• Tidak ada hasil yang ditemukan

MORFOMETRI ORGAN HATI DAN KANTUNG EMPEDU KUCING KAMPUNG (Felis catus) DENGAN TEKNIK ULTRASONOGRAFI DUA DIMENSI KURNIAWAN PRASETYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MORFOMETRI ORGAN HATI DAN KANTUNG EMPEDU KUCING KAMPUNG (Felis catus) DENGAN TEKNIK ULTRASONOGRAFI DUA DIMENSI KURNIAWAN PRASETYA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

MORFOMETRI ORGAN HATI DAN KANTUNG EMPEDU

KUCING KAMPUNG (

Felis catus

) DENGAN TEKNIK

ULTRASONOGRAFI DUA DIMENSI

KURNIAWAN PRASETYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Morfometri Organ Hati dan Kantung Empedu Kucing Kampung (Felis catus) dengan Teknik

Ultrasonografi Dua Dimensi adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2012

Kurniawan Prasetya

(4)

ABSTRAK

KURNIAWAN PRASETYA. Morfometri Organ Hati dan Kantung Empedu Kucing Kampung (Felis catus) dengan Teknik Ultrasonografi Dua Dimensi.

Dibimbing oleh RR. SOESATYORATIH dan DENI NOVIANA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari sonogram organ hati dan kantung empedu serta ukuran organ hati, ketebalan dinding kantung empedu, dan diameter pembuluh darah hati pada kucing kampung (Felis catus)

melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG). Hewan yang digunakan adalah 5 ekor kucing jantan yang sehat secara klinis dan laboratoris, berumur 3-5 tahun dan berat badan 3-4 kg. Pemeriksaan menggunakan transduser linier dengan frekuensi 7.5 MHz. Hasil USG memperlihatkan gambaran parenkim hati bergranul kasar yang homogen dan hypoechoic. Pada posisi transduser secara transversal organ

hati mempunyai ketebalan bagian medial sebesar 3.72 ± 0.09 cm, bagian kanan 3.69 ± 0.13 cm, dan bagian kiri 3.73 ± 0.11 cm. Pada posisi transduser secara sagital organ hati mempunyai tiga nilai ketebalan, yaitu pada jarak terjauh, jarak sedang, dan jarak terdekat dengan diafragma. Sonogram vena hepatika terlihat

anechoic pada bagian lumen tanpa ada garis hyperechoic di bagian luar. Vena

hepatika mempunyai diameter internal 0.18 ± 0.01 cm dengan arah transduser secara transversal, dan 0.17 ± 0.01 cm dengan arah transduser secara sagital. Sonogram vena porta terlihat anechoic pada bagian lumen dengan garis hyperechoic di bagian luar. Vena porta mempunyai diameter internal 0.17 ± 0.01

cm, diameter eksternal 0.30 ± 0.02 cm, dan ketebalan dinding 0.07 ± 0.01 cm dengan arah transduser secara transversal. Pada arah transduser secara sagital vena porta mempunyai diameter internal 0.17 ± 0.01 cm, diameter eksternal 0.31 ± 0.01 cm, dan ketebalan dinding 0.07 ± 0.01 cm. Hasil sonogram empedu memperlihatkan kantung empedu berbentuk oval atau bulat, gambaran halus dengan lumen anechoic dan dinding yang tipis hyperechoic dengan ketebalan

sebesar 0.08 ± 0.01 cm. Morfometri organ hati dan kantung empedu kucing kampung (Felis catus) dapat diamati dengan baik melalui USG dua dimensi.

(5)

ABSTRACT

KURNIAWAN PRASETYA. Liver and Gallbladder Morphometry of an Indonesian Domestic House Cat (Felis Catus) using Two Dimensional

Ultrasonography. Under Direction of RR. SOESATYORATIH and DENI NOVIANA.

The aims of this study was observed and determined the sonogram and size of liver and gallbladder in domestic cats using ultrasound examination. Animals used were 5 healthy male cats, aged between 3-5 years with a body weight between 3-4 kg. Examination was performed using a 7.5 MHz linear transducer. Sonogram showed that the liver parenchym was homogeneous and hypoechoic. On the transverse position of the transducer, the thickness of the medial, right, and left liver was 3.73 ± 0.10 cm, 3.75 ± 0.13 cm, and 3.72 ± 0.11 cm, respectively. There were three thickness values measured on the sagital position of the transduser, namely at the widest, medium and shortest distance to the diafragma. Hepatic vein sonogram showed that the lumen was anechoic and the outer line was hyperechoic. Hepatic vein had an internal diameter of 0.18 ± 0.01 cm on the transverse transducer position and 0.17 ± 0.01 cm on the sagital transducer position. Sonogram of the portal vein showed that the lumen was anechoic and the outside line was hyperechoic. Portal vein measured in the transverse transducer position showed an internal diameter of 0.17 ± 0.01 cm, external diameter of 0.30 ± 0.02 cm and wall thickness of 0.07 ± 0.01 cm. Portal vein measured in the sagital transducer position showed an internal diameter of 0.17 ± 0.01 cm, external diameter of 0.31 ± 0.01 cm and wall thickness of 0.07 ± 0.01 cm. Sonogram of the gallbladder showed an oval or round, and smooth shape. The lumen was anechoic and the wall was hyperechoic. The wall thickness was 0.08 ± 0.01 cm. Morphometry liver and gallbladder of an Indonesian Domestic House Cat (Felis catus) was clearly observed and determined using two dimensional ultrasonography.

(6)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

MORFOMETRI ORGAN HATI DAN KANTUNG EMPEDU

KUCING KAMPUNG (

Felis catus

) DENGAN TEKNIK

ULTRASONOGRAFI DUA DIMENSI

KURNIAWAN PRASETYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(7)

Judul : Morfometri Organ Hati dan Kantung Empedu Kucing Kampung (Felis catus) dengan Teknik Ultrasonografi Dua Dimensi

Nama : Kurniawan Prasetya

NIM : B04080185 Disetujui oleh Drh. Rr. Soesatyoratih, M.Si Pembimbing I Drh. Deni Noviana, Ph.D Pembimbing II Diketahui oleh

Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Morfometri Organ Hati dan Kantung Empedu Kucing Kampung (Felis catus) dengan Teknik Ultrasonografi Dua Dimensi”. Penulisan

skripsi merupakan tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada drh. Rr. Soesatyoratih, M.Si dan drh. Deni Noviana, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan pendampingan sejak persiapan penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, seminar, sampai penulisan skripsi ini selesai. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Fadjar Satrija, MSc, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik atas semua bimbingan dan arahannya; seluruh dosen dan staf Bagian Bedah dan Radiologi FKH IPB; drh. M Fakhrul Ulum, M.Si; drh. Devi Paramitha atas bantuan selama pelaksanaan penelitian; PT. Karindo Alkestron atas pinjaman seperangkat alat USG. Kepada teman-teman satu penelitian (Ayip Fadil, Hastin Utami Damayantie) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. Serta teman-teman seperjuangan di Bagian Bedah dan Radiologi (Rio, Andi, Erli, Medy, Kholis, Ruri, Ajeng, Lynn, Nengsih, dan Yiyi) atas bantuan dan kebersamaannya.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta Ibu Djuwatin, Bapak Sumarno, Wahyulia Cahyanti, Nurmawan Rosyid Ridha, dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada hentinya. Terakhir teman-teman Avenzoar Angkatan 45 yang sama-sama berjuang menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Oktober 2012

(9)

DAFTAR

ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1  Tujuan Penelitian 2  Manfaat Penelitian 2  TINJAUAN PUSTAKA 2  Kucing 2 

Anatomi Hati dan Kantung Empedu 2 

Ultrasonografi 3 

Pengertian Dasar Ultrasonografi 3 

Karakteristik Transduser 3 

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan 4 

Interpretasi Gambar 4 

Ultrasonografi Normal Organ Hepatobiliari Kucing 5 

Pemanfaatan dalam Dunia Medis 6 

METODE 6 

Waktu dan Tempat Penelitian 6 

Hewan Penelitian 6 

Alat dan Bahan Penelitian 7 

Metode Penelitian 7 

AdaptasiKucing 7 

Pemeriksaan Fisik Hewan 7 

Pengambilan dan Pengujian Darah 7 

Persiapan Kucing 7 

Teknik Pencitraan 8 

Analisis Data 8 

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 

Pemeriksaan Klinis 9 

Pemeriksaan Laboratoris 9 

Sonogram Organ Hati dan Empedu 10 

Ukuran Sonogram Organ Hati dan Empedu 16 

SIMPULAN DAN SARAN 18 

Simpulan 19  Saran 19 

DAFTAR PUSTAKA 19 

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pemeriksaan fisik kucing 9

2 Hasil pemeriksaan darah lengkap kucing 10  3 Hasil pengukuran sonogram organ hati dan empedu normal pada

kucing kampung (Felis catus) 17 

DAFTAR GAMBAR

1 Transduser sector/curved (A) Transduser linear (B); Transduser

phased array (C) 4 

2 Sonogram organ hati normal kucing secara sagital (A) dan

transversal (B) 5 

3 Sonogram kantung empedu normal pada kucing 6  4 Sonogram organ hati dengan arah transduser transversal. (A)

Sonogram bagian kanan hati; (B) Sonogram bagian medial hati 11  5 Sonogram organ hati bagian kiri dengan arah transduser transversal 12  6 Sonogram organ hati dengan arah transduser sagital. (A) Sonogram

bagian kanan hati; (B) Sonogram bagian medial hati 13  7 Sonogram organ hati bagian kiri hati dengan arah transduser sagital 13  8 Sonogram pembuluh darah pada hati kucing. (A) Arah potongan

sagital; (B) Arah potongan transversal 14  9 Sonogram pembuluh darah vena hepatika pada hati kucing. (A)

