• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI KELAINAN PADA ORGAN URINARIA KUCING (Felis catus) TRI WIJAYANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI KELAINAN PADA ORGAN URINARIA KUCING (Felis catus) TRI WIJAYANTI"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

KELAINAN PADA ORGAN URINARIA KUCING

(

Felis catus

)

TRI WIJAYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRACT

TRI WIJAYANTI. Diagnostic Ultrasound for Scanning Urinary Organ Abnormality in Cats (Felis catus). Supervised by DENI NOVIANA and CHUSNUL CHOLIQ.

The purpose of this study was to detect and learn urinary organ abnormality in cats (Felis catus) by ultrasonography approach as diagnostic supporting tool. This examination was performed by using sector scanner and linear array type transducer of 3,5-7,5 MHz frequency in dorsal or lateral recumbency. The diagnosis was confirmed by the alteration of shape, size, position and echogenicity. Two dimensional USG were used for the examination of nineteen cats. Based on sonogram interpretation, twelve cases were renal abnormalities and fifteen cases were urinary bladder abnormalities. Abnormalities in the renal were six cases nephritis that was shown by thickening of renal cortex with hyperechoic structure. Six cases hydronephrosis was shown by anechoic structure that filled the renal pelvic and renal medulla, this condition lead to renal pelvic dilatation along with distal acoustic enhancement. Abnormalities in urinary bladder are six cases thickening of urinary bladder wall caused by inflammation, neoplasia and hypertrophy of urinary bladder. Wall thickening case caused by neoplasia, shown by mixed-echogenic mass. One case chronic cystitis was described by hyperechoic mass of fibrinous form and fibrous tissue in the lumen of urinary bladder. Seven cases crystallize particles sedimentation was characterized by hyperechoic particles sediment that lies among urin. One case urolithiasis was shown by hyperechoic structure along with acoustic shadowing. Ultrasonography utilization as diagnostic supporting tool for the urinary organ abnormality in cats giving a high accuracy.

(3)

ABSTRAK

TRI WIJAYANTI. Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Kelainan pada Organ Urinaria Kucing (Felis catus). Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan CHUSNUL CHOLIQ.

Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari kelainan organ urinaria kucing dengan menggunakan ultrasonografi (USG) sebagai penunjang diagnosa. Pemeriksaan ini menggunakan transducer berfrekuensi 3,5-7,5 MHz tipe sector scanner dan linear array transducer dengan posisi dorsal atau lateral

recumbency. Hasil pemeriksaaan USG menunjukkan adanya perubahan bentuk,

ukuran, letak dan derajat echogenisitas. Pemeriksaan USG dilakukan terhadap sembilan belas kucing dengan menggunakan alat USG dua dimensi. Berdasarkan interpretasi sonogram didapatkan dua belas kasus pada ginjal dan lima belas kasus pada vesika urinaria. Kelainan yang ditemukan pada ginjal antara lain enam kasus nefritis menunjukkan adanya penebalan korteks renalis dengan area hyperechoic.

Enam kasus mengarah kepada hidronefrosis terlihat sebagai struktur anechoic

yang mengisi ruangan pelvis renalis dan medula sehingga pelvis renalis terlihat menggelembung disertai distal acoustic enhancement. Kelainan yang ditemukan pada vesika urinaria antara lain enam kasus penebalan dinding vesika urinaria yang kemungkinan dapat disebabkan oleh peradangan, neoplasia atau hipertropi. Kasus penebalan dinding yang disebabkan oleh neoplasia menunjukkan adanya bentukan massa mixed-echogenic. Satu kasus cystitis kronis memperlihatkan adanya bentukan fibrin dan jaringan ikat yang bersifat hyperechoic di dalam lumen vesika urinaria. Tujuh kasus pengendapan partikel kristal terlihat dengan adanya sedimen partikel hyperechoic diantara urin. Satu kasus urolithiasis menunjukkan struktur hyperechoic yang disertai dengan acoustic shadowing. Penggunaan USG sebagai alat bantu diagnosa terhadap kelainan organ urinaria kucing menunjukkan tingkat akurasi yang baik.

(4)

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

KELAINAN PADA ORGAN URINARIA KUCING

(

Felis catus

)

TRI WIJAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(5)

Judul : Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Kelainan pada Organ Urinaria Kucing (Felis catus)

Nama : TRI WIJAYANTI NRP : B04104081

Disetujui

Dr. Drh. Deni Noviana Drh. Chusnul Choliq, MS, MM

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(6)

PRAKATA

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya bagi seluruh alam semesta serta atas bimbingan ruhani sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir berupa penulisan skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. drh. Deni Noviana selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi atas segala bimbingan, nasihat dan pengarahannya.

2. Drh. Chusnul Choliq, MS, MM selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, nasihat dan pengarahannya.

3. Dr. drh. Amrozi selaku dosen penguji dan Dr. drh. Agus Wijaya, MSc selaku dosen penilai atas saran, kritik dan penilaiannya.

4. Ayah dan ibu, mba yuli, dewi, dan adikku ria dan adit atas doa dan dukungan yang selalu diberikan.

5. Aa ery yang selalu setia menemani dan membantu penulis dari awal penyusunan tugas akhir sampai terselesaikannya skripsi ini.

6. Kawan-kawan tercinta ‘Vet Angel’ ay2, inge, atha, dhe, chamut, na untuk dorongan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik.

7. Teman-teman seperjuangan atha, dhimut dan bibin yang selalu bersemangat hingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 8. Drh. Ulum, drh. Yoli, kak Riki dan staf Klinik Bagian Bedah dan

Radiologi yang telah banyak membantu terselesaikannya penelitian ini. 9. Teman-teman Asteroidea ’41 yang selalu kompak dan terus berjuang

untuk wisudanya.

10.Seluruh pihak yang tak dapat disebutkan satu per satu namun tak mengurangi rasa terima kasih dan penghargaan penulis.

(7)

Akhir kata penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dan membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2008

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Pada tanggal 1 Agustus 1986, penulis dilahirkan di kota Jakarta sebagai anak ke empat dari pasangan bernama Drs. Tugiyo Siswoprasetyo dan Dra. Hj. Sri Untari, MM.

Penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri (SDN) Beji VII Depok pada tahun 1992 selanjutnya penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 211 Jakarta Selatan pada tahun 1998 dan pada tahun 2001 penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas negeri (SMAN) 38 Jakarta Selatan. Hingga akhirnya pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan dan kepengurusan organisasi Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik, Komunitas Seni Teater Ilmiah (STERIL). Penulis juga aktif sebagai panitia pada kegiatan dalam dan luar kampus.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul:

“Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Kelainan pada Organ Urinaria Kucing (Felis catus)” dibimbing oleh Dr. drh. Deni Noviana dan drh. Chusnul Choliq, MS, MM.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Klasifikasi Kucing (Felis catus) ... 3

Karakteristik Kucing ... 3

Anatomi dan Fisiologi Organ Urinaria Kucing ... 5

Ginjal ... 5

Ureter ... 7

Vesika Urinaria ... 7

Uretra ... 8

Ultrasonografi (USG) ... 9

Pengertian Dasar Ultrasonografi (USG) ... 9

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ... 10

Tipe Transducer ... 10

Karakteristik Gelombang Suara ... 11

Prinsip Interpretasi Gambar ... 12

Penerapan USG untuk Pemeriksaan Organ Urinaria ... 13

Normal USG Organ Urinaria Kucing ... 14

Teknik Pengambilan Gambar ... 16

Posisi dan Daerah Orientasi ... 16

Arah Transducer ... 16

Penyakit Klinis Organ Urinaria ... 17

Nefritis ... 18

Hidronefrosis ... 19

Neoplasia ... 20

Cystitis ... 21

Urolithiasis ... 22

BAHAN DAN METODE ... 24

Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

Bahan Penelitian ... 24

Metode Penelitian ... 24

Pengambilan Gambar ... 24

(10)

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Kasus Nefritis ... 29

Kasus Hidronefrosis ... 31

Kasus Penebalan Dinding Vesika Urinaria ... 34

Kasus Cystitis Kronis ... 37

Kasus Pengendapan Partikel Kristal ... 39

Kasus Urolithiasis ... 41

SIMPULAN DAN SARAN ... 43

Simpulan ... 43

Saran ... 43

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil pengamatan kelainan organ ginjal yang didiagnosa

dengan USG ... 28 2 Hasil pengamatan kelainan organ vesika urinaria yang didiagnosa

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Sistem urinaria kucing ... 5

