BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A.Lanjut Usia
1. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia adalah menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap
injury termasuk adanya infeksi (Pris Constantinides, 2008, dalam mubarak
dkk, 2010). Menurut Undang-Undang No.3 tahun 2010 tentang
kesejahteraan usia lanjut menyatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Departemen Sosial, 2010).
Lanjut usia merupakan istilah akhir dari proses penuaan. Secara
biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan tubuh fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ.
Berdasarkan aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu
kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk usia lanjut menduduki
strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka
terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang
Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1965 pasal 1, dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia adalah: “Seseorang dinyatakan
sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai
umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima dari orang lain”.
Penggolongan usia lanjut menurut Depkes menjadi tiga kelompok
yaitu :
a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
Batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No. 4
tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa
yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke
atas.
2. Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Pada setiap tahap kehidupan manusia memiliki tugas
perkembangan tertentu, demikian juga halnya pada lanjut usia. Sebagian
tugas perkembangan lanjut usia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan
pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain (Hurlock, 2010).
Tugas perkembangan lansia menurut Havighurst (Hurlock, 2010)
a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
keluarga.
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d. Menyesuaikan diri dengan orang-orang seusianya.
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.
Lansia diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan menurunnya
kekuatan, dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering
diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan
didalam, diluar rumah maupun dalam lingkungan. Lansia juga diharapkan
dapat mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang
menghabiskan sebagian besar waktu ketika lansia masih muda. Akibat dari
menurunnya tingkat kesehatan dan sosial, maka lansia perlu menjadwalkan
dan menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu,
yang sangat sering berbeda dengan apa yang di lakukannya pada masa lalu
(Hurlock, 2010).
Berdasarkan pendapat dari Havighurst dan Hurlock mengenai tugas
perkembangan lansia diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tugas
perkembangan lansia itu adalah menentukan siapakah dirinya dan
bagaimana mereka dapat mengatasi dan menjalani setiap perubahan yang
terjadi sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik serta menjalani hidup
3. Perubahan Pada Lansia
Perubahan akibat proses menua dijelaskan sesuai fungsi sistem
organ tubuh. Sejalan dengan bertambahnya usia seseorang maka terjadi
perubahan sistem organ tubuh yang berupa penurunan anatomic maupun
fungsional organ-organ tersebut. Penurunan anatomic dan fungsional ini di
akibatkan oleh tidak baiknya faktor nutrisi, pemeliharaan kesehatan dan
kurangnya aktivitas. Penurunan fungsional pada lansia mengarah pada
terjadinya gangguan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) dan
aktivitas sehari-hari independen (IADL) yang akan mempengaruhi kualitas
kehidupan individu lansia. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
perubahan fungsional tidak hanya berpengaruh pada tampilan fisik, namun
juga terhadap respond dan fungsinya pada kehidupan sehari-hari. Berikut ini
beberapa perubahan yang terjadi pada lansia :
a. Sistem panca indera
Perubahan ini dapat terjadi baik pada mata, telinga, hidung,
indra pengecap, dan kulit. Perubahan pada mata dapat berupa gangguan
adaptasi gelap, pengeruhan pada lensa, pemfokusan yang kurang pada
benda-benda jarak dekat (presbiopia), gangguan pendengaran dapat
terjadi deficit pada proses sentral sedangkan pada keseimbangan dapat
berupa sindroom meniere. Sensitivitas terhadap rasa pun berkurang pada
b. Sistem musculoskeletal
Tulang lansia telah mengalai penurunan densitas dan menjadi
rapuh.Hal ini terjadi karena perubahan formasi tulang pada tingkat
seluler. Dengan bertambahnya usia, proses coupling penulangan yaitu perusakan dan pembentukan tulang melambat, terutama
pembentukannya. Hal ini selain akibat menurunnya aktivitas tubuh juga
akibat menurunnya hormone estrogen (wanita), hormone parathormon
dan kalsitonin serta dapat karena kekurangan vitamin D (terutama
mereka yang kurang terkena sinar matahari).
Kelemahan otot juga merupakan kondisi umum pada lansia.
Otot tubuh antigravitasi adalah bagian yang paling banyak terpengaruh,
sehingga lansia menjadi kesulitas untuk berdiri. Jika otot tidak digunakan
maka lansia akan mengalami gangguan dalam aktivitas berjalan, berbalik
dan menjaga keseimbangan. Pada kondisi istirahat, kekuatan otot akan
mengalami penurunan 5% setip harinya. Hilangnya massa otot bukan
sekedar tanda dari suatu bentuk gangguan, namun juga meningkatnya
resiko jatuh pada lansia.
Jika terjadi imobilitas, otot pada sendi akan memendek.