Tampilan color flow Doppler; (B) Tampilan tanpa color flow

Doppler 15 

10 Sonogram pembuluh darah vena porta pada hati kucing. (A) Tampilan color flow Doppler; (B) Tampilan tanpa color flow

Doppler 15 

11 Sonogram kantung empedu. (A) Transduser diarahkan secara transversal. (B) Transduser diarahkan secara sagital 16 

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Kucing (Felis catus) merupakan hewan kesayangan yang sangat digemari

oleh manusia karena memiliki kemampuan beradaptasi yang baik, daya reproduksi yang tinggi dan perawatan yang mudah. Dalam kehidupan sehari-hari kucing dikenal sebagai hewan peliharaan yang jinak dan selalu dekat dengan manusia. Kucing memiliki hubungan yang dekat dengan kehidupan manusia sejak ribuan tahun yang lalu melalui proses domestikasi (Suwed & Budiana 2006). Meskipun perawatannya mudah, hewan ini sangat rentan dengan berbagai penyakit seperti penyakit respirasi, urogenital, dan pencernaan. Beberapa kasus seperti adanya benda asing, penyakit peradangan, perforasi, dan tumor memungkinkan adanya perubahan ukuran, struktur, dan volume suatu organ.

Suatu tindakan medis sering dilakukan pada kucing baik untuk perawatan, penanganan kesehatan, dan pengobatan. Sebelum dilakukan penanganan lebih lanjut diperlukan suatu diagnosis terhadap gangguan kesehatan tersebut. Seorang dokter hewan untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dan tepat harus melakukan pemeriksaan yang teliti, oleh sebab itu diperlukan alat bantu penunjang diagnosis. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah ultrasonografi (USG).

Ultrasonografi merupakan salah satu alat yang sering digunakan dalam kedokteran manusia, tetapi dengan adanya modifikasi alat, USG telah banyak digunakan oleh dokter hewan untuk mendiagnosis penyakit hewan. Di Indonesia, penggunaan USG pada hewan sudah banyak digunakan untuk melihat jaringan dan pengukuran diameter, ketebalan, dan volume suatu organ. Keberadaan alat USG sangat membantu dokter hewan dalam mendiagnosis berbagai macam penyakit pada kucing. Ultrasonografi telah dianggap sebagai salah satu teknik pencitraan yang paling baik untuk evaluasi organ di rongga perut atau abdomen (Arambulo & Wrigley 2003; Gaschen 2009). Ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi jaringan parenkim hati sehingga sangat berguna dalam membedakan kelainan lokal dengan kelainan difus (Kumar et al. 2008; Gaschen

2009).

Sistem hepatobiliari merupakan suatu sistem organ yang terdiri dari dua organ utama yaitu hati dan kantung empedu. Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh dan memiliki lebih kurang 1500 fungsi biokimia esensial. Organ hati dan kantung empedu berperan penting dalam proses pencernaan makanan, metabolisme nutrisi, detoksikasi, dan sintesis substansi penting bagi tubuh (Rothuizen & Meyer 2000; Silva et al. 2010). Gangguan organ hepatobiliari

merupakan salah satu penyakit abdomen yang sering terjadi pada kucing. Beberapa gangguan yang sering muncul diantaranya hepatomegali, hepatitis, kongesti vena porta, sirosis hati, tumor primer, metastasis, malignant lymphoma, cholelithiasis, cholecystitis, dan cholangitis (Meyer 2000; Twet & Meyer 2001;

Sharon 2009). Tidak sedikit penyakit ini yang menyebabkan kematian pada kucing, sehingga dalam kesempatan ini dilakukan penelitian tentang keadaan organ hati dan empedu kucing kampung (Felis catus) melalui pemeriksaan USG.

Parameter yang akan diamati berupa gambaran karakteristik dan ukuran organ hati dan kantung empedu kucing kampung (Felis catus).

(12)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari sonogram organ hati dan kantung empedu serta ukuran atau lebar organ hati, ketebalan dinding kantung empedu, dan diameter pembuluh darah vena porta dan vena hepatika pada kucing kampung (Felis catus) melalui pemeriksaan USG.

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah memberikan gambaran ultrasonografi karakteristik dan ukuran organ hati dan kantung empedu pada kucing kampung (Felis catus). Selain itu hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai data pembanding keadaan organ hati dan kantung empedu kucing kampung (Felis catus) dengan kucing ras yang lain.

TINJAUAN PUSTAKA

Kucing

Kucing (Felis catus) adalah karnivora kecil yang telah dijinakkan selama

ribuan tahun, termasuk dalam keluarga Felidae. Hewan ini dekat dengan manusia karena memiliki daya adaptasi yang baik. Selain itu, manusia membutuhkan kucing untuk mengontrol binatang kecil pengganggu atau tikus yang merusak tanaman (Lipinski etal. 2007). Menurut Fowler (1993) kucing diklasifikasikan ke

dalam :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Carnivora Sub Ordo : Conoidea Famili : Felidae Sub Famili : Felinae Genus : Felis

Spesies : Felis catus

Kucing yang sehat cenderung terlihat lincah, mempunyai rambut yang cerah, sikap berdiri dan kondisi fisik yang baik. Menurut Widodo et al. (2011)

kucing sehat memiliki suhu tubuh berkisar antara 38.0 oC – 39.3 oC, frekuensi pernapasan 26-48 kali/menit, dan frekuensi nadi 110-130 kali/menit.

Anatomi Hati dan Kantung Empedu

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh anjing dan kucing. Hati berada di rongga abdomen di belakang diafragma. Beratnya dapat mencapai 3% dari berat badan total, sedangkan pada hewan yang sedang tumbuh dapat mencapai 5%

(13)

3 dari berat badan. Hati anjing dan kucing dewasa terdiri dari lobus lateral sinistra, lateral dekstra, medial, kuadratus, dan kaudatus (Kealy 2000). Ukuran lobus terbesar terdapat pada lobus lateral sinistra yang berukuran 30%-40% dari seluruh hati. Jika dilihat dari pandangan dorsoventral, posisi hati akan terlihat ke kanan. Kantung empedu, saluran empedu, dan pembuluh darah masuk ke dalam hati pada hilus di bagian atas kanan dari kuadran abdomen (Rothuizen 2008).

Hati menerima suplai darah dari arteri hepatika yang merupakan cabang dari arteri celiaca. Vena porta merupakan gabungan dari percabangan drainase saluran

pencernaan, pankreas, dan limpa (Dyce et al. 2002). Fungsi hati pada pencernaan

adalah menyaring material yang diserap oleh saluran pencernaan sebelum material tersebut beredar secara sistemik. Bakteri, toksin atau racun, sel darah merah yang sudah tua, dan agen infeksius lainnya yang masuk melalui saluran pencernaan akan difagosit pada sinusoid hati. Nutrisi seperti glukosa, asam amino, serta beberapa vitamin dan mineral yang juga diserap melalui pencernaan akan disimpan atau mengalami metabolisme di hati (Bill 2002).

Ultrasonografi

Pengertian Dasar Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) adalah suatu teknik diagnosis pencitraan struktur internal organ atau jaringan yang dihasilkan oleh gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasound) sebesar 2-20 MHz yang dihantarkan oleh suatu medium

(Widmer et al. 2004; Noviana et al. 2012). Menurut d’Anjou (2008) ultrasound

tidak dapat berpindah dari medium udara atau disebut juga acoustic barrier.

Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah cairan. Aplikasi diagnosis

USG bersifat nonradiasi ionisasi karena hanya memanfaatkan gelombang suara. Selain itu juga bersifat non-invasive karena tidak ada substansi atau bahan apapun

yang dimasukkan ke dalam tubuh hewan (Noviana et al. 2012).