2 Gambaran tiga jenis zona pada sonogram ... 12

3 Gambar USG ginjal normal kucing dengan arah transducer sagital ... 14

4 Gambar USG vesika urinaria normal kucing dengan ` arah transducer transversal ... 15

5 Tiga arah transducer yang digunakan pada pengambilan gambar USG organ urinaria ... 17

6 Posisi hewan dan arah transducer ... 25

7 Ultrasonografi tipe Sonoscape SSI 1100 ... 26

8 Ultrasonografitipe Aloka Pro Sound SSD 4000 ... 26

9 Ultrasonografi tipe Aloka SSD 550 ... 26

10 Ultrasonografi tipe Kaixin KX 5100 V ... 26

11 Tipe transducer ... 26

12 Sonogram kasus nefritis dengan arah transducer sagital ... 29

13 Sonogram kasus hidronefrosis dengan arah transducer sagital ... 31

14 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria dengan arah transducer transversal ... 34

15 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria yang disebabkan oleh neoplasia dengan arah transducer transversal ... 36

16 Sonogram kasus cystitis kronis dengan arah transducer transversal ... 38

17 Sonogram kasus pengendapan partikel kristal dengan arah transducer transversal ... 39

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kucing merupakan hewan yang dikenal sebagai binatang peliharaan yang selalu dekat dengan manusia. Seiring dengan berkembangnya minat masyarakat untuk memelihara kucing sebagai hewan kesayangan, maka semakin tinggi pula kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap kesejahteraan dan kesehatan hewan peliharaannya.

Jenis pasien yang paling sering ditemukan di klinik, rumah sakit dan praktek hewan kecil adalah kucing. Hal ini disebabkan tingginya minat masyarakat untuk memelihara kucing yang juga memerlukan perawatan lebih dari pemiliknya. Perubahan perilaku kucing akan membuat pemilik hewan kesayangan segera datang ke tempat praktek dokter hewan. Apabila hewan kesayangan menderita maka siklus kegiatan sehari-hari pemilik hewan akan terganggu sehingga mengakibatkan terjadinya stres (Dharmajono 2001).

Kucing sejak dahulu dikenal sebagai salah satu hewan kesayangan yang paling banyak digemari oleh manusia. Kelincahan dan kelenturan tubuh kucing menyebabkan manusia menjadikan mereka sebagai hewan untuk bermain sekaligus untuk mengurangi tekanan hidup dan stres. Sejarah mencatat kucing memiliki hubungan yang dekat dengan kehidupan manusia sejak ribuan tahun lalu melalui proses domestikasi (Suwed & Budiana 2006). Beberapa tindakan medis sering dilakukan pada kucing baik untuk perawatan maupun persembuhan dan penanganan kesehatan. Keinginan dokter hewan untuk membantu penanganan kesehatan kucing semakin tinggi apabila rasa percaya pemilik kepada dokter hewan yang menangani kucingnya pun semakin tinggi.

Dalam penegakan suatu diagnosa untuk mendapatkan prognosa yang akurat dan tepat seorang dokter hewan harus melakukan pemeriksaan yang teliti, sehingga bisa dilakukan pengawasan, pencegahan dan pengobatan terhadap suatu penyakit. Untuk mendiagnosa secara tepat, cepat dan akurat, dokter hewan membutuhkan alat bantu penunjang diagnosa, salah satunya adalah ultrasonografi (USG).

(14)

Ultrasonografi lazim digunakan dalam kegiatan medis baik kedokteran manusia ataupun hewan untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Diagnostik

ultrasound merupakan sebuah teknik diagnostik penggambaran organ

menggunakan gelombang suara berfrekuensi sangat tinggi. Menurut Widmer et al.

(2004), USG digunakan untuk mengevaluasi adanya penyakit- penyakit saluran urinaria bagian atas yaitu ginjal serta ureter dan bagian bawah yaitu vesika urinaria serta uretra. Ultrasonografi memiliki banyak keuntungan dalam penggunaannya diantaranya tidak membahayakan kesehatan dokter atau operator maupun pasien karena tidak ada efek radiasi seperti pada alat Roentgen, lebih jauh lagi USG bersifat non-invasive serta tidak membutuhkan restraint yang berlebihan pada hewan (Goddard 1995).

Seiring dengan perkembangan teknologi, keberadaan USG menjadi sangatlah penting bagi seorang dokter hewan dalam mendiagnosa berbagai penyakit pada kucing, sehingga tata cara dan teknik penggunaan maupun interpretasi USG harus dipelajari dengan benar dan cermat. Ultrasonografi dapat digunakan sebagai alat penunjang diagnosa yang akurat dan lengkap, terutama jika dikombinasikan dengan hasil pengamatan radiografi dan penemuan klinis. Penyakit-penyakit yang banyak dialami oleh hewan kecil khususnya kucing adalah penyakit yang berkaitan dengan saluran urinaria, hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak benar, kurangnya minum (dehidrasi), infeksi bakteri serta virus, toksin dan faktor-faktor predisposisi lainnya yang memicu timbulnya penyakit saluran urinaria. Dengan terus meningkatnya kasus-kasus saluran urinaria maka penggunaan USG sangat dibutuhkan dalam mendiagnosa penyakit-penyakit tersebut.

Tujuan

Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari kelainan pada organ urinaria kucing dengan menggunakan ultrasonografi (USG) sebagai penunjang diagnosa.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kucing (Felis catus)

Kucing merupakan salah satu hewan kesayangan yang sering dijadikan sebagai peliharaan karena memiliki karakter yang unik dan berbeda dibandingkan dengan hewan kesayangan lainnya. Kucing adalah sejenis karnivora kecil dari

famili felidae yang telah dijinakkan selama ribuan tahun (Suwed & Budiana

2006). Klasifikasi kucing menurut Linnaeus (1758) yaitu sebagai berikut: Kingdom : Animalia Superphylum : Deuterostomia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Infraphylum : Gnathostomata Superclass : Tetrapoda Class : Mamalia Ordo : Karnivora Subordo : Feliformia Family : Felidae Subfamily : Felinae Genus : Felis

Spesies : Felis catus

Karakteristik Kucing

Kucing merupakan hewan yang fleksibel dalam ketergantungannya pada manusia, karena pada umumnya kucing mampu bertahan hidup di lingkungan liar. Hubungan antara kucing dan manusia adalah hubungan saling menguntungkan atau simbiosis. Kucing memperoleh tempat berteduh, ketersediaan makanan, dan perawatan kesehatan sedangkan kita sebagai pemilik kucing memperoleh pengendali rodensia dan sebagai teman bermain. Tidak seperti anjing, kucing tidak selalu menganggap manusia sebagai bagian dari kelompok sosialnya sendiri (Meadows & Flint 2006).

(16)

Perkembangan evolusi keluarga kucing terbagi dalam 3 kelompok, yaitu

Panthera, Acinonyx, dan Felis. Felis adalah sejenis kucing kecil, salah satunya

Felis sylvestris yang kemudian berkembang menjadi kucing modern (Suwed &

Budiana 2006). Kucing memilliki kelenjar keringat yang kecil dan terletak pada dagu, bibir (daerah wajah), bagian antara kuku dan sole serta daerah anus. Selain itu, kucing memiliki kelenjar keringat yang menghasilkan feromon digunakan sebagai penanda teritorial untuk menemukan pasangan dan sebagai alat komunikasi (Royal Canin 2004).

Kucing merupakan binatang karnivora sejati yang dilengkapi dengan cakar yang kuat dan struktur gigi taring yang besar, melengkung dan berbentuk pisau belati serta gigi geraham yang kecil dan agak runcing (Ensiklopedia Indonesia 2003). Kucing memiliki struktur tulang yang ramping dengan ukuran panjang serta lebar tubuhnya seimbang dan proporsional yang ditunjang oleh tulang yang kuat membuat gerakannya semakin lincah dan mampu berlari kencang (Suwed & Budiana 2006). Indra penciuman kucing sangat tajam dilengkapi dengan alat khusus yaitu organ vomeronasal atau organ jacobson yang membantunya mendeteksi bau (Meadows & Flint 2006).

Kucing mempunyai penglihatan stereoskopis yang baik dengan kemampuan mendeteksi cahaya tiga sampai delapan kali lebih baik daripada kemampuan manusia. Selain itu, kucing memiliki struktur khusus yaitu tapetum cellulosum

yang memantulkan kembali cahaya ke dalam retina sehingga mampu melihat dengan baik dalam keadaan gelap (Meadows & Flint 2006). Ketika cahaya yang ada terlalu sedikit untuk melihat, kucing akan menggunakan misainya (vibrissae) untuk membantunya menentukan arah, mendeteksi perubahan angin yang amat kecil dan menjadi alat indera tambahan (Ensiklopedia Indonesia 2003).