Memendeknya otot dan penebalan kartilago akan menyebabkan sendi
menjadi kaku dan lansia akan semakin sulit bergerak.
c. Sistem persendian
Terjadi perubahan sendi sinoavial, berupa tidak ratanya
dipermukaan tulang rawan. Keadaan tersebut akan dianggap patologi
apabila trauma ataupada sendi penganggung beban. Diantara penyakit
sendi yang sering terjadi pada lansia yaitu osteoarthritis, rematoid
arthritis, gout, dan pseudo gout.
d. Sistem saraf pusat dan otonom
Beberapa perubahan sistem saraf pusat dan otonom yang terjadi
yaitu perlambatan proses sentral dan waktu reaksi, degenerasi pigmen
substantia nigra, kerusakan neurofibriler, dan pembentukan badan-badan
hirano yan mempengaruhi terjadinya sindrom Parkinson dan dementia
tipe alzheimer.
Akibat dari proses menua tunika media juga menebal sehingga
sering terjadi gangguan vaskularisasi otak dan bermanisfestasi terjadinya
stroke, Transient Ischemic Attack (TIA) dan dementia vaskuler. Pada hipotalamus terjadi penurunan vaskularisasi yang dapat menyebabkan
gangguan pada saraf otonom.
4. Kebutuhan Hidup Lansia
Setiap orang meiliki kebutuhan hidup.Lansia juga memiliki
kebutuhan hidup yang sama agar hidup sejahtera. Kebutuhan hidup lansia
antara lainkebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan
kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang
tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan
semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman
pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh
lansia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Potter
dan Perry (2011), yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi :
a. Kebutuhan Fisiologis, memiliki prioritas tinggi dalam hierarki Maslow.
Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang perlu atau penting untuk
bertahan hidup. Kebutuhan tersebut antara lain oksigen, cairan, nutrisi,
temperatur, eliminasi, tempaat tinggal, istirahat dan seks.
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman, adalah kebutuhan akan rasa
keamanan dan ketentraman, seperti kebutuhan akan jaminan hari tua,
kebebasan, kemandirian. Orang dewasa secara umum mampu
memberikan keselamatan fisik mereka, tetapi yang sakit dan cacat
membutuhkan bantuan.
c. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki, adalah kebutuhan dimana manusia
secara umum membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh
keluarga mereka dan bahwa mereka diterima oleh teman sebaya dan oleh
masyarakat.
d. Kebutuhan harga diri, adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui
akan keberadaannya.Kebutuhan harga diri berhubungan dengan
keinginan terhadap kekuatan, pencapaian, rasa cukup, kompetensi, rasa
percaya diri, dan kemerdekaan.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan tingkat kebutuhan yang paling
memenuhi seluruh kebutuhan pada tingkatan yang lebih rendah, hal
tersebut melalui aktualisasi diri bahwa mereka mencapai potensi mereka
yang paling maksimal.
Jika kebutuhan–kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul
masalah–masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan
kemandiriannya. Kemandirian lanjut usia dapat dilihat darikemampuan
untuk melawan aktivitas normal sehari–hari (Activity of Daily Living).
Kemandirian lansia tidak hanyadi ukur dari kemampuan mereka dalam
beradaptasi dan beraktivitas sehari-hari, tetapi juga dari kondisi tubuh
ataupun kesehatan lansia. Semakin lemah kondisi kesehatan lansia semakin
berkurang pula tingkat kemampuan mereka dalam beraktivitas (Yunita,
2010).
Kurang lebih 74% penduduk lansia telah menderita penyakit kronik
yang menyebabkan tingkat kemandirian dan beraktivitas lansia kurang.
Menurut Yunita (2010), adapun gangguan penyakit yang dapat
mempengaruhi kestabilan psikologis, kemandirian, dan kemampuan
beraktivitas pada lansia adalah :
a. Lima penyakit utama yang sering di derita para lansia, yaitu meliputi :
Diabetes, Infeksi saluran pernafasan, Kanker, TBC, Jantung dan
Hipertensi.
b. Kondisi fisik yang menurun seperti : kemampuan penglihatan,
pendengaran, moralitas dam stabilitas semakin menurun.
d. Inkontenensia (tidak bisa menahan keluarnya untuk buang air).
B.Gangguan Penglihatan
1. Pengertian Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan
penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang,
yang dapat mengakibatkan kebutaan (Quigley dan Broman, 2012). Cacat
netra adalah seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan
oleh hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran,
kecelakaan maupun penyakit (Marjuki, 2011). Menurut kamus besar bahasa
Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta. Sedangkan
menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan
tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau
tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam
penglihatan serta tidak berfungsinya penglihatan (Heward &
Orlansky, Akbar 2011).
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang
melalui jaras pada otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini
diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak
perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi
kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria
maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,produksi air
melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap,
sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
2. Anatomi Fisiologi Mata
Mata adalah organ sensori yang menstranmisikan rangsang melalui
saraf pada otak ke lobus oksipital, dimana rasa penglihatan ini diterima.
a. Mata Eksternal
1) Kelopak mata
Kelopak mata adalah lipatan-lipatan kulit denga pelekatan
otot yang memungkinkannya untuk bergerak. Kelopak mata
melindungi bola mata yang berkedip secara reflektif dan menggerakan
cairan yang melumasi diatas permukaan mata.
