• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Muammar Zaenal Arifin BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Muammar Zaenal Arifin BAB I"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu, baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam, 2008).

(2)

seorang perawat anak dalam melaksanakan pelayanan keperawatan terhadap klien anak maupun keluarganya (Supartini, 2004).

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis, bahkan trauma karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari serta anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2008).

Anak – anak yang dirawat dirumah sakit dalam dua dekade terakhir mengalami peningkatan pesat. Prosentase anak – anak yang dirawat dirumah sakit ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan dengan hospitalisasi tahun – tahun sebelumnya (Wong, 2009).

Saat anak yang mengalami sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit, mereka akan terpaksa berpisah dari lingkungan yang dirasakan aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Proses ini dikatakan sebagai proses hospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu proses, dimana karena suatu alasan tertentu baik darurat atau berencana mengharuskan anak tinggal dirumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah (Sodikin, 2011).

(3)

menjalani hospitalisasi di Indonesia diperkirakan 35 per 1000 anak (Sumarko, 2008 dalam Purwandari, 2009). Data Susenas di Indonesia tahun 2001 hingga tahun 2005, menunjukkan presentase angka kesakitan anak (Morbidity Rate)

sebanyak 15,50% (Susenas, 2005).

Jumlah populasi anak di Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007 yaitu 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk. Anak adalah individu yang berusia antara 0 sampai18 tahun, yang sedang dalam proses tumbuh-kembang, mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa, apabila kebutuhan tersebut terpenuhi maka anak akan mampu beradaptasi dan kesehatanya terjaga, sedangkan bila anak sakit maka akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritual (Supartini, 2004).

(4)

Hasil penelitian dari sherlock (1990) dalam supartini (2007) menunjukan bahwa lingkungan rumah sakit yang dapat menimbulkan trauma pada anak adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan lingkungan sosial antar sesama pasien. Dengan adanya stresor tersebut, distres yang dialami anak adalah gangguan tidur, pembatasan aktifitas, perasaan nyeri dan suara bising sedangkan distres psikologis mencakup kecemasan, takut marah, kecewa, malu, dan rasa bersalah.

Lingkungan fisik dan psikososial rumahsakit dapat menjadi stressor bagi anak untuk menimbulkan trauma. Prinsip dasar dari keperawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh setiap perawat anak terdiri dari 5 komponen yang meliputi menurunkan atau mencegah perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah atau mengurangi cedera dan nyeri, tidak melakukaan kekerasan pada anak modifikasi lingkungan fisik. Selain itu perilaku petugas ruangan perawatan anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa (Hidayat, 2005)

(5)

Reaksi hospitalisasi pada anak diasumsikan dapat diminimalisir dengan keberadaan lingkungan yang terapeutik. Menurut Smith dan Watkins (2010) dalam (Solikhah, 2013) lingkungan terapeutik meliputi efek psikososial lingkungan, efek lingkungan terhadap sistem immune, dan bagaimana pengaturan ruangan yang menarik. Setting ruang rawat anak yang menarik diharapkan memberikan kesenangan tersendiri sehingga anak menjadi tidak cemas selama horpitalisasi. Anak yang kooperatif ketika dilakukan tindakan keperawatan merupakan salah satu tanda anak yang tidak cemas akibat hospitalisasi.

Perawatan anak sakit selama dirawat dirumah sakit atau hospitalisasi menimbulkan krisis dan kecemasan tersendiri bagi anak dan keluarganya. Saat anak berada dirumah sakit, anak harus menghadapi lingkungan yang asing dan pemberi asuhan yang tidak dikenal. Anak juga sering kali berhadapan dengan prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian, dan berbagai hal yang tidak diketahui (Wong, 2009).

(6)

orang tua anak akan menimbulkan kecemasan orang tua dan hal ini akan menyebabkan kecemasan anak meningkat (Potter dan Perry, 2005).

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subyektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Wong, 2009). Penyebab dari kecemasan pada anak yang dirawat inap (hospitalisasi) dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam, 2005). Kecemasan timbul karena adanya reseptor di otak yang menerima neurotransmiter yaitu Gama-aminobutirik Acid (GABA). Peningkatan GABA akibat stresor tertentu mengakibatkan neuron tidak mampu untuk menerima pesan yang cukup untuk berhenti.