Karakteristik Transduser

Alat bantu yang digunakan untuk mentransmisikan ultrasound tersebut

disebut transduser atau probe. Di dalam sebuah transduser terdapat kristal

piezoelektrik yang mempunyai kemampuan untuk mengubah gelombang listrik menjadi gelombang suara berfrekuensi tinggi yang disebut ultrasound pulse

(Mannion 2006). Terdapat tiga tipe utama transduser ultrasound, yaitu linear, sector/curved, dan phased array. Transduser linear memiliki deretan kristal yang

disusun sejajar membentuk suatu garis sehingga pancaran ultrasound yang

dihasilkan bergerak lurus. Transduser sector/curved memiliki deretan kristal yang

disusun menyerupai bulan sabit dan menghasilkan lapang pandang menyerupai kerucut. Transduser phased array juga menghasilkan lapangan pandang

menyerupai kerucut tapi dikeluarkan oleh titik fokal yang lebih kecil dibandingkan dengan transduser sector biasa (Bates 2004).

(14)

4

Transduser dengan frekuensi tinggi (7.5-10 MHz) dipergunakan untuk

superficial imaging, misalnya otot, tendon, mata, jantung dan abdomen kucing,

abdomen anjing kecil (<6 kg), dan testis. Transduser dengan frekuensi sedang (5 MHz) dipergunakan untuk jantung dan abdomen anjing ukuran sedang (< 13 kg). Transduser dengan frekuensi yang rendah (2.5-3.5 MHz) dipergunakan untuk penetrasi bagian-bagian yang lebih dalam, misalnya thoraks dan abdomen pada anjing besar (Noviana et al. 2012).

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan

Prinsip kerja USG menggunakan prinsip yang disebut pulse-echo. Ultrasound pulse ditransmisikan melalui transduser dan berpindah menembus

jaringan tubuh yang lebih profundal. Apabila ultrasound pulse ini mengenai

permukaan struktur tertentu atau organ interface di dalam tubuh hewan, akan

terjadi refleksi/echo yang akan dikembalikan ke transduser yang disebut

gelombang echo (Noviana et al. 2012). Ultrasound pulse mengalami kehilangan

intensitasnya (atenuasi) ketika gelombang suara tersebut bergerak melalui jaringan. Atenuasi ultrasound pulse terjadi melalui beberapa kombinasi cara yaitu

pemantulan, pencaran, dan penyerapan oleh jaringan (Mannion 2006).

Interpretasi Gambar

Menurut Widmer et al (2004) ada tiga jenis echo yang dapat dilihat pada

sonogram, antara lain hyperechoic atau echogenic, hypoechoic atau echopoor, dan anechoic. Hyperechoic atau echogenic yaitu echogenisitas yang cerah,

menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang

lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya. Contohnya adalah tulang, udara, kolagen dan lemak (Noviana et al. 2012). Hypoechoic atau echopoor yaitu menampilkan

warna abu-abu gelap pada sonogram atau area dengan echogenitas lebih rendah

daripada sekelilingnya. Contoh dari hypoechoic yaitu semua jaringan lunak.

Gambar 1 Transduser sector/curved (A) Transduser linear (B); Transduser phased array (C) (Noviana et al. 2012).

(15)

5 Jaringan lunak mampu melemahkan sebagian sinar USG yang di transmisikan (Arambulo & Wrigley 2003). Anechoic yaitu tidak ada echo, menampilkan warna

hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang. Contohnya cairan dalam kantung kemih. Cairan termasuk anechoic walaupun

kehadiran suatu partikulat di dalamnya akan menyebabkan terbentuknya echo

(Noviana et al. 2012).

Ultrasonografi Normal Organ Hepatobiliari Kucing

Sonogram parenkim hati terlihat bergranul kasar dan hypoechoic. Hati

dikelilingi oleh kapsul tipis hyperechoic yang sulit untuk dilihat dengan USG

(Bates 2004). Bagian kaudal sebelah kiri hati akan terlihat menempel dengan limpa, sedangkan pada bagian kaudal sebelah kanan hati akan terlihat menempel dengan ginjal. Diafragma akan terlihat seperti garis melengkung hyperechoic

karena tersusun atas jaringan ikat yang bersifat highly reflective interface

(Noviana et al. 2012).

Pembuluh darah intrahepatik dapat diidentifikasi sebagai saluran anechoic

dilihat pada bagian longitudinal dan melintang. Vena porta memiliki echogenitas

yang kuat pada dindingnya, karena terdiri dari jaringan fibrosa dan lemak, sementara vena hepatika memiliki dinding yang tipis. Vena porta bercabang-cabang mirip ranting pohon dengan dinding bagian luar hyperechoic yang

konsisten. Vena hepatika, dengan lumen anechoic tanpa ada garis echogenic di

bagian luarnya. Dinding vena hepatika tidak dapat terlihat dan memiliki aliran darah yang berlawanan arah dengan vena porta (Noviana et al. 2012).

Kantung empedu telihat pada sisi kanan dari garis tengah, diantara parenkim hati (Mannion 2006). Kantung empedu normal akan terlihat sebagai suatu struktur

anechoic berbentuk oval atau bulat dengan sedikit perpanjangan buluh empedu

yang berbentuk kerucut. Ukuran kantung empedu sangat beragam tergantung dari ukuran hewan dan dapat membesar pada hewan yang mengalami anoreksia. Perubahan volume dari kantung empedu tidak dapat dijadikan suatu tanda adanya obstruksi saluran empedu. Dinding kantung empedu normal akan terlihat tipis dan halus dengan ketebalan kurang dari 2-3 mm (d’Anjou 2008).

Gambar 2 Sonogram organ hati normal kucing secara sagital (A) dan transversal (B); S, limpa; L, hati; G, kantung empedu; D, diafragma (Kealy 2000).

(16)

6

Pemanfaatan dalam Dunia Medis

Ultrasonografi digunakan secara luas dalam bidang medis sebagai alat diagnosis atau terapi, misalnya digunakan untuk biopsi atau pengeluaran cairan dari dalam tubuh. Menurut Widmer et al (2004) USG mengalami perkembangan

yang sangat pesat dan diterima oleh para praktisi profesi dokter hewan dalam membantu penegakkan diagnosis. Aplikasi USG pada hewan kecil seperti anjing dan kucing dimulai sekitar tahun 1980. Pada hewan kecil USG banyak dipergunakan untuk mendiagnosis kebuntingan, menentukan jumlah fetus, mencitrakan semua struktur internal jaringan lunak dan organ baik yang superfisial maupun profundal dan dapat menampilkan keabnormalitasan yang terjadi (Noviana et al. 2012).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dari bulan Januari sampai Juli 2012.

Hewan Penelitian

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5 ekor kucing kampung jantan (Felis catus) yang berumur 3-5 tahun dengan bobot badan 3-4 kg.

Kucing berasal dari Lingkar Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Gambar 3 Sonogram kantung empedu normal pada kucing; GB, gallbladder

(17)

7 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pakan kucing komersial, air mineral, gel USG, larutan alkohol 70%, atropin sulfat 0.25%, ketamin 10%, dan xylazin 2%. Alat-alat yang digunakan yaitu kandang kucing, liter tempat feses, timbangan digital, kapas, syringe, gunting, alat USG dua dimensi tipe sonodop

S-8X, linier transduser dengan frekuensi 7.5 MHz, alat cukur rambut, tissue, alas

hewan, flash disk dan kamera digital.

Metode Penelitian AdaptasiKucing

Kucing jantan sebanyak 5 ekor dikandangkan dan diberi pakan kucing komersial pada pagi dan sore hari sebanyak 150 gram/ekor/hari serta diberi minum secara ad libitum. Satu minggu sebelum pemeriksaan USG, kucing diberi

anthelmintik zypiran® dengan dosis 1 tab/10 kgBB. Kandang dan liter tempat feses dibersihkan 2 kali sehari. Masa adaptasi ini dilakukan selama 7 hari.

Pemeriksaan Fisik Hewan

Pemeriksaan fisik merupakan tahapan pertama yang dilakukan untuk mengenali keadaan umum hewan maupun gejala-gejala penyakit pada hewan yang ditujukan untuk melihat status kesehatan hewan sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu dengan menentukan sinyalemen yang meliputi nama hewan, jenis hewan, bangsa atau ras, jenis kelamin, umur, warna kulit dan rambut, berat badan dan ciri-ciri khusus. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan suhu tubuh, pulsus atau denyut nadi, dan jumlah respirasi.

Pengambilan dan Pengujian Darah

Pengambilan darah dilakukan di vena cephalica antibrachii dorsalis pada

daerah kaki depan kucing. Pengambilan darah dilakukan sebanyak lebih kurang 1.5 ml setiap ekor kucing. Darah ditempatkan ke dalam tabung penampung yang sudah mengandung antikoagulan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah yang terdiri dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT).