2) Fisura palpebra
Fisura palpebra adalah lubang diantara kelopak mata bagian
atas dan bagian bawah. Bulu mata pada tepi kelopak mencegah objek
dari udara masuk kemata. Intropion dimana kelopak mata terlipat
kedalam sehingga bulu mata menggesek mata menyebabkan abrasi
kornea. Ektropion dimana kelopak mata terbalik keluar, mencegah
penutupan, dan menyebabkan kemerahan dan kongesti bola mata.
3) Alis mata
Terletak secara transpersal diatas kedua mata sepanjang
puncak orbital superior tulang tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini
mencegah keringat masuk ke mata, sesuai proses penuaan alis berubah
4) Konjugtiva
Suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi
dalah dua bagian: konjungtiva palpebra yang membatasi permukaan
interior dari masing-masing kelopak mata dan tampak merah muda
berkilauan hingga merah dan konjungtiva bulbaris yang membatasi
permukaan anterior bola mata sampai tembus dan tampak jelas. Sesuai
dengan proses penuaan, konjungtivca menipis dan bewarna
kakuningan.
5) Apratus Lakrimalis
Terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrmalis.
Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian superolateral pada orbit dan
dipersarafi oleh saraf kranialis VII ( fasialis ). Kelenjar ini yang
melembabkan konjungtiva dan kornea.
b. Mata internal
1) Sklera
Sklera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringan
elastis dan kolagen yang memberi bentuk dan melindungi
struktur-struktur bagian dalam dari bola mata.Beberapa lansia dapat terjadi
bintik-bintik coklat pada sklera.
2) Lensa
Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang
anterior dan posterior. Ruang anterior terlatak didepan iris dan
suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses
penuaan.
3) Iris
Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat
otot polos. Kontraksi serat otot ini mengatur diameter pupil, lubang
ditengah iris. Sesuai dengan proses penuaan pulpil menurun dalam
ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada respon dan cahaya
akomodasi.
4) Retina
Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan di
proyeksikan. Struktur retina tampak dengan optalmokopis meliputi
piringan optic atau saraf utama pada saraf optic. Saraf optic :
pembuluh-pembuluh darah retina yang timbul dari piringan optic :
macula, dimana penglihatan pusat dan persepsi warna di
konsentrasikan dan latar belakang retina jingga kemerahan itu sendiri.
c. Otot-otot ekstraokuler
Gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik :
otot rektusuporior, inferior, radial, dan median dan otot-otot
obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak dalam arah yang sama karena
otot pada satu mata bekerja dengan otot yang berhubungan dengan mata
yang lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial, saraf inferior
mempersarafi otot oblique superior dan otot abdusen ( SK VI )
mempersarafi otot rektus lateral.
3. Perubahan Sistem Penglihatan
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai
lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh
masyarakat, para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan
berkurangnya penglihatan, para lanjut usia seringkali kehilangan rasa
percaya diri, berkurangnya keinginan untuk pergi keluar, untuk lebih aktif
atau bergerak kesana kemari. Semua itu akan menurunkan aspek sosialisasi
dari para lanjut usia, mengisolasi mereka di dunia luar yang pada gilirannya
akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya (Darmojo dan
Martono, 2013).
Tabel 2.1 Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :
Perubahan Normal yang b.d Penuaan
Implikasi Klinis
Penurunan kemampuan akomodasi. Kesukaran dalam membaca huruf-huruf yang kecil
Kontriksi pupil sinilis Penyempitan lapang pandang
Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi menguning.
§ Sensitivitas terhadap cahaya
Tabel 2.2 Perubahan sistem indera Penglihatan pada penuaan:
§ Penurunan ketajaman kornea
§ Degenerasi pada sclera, pupil dan iris
§ Penurunan penglihatan jarak dekat
§ Penurunan koordinasi gerak bola warna hijau, biru dan ungu
§ Kesulitan mengenali benda yang bergerak
4. Jenis Gangguan pada Lansia dengan Gangguan Penglihatan
a. Perubahan sistem lakrimalis
Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan. Kegagalan fungsi
pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan
palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan
menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis
lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia
lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih
banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang
pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas,
namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause
sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga
seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak
menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit.
Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi
keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda
asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur.
Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva
bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan
erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose
Bengal, “Tear film break up time”
b. Perubahan refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi
muskulus silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi
lebih manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi
sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi
miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih
cembung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun
hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea. Penurunan daya
akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan
kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas
lensa dan perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
c. Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer
diperkirkan produksi H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa
factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous dengan pemeriksaan
fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi
penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap dekade.
Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena itu dengan
bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil di
banding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
d. Perubahan struktur kelopak mata
Bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh
jaringan kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan
perubahan involusional terjadi pada :
1) M.orbicular
Perubahan pada m.orbicularis bisa menyebabkan perubahan
kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion.
Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut
mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis
preseptal dimana enteropion muskulus tersebut relative stabil.
Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi,
konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan
inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara mekanik
akan memperberat ektropionnya.
2) Retractor palpebra inferio
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi
bawah tarsus rotasi atau berputar kearah luar sehingga memperberat
terjadinya entropion.
3) Tartus
Bilamana tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan
menyebabkan tepi atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion
lebih nyata.
4) Tendo kantus medial/lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai
tendon kartus medial atau lateral sehingga secar horizontal
kekencangan palpebra berkurang. Perubahan-perubahan pada jaringan
palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia
lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya
kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi
menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang
terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.
5) Aponeurosis muskulus levator palpebra
Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator
palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi
blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis
m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil
sepanjang usia. Bila blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan
atau secara kosmetik menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan
operasi.
6) Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan
kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan
lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan
terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak
preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra
superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis.
5. Ketajaman Penglihatan
Tidak semua orang mempunyai ketajaman penglihatan yang sama.
Ketajaman penglihatan ini dalam istilah kedokteran disebut visus.
Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan penggunaan
kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya
tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhan (Gabriel dikutip oleh
Wijayanti, 2012).
6. Pemeriksaan Visus menggunakan Kartu Snellen
a. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak
6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6
meter.
b. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan
angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
c. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada pada baris yang
menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
d. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 bearti ia hanya dapat terlihat pada
jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada
jarak 60 meter.
e. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellenmaka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal
pada jarak 60 meter.
f. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
g. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan
pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat
dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam
penglihatannya adalah 1/300.
h. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak
tidak terhingga.
i. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka
dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total
7. Prosedur Pemeriksaan Mata dengan menggunakan Kartu Snellen Menurut
Depkes RI (2014) prosedur pemeriksaan sebagai berikut:
Tahap I. Pengamatan:
Pemeriksa memegang senter perhatikan:
a. Posisi bola mata: apakah ada juling
b. Konjungtiva: ada pterigium atau tidak
c. Kornea: ada parut atau tidak
d. Lensa: jernih atau keruh/ warna putih
Tahap II. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Tanpa Pinhole:
a. Pemeriksaan dilakukan di pekarangan rumah (tempat yang cukup terang),
responden tidak boleh menentang sinar matahari.
b. Gantungkan kartu Snellen yang sejajar mata responden dengan jarak 6
meter (sesuai pedoman tali).
c. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.
d. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa menekan
bola mata.
e. Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu
Snellen atau dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar sampai
huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).
f. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf kurang dari
setengah baris/ maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di
g. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf setengahbaris
atau lebih maka yang dicatat ialah yang tertera diangka tersebut.
Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan hitung jari:
a. Bila responden belum dapat melihat huruf terbesar dari kartu Snellen
maka mulai hitung pada jarak 3 meter (tulis 3/60).
b. Bila belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 2/60), bila belum
terlihat maju 1 meter (tulis 1/60). Bila belum juga terlihat maka lakukan
lambaikan tangan pada jarak 1 meter (tulis 1/300).
c. Lambaian tangan belum terlihat maka senter mata responden dan
tanyakan apakah responden dapat melihat sinar senter (tulis 1/-).
d. Bila tidak dapat melihat sinar disebut buta total (tulis 00/000).
C.Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan
pribadi yang masih aktif. Seorang lansia yang menolak untuk melakukan
fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap
mampu ( Maryam, 2010).
Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami
menurunnya fungsi luhur/pikun atau mengidap berbagai penyakit.
Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di perkotaan akan di bebankan
kepada anak, terutama anak perempuan (Herwanto, 2010). Anak
perempuan umumnya sangat di harapkan untuk dapat membantu atau
dengan citra dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak
adanya unsur “sungkan” untuk minta di layani. Tekanan terjadi apabila
lanjut usia tidak memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota. Mereka
mengharapkan bantuan dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang
terakhir adalah panti wredha.
Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah
pasangan lanjut usia yang secara fisik kesehatannya prima. Dilihat dari
aspek sosial ekonomi dapat di katakan cukup memadai dalam memenuhi
segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak
maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka
diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan
di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya.
Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan
mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat di kemukakan hasil
kelompok ahli dari WHO pada tahun 2010 (Hardywinoto, 2014) yang
menyatakan bahwa mental yang sehat mempunyai ciri – ciri sebagai berikut
: (1) dapat menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan/relitas,
walau realitas tadi buruk, (2) memperoleh kepuasan dari perjuangannya, (3)
merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima, (4) secara relatif
bebas dari rasa tegang dan cemas, (5) berhubungan dengan orang lain secara
tolong menolong dan saling memuaskan, (6) menerima kekecewaan untuk
permusuhan pada penyelesaian yang kreatisf dan konstruktif, (8)
mempunyai daya kasih sayang yang besar.
Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari
kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat di nilai dari
kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari. Salah satu kriteria
orang mandiri adalah dapat mengaktualisasi dirinya tidak menggantungkan
kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan dan kepada orang lain. Mereka
lebih tergantung pada potensi – potensi mereka sendiri bagi perkembangan
dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang mandiri
adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap stressor, goncangan –
goncangan atau frustasi (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa
(3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka (5) aktif dan (6)
bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri dari
kehormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar
mereka anggap kurang penting di bandingkan dengan pertumbuhan diri.
Seorang lansia menurut R. Boedhi Darmojo dalam Buku Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI (2015) adalah mampu mengidentifikasi 10
kebutuhan dasar sebagi berikut :
a. Makanan cukup dan sehat (Healthy food)
b. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accesories)
c. Perumahan/ tempat tinggal/ tempat berteduh (Homes, a place to stay)
e. Bantuan teknis praktis sehari – hari/ bantuan hukum (Technical, Judicial assistance).
f. Transportasi umum bagi lansia (Facilities for public transpotation)
g. Kunjungan, teman bicara/informasi (visits, companies, information)
h. Rekreasi dan hiburan sehat yang lain (recreational activities, picnics)
i. Rasa aman dan tentram (safety feeling)
j. Bantuan alat-alat panca indera seperti kacamata, hearing old (other assistance/aid). Kesinambungan bantuan dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).
2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kemandirian pada Lansia.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lanjut usia
menurut Departemen Sosial Republik Indonesia dalam Hardywonoto dan
Setiabudhi terdiri dari dua faktor yaitu faktor kesehatan dan faktor sosial.
a. Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan meliputi kesehatan fisik maupun kesehatan
psikis. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya
tahan fisik terhadap serangan penyakit, sedangkan faktor kesehatan psikis
meliputi penyesuain terhadap kondisi lanjut usia.
1) Kesehatan Fisik
Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan
mulai menurun pada usia setengah baya. Penyakit – penyakit
degenerative mulai menampakan diri pada usia ini (Depkes dan
penurunan kekuatan fisik, panca indera, potensi dan kapasitas
intelektual diantaranya :
a) Kekuatan fisik secara menyeluruh berkurang, merasa cepat lelah
dan stamina menurun.
b) Rambut memutih dan pertumbuhan berkurang sedang rambut
dalam hidung dan telinga mulai menebal.
c) Perubahan muskuloskeletal cairan tulang menurun sehingga mudah
rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), kram, tremor, tendon
mengerut.
d) Perubahan pendengaran,membran timpani atrofi sehingga
terjadigangguan pendengaran.
e) Perubahan penglihatan, respon terhadap sinar menurun, adaptasi
terhadap gelap menurun, adaptasi menurun, akomodasi menurun,
lapang pandang menurun, dan katarak.
f) Kulit yang mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
g) Permukaan kulit kasar dan bersisik karena proses keratinasi serta
perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis.
Dengan demikian, orang lanjut usia harus menyesuaikan diri
kembali dengan keadaan penurunan tersebut. Penurunan fisik dapat
terlihat dengan perubahan fungsi tubuh serta organ.
Perubahan biologis ini terjadi pada masa otot yang berkurang,
penurunan panca indera, kemampuan motorik yang menurun yang
penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat
jangka pendek, melambannya proses informasi, kesulitan berbahsa
dan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas
bertujuan (apraksia) dan gangguan dalam menyusun rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi, yang dapat
mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari – hari
yang disebut demensia atau pikun (Depkes, 2013), sehingga
keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa,
gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indera dan
menurunnya konsentrasi.
2) Kesehatan Psikis
Masalah psikologik yang dialamioleh golongan lansia ini
pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua
yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam
kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang
disebut disengagementtheory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain (Darmojo, 2010).
Hal-hal tersebut dapat menjadi stressor yang kalau tidak di cerna dengan baik akan menimbulkan masalah atau menimbulkan
stress dalam berbagai manifestasinya (Depkes dan Kesejahteraan Sosial, 2010).
Menurunnya kondisi psikis juga di tandai dengan
psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa
kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian
konstruktif, orang yang mempunyai integritas baik, dapat menikmati
hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristik, fleksibel dan tahu
diri. (2) Tipe ketergantungan (dependent), orang lansia ini masih dapat diterima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak
berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bertindak
tidak praktis. (3) Tipe defensive, orang ini biasanya dahulu mempunyai pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu
menolak bantuan, emosi tidak terkontrol, memegang teguh pada
kebiasaannya, bersifat kompulsif aktif. (4) Tipe bermusuhan
(hostility), mereka menganggap oranglain yang menyebabkan kegagalannya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga. (5) Tipe
membenci/menyalahkan diri sendiri (Self Haters), orang ini bersifat kritis terhadap diri sendiri dan menyalahkannya, tidak mempunyai
ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio – ekonomi (Darmojo,
2010).
b. Faktor Sosial
Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya
pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman – teman
sekerja yang biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat
meninggalkannya lebih dulu. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah
dengan keluarga dan masyarakat yang relatif berusia muda.