Meadows dan Flint (2006) menyatakan bahwa kucing amat sensitif pada bunyi frekuensi tinggi yaitu 60 kHz, yang dapat mendeteksi pekikan ultrasonik rodensia. Selain memiliki pendengaran yang tajam, kucing juga memiliki detektor getaran dalam kakinya yang membuatnya dapat mendeteksi bunyi 200-400 Hz namun hanya untuk periode waktu yang pendek.

(17)

Anatomi dan Fisiologi Organ Urinaria Kucing

Sistem urinaria merupakan proses perjalanan yang penting dalam pembersihan produk-produk yang tidak berguna dalam tubuh. Proses pembersihan tersebut meliputi semua produk yang larut di dalam darah, mentransport semua material keluar dari tubuh dan juga mengeliminasi kelebihan air dalam tubuh (Colville 2002). Sistem urinaria pada hewan kecil terdiri dari beberapa bagian yaitu dua ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan uretra, seperti pada gambar 1.

Gambar 1 Sistem urinaria kucing (Sumber: Royal Canin 2006).

Ginjal

Ganong (2001) menyatakan bahwa ginjal ialah organ tubuh yang menjalankan proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus. Cairan yang menyerupai plasma difiltrasi melalui dinding kapiler glomerulus ke tubulus renalis di ginjal. Dalam perjalanannya sepanjang tubulus ginjal, volume cairan filtrat akan berkurang dan susunannya berubah akibat proses reabsorpsi tubulus untuk membentuk urin yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis. Filtrasi glomerulus berdasarkan faktor-faktor hemodinamik dan osmotik. Kucing dalam kondisi normal menghasilkan total kuantitas urin per hari sebesar 10-15 ml per kg berat badan (Royal Canin 2004).

(18)

Carlton dan McGavin (1995) menyatakan bahwa fungsi utama ginjal dapat disimpulkan dalam lima komponen dasar yaitu pembentukan urin untuk mengeleminasi sisa metabolit; regulasi asam-basa; regulasi keseimbangan cairan; fungsi endokrin melalui pembentukan eritropoietin, renin dan vitamin D serta mempertahankan konsentrasi normal ion potassium extracellular melalui reabsorpsi di dalam tubulus proksimal dan sekresi tubular dalam tubulus distal di bawah pengaruh aldosteron. Jika ginjal mengalami kegagalan untuk membuang substansi dari plasma, maka konsentrasi cairan plasma dapat meningkat ke level toksik dan dapat menyebabkan kematian hewan (Colville 2002).

Organ ginjal diselimuti oleh kapsul jaringan ikat fibrosa. Parenkim ginjal terdiri dari korteks dan medula, dengan rasio perbandingan korteks-medula sekitar 1:2 atau 1:3 (Carlton dan McGavin 1995). Bagian-bagian dari ginjal terdiri dari hilus yang merupakan area di sisi medial ginjal dan relatif luas berisi darah dan buluh limfe, saraf dan ureter yang masuk dan keluar ginjal. Hilus terbuka ke arah sinus ginjal (Getty 1975). Di dalam hilus terdapat pelvis renalis yang berbentuk seperti corong. Pelvis renalis merupakan kamar koleksi urin yang merupakan bentuk awal dari ureter. Bagian luar dari ginjal dinamakan korteks renalis, berwarna coklat kemerahan dan berbentuk kasar, granular. Bagian dalam di sekitar pelvis renalis ialah medula renalis yang memiliki permukaan yang halus dengan area luar berwarna ungu tua sampai ke korteks dan area dalam berwarna abu-abu-merah pucat yang meluas sampai ke pelvis renalis(Colville 2002).

Bagian medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta diakhiri pada papila yang menonjol ke dalam ruang pelvis renalis (Guyton & Hall 1997). Ginjal kucing dan anjing, termasuk tipe unipiramidal atau unilobar yang tersusun atas satu piramida renalis dengan ujung apexnya yaitu papila renal yang masuk ke dalam pelvis renalis (Getty 1975).

Ukuran ginjal kucing termasuk besar, berwarna merah cerah atau merah tua kehitaman, tebal dan berbentuk kacang dengan permukaan dorsal yang sedikit rata. Ukuran panjang 38-44 mm dengan lebar 27-31 mm dan tebalnya 20-25 mm. Beratnya bervariasi antara 15-30 gram dengan letak simetris. Letak topografi

(19)

hampir sama dengan anjing yaitu terletak retroperitoneal dan berlokasi di sublumbar pada kedua sisi dari aorta dan vena cava caudalis, kedua ginjal

extrathoracic. Ginjal kanan terletak ventral pada processus transversus vertebrae

lumbalis I-IV dan ginjal kiri pada processus transversus vertebrae lumbalis II-V

(Getty 1975). Menurut Crouch dalam Getty (1975), ginjal kucing terletak

retroperitoneal dengan hanya permukaan ventral ginjal yang tertutupi oleh

peritoneum, keduanya melekat pada kapsula adiposa dan lebih terfiksir bebas oleh

fascia renalis daripada ginjal anjing.

Ureter

Setiap ginjal memiliki saluran yang disebut ureter terdapat di hilus dan merupakan saluran berotot yang mengangkut urin dari ginjal menuju vesika urinaria. Ureter terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar fibrosa, lapisan otot tengah yang dibentuk oleh otot halus dan lapisan dalam epitel transisional. Ureter merupakan lanjutan dari pelvis renalis. Tiap ureter meninggalkan ginjal di hilus. Epitel transisional menyebabkan ureter meregang ketika dilewati oleh urin sampai ke vesika urinaria (Colville 2002). Lapisan otot halus pada ureter adalah lapisan yang fungsional, menggunakan gerak peristaltik untuk memindahkan urin, sama seperti kontraksi usus. Gerak peristaltik adalah suatu kontraksi gelombang otot untuk menggerakkan isi saluran dalam satu arah. Dalam hal ini, urin didorong untuk pembukaan bagian dasar vesika urinaria (Dyce et al. 2002).

Ukuran ureter bervariasi, ureter kanan sedikit lebih panjang karena letak ginjal kanan yang lebih cranial (Mc Farland dalam Getty 1975). Ureter kucing merupakan tubulus otot fibrosa. Menurut Crouch dalam Getty (1975), bagian dorsal ureter kucing menuju ke arah peritoneum parietal dan bagian ventralnya ke arah otot psoas dan ke pembuluh darah circumflexa iliaca profundal. Ureter kucing memasuki vesika urinaria melalui dinding secara obliqus.

Vesika Urinaria

Vesika urinaria menampung urin yang diproduksi dan mengeluarkannya secara periodik dari tubuh. Vesika urinaria memiliki dua bagian yaitu kantung otot dan leher yang terlihat seperti balon. Ukuran dan posisi vesika urinaria bervariasi

(20)

berdasarkan jumlah urin yang terkandung di dalamnya. Vesika urinaria dilapisi oleh epitel trasisional yang meregang ketika berisi urin. Ketika otot berkontraksi, vesika urinaria tertekan dan urin akan keluar (Colville 2002). Otot polos vesika urinaria disebut otot detrusor (Guyton & Hall 1997).

Leher vesika urinaria merupakan lanjutan caudal dari vesika urinaria menuju uretra. Pada leher vesika urinaria terdapat otot halus yang bercampur dengan banyak jaringan elastik yang berfungsi sebagai otot sphincter internal (Reece 2006). Kontraksi dan relaksasi otot sphincter di bawah kontrol kesadaran, membuka dan menutup jalan urin meninggalkan vesika urinaria dan memasuki uretra (Colville 2002).

Secara struktural vesika urinaria karnivora (anjing dan kucing) merupakan membran muscular dan berbentuk seperti buah pear (Getty 1975). Menurut Crouch dalam Getty (1975), vesika urinaria kucing terletak di bagian ventral rongga abdomen diantara dinding tubuh ventral dan colon descenden. Vesika urinaria memiliki leher caudal yang panjang melewati bagian dorsal menuju

symphysis ischiatic dan pubis dalam rongga pelvis. Vesika urinaria dibungkus

oleh peritoneum dan terfiksir pada lehernya oleh ligamentum medial dan lateral.

Uretra

Uretra adalah lanjutan dari leher vesika urinaria yang berjalan melalui ruang

pelvis menuju lingkungan luar (Reece 2006). Uretra dilapisi oleh epitel

transisional yang menyebabkan uretra dapat meluas. Uretra jantan berjalan sepanjang pusat penis, membawa urin dari vesika urinaria sampai ke lingkungan luar. Uretra jantan juga mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi. Vas deferens dan kelenjar asesoris masuk ke uretra melalui ruang pelvis. Sedangkan pada uretra betina hanya memiliki fungsi urinaria saja. Menurut Dyce et al. (2002), uretra betina berjalan secara caudal di atas lantai pelvis di bawah saluran reproduksi.