Persiapan Kucing

Kucing dipuasakan makan selama 8 sampai 12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan dengan USG. Kucing diberi premedikasi atropin sulfat 0.25% dengan dosis 0.02 mg/kg BB. Anastesi diberikan dengan kombinasi xylazin 2% dan ketamin 10% dengan dosis masing-masing 2 mg/kg BB dan 10 mg/kg BB. Kucing yang telah teranastesi dicukur rambut bagian abdomen agar memberikan

(18)

8

gambaran sonogram yang lebih jelas. Pencukuran rambut dilakukan pada seluruh bagian kranial abdomen antara satu atau dua interkostae terakhir sampai umbilikus.

Teknik Pencitraan

Hati dan kantung empedu merupakan organ yang terletak di dalam rongga abdomen, sehingga untuk mendapatkan gambaran menyeluruh digunakan teknik pengambilan gambar daerah abdomen. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi hewan berbaring dorsal di atas meja yang sudah diberi alas. Setelah pencukuran dan pemberian gel USG, tranduser diposisikan tepat di kaudal xiphisternum

dengan bidang pemindaian diarahkan dorso kranial dengan sudut 30°-45° terhadap permukaan tubuh sampai gambaran hati tercitrakan dengan optimal. Pemindaian dilakukan dari sisi kiri ke kanan dan dari sisi ventral ke dorsal, sehingga pemeriksaan keseluruhan bagian hati dapat dipenuhi.

Transduser yang digunakan adalah tipe linier dengan kekuatan frekuensi 7.5 MHz. Transduser diarahkan secara sagital dan transversal terhadap sumbu tubuh. Masing-masing dilakukan pada tiga tempat yaitu bagian tengah, kanan, dan kiri. Pemeriksaan pada bagian tengah transduser diletakkan sejajar linea alba. Pemeriksaan pada bagian kanan transduser digeser 2.5 cm ke samping kanan dari arah tengah. Begitu juga pemeriksaan pada bagian kiri transduser digeser 2.5 cm ke samping kiri dari arah tengah.

Hati anjing dan kucing dewasa terdiri dari lobus lateral sinistra, lateral dekstra, medial, kuadratus, dan kaudatus (Kealy 2000). Batas-batas lobus hati tersebut sulit dilihat dengan peralatan USG, maka pembagian hati pada penelitian ini berdasarkan posisi penempatan transduser, yaitu sisi kiri linea alba, kanan linea alba dan tepat di tengah linea alba. Penempatan transduser pada sisi kiri linea alba untuk melihat organ hati bagian kiri, pada kanan linea alba untuk melihat organ hati bagian kanan dan tepat di tengah linea alba untuk melihat organ hati bagian medial. Parameter yang diamati antara lain lebar atau ketebalan organ hati hati dan kantung empedu serta diameter dan tebal dinding pembuluh darah baik penampakan secara sagital maupun transversal.

Analisis Data

Pengukuran ketebalan organ hati pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur jarak maksimal dari ujung kaudal hati pada ventral garis tengah tubuh hingga diafragma pada gambaran transversal maupun sagital. Pengukuran dilakukan pada saat hewan ekspirasi maksimal. Selain itu dilakukan juga pengukuran terhadap ketebalan dinding empedu, diameter vena hepatika, serta diameter dan ketebalan dinding vena porta. Pada masing-masing pengukuran dilakukan lima kali pengulangan. Data yang terkumpul diukur menggunakan

software MacBiophotonics ImageJ © (NIH 2009) kemudian dianalisis secara

(19)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan fisik terhadap kucing dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengambilan sonogram organ hati dan kantung empedu dengan peralatan USG. Hal ini dilakukan agar kucing yang digunakan pada penelitian ini merupakan kucing yang sehat. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, keseluruhan kucing memiliki warna mukosa merah muda, serta suhu tubuh dan frekuensi nadi yang berada pada kisaran normal (Tabel 1). Beberapa kucing memiliki frekuensi napas yang sedikit lebih tinggi di bandingkan yang lain. Kenaikan frekuensi napas tersebut kemungkinan diakibatkan oleh faktor stress. Menurut Widodo et al.

(2011), frekuensi bernapas dapat meningkat bila hewan terkejut, takut/stres, setelah banyak bergerak, atau kepanasan.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan fisik kucing

Parameter Kucing Widodo et al. (2011) 1 2 3 4 5 rataan Suhu tubuh (˚C) 37.0 38.4 38.4 38.2 38.5 38.1 38.0-39.3

Frekuensi nadi (kali/menit) 114 96 92 100 99 100.2 110-130

Frekuensi nafas (kali/menit) 36 36 40 44 60 43.2 26-48

Warna mukosa Merah

muda Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda Pemeriksaan Laboratoris

Pemeriksaan darah merupakan salah satu pemeriksaan laboratoris yang penting untuk mengetahui status kesehatan setiap individu. Sehingga selain pemeriksaan fisik diperlukan juga pemeriksaan darah untuk menunjang diagnosis bahwa kucing yang digunakan dalam penelitian ini termasuk kucing yang sehat. Pemeriksaan darah yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap yang meliputi pemeriksaan hemoglobin, eritrosit, trombosit, hematokrit, leukosit, dan deferensiasi sel darah putih. Selain itu, untuk mengetahui keadaan fungsi organ hati dilakukan juga pemeriksaan kimia darah yang terdiri dari pemeriksaan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT).

Berdasarkan pengamatan hasil pemeriksaan darah, hampir semua parameter menunjukkan hasil yang baik (Tabel 2). Pada pemeriksaan sel darah merah, sel darah putih, dan diferensiasi sel darah putih menunjukkan hasil yang masih berada pada kisaran normal. Pada pemeriksaan kimia darah yang terdiri dari pemeriksaan SGOT (AST) dan SGPT (ALT) juga menunjukkan hasil yang baik.

(20)

10

Tabel 2 Hasil pemeriksaan darah lengkap kucing

Parameter Kucing (1993) Jain Thrall al. et

(2005) 1 2 3 4 5 rataan Hemoglobin (g/dL) 11.6 12.4 16.1 12.6 13.3 13.2 8.0-15.0 Eritrosit (juta/µL) 3.9 4.1 5.3 4.1 4.8 4.44 5.0-10.0 Hematokrit (%) 34 37 48 37 39 39 24-45 Trombosit (ribu/µL) 124 117 337 208 251 207.4 200-377 Leukosit (ribu/µL) 9.6 9.4 7.9 9.2 10.0 9.22 5.5-19.0 Hitung Jenis Eosinofil (%) 0 2 0 2 2 1.2 2-12 Batang (%) 0 0 0 0 0 0 0-3 Segmen (%) 30 59 18 40 70 43.4 35-75 Limfosit (%) 69 36 82 58 28 54.6 20-55 Monosit (%) 1 3 0 0 0 0.8 1-4 Basofil (%) 0 0 0 0 0 0 0 SGOT (IU/L) 36 34 27 18 40 29.5 14-38 SGPT (IU/L) 57 57 74 16 70 48.8 30-100

Keterangan: g = gram; dL = desiliter; µL = mikroliter; SGOT = Serum Glutamic Oxaloacetic

Transaminase; SGPT = Serum Glutamic Pyruvic Transaminase; IU = International

Unit; L = Liter.

Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) atau disebut juga Aspartate Aminotransferase (AST) merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di

hati, melainkan juga terdapat di otot jantung, otak, ginjal, otot-otot rangka dan jaringan lain. SGOT tidak terlalu spesifik untuk pemeriksaan kerusakan pada hati, tetapi kadarnya akan meningkat jika jaringan hati mengalami kerusakan. Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai yang didapat 2-3 kali lebih besar dari nilai normalnya. Menurut Thrall et al. (2005) kadar SGOT normal pada kucing sehat

adalah antara 14-38 IU/L. Berdasarkan hasil pemeriksaan, semua kucing mempunyai kadar SGOT yang normal karena masih dalam kisaran tersebut.

Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), sering juga disebut dengan

istilah Alanin Aminotansferase (ALT). SGPT dianggap jauh lebih spesifik untuk

menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. Hal ini dikarenakan enzim ini hanya terdapat pada organ hati. Kadar SGPT menjadi tinggi pada kerusakan hati kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaan 2-3 kali lebih besar dari nilai normal. Menurut Thrall et al.