Pada umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia
adalah karena mereka mengacu pada teori pertukaran sosial. Dalam teori
pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia umumnya berasal dari
hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul
dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang diri dapat
menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat
karya seni, dsb karena pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan
dengan orang lain (Suhartini, 2012).
Menurut Gulardi (2011) dalam Suhartini (2012) ada dua syarat
yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial:
(1) Perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat
dicapai melalui interaksi dengan orang lain (2) Perilaku harus bertujuan
untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang hendak
dicapai dapat berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan itu
sendiri, atau dapat berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat
bagi suatu imbalan lain dan tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu
sendiri. Jadi pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia
ditentukan oleh perilaku orang lain. Sama halnya pada tindakan manusia
yang mendatangkan kesenangan disatu pihak dan ketidak senangan di
Lebih lanjut dikatakan bahwa interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) Adanya
kontak sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak
sosial dapat dilakukan melalui, surat, telepon, radio dan sebagainya. (2)
Adanya komunikasi. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari
dilakukan. Akan tetapi komunikasi bukanlah suatu hal yang
mudah.Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari komunikasi
yang tidak efektif dan sering terjadi. Berkomunikasi dengan orang lanjut
usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia
memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua
sumber utama yang menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut
usia, yaitu penyebab fisik dan penyebab psikis. Penyebab fisik,
pendengaran lanjut usia menjadi berkurang sehingga orang lanjut usia
sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan. Secara psikis, orang
lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia menjadi
seseorang yang lebih sensitif, mudah tersinggung sehingga sering
menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat
simulatif/merangsang lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir
lanjut usia akan tetap aktif dan terarah.
Pengkajian fungsional yang akan di pakai dalam penelitian ini
adalah Barthel Index. Barthel index adalah satu pengukuran tingkat
ketergantungan dalam pengkajian fungsional. Pengkajian Barthel Index
dari lansia yang di nilai dan fungsi mobilitas dari ADL. Kelebihan dari
Barthel Index ini mudah digunakan, di reproduksi, dan familiar.
Sedangkan kelemahannya adalah skala Barthel Index ini telah di
modifikasi berulang kali dengan berbagai versi dan sistem penilaian
sehingga dapat menyebabkan kebingungan tentang hasil. Barthel Index
ini melakukan penilaian berdasarkan pada tingkat bantuan orang lain
dalam meningkatkan aktifitas fungsional yang terdiri dari 10 pertanyaan
meliputi makan, pindah dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali,
masuk dan keluar toilet, kebersihan diri, mandi sendiri, berjalan diatas
permukaan yang datar, naik dan turun tangga, berpakaian, mengontrol
buang air besar, dan mengontrol buang air kecil. Kemudian di modifikasi
dengan pertanyaan IADL meliputi beribadah, melakukan pekerjaan
rumah, berbelanja, menggunakan transportasi, dan beraktivitas di waktu
luang.
3. Indeks Bartel
Indeks barthel (modifikasi Collin C, Wade DT) adalah suatu alat/
instrument ukur status fungsional dasar berupa kuisioner yang berisi atas
10 butir pertanyaan terdiri atas mengendalikan rangsang buang air besar,
mengendalikan rangsang buang air kecil, membersihkan diri (memasang
gigi palsu, sikat gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka), penggunaan
toilet-masuk dan keluar WC (melepas, memakai celana, membersihkan/
menyeka, menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi
mandi. Dengan skor antara 0 – 20. Skor 20 = mandiri, skor 12 – 19 =
ketergantungan ringan, skor 9 – 11 = ketergantungan sedang, skor 5 – 8 =
ketergantungan berat, skor 0 – 4 = ketergantungan total.
Tabel 2.3 Indeks Barthel dalam Pemenuhan Kemandirian Lansia
N o Aktivitas Kemampuan Skor
1 Bagaimana kemampuan transfer (perpindahan posisi) Bapak/ Ibu dari posisi tidur ke posisi duduk ?
Mandiri 3
Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
2 Bagaimana kemampuan berjalan (mobilisasi) Bapak/ Ibu ?
Mandiri 3
Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
3 Bagaimana penggunaan toilet (pergike/dari WC,
melepas/mengenakan celana, menyeka, menyiram) Bapak/ Ibu ?
Mandiri 2
4 Bagaimana kemampuan Bapak/ Ibu dalam membersihkan diri (lap muka, sisir rambut, sikat gigi) ?
Mandiri 1
Perlu pertolongan orang lain
0
5 Bagaimana kemampuan Bapak/ Ibu mengontrol BAB?
Ibu dalam membersihkan diri (mandi) ?
Tergantung orang lain
0
8 Bagaimana kemampuan Bapak/ Ibu dalam berpakaian
9 Bagaimana kemampuan makan Bapak/ Ibu?
10 Bagaimana kemampuan Bapak/ Ibu untuk naik turun tangga?
Mandiri 2
Perlu pertolongan 1
Tidak mampu 0
Skor total (0-20)
Sumber: Indeks Barthel modifikasi Collin C dalam Agung 2010.
