapa kuda Sumba yang memiliki ukuran (size) kepala yang sama dengan kuda Priangan. Hal tersebut kemungkinan menurut Hardjosubroto (1994) karena kuda Priangan yang diamati pada penelitian ini berasal dari daerah indonesia bagian barat yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan kuda Sumba yang berasal dari daerah Indonesia sebelah timur.

(41)

Bentuk (shape)

Komponen utama kedua yaitu bentuk (shape) memberikan keragaman total sebesar 7,5% dan eigenvalue sebesar 8,067. Hasil tersebut sesuai dengan Wiley (1981) yang menyatakan bahwa sumbu lain (sumbu Y) dapat diuraikan sebagai bentuk (shape) dan dapat menjelaskan keragaman total sekecil-kecilnya satu persen.. Bentuk (shape) kepala kuda dipengaruhi tiga peubah yang memberikan nilai vektor eigen besar yaitu : Basion-Prosthion (X4) dengan nilai sebesar -0,626; tinggi kepala (X12) dengan nilai sebesar 0,493 dan panjang rahang bawah (X13) dengan nilai sebesar 0,517. Basion-Prosthion (X4) memberikan nilai korelasi terhadap bentuk (shape) kepala kuda sebesar -0,345. Tinggi kepala (X12) memberikan nilai korelasi terhadap bentuk (shape) kepala kuda sebesar 0,424. Panjang rahang bawah (X13) memberikan nilai korelasi terhadap bentuk (shape) kepala kuda sebesar 0,398. Nilai-nilai korelasi tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan Nilai-nilai korelasi antara skor bentuk (shape) dengan peubah-peubah lain. Tabel 9 menampilkan peubah pada persamaan pada bentuk (shape) kepala kuda yang memberikan vektor eigen dan nilai korelasi antara bentuk (shape) dan peubah-peubah yang diamati. Berdasarkan Tabel 9 dapat dikatakan bahwa Basion-Prosthion (X4), tinggi kepala (X12) dan panjang rahang bawah (X13) sebagai penciri untuk bentuk (shape) kepala kuda yang diamati, dengan Basion-Prosthion (X4) memberikan nilai korelasi negatif.

Tabel 9. Vektor Eigen, Peubah yang Diamati serta Nilai Korelasi antara Bentuk (Shape) dan Peubah yang Diamati

Vektor

Eigen Peubah yang Diamati

Korelasi antara Bentuk (Shape) dan Peubah

yang Diamati

-0,147 X1 = A-P (Akrokranion-Prosthion) -0,087

0,027 X2 = A-N (Akrokranion-Nasion) 0,046

0,201 X3 = N-Rh (Nasion-Rhinion) 0,187

-0,626 X4 = B-P (Basion-Prosthion) -0,345 -0,038 X5 = Eu1-Eu2 (Euryon kiri-Euryon kanan) -0,047

0,046 X6 = Zy1-Zy2 (Zygion kiri-Zygion kanan) 0,065 0,144 X7 = If1-If2 (Infraorbital kiri-kanan) 0,243 0,026 X8 = Ent1-Ent2 (Entorbitale kiri-kanan) 0,051

-0,007 X9 = A-B (Akrokranion-Basion) -0,001

0,081 X10 = Rh- P (Rhinion-Prosthion) 0,173

0,053 X11 = Sp1-Sp2 (Supraorbitale kiri-kanan) 0,130

0,493 X12 = tinggi kepala 0,424

0,517 X13 = panjang rahang bawah 0,398

Gambar

Tabel 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli
Gambar 1. Skema Pembentukan Kuda Pacu Indonesia Melalui G1 (TL), G2  (T2L), G3 (T3L) dan G4 (T4L)
Tabel 2. Jumlah Kuda yang Digunakan dalam Penelitian  Jumlah (ekor)
Gambar 2. Skema Ukuran-ukuran Kerangka Kepala Kuda yang Diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, peningkatan kapasitas individu yang terlibat dalam proses kolaborasi dapat mengarahkan kolaborasi antar stakeholders dalam pengelolaan TN Babul menjadi

We have described to one of the testing institutes the precautionary measures taken within the company to ensure that all products manufactured and/or sold for which authorisation

 produksi, baik baik industri industri maupun maupun domestik domestik (rumah (rumah tangga), tangga), yang yang kehadirannya kehadirannya pada pada suatu saat

Hasil dari penelitian pendahuluan akan dijadikan acuan untuk penelitian utama, pada penelitian pendahuluan didapatkan hasil bahwa pada perlakuan P2 dengan menggunakan

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : Bagaimana persepsi pedagang

Dominasi dalam graf merupakan salah satu cabang ilmu dalam teori graf yang mempelajari tentang himpunan yang mendominasi, atau dengan kata lain dominasi dalam graf

DELAPAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MADRASAH TSANAWIYAH / MTs.. RINCIAN PEKAN DAN JAM EFEKTIF

Mengenai pengaruh kebudayaan terhadap budaya politik masyarakat Samin (Sedulur Sikep) dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan asli yang dipegang warga masyarakat Samin