(2005) kadar SGPT normal pada kucing sehat adalah antara 30-100 IU/L. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa kucing yang digunakan dalam penelitian mempunyai kadar SGPT yang normal karena masih berada dalam kisaran tersebut (Tabel 2). Berdasarkan keterangan di atas, dapat dikatakan fungsi organ hati dari semua kucing adalah baik. Pemeriksaan sonogram organ hati dan kantung empedu dapat dilakukan dengan menggunakan USG, setelah diketahui kucing dalam kondisi sehat, baik sehat secara klinis maupun laboratoris.

Sonogram Organ Hati dan Empedu

Hati dan kantung empedu merupakan organ yang terletak di dalam rongga abdomen, sehingga untuk mendapatkan gambaran menyeluruh digunakan teknik

(21)

11 pengambilan gambar daerah abdomen. Menurut Noviana et al. (2012), gambaran

spesifik hati didapatkan dengan meletakkan transduser di bagian kaudal tulang

xiphoid pada daerah ventral-medial. Arah penggunaan transduser yang digunakan

yakni sagital dan transversal. Masing-masing dilakukan pada tiga tempat yaitu bagian tengah, kanan, dan kiri. Hati anjing dan kucing dewasa terdiri dari lobus lateral sinistra, lateral dekstra, medial, kuadratus, dan kaudatus (Kealy 2000). Batas-batas lobus hati tersebut sulit dilihat dengan peralatan USG, sehingga pembagian hati pada penelitian ini adalah berdasarkan posisi penempatan transduser, yaitu di sisi kiri linea alba, kanan linea alba dan tepat di tengah linea alba.

Penempatan transduser pada bagian tengah tepat di belakang tulang xiphoid

bertujuan untuk melihat organ hati bagian medial serta kantung empedu. Penempatan transduser di bagian kanan bertujuan melihat organ hati bagian kanan dan kantung empedu, sedangkan penempatan transduser pada bagian kiri bertujuan untuk melihat organ hati bagian kiri. Penempatan transduser ke arah kiri tidak terlihat sonogram dari kantung empedu, karena anatomi kantung empedu berada pada lobus kanan dan medial dari hati.

Berdasarkan hasil ultrasonografi, gambaran parenkim hati terlihat bergranul kasar yang homogen dan memiliki echogenitas yang sedang atau hypoechoic

(Gambar 4). Menurut Bates (2004), hati dikelilingi oleh kapsul tipis yang sulit untuk dilihat dengan USG. Bagian kranial hati berbatasan dengan diafragma. Diafragma terlihat seperti garis melengkung hyperechoic. Sonogram organ hati

dengan arah transduser yang diposisikan secara transversal menghasilkan diafragma yang melengkung landai. Berbeda dengan sonogram hati jika transduser diposisikan secara sagital, diafragma yang tampak akan terlihat melengkung dengan kemiringan yang lebih curam (Gambar 6).

Gambar 4 Sonogram organ hati dengan arah transduser transversal. (A) Sonogram bagian kanan hati; (B) Sonogram bagian medial hati; VP, vena porta; VH, vena hepatika; GB, gallbladder (kantung empedu). Bar = 1 cm.

(22)

12

Sonogram organ hati dengan arah transduser transversal baik pada bagian tengah maupun bagian kanan masing-masing bertujuan untuk melihat organ hati bagian medial dan bagian kanan, serta kantung empedu. Keduanya memberikan gambaran sonogram yang hampir sama, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Pada sonogram ini terlihat adanya parenkim hati yang memiliki echogenitas yang

sedang dengan vaskularisasi pembuluh darah vena porta dan vena hepatika. Vena porta terlihat anechoic pada bagian lumen dengan garis hyperechoic di bagian luar,

sedangkan vena hepatika terlihat anechoic pada bagian lumen tanpa ada garis hyperechoic di bagian luar.

Pada Gambar 5 sonogram dengan arah transduser transversal yang diposisikan pada bagian kiri menunjukkan gambaran parenkim hati, vaskularisasi pembuluh darah, dan diafragma yang mirip dengan transduser saat diposisikan transversal pada bagian kanan dan bagian tengah. Perbedaannya yaitu pada sonogram ini terlihat adanya lambung yang berbatasan dengan organ hati. Lambung terlihat lebih hyperechoic jika dibandingkan dengan parenkim hati di

sekitarnya. Hal ini dikarenakan kucing dalam kondisi puasa sehingga lambung berisi udara. Gas di saluran pencernaan lambung biasanya mengganggu transmisi gelombang ultrasound ke jaringan, karena gelombang suara akan dipantulkan

kembali. Akibatnya sonogram lambung akan terlihat hyperechoic atau

memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi dibandingkan daerah sekelilingnya.

Sonogram organ hati dengan arah transduser sagital akan membagi organ hati menjadi dua bagian yang tidak sama besar. Diafragma yang tampak akan terlihat melengkung dengan kemiringan yang curam. Transduser yang diletakkan sagital di bagian kanan bertujuan untuk melihat organ hati bagian kanan dalam gambaran secara sagital (Gambar 6A). Pada sonogram ini akan terlihat adanya kantung empedu serta vaskularisasi pembuluh darah vena porta dan vena hepatika pada parenkim hati. Seperti pada bagian kanan, transduser yang diletakkan sagital Gambar 5 Sonogram organ hati bagian kiri dengan arah transduser transversal;

(23)

13 di bagian tengah bertujuan untuk melihat organ hati bagian medial dalam gambaran secara sagital (Gambar 6B). Dari sonogram ini terlihat parenkim hati dengan echogenitas yang sedang dan vaskularisasi pembuluh darah vena porta

dan vena hepatika. Diafragma yang tampak akan terlihat melengkung curam, dimana bagian kanan lebih tinggi dibandingkan bagian kiri.

Gambar 6 Sonogram organ hati dengan arah transduser sagital. (A) Sonogram bagian kanan hati; (B) Sonogram bagian medial hati; VP, vena porta; VH, vena hepatika; GB, gallbladder (kantung empedu). Bar = 1 cm.

Gambar 7 Sonogram organ hati bagian kiri hati dengan arah transduser sagital; VP, vena porta; VH, vena hepatika. Bar = 1 cm.

(24)

14

Sonogram organ hati dengan arah transduser sagital yang diletakkan pada bagian kiri bertujuan untuk melihat organ hati bagian kiri (Gambar 7). Pada sonogram ini juga terlihat adanya parenkim hati dengan echogenitas yang sedang

beserta vaskularisasi pembuluh darah vena porta dan vena hepatika. Diafragma juga terlihat melengkung curam, dimana bagian kanan lebih tinggi dibandingkan bagian kiri. Sonogram ini dapat dibedakan dengan melihat keberadaan lambung yang berbatasan dengan organ hati. Lambung terlihat lebih hyperechoic jika

dibandingkan dengan parenkim hati di sekitarnya.

Sonogram pembuluh darah memperlihatkan pembuluh darah intrahepatik yang dapat diidentifikasi sebagai saluran anechoic (Gambar 8). Pada sonogram

dengan arah transduser sagital terhadap pembuluh darah, maka pembuluh darah akan terlihat memanjang atau tubular. Sedangkan pada potongan transversal terhadap pembuluh darah, pembuluh darah tersebut akan terlihat bulat atau oval. Vena porta dan cabang-cabangnya secara normal akan tampak memiliki dinding dengan echogenitas yang kuat. Echogenitas yang kuat ini dikarenakan adanya

jaringan fibrosa dan lemak. Sehingga vena porta terlihat anechoic pada bagian

lumen dengan garis hyperechoic di bagian luar. Berbeda dengan vena porta,

dinding vena hepatika tidak dapat terlihat dengan peralatan USG (Noviana et al.

2012). Akibatnya pembuluh darah ini terlihat anechoic pada bagian lumen tanpa

ada garis hyperechoic di bagian luar.

Sonogram dengan tampilan color flow Doppler bertujuan untuk mengetahui

vaskularisasi, mengetahui arah aliran darah, dan kecepatan aliran darah di dalam hati (Gambar 9). Tampilan sonogram memperlihatkan pembuluh darah dengan lumen anechoic tanpa ada garis hyperechoic di bagian luar. Hal ini menunjukkan

bahwa pembuluh darah tersebut adalah vena hepatika. Pembuluh darah terlihat memanjang atau tubular akibat terpotong secara sagital antara transduser dengan

Gambar 8 Sonogram pembuluh darah pada hati kucing. (A) Arah potongan sagital; (B) Arah potongan transversal; VP, vena porta; VH, vena hepatika. Bar = 1 cm.

(25)

15 pembuluh darah. Warna biru pada vena hepatika, menunjukkan aliran darah yang menjauhi transduser.

Dari Gambar 10 terlihat pembuluh darah dengan lumen anechoic dan garis hyperechoic di bagian luar. Hal ini menunjukkan bahwa pembuluh darah tersebut

adalah vena porta. Pada sonogram tersebut, pembuluh darah terlihat bulat atau oval akibat terpotong secara transversal antara transduser dengan pembuluh darah. Warna merah pada vena porta, menunjukkan aliran darah yang mendekati transduser. Sedangkan warna biru disekitar vena porta, menunjukkan aliran darah yang menjauhi transduser.