Uretra betina relatif pendek menghubungkan vesika urinaria menuju

sphincter uretra eksternal. Sedangkan pada jantan relatif lebih panjang, saluran

tersebut berjalan melalui kelenjar prostat dan berjalan sepanjang penis sebelum mencapai sphincter eksternal. Sphincter uretra eksternal bekerja di bawah kesadaran (voluntarily) dan direlaksasikan ketika waktu dan tempat yang cocok

(21)

untuk urinasi telah ditentukan (Colville 2002). Sphincter eksternal terletak di luar vesika urinaria, tersusun dari otot rangka yang melingkari uretra (Reece 2006).

Ultrasonografi (USG)

Pengertian Dasar Ultrasonografi (USG)

Ultrasound adalah gelombang suara yang memiliki frekuensi sangat tinggi

dengan kisaran 2-10 MHz atau lebih dan memiliki frekuensi yang lebih besar daripada frekuensi suara yang dapat didengar oleh manusia yaitu 20-20000 Hz (Widmer et al. 2004). Diagnostik ultrasound ialah suatu teknik mendiagnosa gambaran organ yang dihasilkan oleh interaksi antara gelombang suara berfrekuensi tinggi dengan organ tersebut (Barr 1990).

Ultrasound menurut Goddard (1995), ialah seperti suara biasa, tidak dapat

ditransmisikan dalam ruang hampa (vacuum) dan transmisi dalam gas sangat rendah. Ultrasound memerlukan suatu medium cairan untuk berpindah melalui jaringan. Cairan merupakan medium terbaik untuk transmisi ultrasound dan ditransmisikan via kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang. Ultrasound

tidak dapat berpindah melalui medium udara atau yang disebut juga acoustic

barrier.

Diagnostik ultrasound menggunakan prinsip pulse-echo. Ultrasound

ditransmisikan melalui transducer dan berpindah menembus jaringan tubuh.

Transducer mempunyai kemampuan untuk mengubah gelombang listrik menjadi

gelombang suara (acoustic power). Refleksi/echo yang terjadi pada jaringan atau organ interface akan kembali ke transducer, kemudian akan dibentuk suatu signal listrik. Gelombang suara yang ditangkap kembali oleh transducer akan diolah dan pada akhirnya akan terbentuk tampilan gambar berupa kumpulan titik-titik pada monitor yang disebut sonogram dalam dua dimensi (England dan Allend 1990). Derajat kontras dari setiap gambar menunjukkan kekuatan echo yang kembali dari jaringan.

(22)

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan

Penampilan sistem ultrasound menghadirkan sebuah interpretasi dari kembalinya sinyal ultrasound. Kekuatan refleksi (echo) dari gelombang suara tergantung beberapa faktor, namun faktor yang paling utama adalah perbedaan

acoustic impedance tiap jaringan yang dijumpai (Goddard 1995). Barr (1990)

menyatakan bahwa gelombang suara akan dilepaskan menuju jaringan tubuh ketika transducer kontak dengan permukaan tubuh. Setiap jaringan memiliki derajat resistensi berbeda untuk dapat dilalui oleh gelombang suara atau yang disebut juga acoustic impedance. Ketika gelombang suara bertemu suatu interface

dengan acoustic impedance berbeda, maka sebagian gelombang tersebut akan direfleksikan dan sebagian lagi akan diteruskan menuju jaringan yang lebih dalam. Kecepatan rata-rata gelombang suara melewati jaringan lunak 1540 m/s, melewati tulang 4000 m/s dan melewati udara 300 m/s.

Gelombang ultrasound mengalami atenuasi (kehilangan intensitasnya) ketika gelombang tersebut bergerak melalui jaringan. Atenuasi gelombang

ultrasound terjadi melalui beberapa kombinasi cara yaitu reflection (pemantulan),

scatter (berpencar) dan absorption (penyerapan) (Barr 1990). Karakter refleksi

sinyal tergantung dari rasio ukuran reflector dan panjang gelombang. Kecepatan gelombang ultrasound dalam berbagai jaringan lunak memiliki densitas antara 1500-1600 m/s (Goddard 1995).

Tipe Transducer

Barr (1990) menyatakan bahwa di dalam sebuah transducer terdapat kristal yang menentukan frekuensi gelombang suara yang keluar. Diameter kristal bervariasi tergantung tujuan penggunaan transducer. Diameter kristal yang semakin luas memberikan frekuensi yang lebih tinggi sehingga gambar yang dihasilkan lebih fokus.

Menurut Barr (1990), terdapat dua tipe utama transducer ultrasound yaitu:

1 Linear array transducer

Transducer ini memiliki antara 60-256 kristal yang sejajar menyusun suatu

garis. Keuntungan pemakaian transducer jenis ini adalah daerah pandang yang luas sehingga dapat memudahkan untuk mengetahui struktur organ dan dapat

(23)

membedakan batas organ target dengan daerah sekitarnya lebih jelas. Sedangkan kerugian yang utama adalah membutuhkan kontak area yang relatif luas dengan permukaan tubuh.

2 Sector transducer

Transducer ini memiliki antara 60-256 kristal yang menghasilkan lapangan

pandang menyerupai kerucut. Kerucut dengan sudut yang besar akan memberikan lebih banyak struktur yang terlihat tetapi resolusi gambar yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kerucut sudut kecil. Ada 2 macam sector transducer yaitu mechanical sector scanner dan phased array

sector. Keuntungan menggunakan kedua jenis transducer ini adalah ukurannya

yang kecil dan mudah untuk digunakan, selain itu hanya membutuhkan kontak area dengan kulit yang tidak terlalu luas. Sedangkan kelemahan yang dimiliki adalah resolusi gambar yang dihasilkan rendah serta sulit mengenali dan membedakan struktur organ yang berdekatan.

Karakteristik Gelombang Suara

Kristal pada transducer memproduksi gelombang suara dengan karakteristik frekuensi. Semakin tinggi frekuensi ultrasound yang dihasilkan oleh transducer

maka resolusi gambar yang dihasilkan akan semakin tinggi, tetapi atenuasi yang dihasilkan juga semakin besar sehingga daya penetrasinya rendah. Transducer

dengan frekuensi tinggi dipilih ketika detail resolusi yang baik menjadi pertimbangan utama tetapi tidak diperlukan untuk penetrasi bagian yang lebih dalam. Transducer dengan frekuensi yang tinggi (7,5-10 MHz) dipergunakan untuk superficial imaging seperti mata, sedangkan frekuensi yang rendah (2,5-5 MHz) dipergunakan untuk penetrasi bagian yang lebih dalam yaitu memeriksa bagian toraks dan rongga abdomen pada anjing besar (Barr 1990).

Menurut Barr (1990), fokus gelombang suara yang dihasilkan oleh kristal pada transducer, memiliki tiga zona yaitu:

1 Fresnel zone merupakan gambaran area yang memiliki gelombang suara dekat

dengan jaringan sehingga terjadi pola-pola difraksi komplek dan resolusi gambar yang dihasilkan kurang fokus.

(24)

2 Focal zone merupakan gambaran area yang memiliki gelombang suara paling fokus sehingga resolusi gambar yang dihasilkan paling baik.

3 Fraunhofer zone merupakan gambaran area yang memiliki gelombang suara

mulai mengalami diversi sehingga resolusi gambar yang dihasilkan berkurang. Gambaran tiga zona pada sonogram dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2 Gambaran tiga zona pada sonogram. (Sumber: Barr 1990).

Prinsip Interpretasi Gambar

Menurut Barr (1990), terdapat berbagai echo yang dapat dilihat pada hasil gambar USG (sonogram) yaitu sebagai berikut:

1 Hyperechoic; echogenic

Echo yang dihasilkan terang (echogenisitas tinggi), terlihat warna putih pada hasil scan (sonogram). Hyperechoic menunjukkan highly-reflective interface, contoh: tulang, udara, kolagen dan lemak.

2 Hypoechoic; echopoor

Echo yang dihasilkan sedikit, terlihat warna abu-abu pada hasil scan

(sonogram). Hypoechoic menunjukkan intermediate reflection/ transmission, contoh: jaringan lunak.

(25)

3 Anechoic; echolucent

Tidak ada echo yang dihasilkan, terlihat warna hitam pada hasil scan

(sonogram). Anechoic menunjukkan complete transmission dari gelombang suara, contoh: cairan.