D.Aktivitas Hidup Sehari-hari
1. Pengertian
Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan
activity of daily living secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatas klien sehingga
memudahkan pemilihan intervensi yang tepat ( Maryam, 2012).
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi
yang masih aktif.Seorang lansia yang menolak untukmelakukan fungsi
dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun di anggap mampu.
Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana individu mampu
mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan
Kemandirian bagi lansia juga dapat dilihat dari kualitas
hidup.Kualitas hidup lansia dapat di nilai dari kemampuan melakukan
activity of daily living. Menurut Setiati (2015), Activity of Daily Living (ADL) ada 2 yaitu, ADL standar dan ADL instrumental. ADL standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, BAB/BAK,
dan mandi. Sedangkan ADL instrumental meliputi aktivitas yang kompleks
seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.
Menurut Agung (2010), ADL adalah pengukuran terhadap
aktivitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. ADL meliputi
aktivitas yang penting untuk perawatan pribadi meliputi makan, eliminasi,
transfering, pergi ke kamar mandi, berpakaian dan mandi. Sedangkan IADL
( Instrument Activity Daily Living) terdiri dari aktivitas yang lebih kompleks yang penting di situasi kehidupan masyarakat yang meliputi menjalankan
ibadah, melakukan pekerjaan rumah, berbelanja, mengelola keuangan,
transportasi, menyiapkan obat, mengambil keputusan dalam keluarga dan
melakukan aktivitas di waktu luang. Pengkajian IADL penting digunakan
untuk menentukan tingkat kebutuhan orang terhadap tingkat ketergantungan
atau semi ketergantungan.
Beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan
kemampuan fungsional antara lain : Barthel Index, Katz Index, Scale IADL,
Rapid Disability Rating Scale-2 (RDRS-2), (Kane 1984 dalam Ann, 2007).
Berikut ini adalah kuesioner yang dilakukan untuk menilai Aktivits
Tabel 2.4 IADL (Instrument Actvity Daily Living)
No. Activity Daily Living Score
1 Kemampuan untuk menggunakan telepon
a. Mengoperasikan telepon berdasarkan kemauan sendiri; melihat dan menekan nomor
b. Menekan beberapa nomor yang mudah diketahui c. Menjawab telepon, tapi tidak menekan nomor d. Tidak menggunakan telepon sama sekali
1
1 1 1
2 Berbelanja
a. Menangani semua belanjaan kebutuhan secara mandiri. b. Belanja sendiri (mandiri) untuk pembelian yang kecil. c. Perlu ditemani saat berbelanja.
d. Benar-benar tidak bisa berbelanja.
1 0 0 0
3 Mempersiapkan makanan
a. Merencanakan,menyiapkan dan menyajikan makanan yang cukup secara mendiri.
b. Menyiapkan makanan yang cukup jika disediakan dengan bahan-bahanya .
c. Memanaskan dan menyajikan makanan yang sudah disiapkan atau menyiapkan makanan atau tidak menjaga diet yang cukup.
d. Memerlukan makanan yang sudah disiapkan dan disajikan.
1
0
0
0
4 Pekerjaan rumah tangga
a. Memelihara rumah sendiri dengan beberapa bantuan (pekerjaan berat)
b. Melakukan tugas rumah yang ringan seperti mencuci piring dan menata tempat tidur (kasur)
c. Melakukan tugas rumah yang ringan, tapi tidak menjaga standar kebersihan yang dapat diterima.
d. Membutuhkan bantuan dalam semua tugas
pemeliharaan rumah.
e. Tidak berpartisipasi dalam segala tugas menjaga/memelihara rumah.
a. Benar-benar mencuci baju sendiri.
b. Mencuci barang-barang kecil, membilas kaos kaki, stocking, dll
c. Semua cucian baju harus dilakukan oleh orang lain.
1 1
0 6 Moda transportasi
a. Bepergian secara mandiri dengan transportasi umum atau mengendarai mobil sendiri.
menggunakan transportasi umum.
c. Bepergian menggunakan transportasi umum saat dibantu atau ditemani orang lain.
d. Bepergian sebatas dengan taxi atau aoutomobile dengan bantuan orang lain.
e. Tidak bepergian sama sekali.
1
0
0
7 Tanggung jawab untuk obatnya sendiri
a. Pasien cukup bertanggung jawab untuk meminum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat.
b. Bertanggung jawab jika obat sudah disiapkan dalam dosis yang berbeda.
c. Tidak mampu dalam mengatur obatnya sendiri.