Gambar 9 Sonogram pembuluh darah vena hepatika pada hati kucing. (A) Tampilan color flow Doppler; (B) Tampilan tanpa color flow Doppler; VH, vena hepatika. Bar = 1 cm.

Gambar 10 Sonogram pembuluh darah vena porta pada hati kucing. (A) Tampilan

color flow Doppler; (B) Tampilan tanpa color flow Doppler; VP, vena

(26)

16

Kantung empedu biasanya telihat pada sisi kanan dari garis tengah, diantara parenkim hati (Mannion 2006). Hasil sonogram empedu memperlihatkan kantung empedu yang berbentuk oval atau bulat, gambarannya halus dengan dinding yang tipis dan anechoic pada bagian lumennya (Gambar 11). Ukuran kantung empedu

sangat beragam tergantung dari ukuran hewan dan dapat membesar/terlihat bulat pada hewan yang mengalami anoreksia atau hewan yang dipuasakan. Hal ini dikarenakan cairan empedu yang diproduksi tidak digunakan untuk membantu proses pencernaan makanan. Kantung empedu akan terlihat pipih jika hewan baru saja makan karena cairan empedu akan digunakan untuk proses pencernaan.

Ukuran Sonogram Organ Hati dan Empedu

Perubahan ukuran hati dapat diukur pada jarak maksimal dari ujung kaudal hati pada ventral garis tengah tubuh hingga diafragma pada gambaran transversal maupun sagital (Barr 1992). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran ketebalan organ hati yang didasarkan pada prinsip tersebut. Pengukuran dilakukan pada saat hewan ekspirasi maksimal. Pada posisi ini diafragma akan melengkung ke atas atau ke arah kranial tubuh sehingga rongga abdomen akan membesar, sehingga diharapkan akan diperoleh ukuran hati secara maksimal. Selain itu, dilakukan juga pengukuran terhadap ketebalan dinding empedu, diameter vena hepatika, serta diameter dan ketebalan dinding vena porta. Berdasarkan pengamatan melalui pemeriksaan USG terhadap keadaan organ hati dan empedu pada kucing kampung (Felis catus) didapatkan hasil gambaran sonogram yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 11 Sonogram kantung empedu. (A) Transduser diarahkan secara transversal. (B) Transduser diarahkan secara sagital; VP, vena porta; VH, vena hepatika; GB, gallbladder (kantung empedu). Bar

(27)

17 Tabel 3 Hasil pengukuran sonogram organ hati dan empedu normal pada kucing

kampung (Felis catus)

Parameter Transduser transversal (Jarak terjauh dari diafragma) (cm) Transduser sagital Jarak terjauh dari diafragma (cm) Jarak sedang dari diafragma (cm) Jarak terdekat dari diafragma (cm) Hati Bagian kanan 3.75 ± 0.13 4.28 ± 0.51 4.12 ± 0.59 3.69 ± 0.46 Bagian medial 3.73 ± 0.10 4.25 ± 0.58 4.20 ± 0.45 3.99 ± 0.38 Bagian kiri 3.72 ± 0.11 4.30 ± 0.43 4.12 ± 0.30 3.87 ± 0.29 Kantung empedu Tebal dinding 0.08 ± 0.01 0.08 ± 0.01 Vena hepatika Diameter dalam 0.18 ± 0.01 0.17 ± 0.01 Vena porta Diameter dalam 0.18 ± 0.02 0.17 ± 0.01 Diameter luar 0.31 ± 0.02 0.31 ± 0.01 Tebal dinding 0.07 ± 0.01 0.07 ± 0.01

Penempatan transduser secara transversal pada bagian tengah diposisikan tepat di belakang tulang xiphoid bertujuan untuk melihat organ hati bagian medial

dalam tampilan sonogram secara transversal. Pada posisi transduser seperti ini diperoleh ukuran ketebalan lobus medial hati yaitu sebesar 3.73 ± 0.10 cm. Penempatan transduser secara transversal di bagian kanan untuk melihat organ hati bagian kanan. Pada posisi ini diperoleh ukuran ketebalan organ hati bagian kanan sebesar 3.75 ± 0.13 cm. Begitu juga saat transduser diarahkan secara transversal di bagian kiri, yaitu untuk melihat organ hati bagian kiri. Pada posisi ini diperoleh ukuran ketebalan organ hati bagian kiri sebesar 3.72 ± 0.11 cm.

Penempatan transduser secara sagital akan memberikan gambaran sonogram organ hati yang terbagi menjadi dua bagian yang tidak simetris antara bagian sebelah kanan dan kiri. Diafragma yang tampak akan terlihat melengkung dengan kemiringan yang curam. Bagian kanan dan kiri dari sonogram organ hati menunjukkan hasil yang tidak simetris, sehingga ukuran ketebalan hati pada posisi transduser secara sagital dibagi menjadi tiga bagian. Yaitu bagian yang memiliki jarak terjauh dari diafragma, jarak sedang dari diafragma, dan jarak terdekat dengan diafragma. Transduser yang diletakkan sagital di bagian tengah bertujuan untuk melihat organ hati bagian medial dalam gambaran secara sagital. Dalam posisi ini diperoleh ukuran ketebalan organ hati bagian medial hati sebesar 4.25 ± 0.58 cm pada jarak terjauh dari diafragma, 4.20 ± 0.45 pada jarak sedang dari diafragma, dan 3.99 ± 0.38 cm pada jarak terdekat dari diafragma.

Pada saat transduser diletakkan sagital pada bagian kanan diperoleh ukuran ketebalan lobus kanan hati sebesar 4.28 ± 0.51 cm pada jarak terjauh dari diafragma, 4.12 ± 0.59 cm pada jarak sedang dari diafragma, dan 3.69 ± 0.46 cm pada jarak terdekat dari diafragma. Pada saat transduser diletakkan sagital pada bagian kiri diperoleh ukuran ketebalan lobus kiri hati sebesar 4.30 ± 0.43 cm pada jarak terjauh dari diafragma, 4.12 ± 0.30 cm pada jarak sedang dari diafragma, dan 3.87 ± 0.29 cm pada jarak terdekat dari diafragma.

Adanya tekstur yang tidak homogen disertai dengan echogenitas yang

(28)

18

merupakan tanda dari kasus limfoma atau metastasis tumor. Menurut Mannion (2006), sonogram pada khasus limfoma hati akan menunjukkan peningkatan

echogenitas parenkim hati secara menyeluruh disertai dengan perbesaran ukuran

hati. Pada kasus policystic liver, akan terlihat adanya kista berupa massa anechoic

dengan ukuran diameter yang bervariasi 0.3-3 cm. Beberapa kasus yang mungkin menyebabkan gambaran seperti ini antara lain kista, cystic tumor, abses, dan

nekrosis. Selain itu, echogenitas parenkim hati juga terlihat tidak homogen

(Noviana et al. 2012).

Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 3 terlihat bahwa vena porta mempunyai hasil yang hampir sama, baik pada saat transduser diposisikan secara transversal maupun diposisikan secara sagital. Vena porta mempunyai ketebalan dinding sebesar 0.07 ± 0.01 cm. Perbedaan hasil terlihat pada diameter dalam (lumen) yaitu sebesar 0.18 ± 0.02 cm saat transduser diposisikan secara transversal dan sebesar 0.18 ± 0.01 saat transduser diposisikan secara sagital. Selain itu, mempunyai diameter luar sebesar 0.31 ± 0.02 cm saat transduser diposisikan secara transversal dan sebesar 0.32 ± 0.01 saat transduser diposisikan secara sagital. Menurut Noviana et al. (2012), penebalan dinding vena porta

biasanya ditemukan pada kasus peradangan hati akut, dinding vena porta akan terlihat seperti garis hyperechoic dengan peningkatan echogenitas yang kuat.

Vena hepatika mempunyai ukuran diameter dalam (lumen) sebesar 0.18 ± 0.01 cm pada saat transduser diposisikan secara transversal. Pada saat transduser diposisikan secara sagital vena hepatika mempunyai ukuran diameter dalam (lumen) sebesar 0.17 ± 0.01 cm. Diameter luar dan ketebalan dinding pada vena hepatika tidak dapat diukur. Hal ini dikarenakan dinding vena hepatika tidak dapat terlihat dengan peralatan USG.

Menurut d’Anjou (2008), kongesti pembuluh darah di organ hati ditandai dengan membesarnya ukuran diameter pembuluh darah, meningkatnya

echogenitas dinding pembuluh darah, dan disertai pembesaran hati (hepatomegali).