Cairan termasuk anechoic walaupun kehadiran suatu partikulat di dalamnya akan menyebabkan terbentuknya echo. Tulang dan udara mampu menghambat gelombang suara. Pada interface antara jaringan lunak-udara, sekitar 99% gelombang suara akan direfleksikan. Pada interface antara jaringan lunak-tulang, sekitar 30% gelombang suara direfleksikan sisanya akan diserap oleh tulang. Oleh karena itu pada kedua jenis interface tersebut, echo yang dihasilkan oleh permukaan sangat kuat tapi struktur yang berada di bawah interface tidak akan tampak (Barr 1990).

Penerapan USG untuk Pemeriksaan Organ Urinaria

Ultrasound pertama kali digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan, tetapi

saat ini sudah sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit abdomen seperti pemeriksaan saluran urinaria (Goddard 1995). Diagnostik ultrasound telah berkembang cepat dan diterima praktisi dokter hewan sejak 15 tahun lalu sehingga banyak praktisi yang sudah memiliki peralatan ultrasonografi sendiri. Pengetahuan dasar tentang USG telah diajarkan kepada mahasiswa kedokteran hewan dan para praktisi untuk mengembangkan kemampuan interpretasi organ (Widmer et al. 2004).

Menurut Widmer et al. (2004) saluran urinaria sangat mudah diperiksa dengan USG dan umumnya dievaluasi ketika tanda-tanda klinis kasus saluran urinaria terdeteksi atau selama pemeriksaan USG abdomen yang rutin. Ultrasonografi digunakan untuk memeriksa adanya penyakit saluran urinaria bagian atas (ginjal dan ureter) dan bagian bawah (vesika urinaria dan uretra). Pemeriksaan USG ginjal, ureter atau vesika urinaria memberikan informasi mengenai ukuran, bentuk, lokasi, struktur, marginasi, keragaman echogenisitas

dan internal tekstur dari organ urinaria. Pemeriksaan USG tidak dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan fisik, urinalisis maupun radiografi survei.

(26)

Normal USG Organ Urinaria pada Kucing

Pengambilan gambar USG pada kucing dan anjing yang berukuran kecil dan untuk struktur superficial direkomendasikan menggunakan transducer 7,5 MHz, sedangkan transducer 5 MHz sangat tepat digunakan untuk anjing berukuran medium. Menurut Lamb (1995), gambaran USG ginjal bervariasi tergantung arah pengambilan, frekuensi transducer dan lemak.

Ginjal kucing memiliki gambaran sonografi yang mirip dengan ginjal anjing. Pada potongan coronal ginjal normal memiliki batas luar yang halus dan berbentuk oval atau kacang merah (gambar 3). Menurut Widmer et al. (2004) ginjal normal kucing berukuran antara 3,8-4,4 cm. Korteks renalis terlihat

hypoechoic dan bertekstur granular (Barr 1990). Korteks renalis berukuran sekitar

0,2-0,5 cm. Menurut Widmer et al. (2004), korteks renalis terlihat lebih

hypoechoic jika dibandingkan dengan hati. Corticomedulla junction biasanya

dipisahkan oleh echo yang tipis dan terlihat hyperechoic yang menampilkan

diverticula pelvis renalis dan interlobar vessel. Bagian ujung cranial ginjal kanan

berbatasan dengan lobus caudalis hati. Pada hewan tertentu seperti kucing, ginjal dan hati terlihat isoechoic.

Gambar 3 Sonogram ginjal normal pada kucing dengan arah transducer sagital. (a) menunjukkan korteks renalis (terlihat hypoechoic), (b) menunjukkan medula renalis (terlihat anechoic), sedangkan (c) menunjukkan pelvis renalis (terlihat hyperechoic).

Bar (garis putih) = 1 cm. (Sumber: Noviana et al. 2008).

Medula renalis terlihat anechoic terletak di dalam korteks renalis dan biasanya dipisahkan menjadi potongan-potongan oleh diverticula dan pembuluh darah. Pelvis renalis terlihat sebagai massa echogenic yang irregular pada bagian

c

b

(27)

hilus ginjal. Echogenisitas pelvis renalis dipengaruhi oleh tingginya lemak dan jaringan fibrosa pada daerah tersebut (Barr 1990). Banyaknya lemak pada pelvis renalis dapat menyebabkan acoustic shadowing terutama pada kucing atau pada penggunaan transducer yang berfrekuensi tinggi (Widmer et al. 2004).

Ureter normal bagian proksimal tidak terlihat dalam USG. Tapi bagian terminal ureter dan papila ureter (vesikoureter junction) dapat divisualisasikan dengan transducer berfrekuensi tinggi. Vesika urinaria yang berdistensi mudah terlihat sebagai bentuk oval dengan dinding batas echogenic dan lumen anechoic

yang besar, dapat lihat pada gambar 4. Ketebalan dinding vesika urinaria bervariasi dan menurun jika terjadi penambahan distensi vesika urinaria (Widmer

et al. 2004). Ketebalan normal dinding vesika urinaria adalah 1-2 mm dan

memperlihatkan dinding yang tipis (Lamb 1995). Pada kucing normal secara klinis, ketebalan dinding vesika urinaria berkisar antara 1,3-1,7 mm (Widmer et al. 2004). Menurut Barr (1990), vesika urinaria yang penuh pada kucing memiliki batas yang jelas dan garis luar yang halus (gambar 4).

Gambar 4 Gambar A dan B merupakan sonogram vesika urinaria normal pada kucing dengan arah transducer transversal. (a) menunjukkan lumen vesika urinaria terlihat anechoic. Dinding vesika urinaria terlihat

hyperechoic ditunjukkan oleh (b). Bar (garis putih) = 1 cm. (Sumber:

Noviana et al. 2008). A B

a

a

b

b

(28)

Teknik Pengambilan gambar

Posisi dan Daerah Orientasi

Menurut Barr (1990), pengambilan gambar ginjal lebih mudah melalui daerah flank dengan ginjal diposisikan agak superficial di bawah dinding abdomen pada masing-masing sisi. Pengambilan gambar ginjal dapat juga dilakukan melalui dinding abdomen bagian ventral. Lamb (1995) menyatakan bahwa ginjal kiri dapat ditemukan dengan scanning limpa bagian caudal sampai dorsal. Ginjal kiri terletak di caudal tulang rusuk terakhir. Pada kucing dan anjing kecil, kedua ginjal dapat terlihat dari pendekatan ventral sedangkan pada anjing yang gemuk atau memiliki toraks yang dalam sering digunakan pendekatan lateral. Menurut Barr (1990), ginjal kanan dapat diamati melalui scanning lebih dari dua rongga intercostal terakhir biasanya memposisikan transducer pada

intercostal space yang ke-11 dan 12.

Vesika urinaria dapat diperiksa dalam keadaan berdiri atau dalam posisi berbaring dorsal atau lateral. Vesika urinaria dapat dilihat melalui tepi pubis

sampai umbilikal pada garis tengah tubuh (untuk hewan betina) dan pada hewan jantan sampai preputium (Barr 1990).

Arah Transducer

Widmer et al. (2004) menyatakan bahwa visualisasi USG bervariasi tergantung arah pengambilan. Ginjal dapat diamati dalam tiga arah pengambilan yaitu arah sagital, dorsal dan transversal, dapat dilihat pada gambar 5. Pengambilan gambar dari arah dorsal memperlihatkan ginjal dalam bentuk kacang merah yang nyata dengan sinus renalis pada lapang pandang yang jauh, medula pada bagian tengah dan korteks pada lapang pandang dekat. Pada pengambilan arah middorsal, ginjal terbagi menjadi dua bagian yang sama besar. Pengambilan gambar dari arah sagital membagi ginjal menjadi dua bagian yang tidak sama besar dan sejajar sumbu tubuh, maka sinus renalis tidak akan terlihat kecuali

transducer digeser ke garis tengah hewan. Diverticula renalis dan pembuluh darah

interlobar terlihat sebagai echo yang lebar terletak dekat dengan corticomedullary

junction. Pada pengambilan gambar arah transversal (membagi organ menjadi dua

(29)

sampai bundar dengan korteks renalis terlihat pada lapang pandang dekat, sinus renalis dan crest renal pada lapang pandang jauh.

Gambar 5 Tiga arah transducer yang digunakan pada pengambilan gambar USG organ urinaria (Sumber: Widmer et al. 2004).

Pengambilan gambar vesika urinaria dapat dilakukan melalui arah transversal (berlawanan arah sumbu tubuh) dan sagital (searah sumbu tubuh) (Barr 1990). Vesika urinaria dapat lebih mudah ditemukan pada arah sagital dengan cara mengorientasikan transducer dan mendorongnya secara dorsal atau ventral (Widmer et al. 2004).