1
0
0
8 Kemampuan menghandel keuangan
a. Mengatur masalah keuangan secara mandiri (budget, menulis check, membayar angsuran dan tagihan, pergi ke bank); mengumpulkan dan menyimpan bukti pendapatan.
b. Mengatur pengeluaran sehari-hari, tapi membutuhkan bantuan dalam pergi ke di bank, pengeluaran utama, dll. c. Tidak mampu menghandle uang (keuangan)
1
1
0
Sumber: Lawton, M.P. dan Brody, E.M. “penilaian pada lansia:
pemeliharaan diri dan peralatan kegiatan dalam skala kehidupan
sehari-hari.” Gerontologist 9:179-186, (1968). Copyright (c) The Gerontological Society of America.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Activity of Daily Living (ADL)
Menurut Hardywinoto (2007), kemauan dan kemampuan untuk
melakukan activity of daily living tergantung pada beberapa faktor yaitu :
a. Umur dan status perkembangan
Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukan tanda
kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap
ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living.Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan-lahan
b. Kesehatan Fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi
kemampuan partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nerveus mengumpulkan, menghantarkan, dan mengolah informasi dari
lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem
nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan cara
melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena
penyakit, atau trauma injury dapat mengganggu pemenuhan activity of daily living (Hardywinoto, 2014).
c. Fungsi Kognitif
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukan proses menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor
stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental
memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam
berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity of daily living (Hardywinoto, 2014). Berikut ini adalah pengkajian kognitif yang biasa dilakukan pada lansia :
1) Pengkajian SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)
Pengkajian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya tingkat
kerusakan intelektual. Terdiri dari 10 pertanyaan tentang orientasi,
riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan
Tabel 2.5 Pengkajian SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)
Benar Salah No Pertanyaan
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa alamat anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden indonesia ?
8 Siapa nama presiden sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun
Jumlah
Interpretasi :
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat
2) Mini Mental Stase Exam (MMSE)
Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk melengkapi dan
nilai, tetapi tidak dapat digunakan untuk tujaun diagnostik. Pengkajian
registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Hal ini
juga berguna untuk mengkaji kemajuan klien.
Tabel 2.6 Pengkajian MMSE (Mini Mental Stase Exam)
No Aspek
Dimana sekarang kita berada ?
menyebutkan objek pada poin 2 :
1. Kursi 2. Meja 3. Kertas
5 Bahasa 9 Menanyakan kepada klien
tentang benda (sambil menunjuk benda tersebut)
2. Jam dinding
Meminta klien untuk mengulangi kata berikut
“tak ada jika, dan, atau, tetapi”
Klien menjawab “dan, atau, tetapi”.
Minta klien untuk
mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah.
Ambil bolpoint di tangan anda, ambil kertas, menulis saya mau tidur.
1. Ambil kertas 2. Lipat dua 3. Taruh lantai
Perintahkan klien untuk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
“tutup mata anda”
1. Klien menutup mata Perintahkan pada klien untuk menulis atau kalimat dan menyalin gambar
Skor :
Nilai 24-30 : normal
Nilai 17-23 : kemungkinan gangguan kognitif
d. Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukan kemampuan seseorang untuk
mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu
cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks antara
perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada intrapersonal
contohnya akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat
mengganggu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan
interpersonal seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial dan
disfungsi dalam penampilan peran juga dapat mempengaruhi perubahan
aktivitas sehari-hari (Hardywinoto, 2014).
e. Tingkat Stress
Stress merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai
macam kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stress (stressor), dapat
timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu keseimbangan
tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti injuri atau
psikologi seperti kehilangan.
f. Ritme Biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengtur
lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostatis internal
(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi
yaitu irama sirkudian, berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaan irama
sirkadian membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur
sikardian diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap,
seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily living.
g. Status Mental
Status mental menunjukan keadaan intelektual seseorang.
Keadaan status mental memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan
dasar individu. Seperti yang di ungkapkan oleh Cahya yang di kutip dari
Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian individu
dalam memenuhi kebutuhan adalah keterbatasan status mental. Seperti
halnya lansia yang memorinya mulai menurun atau mengalami
gangguan, lansia yang mengalami apraksia tentu akan mengalami
gangguan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya
(Hardywinoto, 2014).
h. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen
lansia yang tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Pelayanan keshatan
yang berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis
pelayan kesehatan dalam posyandu salah satunya pemeliharaan activity of daily living. Lansia yang secara aktif melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik daripada lansia yang tidak
E. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber: Mubarak, Wahid Iqbal, dkk (2010), Hardywinoto (2014), Depkes dan Kesejahteraan Sosial (2011), Maryam (2012).
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Variabel Dependen Variabel Independen
G.Hipotesis
Hasil suatu penelitian pada hakikatnya adalah suatu jawaban atas
pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian.
Untuk mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perencanaan
penelitian perlu dirumuskan jawaban sementara dari penelitian ini. Jawaban
sementara dari suatu penelitian ini biasanya disebut hipotesis (Notoatmodjo,
2012). Hipotesis penelitian ini adalah: “Terdapat Hubungan antara Gangguan
Penglihatan dengan Kemandirian dalam Aktivitas Sehari-hari pada Lansia di