Distensi vena porta dapat disebabkan oleh hipertensi akibat efek sekunder dari gangguan hati, obstruksi vena porta, atau fistula pada hepatic arteriovenous

(Farrow 2003). Sedangkan distensi vena hepatika dapat disebabkan oleh gagal ginjal kongestif atau obstruksi vena cava kaudal.

Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 3 kantung empedu mempunyai ketebalan dinding sebesar 0.08 ± 0.01 cm baik transduser diposisikan secara sagital maupun secara transversal. Spaulding (1993) dan d’Anjou (2008) menyatakan bahwa dinding kantung empedu normal akan terlihat tipis dan halus dengan ketebalan kurang dari 2-3 mm.

Perbesaran kantung empedu secara klinis dapat terlihat pada kasus

cholecystitis. Menurut Shaw & Sherri (2006) sonogram dari kasus cholecystitis

akan menunjukkan perbesaran kantung empedu, distensi saluran empedu, penebalan dinding kantung empedu, meningkatnya echogenitas lumen akibat

peningkatan jumlah dan konsistensi cairan empedu oleh runtuhan sel.

Adanya suatu bentukan massa hypoechoic di dalam kantung empedu

memperlihatkan adanya mucocele. Mucocele merupakan suatu massa hypoechoic

yang berasal dari kumpulan endapan cairan empedu yang mengendap pada kantung empedu. Menurut Mesich et al. (2009), mucocele terbentuk dari

akumulasi mucus dari kantung empedu yang tidak tersalurkan keluar melalui

(29)

19 dengan endapan cairan empedu/debris meskipun memiliki echogenitas yang

hampir sama. Mucocele tidak terpengaruh oleh gravitasi sehingga saat dilakukan

pemeriksaan melalui USG tidak akan bergerak sama sekali (Worley et al. 2004),

sedangkan debris akan terpengaruh oleh gravitasi sehingga posisi dan bentuknya akan berubah saat hewan direposisi.

Adanya massa hyperechoic yang menggumpal di dalam lumen kantung

empedu juga menunjukkan terjadinya kelainan. Kelainan ini biasa disebut dengan

cholelithiasis. Thrall (2002) menyatakan, suatu massa atau struktur yang bersifat hyperechoic di dalam kantung empedu dengan atau tanpa acoustic shadowing

merupakan cholelith. Cholelith dapat berukuran sangat kecil seperti pasir atau

sangat besar dan tunggal. Cholelith dapat berada di bagian kantung empedu

maupun di saluran empedu (Nyland et al. 2002). Cholelith atau batu empedu

dapat dengan mudah terdeteksi dengan menggunakan ultrasonografi. Pada sonogram akan terlihat suatu struktur hyperechoic dan di bagian posterior

terbentuk acoustic shadowing. Batu empedu bersifat menghambat laju suara.

Mengakibatkan timbulnya garis hyperechoic yang kuat pada permukaan struktur

jaringan, sebaliknya hal ini mengakibatkan tidak ada jaringan apapun yang dapat dideteksi di bawah bagian tersebut. Fenomena ini disebut acoustic shadowing.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada sonogram organ hati terlihat parenkim hati bergranul kasar yang homogen dan hypoechoic. Sonogram vena hepatika terlihat anechoic pada bagian

lumen tanpa ada garis hyperechoic di bagian luar, sedangkan sonogram vena porta

terlihat anechoic pada bagian lumen dengan garis hyperechoic di bagian luar.

Sonogram kantung empedu berbentuk oval atau bulat, gambarannya halus dengan lumen anechoic dan dinding yang tipis hyperechoic. Morfometri organ hati,

kantung empedu, dan pembuluh darah hati kucing kampung (Felis catus) dapat

diamati dengan baik melalui USG dua dimensi.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lain mengenai sonogram organ hati dan empedu pada kucing ras lainnya.

2. Disarankan kepada dokter hewan praktisi agar memperhatikan sonogram organ hati dan empedu beserta ukurannya untuk membantu menegakkan diagnosis pada kasus gangguan organ hepatobiliari.

DAFTAR PUSTAKA

Arambulo RC, Wrigley R. 2003. Ultrasonography of the Acute Abdomen.

(30)

20

Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Oxford: Blackwell

Scientific Publications. Hlm. 1-12; 78-88.

Barr F. 1992. Ultrasonographic Assessment of Liver Size in the Dog. Journal of Small Animal Practice 33. Hlm. 359-364.

Bates JA. 2004. Abdominal Ultrasound 2nd Ed. USA: Elsever Ltd. Hlm. 18-19.

Besso JG, Wrigley RH, Gliatto JM. 2000. Ultrasonographic Appearance and Clinical Findings in 14 Dogs With Gallbladder Mucocele. Veterinary Radiology Ultrasound, Vol 41. Hlm. 261-271.

Bill RL.2002. The Digestive System. Di dalam: Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. Colville T, Bassert JM. Editor. Mosby: St.

Louis.

Boddie GF. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: JB.

Lippincott Company.

Bromel C, Barthez PY, Leveille R, Scrivani PV. 1998. Prevalence of Gallbladder Sludge in dogs as Assessed by Ultrasonography. Vet Radiol Ultrasound Vol 9. Hlm. 206-210.

d’Anjou AM. 2008. Liver. Di dalam: Pennick D, Andre d’Anjou M [editor] Atlas of Small Animal Ultrasonography. Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Hlm.

217-260.

Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy 3rd

Ed. USA: Saunders.

England GCW, Allen W. E. 1990. The Veterinary Annual 30. London:

Butterworth & Co.

Evans HE. 1993. Miller’s Anatomy of the Dog 3rd Ed. Pennsylvania: W.B. Saunders Company. Hlm. 385-423.

Farrow CS. 2003. Veterinary Diagnostic Imaging the Dog and Cat Vol I.

Missouri: Mosby, Inc.

Fowler ME. 1993. Wild Life Medicine Caurse. USA: Directorate General of

Livestock Services.

Gaschen L. 2009. Update on Hepatobiliary Imaging. Veterinary Clinics of North America: Small Animal Practice, Vol 39 (3). Hlm. 439-467.

Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England: CAB International.

Hlm. 1-17, 60-70.

Hayashi H, David SB, Michael RD, Takayoshi M. 1994. Ultrasonographic Diagnosis of Pyelonephritis in a Cow. JAVMA. 205(5): 736-738.

Jain NC. 1986. Normal Hematology with Comments on Response to Disease. Di

dalam Jain N & Schalm [editor]. Veterinary Hematology 4th Ed.

Philadelphia: Lea & Febiger. Hlm. 126-139.

Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea & Febiger.

Kealy JK, McAllister. 2000. Diagnostic Radiology and Ultrasonography of the Dog and Cat 3rd Ed. Philadelphia: W.B. Saunder Company. Hlm. 31-39.

Kealy JK, McAllister H, Graham JP. 2011. Diagnostic Radiology and Ultrasonography of the Dog and Cat 5th Ed. USA: Elsever Inc. Hlm. 13-15.

Kumar V, Kumar A, Varshney AC, Tyagi SP, Kanwar MS, Sharma SK. 2008. Diagnostic Imaging of Canine Hepatobiliary Affections – A Review.

(31)

21 Lamb CR. 1995. Abdominal Ultrasonograpy in Small Animal. Di dalam: Goddard

PJ [editor]. Veterinary Ultrasonography. Ealingford: CAB International.

Hlm. 21-27, 35-41.

Lipinski MJ, Y Amigues, M Blasi . 2007. An International Parentage and Identification Panel for the Domestik Cat (Felis catus). Anim. Genet. 38:

371-377 (480).

Mannion P. 2006. Diagnostic Ultrasound in Small Animal Practice. Oxford:

Blackwell Publishing Company. Hlm. 50-68, 109-112.

Mesich MLL, Mayhew PD, Paek M, Holt DE, Brown DC. 2009. Gallbladder Mucoceles and Their Association with Endocrinopathies in Dogs: A Retrospective Case-control Study. Journal of Small Animal Practice, Vol 50(12). Hlm. 630-635.

Meyer HP. 2000. Hepatic Encephalopathy: An overview. Di dalam: Proceedings of the Hill’s European Symposium on Canine and Liver Disease.

Amsterdam. Hlm. 94-98.

Moritz A, Fickenscher Y, Meyer K. 2004. Canine and Feline Hematology Reference Values for the ADVIA 120 Hematology System. Vet Clin Pathol, Vol 33. Hlm. 32-38.

[NIH] National Institute of Health. 2009. Image J Software. [Terhubung Berkala]. http://rsbweb.nih.gov/ij/download.html. [15 Januari 2012].

Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, dan Siswandi R. 2012. Diagnosis Ultrasonografi pada Hewan Kecil. Kampus IPB Taman Kencana. Bogor. Hlm. 3-8, 25-28.