Penyakit-Penyakit Klinis Organ Urinaria

Pemeriksaan USG pada organ urinaria dilakukan apabila terjadi kelainan pada ginjal atau vesika urinaria yang dapat dipalpasi, hasil laboratorium yang menunjukkan penyakit pada saluran urinaria (analisis serum biokimia dan urinalisis), stranguria, hematuria, visualisasi yang buruk pada ginjal atau suspect

urolithiasis pada pengambilan gambar radiografi dan masalah-masalah yang timbul setelah trauma (Widmer et al. 2004). Kelainan pada ureter tidak dapat terlihat melalui pemeriksaan USG karena ukurannya yang sangat kecil dan tidak dapat dipalpasi sehingga hanya kelainan pada ginjal dan vesika urinaria yang dapat terdeteksi. Barr (1990) menyatakan bahwa ureter normal bagian proksimal tidak dapat terlihat dalam USG. Namun menurut Widmer et al. (2004), dengan mengunakan USG Doppler Colour Flow aliran ureteral dapat terlihat sebagai gerakan peristaltik urin dalam ureter masuk ke ruangan vesika urinaria.

(30)

Penyakit-penyakit klinis saluran urinaria yang sering dijumpai pada hewan kecil khususnya kucing yaitu

Nefritis

Nefritis adalah peradangan ginjal yang dapat terjadi di glomerulus, pyelum ataupun tubulus. Bakteri-bakteri yang umumnya menyebabkan terjadinya infeksi saluran urinaria pada anjing dan kucing ialah Escherichia coli, Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiela pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Proteus dan

Enterobacter (Birchard & Sherding 2000). Kerusakan primer tubuli yang

disebabkan oleh disfungsi glomerulus dapat menyebabkan perubahan pada ginjal atau yang disebut juga tubulointerstisial nefritis. Sedangkan disfungsi glomerulus yang menyebabkan perubahan pada ginjal dikenal sebagai glomerulonefritis (Carlton & McGavin 1995).

Carlton dan McGavin (1995) menyatakan bahwa interstisial nefritis merupakan hasil dari septisemia bakteri dan virus, dimana agen infeksius tersebut menginfeksi tubulus ginjal dan mendorong terjadinya respon peradangan di interstisium. Penyebab interstisial nefritis pada hewan domestik adalah serovar

Leptospira interogans. Jubb et al. (1993) menyatakan bahwa nefritis ditinjau dari

segi patogenesa dapat terjadi secara hematogen atau urogen. Selain itu peradangan pada ginjal dapat bersifat supuratif dan non supuratif; akut, subakut atau kronis

dan focal atau general. Menurut Underwood (1992), faktor etiologi interstisial

nefritis ialah toksin, immunological, metabolik, physical dan neoplasia.

Glomerulonefritis merupakan kelainan paling umum yang menyebabkan penyakit glomerulus pada kucing dan anjing. Faktor etiologi penyakit glomerulonefritis diantaranya infeksi sistemik atau proses peradangan menghasilkan imun kompleks yang melekat pada glomerulus, infeksi virus dan bakteri (Carlton & McGavin 1995). Menurut Birchard dan Sherding (2000), gejala klinis terjadinya glomerulonefritis ialah inappetence, muntah dan diare (dapat terjadi pada hewan yang menderita chronic renal failure), tanda klinis yang merupakan hasil dari hipoalbuminenia antara lain berat badan turun, edema perifer dan ascites.

Diagnosa penyakit nefritis dapat diperoleh melalui anamnese, gejala klinis, pemeriksaan urinalisis seperti pemeriksaan volume dan BJ urin, pemeriksaan

(31)

kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin (kadar ureum normal kucing antara 30-65 mg/dl sedangkan kadar kreatinin normal antara 0,5-1,5 mg/dl), urin kultur dan pemeriksaan USG serta radiografi (Birchard & Sherding 2000).

Hidronefrosis

Hidronefrosis adalah pembesaran atau distensi pelvis renalis oleh urin yang terjadi akibat obstruksi ureter (Widmer et al. 2004). Menurut Underwood (1992), dilatasi dari ruangan pelvis renalis terjadi akibat kompresi atropi jaringan ginjal. Gejala klinis hidronefrosis antara lain minum dan urinasi yang berlebihan, sakit pada bagian abdomen, hematuria, stranguria, muntah, letargi, diare, inappetence

(Daniel dalam Birchard & Sherding 2000).

Hidronefrosis diklasifikasikan ke dalam empat kategori yaitu functional

dilatation, dilatation with stasis, mild dilatation dan advance dilatation (Felkai et

al. 1995). Pada hidronefrosis tahap advanced terjadi penebalan dinding ginjal sebesar 2-3 mm, kantung berisi cairan yang disebabkan oleh dilatasi pelvis renalis dan degenerasi, atropi yang berat dan fibrosis parenkim renalis (Carlton & McGavin 1995). Salah satu penyebab hidronefrosis ialah parasit ginjal yang besar

(Dioctophyma renale).

Menurut Birchard dan Sherding (2000), kejadian hidronefrosis dapat disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yaitu:

a Neoplasia (tumor ureteral primer termasuk leiomyosarcoma dan leiomyoma, perluasan tumor dari vesika urinaria dan prostat).

b Urolith dalam ginjal yang masuk ureter sehingga menyebabkan obstruksi.

c Blood clots yang terletak pada ureter sampai hematuria renal.

d Strictura akibat kongenital atau efek sekunder dari peradangan atau operasi.

Diagnosa penyakit hidronefrosis dapat diperoleh melalui anamnese, palpasi abdomen, gejala klinis, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, pemeriksaan USG serta radiografi. Pemeriksaan USG dapat dilakukan sebagai penunjang diagnosa yang cepat den tepat untuk menentukan prognosa suatu penyakit.

(32)

Neoplasia

Ginjal dan saluran urinaria bagian bawah merupakan organ target dari neoplasia, kejadiannya tidak umum tetapi paling sering terjadi pada anjing, kucing dan sapi (Jubb et al. 1993). Neoplasia yang terjadi pada saluran urinaria bagian bawah ialah epithelial tumor dan mesenchymal tumor (Carlton & McGavin 1995). Neoplasia vesika urinaria yang paling umum terjadi pada kucing ialah transitional

cell carcinoma dan malignant epithelial tumor (Birchard & Sherding 2000).

Menurut Birchard dan Sherding (2000), kejadian renal neoplasia dapat disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yaitu:

1 Primary tumors

Renal cell carcinoma, transitional cell carcinoma dan embryonal

nephroblastoma yang merupakan primary renal tumors pada anjing.

Renal cell carcinoma merupakan primary renal tumor paling umum pada

kucing.

Renal tumor pada anjing dan kucing biasanya malignant.

2 Metastatic tumor

Metastatic neoplasia lebih umum daripada primary renal neoplasia.

Hemangiosarcomas, melanomas, mast cell tumors dan carcinomas dapat

mengalami metastase ke ginjal.

Menurut Jubb et al. (1993) tumor renal primer tersusun atas 1% dari keseluruhan neoplasma anjing dan mungkin sekitar 0,5% neoplasma kucing. Prevalensi kejadian tumor vesika urinaria hanya 0,5% dari semua neoplasma anjing, begitu juga pada kucing. Gejala klinis yang ditunjukkan oleh hewan yang menderita renal neoplasia adalah letargi, anoreksia, penurunan berat badan secara progresif dan hematuria. Selain itu juga muntah, polyuria atau polydipsia bisa terjadi pada pasien yang mengalami gagal ginjal renal failure (Birchard & Sherding 2000). Sedangkan hewan yang menderita neoplasia pada vesika urinaria ditunjukkan oleh gejala-gejala klinis antara lainhematuria, pollakiuria, stranguria dan dysuria(Carlton & McGavin 1995).

Diagnosa penyakit neoplasia dapat diperoleh melalui anamnese, palpasi abdomen, gejala klinis, urinalisis seperti pemeriksaan zat warna darah, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, urin kultur,

(33)

pemeriksaan USG serta radiografi. Biopsi dapat dilakukan untuk menentukan jenis sel tumor (neoplasia) yang berada dalam ginjal maupun vesika urinaria (Birchard & Sherding 2000).

Cystitis

Cystitis ialah peradangan pada vesika urinaria yang umum terjadi pada hewan domestik sebagai bagian dari infeksi saluran urinaria (Carlton & McGavin 1995). Gejala klinis dari penyakit cystitis yaitu sakit abdomen bagian bawah, dysuria (hewan menunjukkan tanda-tanda sakit nyeri pada setiap usaha miksi) dan hematuria. Pada beberapa hewan yang menderita cystitis terjadi general malaise

dan pyrexia (Underwood 1992). Jubb et al. (1993) menyatakan bahwa kejadian

cystitis lebih banyak diderita oleh hewan betina karena berhubungan dengan uretra yang pendek. Cystitis dibedakan menjadi bentuk akut dan kronis tetapi lesi dan penyebabnya sangat saling melengkapi.

Pada keadaan cystitis terjadi penebalan dinding mural vesika urinaria (Widmer et al. 2004). Menurut Birchard dan Sherding (2000), kejadian cystitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yaitu:

a Bakterial cystitis yang disebabkan oleh Escherichia coli, Staphylococcus spp.,

Streptococcus spp., Enterobacter spp.

b Fungal cystitis yang disebabkan oleh yeast dan fungi yaitu Candida albicans

dan Torulopsis spp., Blastomyces dan Crytococcus. Infeksi Candida albicans

dan Torulopsis spp. terjadi pada hewan yang resisten terhadap infeksi saluran

urinaria atau pada hewan immunocompromised. Pada keadaan tertentu fungi dapat terdeteksi dalam urin hewan yang menderita penyakit polysystemic

fungal.

c Parasitik cystitis yang disebabkan oleh adanya Dioctophyma renale (parasit ginjal). Capillaria plica dapat ditemukan pada vesika urinaria anjing dan kucing serta Capillaria feliscati pada kucing.

Diagnosa penyakit cystitis dapat diperoleh melalui anamnese, palpasi abdomen, pemeriksaan fisik, gejala klinis, urinalisis dengan pemeriksaan sedimen, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, urin kultur,

(34)

menyatakan bahwa biopsi dapat pula dilakukan untuk membedakan cystitis dengan penyakit lainnya seperti neoplasia.

Urolithiasis

Menurut Birchard dan Sherding (2000), urolithiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya urolith di dalam ruangan urinaria sampai saluran ekskretori dan biasanya diklasifikasikan menurut komposisi mineralnya. Pada anjing dan kucing urolith lebih banyak ditemukan di dalam vesika urinaria atau uretra, dapat juga ditemukan di dalam pelvis renalis namun kejadiannya sangat jarang (kurang dari 10%).

Kejadian dan komposisi urolith dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, ras, jenis kelamin, umur, makanan, abnormalitas anatomi, infeksi organ urinaria, pengobatan dan pH urin (Hoppe 1998). Kalkuli urinari (urolith) dapat terjadi pada kedua jenis kelamin tetapi cenderung lebih umum terjadi pada hewan jantan dan rata-rata terlihat pada hewan yang berumur sedang meskipun dapat juga terlihat dalam berbagai umur. Kalkuli yang kecil dapat mengisi urin tetapi dapat pula terjepit dalam uretra yang umumnya terjadi pada hewan jantan (Jubb et al. 1993).

Gejala klinis dari penyakit urolithiasis ialah hematuria, nyeri abdomen bagian bawah, muntah dan sakit pada saat urinasi atau urinasi yang frekuen (Underwood 1992). Urolith paling utama ditemukan pada anjing di saluran urinaria bagian bawah. Empat mineral yang umum ditemukan pada urolith anjing dan kucing ialah magnesium ammonium phosphate (struvite), oxalate, cystine dan

ammonium urate (Hoppe 1998). Tetapi pada kucing tipe kalkuli yang paling

umum ialah struvite calculi. Urolith terdapat dalam berbagai ukuran mulai dari kumpulan partikel seperti pasir sampai batu tunggal yang mengisi vesika urinaria dan pelvis renalis (Jubb et al. 1993). Cystic kalkuli dapat single ataupun multiple

dan ukurannya bervariasi mulai dari 2 mm sampai 10 cm (Carlton & McGavin 1995).

(35)

Menurut Birchard dan Sherding (2000), faktor-faktor etiologi kejadian urolithiasis yaitu sebagai berikut :

a Infeksi saluran urinaria oleh bakteri hidrolisasi urea (contohnya

Staphylococcus dan Proteus), yang paling umum menyebabkan struvite

urolithiasis pada anjing dan kucing.

b Kelainan metabolik yang menyebabkan ekskresi urin secara berlebihan yang mengandung sedikit bahan terlarut dapat menjadi faktor predisposisi urate

urolithiasis pada anjing.

c Faktor makanan, misalnya makanan yang mengandung kalsium dan asupan fosfor secara berlebihan dapat menyebabkan kalsium fosfat urolith.

d Kondisi idiophatic sering menyebabkan urolithiasis.

Diagnosa penyakit urolithiasis dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, gejala klinis, urinalisis dengan evaluasi sedimen, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, urin kultur, urolith analisis, pemeriksaan USG serta radiografi abdomen (Birchard & Sherding 2000). Diagnostik laboratorium menggunakan analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan jenis atau tipe kalkuli yang spesifik (Hostutler et al. 2005).

(36)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Studi kasus ini dilakukan di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Rumah Sakit Hewan Jakarta, Klinik My Vets Kemang, Klinik N2N Bumi Serpong Damai dan Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB.

Studi kasus berlangsung mulai dari bulan Juni 2006 sampai dengan Juni 2008.

Bahan penelitian

Hewan yang digunakan dalam studi kasus ini ialah sembilan belas kucing pasien rujukan Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi IPB, Rumah Sakit Hewan Jakarta, Klinik My Vets Kemang, Klinik N2N Bumi Serpong Damai dan Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB.

Bahan-bahan yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu gel USG sebagai media transmisi gelombang suara untuk mendapatkan kontak yang optimal antara kulit dan transducer.

Alat-alat yang digunakan ialah alat USG dua dimensi yang terdiri dari tipe

portable yaitu Kaixin KX 5100 V, Aloka SSD 550 dan tipe stasioner yaitu Aloka

Pro Sound SSD 4000, Sonoscape SSI 1100; transducer dengan frekuensi 3,5-7,5 MHz tipe sector scanner dan linier array transducer; gunting; clipper; tissue; alas hewan; disket, USB flash disk dan video recorder yang digunakan untuk menyimpan data; kamera digital dan handycam untuk mendokumentasikan hasil percobaan serta printer.

Metode Penelitian Pengambilan Gambar

Pemeriksaan dengan menggunakan USG dilakukan terhadap hewan-hewan yang memiliki tanda-tanda klinis dan mengarah kepada kelainan sistem urinaria berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada klinik asalnya. Metode pengambilan gambar dimulai dari penentuan titik orientasi sesuai dengan

(37)

letak organ yang akan diperiksa. Dilanjutkan dengan pencukuran rambut hewan agar terjadi kontak yang optimal antara kulit dengan transducer. Setelah itu pengambilan gambar dapat dilakukan dengan posisi hewan baik dorsal maupun

lateral recumbency (gambar 6). Agar kontak antara kulit dan transducer optimal

maka permukaan kulit tempat meletakkan transducer (titik orientasi) diberikan gel USG. Kemudian dilakukan pembacaan hasil gambaran USG (sonogram) terhadap perubahan bentuk, ukuran, letak dan echogenisitas secara real time. Hasil sonogram disimpan dalam disket atau flashdisk dan didokumentasikan menggunakan kamera digital ataupun handycam.

Gambar 6. Posisi hewan dan arah transducer

(A)menunjukkan posisi dorsal recumbency dan arah transducer sagital, (B)menunjukkan posisi dorsal recumbency dan arah transducer

transversal,

(C)menunjukkan posisi lateral recumbency dan arah transducer

transversal,

(D) menunjukkan posisi lateral recumbency dan arah transducer sagital.