Nyland TG, Mattoon JS, Herrgesel EJ, Wisner ER. 2002. Liver & Spleen. Di dalam: Nyland TG & Mattoon JS [editor]: Small Animal Diagnostic Ultrasound, 2nd Ed. Philadelphia: W. B. Saunders. Hlm. 30-48.

Penninck D, d’Anjou MA. 2008. Atlas of Small Animal Ultrasonography 1st Ed.

Blackwell Publishing: IOWA. Hlm. 241-243.

Rothuizen J. 2008. Liver. Di dalam : Small Animal Gastroenterology. Steiner JM.

Editor. Schultersche: Jerman. Hlm. 241-244.

Rothuizen J, Meyer HP. 2000. History, Physical Examination, and Signs of Liver Disease. Journal of Veterinary Internal Medicine: Disease of the Dog & Cat.

Hlm. 25.

Royal Canin. 2004. The Cat Encyclopedia. Paris: Aniwa Publishing.

Sharon AC. 2009. Diseases of the Gallbladder and Billiary Tree. Veterinary Clinics of North America: Small Animal Practice, Vol 39 (3). Hlm. 543-598.

Shaw D, Sherri L. 2006. Small Animal Internal Medicine 1st Ed. Oxford:

Blackwell Publishing. Hlm. 297-313.

Silva S, Wyse CA, Goodfellow MR, Yam PS, Preston T, Papasoulitis K, Hall EJ. 2010. Assessment of Liver Function in Dog Using the 13C-galactose Breath Test. The Veterinary Journal, Vol 185 (2). Hlm. 152-156.

Spaulding KA. 1993. Ultrasound Corner: Gallblader Wall Thickness. Vet radiol Ultrasound 34. Hlm. 270-272.

Suwed MA dan Budiana NS. 2006. Membiakkan Kucing Ras. Jakarta: Penebar

Swadaya. Hlm. 5-10.

Thrall DE. 2002. Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology. Philadelphia: W.

(32)

22

Thrall MA, Baker DC, Campbell TW, Denicola D, Fettman MJ, Lassen ED, Rebar A, Weiser G. 2005. Clinical Case Presentation for Veterinary Hematology and Chemistry. Maryland: Lippincott Williams and Wilkins

Company. Hlm. 78-79.

Twedt DC, Meyer HP. 2001. Liver Disease. Journal of Veterinary Internal Medicine: Disease of the Dog and Cat. Hlm. 772-779.

Veronica M, Modenato M, Citi S, Guidi G. 2006. Choledocholithiasis in a Dog.

Annali Fac. Med. Vet. Hlm. 209-218.

Ward R. 2006. Obstructive Cholelithiasis and Cholecystitis in a Keeshond.

Canadian Veterinary Journal, Vol 47 (11). Hlm. 1119-1121.

Widmer WR., David S. Biller. 2004. Ultrasonography of the Urinary Tract in Small Animals. JAVMA. 225(1): 46-54.

Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2011.

Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor : IPB Press. Hlm 13-14, 23-24,

39-40, 182-183.

Worley DR, Hottinger HA, Lawrence HJ. 2004. Surgical Management of Gallbladder Mucoceles in Dogs: 22 Case (1999-2003). Journal of American Veterinary Medicine Association, Vol 225. Hlm. 1418-1422.

Zoran DL. 1997. Cholelitiasis. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC [editor]. The 5 minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland:

Williams and Wilkins A Waverly Company. Hlm. 445.

Lampiran 1 Hasil Pemeriksaan Fisik Kucing

Parameter Kucung 1 Kucing 2 Kucing 3 Kucing 4 Kucing 5

Nama Ngatini Daniel David Roby Batman

Jenis hewan/spesies Kucing Kucing Kucing Kucing Kucing Ras/breed Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Warna rambut &

kulit Putih,bela ng hitam Abu-abu putih Belang(hit am-putih) Hitam,bela ng cokelat Hitam-putih

Jenis kelamin Jantan Jantan Jantan Jantan Jantan

Berat badan (kg) 3 3.1 3.1 3.2 3.5

Tanda khusus Ekor pendek Ekor hitam pendek Garis hitam bwh pelipis - -

Perawatan Baik Sedang Sedang Sedang Sedang

Habitus/tingkah laku Jinak Lincah Agresif Agresif Lincah

Gizi Baik Sedang Sedang Sedang Sedang

Pertumbuhan badan Bagus Sedang Sedang Bagus Sedang Sikap berdiri Tegak pada ke-4 kaki Tegak pada ke-4 kaki Tegak pada ke-4 kaki Tegak pada ke-4 kaki Tegak pada ke-4 kaki Suhu tubuh (˚C) 37 38,4 38,4 38,2 38,5 Frekuensi nadi (x/menit) 114 96 92 100 99

(33)

23 Frekuensi nafas

(x/menit) 36 36 40 44 60

Hidung

Kelembaban Lembab Lembab Lembab Lembab Lembab

Warna Pink Pink Pink Pink Pink

Lainnya ≠ discharge ≠ discharge ≠ discharge ≠ discharge ≠ discharge Mulut

Warna mukosa Pink Pink Pink pucat Pink Pink

Gigi geligi tumbuh Sudah semua Sudah ganti semua Sudah ganti semua Tumbuh semua Sudah ganti semua Lainnya discharge discharge discharge discharge discharge ≠ Mata Membrana niktitan Tersembu nyi Tersembu nyi Tersembu nyi Tersembu nyi Tersembu nyi

Konjungtiva Pink Pink Pink Pink Pink

Sclera Putih Putih Putih Putih Putih

Cilia Normal Normal Normal Normal Normal

Lainnya discharge discharge discharge discharge discharge ≠ Telinga

Respon

mendengar Ada Ada Ada Ada Ada

Posisi Tegak Tegak Tegak Tegak Tegak

Kebersihan Sedang Bersih Baik Bersih Bersih

Krepitasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Leher

Limf.

Retrofharingealis Tidak teraba teraba Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Tidak Trachea Tidak ada respon batuk Tidak ada respon batuk Tidak ada respon batuk Tidak ada respon batuk Tidak ada respon batuk

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magetan – Jawa Timur, pada tanggal 1 Maret 1989, dari pasangan Bapak Sumarno dan Ibu Djuwatin. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis mengawali sekolah dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri Selosari II Magetan dan diselesaikan pada tahun 2002. Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magetan sampai tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Magetan pada tahun 2005.

Penulis menyelesaikan pendidikannya di SMAN 1 Magetan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan tercatat sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi asisten praktikum Radiologi Veteriner pada tahun ajaran 2011-2012. Penulis juga aktif dalam Organisasi Ikatan Mahasiswa Pelajar Alumni Magetan (IMPATA) sebagai ketua (2009-2010), Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) Cabang Bogor sebagai pengurus (2009-2010 dan 2010-2011), Himpunan minat dan Profesi RUMINANSIA FKH IPB sebagai pengurus (2011-2012). Penulis juga aktif menjadi panitia kegiatan dalam maupun luar kampus.

Gambar

Gambar 1 Transduser sector/curved (A) Transduser linear (B); Transduser phased array (C) (Noviana et al
Gambar 3 Sonogram kantung empedu normal pada kucing; GB, gallbladder (kantung empedu) (Kealy 2011)
Tabel 1 Hasil pemeriksaan fisik kucing
Tabel 2 Hasil pemeriksaan darah lengkap kucing
+5

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat 2 orang siswa yang keluar masuk (izin keluar), sedangkan 16 siswa (88,89%) duduk dikelas mendengarkan penjelasan guru dalam proses pembelajaran. Terdapat 9 orang

Pengelolaan kawasan pesisir ber- dasarkan karakteristik sumber daya alam dibagi menjadi tiga kegiatan wisata yaitu rekreasi pantai, snorkeling dan selam dapat

Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan

Untuk hasil pengukuran efisiensi menggunakan standard QCRB pada detektor dengan efisiensi 35% pada jarak 24 cm dirangkum kurva kalibrasi pada gambar 10.. Ini menunjukkan

Laju dosis efektif yang dipaparkan oleh radionuklida paling besar tedapat pada sampel pasir yaitu 0,243 µSv yang masih dibawah nilai batas dosis efektif untuk

Nilai yang didapat akan diproses lebih lanjut dengan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dari hasil belajar kedua kelas yang diteliti

Rekayasa Industri banyak hal yang harus dipersiapkan untuk dapat mengerjakan sebuah proyek dengan sangat baik, salah satunya adalah pelayanan dalam pengerjaan proyek..

Oleh karena itu, manajemen operasional dalam sebuah perusahaan manufaktur, terutama perusahaan perakitan genset yang saat ini sedang berkembang, harus