A B

(38)

Jenis-jenis alat USG dua dimensi dan transducer yang digunakan dalam studi kasus dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 7 USG tipe Sonoscape Gambar 8 USG tipe Aloka Pro Sound SSI 1100 SSD 4000

Gambar 9 USG tipe Aloka SSD 550 Gambar 10 USG tipe Kaixin KX 5100 V

Gambar 11 Tipe transducer:

Linier array transducer (A)

Sector scanner (B)

(39)

Interpretasi Sonogram

Data kasus yang telah didapat dari hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) tersebut langsung diamati secara real time terhadap perubahan bentuk, ukuran, letak dan echogenisitas. Kemudian dilakukan interpretasi sonogram dengan membahas hasil dan dibandingkan dengan keadaan normalnya.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan melalui pemeriksaan USG terhadap kelainan-kelainan pada organ urinaria kucing (Felis catus) antara lain 12 kasus pada ginjal yaitu 6 kasus nefritis dan 6 kasus hidronefrosis serta 15 kasus pada vesika urinaria yaitu 6 kasus penebalan dinding vesika urinaria, 1 kasus cystitis kronis, 7 kasus pengendapan partikel kristal dan 1 kasus urolithiasis. Data lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Hasil pengamatan kelainan organ ginjal yang didiagnosa dengan USG Kasus Signalement Interpretasi USG Diagnosa USG

1 Mobi/jantan/2thn Penebalan korteks Nefritis 2 Putih/betina/6thn Dilatasi pelvis

renalis dan medula

(anechoic)

Hidronefrosis

3 Howie/3bln Penebalan korteks

(hyperechoic)

Nefritis

4 Dame/betina Pelvis renalis dan medula meluas

(anechoic)

Hidronefrosis

5 Davinci/jantan Pelvis renalis dan medula meluas

(anechoic)

Hidronefrosis

6 Simba/jantan Penebalan korteks

(hyperechoic)

Nefritis 7 Grudi/jantan Penebalan korteks

(hyperechoic)

Nefritis 8 Jakson/jantan Pelvis renalis dan

medula meluas

(anechoic)

Hidronefrosis

9 Jaboh/jantan Penebalan korteks Nefritis 10 Syoga/jantan Pelvis renalis dan

medula meluas

(anechoic)

Hidronefrosis

11 Putu Eka/jantan Penebalan korteks Nefritis 12 Kitty/betina/15thn Pelvis renalis dan

medula meluas

(anechoic)

(41)

Kasus Nefritis

Pada kasus 1; 3; 6; 7; 9 dan 11 (tabel 1) melalui pemeriksaan USG ginjal dengan transducer arah sagital (searah sumbu tubuh), memperlihatkan adanya penebalan korteks renalis dan kapsula renalis terlihat lebih echogenic. Selain itu juga terlihat gambaran batas korteks dan medula yang tidak jelas dan bentuk yang tidak beraturan. Penebalan korteks renalis dan kapsula renalis yang terlihat

hyperechoic, menunjukkan adanya echogenisitas tinggi berupa kumpulan jaringan

ikat (fibrosis) dan ditambah dengan kehadiran sel-sel debris peradangan (gambar 12 A). Menurut Widmer et al. (2004), peningkatan echogenisitas dapat disebabkan oleh akumulasi dari kristal oksalat dan nekrosa tubular.

Pada kasus 3 (gambar 12 A), berdasarkan hasil sonogram menunjukkan di bagian ventral dari ginjal terlihat struktur anechogenic. Hal tersebut merupakan keadaan patologis yang disebutascites atau peritoneum efusi. Salah satu penyebab ascites adalah adanya kerusakan dari glomerulus yang akan berpengaruh pada ginjal sehingga menyebabkan terlepasnya protein dalam urin (proteinuria) yang dikenal sebagai protein-losing nephropathies (Carlton & McGavin 1995). Ascites dapat juga disebabkan oleh infiltrasi dari sel-sel radang pada ginjal.

Gambar 12 Sonogram kasus nefritis dengan arah transducer sagital.

(A)Sonogram kasus 3 yaitu kasus nefritis. (a) menunjukkan medula renalis tidak terlihat jelas, (b) menunjukkan penebalan korteks renalis, (c) menunjukkan kapsula renalis hyperechoic dan (d) menunjukkan ascites atau peritoneum efusi.

Bar (garis putih) = 1 cm.

(B)Sonogram kasus 1 yaitu kasus nefritis. (a) menunjukkan medula renalis mengecil dan (b) menunjukkan penebalan korteks renalis. Bar (garis putih) = 1 cm.

A B

c

d

b

a

(42)

Melalui hasil pemeriksaan USG didapatkan penegakkan diagnosa yang diarahkan pada nefritis. Hasil sonogram 12 (A) menunjukkan adanya penebalan korteks renalis dan kapsula renalis terlihat hyperechoic. Adanya penebalan korteks renalis disertai dengan kapsula renalis yang terlihat lebih hyperechoic

terjadi karena adanya sel-sel radang yang menerima sinyal adanya infeksi dan kemudian berkembang membentuk jaringan ikat atau fibrosis yang tebal. Proses peradangan ditandai dengan terjadinya panca radang yang meliputi dolor (rasa nyeri), kalor (suhu tinggi), rubor (kemerahan), tumor (bengkak) dan fungsiolesa (gangguan fungsi lokal) (Slausan 1990). Gambar 12 (A) memperlihatkan ginjal kehilangan struktur normalnya dimana terjadi penebalan korteks dengan area

hyperechoic dan medula terlihat mengecil. Kasus nefritis juga terlihat pada

gambar 12 (B), dari hasil sonogram terlihat adanya penebalan korteks renalis namun kapsula renalis tidak terlihat echogenic seperti pada gambar 12 (A). Hal ini kemungkinan disebabkan nefritis yang terjadi masih dalam tahap awal atau akut.

Nefritis adalah peradangan ginjal yang dapat terjadi di glomerulus, pyelum ataupun tubulus. Bakteri-bakteri yang umumnya menyebabkan terjadinya infeksi saluran urinaria pada anjing dan kucing ialah Escherichia coli, Staphylococcus,

Streptococcus, Klebsiela pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Proteus dan

Enterobacter (Birchard & Sherding 2000). Selain disebabkan oleh bakteri,

nefritis juga disebabkan oleh virus. Jenis virus yang menyebabkan nefritis pada kucing ialah Feline leukemia virus. Kerusakan primer tubuli yang disebabkan oleh disfungsi glomerulus dapat menyebabkan perubahan pada ginjal atau yang disebut juga tubulointerstisial nefritis. Sedangkan disfungsi glomerulus yang menyebabkan perubahan pada ginjal dikenal sebagai glomerulonefritis (Carlton & McGavin 1995).

Nefritis dapat terjadi dalam bentuk akut, subakut dan kronis yang keseluruhannya berhubungan dengan infiltrasi lymphoplasmacytic. Nefritis kronis berhubungan dengan fibrosis ginjal (Carlton & McGavin 1995). Kasus nefritis biasanya disertai dengan gejala klinis berupa muntah, diare, nafsu makan berkurang, berat badan turun, ascites dan edema (Birchard & Sherding 2000).

(43)

Kasus Hidronefrosis

Pada kasus 2; 4; 5; 8; 10 dan 12 (tabel 1) melalui pemeriksaan USG menggunakan transducer dengan arah sagital atau searah sumbu tubuh, terlihat adanya struktur anechoic yang berwarna hitam. Struktur anechogenic yang terbentuk merupakan cairan yang mengisi ruangan pelvis renalis dan medula sehingga pelvis renalis terlihat menggelembung. Pada sonogram gambar 13 (A) dan (B) terlihat sruktur normal echo yang kuat dari lemak pelvis renalis dan jaringan ikat hilang secara keseluruhan akibat adanya akumulasi cairan yang mengisi ruangan pelvis renalis.

Gambar 13 Sonogram kasus hidronefrosis dengan arah transducer sagital.

(A) Sonogram kasus 2 yaitu kasus hidronefrosis. (a) menunjukkan atropi korteks renalis, (b) menunjukkan dilatasi pelvis renalis dan medula renalis dengan area anechoic serta (c) menunjukkan

distal acoustic enhancement. Bar (garis putih) = 1 cm.

(B) Sonogram kasus 10 yaitu kasus hidronefrosis. (a) menunjukkan medula renalis yang meluas, (b) menunjukkan atropi korteks renalis, (c) dilatasi ruangan pelvis renalis yang berisi cairan

anechoic dan (d) menunjukkan distal acoustic enhancement.

Bar (garis putih) = 1 cm.

Melalui hasil pemeriksaan USG didapatkan penegakkan diagnosa yang diarahkan pada hidronefrosis, ditunjukkan oleh adanya ruangan pelvis renalis yang menggelembung dan berisi cairan anechoic yang terlihat jelas. Parenkim yang mengelilingi daerah pelvis renalis menjadi tertekan dan kehilangan struktur normalnya dimana strukturnya menjadi tidak beraturan. Dari gambar 13 (A) dan (B) terlihat ginjal sebagai sebuah kantung yang berisi cairan dengan lapisan kulit tipis yang mengelilinginya. Hidronefrosis menyebabkan terbentuknya daerah sentral simetris anechoic yang meluas ke dalam diverticula menggantikan sinus

A B

b

c

c

d

a

b

a

Gambar

Gambar 1 Sistem urinaria kucing (Sumber: Royal Canin 2006).
Gambar 2 Gambaran tiga zona pada sonogram. (Sumber: Barr 1990).
Gambar  3  Sonogram  ginjal  normal  pada  kucing  dengan  arah  transducer  sagital.
Gambar  4  Gambar  A  dan  B  merupakan  sonogram  vesika  urinaria  normal  pada  kucing  dengan  arah  transducer  transversal
+7

Referensi

Dokumen terkait