(7)

Selain perasaan cemas karena perpisahan, stressor pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa kehilangan kontrol diri, sehingga anak merasa bahwa dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya dihambat. Stressor yang juga sering dialami oleh anak yang dirawat di rumah sakit, yakni rasa takut terhadap perlukaan pada tubuh. Dampak dari stressor tersebut pada anak dapat berupa menyeringaikan wajah, menangis kuat, mengatupkan gigi, menggigit bibir, bahkan melakukan tindakan agresif seperti menggigit, menendang, memukul atau berlari ke luar (Nursalam, 2005).

Adanya respon anak terhadap hospitalisasi menimbulkan kendala dalam pelaksanaan perawatan yang akan diberikan sehingga menghambat proses penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan waktu perawatan yang lebih lama, bahkan akan mempercepat terjadinya komplikasi-komplikasi selama perawatan (Nursalam, 2005).

(8)

pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian sehingga akan mempercepat proses penyembuhan (Hidayat, 2005). Fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan stresor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga, dan mempersiapkan anak sebelum dirawat di rumah sakit (Supartini, 2004).

Menurut Supartini (2004), Atraumatic care dibedakan menjadi empat hal, yaitu mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orang tua, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya, mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun psikologis, serta modifikasi lingkungan ruang perawatan anak. Intervensi keperawatan Atraumatic care

meliputi pendekatan psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk prosedur pemeriksaan sampai pada intervensi fisik terkait menyediakan ruang bagi anak tinggal bersama orang tua dalam satu ruangan (rooming in) (Wong, 2009).

(9)

bangsal bangsal lain. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara bangsal anak dengan bangsal orang dewasa, dinding ruangan, bed pasien,dan keadaan ruang semuanya hampir sama dengan bangsal orang dewasa. Fasilitas yang disediakan bangsal cempaka RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sama dengan fasilitas yang ada di bangsal lain pada umumnya yaitu : bed pasien, kursi penunggu pasien, kamar mandi pasien.

Pengambilan data dengan cara melihat buku rekam medik yang ada di ruangan. Data yang di ambil adalah anak usia prasekolah, jumlah anak usia prasekolah yang pada tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 28 februari 2015 yaitu sebanyak 242 anak prasekolah.

Sikap perawat di bangsal cempaka RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dalam menangani pasien dapat dikatakan baik, hanya saja masih ada beberapa perawat yang kurang bisa bersikap Atraumatic Care dalam menangani pasien anak. Hal ini terbukti masih banyak ditemukan beberapa pasien anak yang menangis ketika akan dilakukan tindakan keperawatan. Perawat merupakan individu yang memiliki sisi emosional masing – masing yang tidak mudah untuk dirubah jika didalam diri masing – masing perawat tersebut tidak memiliki kesadaran akan pentingnya bersikap atraumatic care

dalam menangani pasien anak.

(10)

Pencahayaan yang kurang, minimnya gambar – gambar lucu yang bisa menarik perhatian anak, seragam yang digunakan para petugas medis, minimnya fasilitas bermain, juga dapat memicu terjadinya hospitalisasi pada anak.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

mengenai “Hubungan Kondisi Ruang Anak, Fasilitas Ruang, dan Sikap

Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.

B.Rumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka dapat dilihat bahwa anak usia prasekolah dalam merespon hospitalisasi sangat beragam. Anak usia prasekolah merespon hospitalisasi sesuai dengan sumber stressnya. Sumber stress anak usia prasekolah saat hospitalisasi adalah cemas akibat perpisahan. Kecemasan akibat perpisahan sebagian besar dirasakan akibat takut berpisah dengan ibunya. Tidak hanya kecemasan dan ketakutan yang dilakukan anak usia prasekolah dalam merespon hospitalisasi, ruang inap yang tidak nyaman, fasilitas yang seadanya, sikap perawat yang terkadang tidak menyenangkan pun bisa menjadi salah satu penyebab hospitalisasi pada anak. Oleh karena itu,

penulis tertarik meneliti “Hubungan Kondisi Ruang Anak, Fasilitas Ruang, dan

(11)

C.Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi ruang anak, fasilitas ruangan, dan sikap perawat terhadap tingkat kecemasan sebagai dampak hospitalisasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan karakteristik responden

b. Mendeskripsikan Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah c. Mendeskripsikan Kondisi Ruang , Fasilitas Ruang, dan Sikap Perawat

Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga d. Mengetahui hubungan antara Kondisi Ruang, Fasilitas Ruang dan Sikap

Perawat dengan adanya Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Perawat

Dapat memajukan pengetahuan bidang perawatan anak bagaimana pentingnya menyediakan lingkungan yang ramah pada anak melalui sikap perawat.

2. Manfaat bagi responden

(12)

3. Manfaat Ilmiah

Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas penanganan hospitalisasi pada anak di Rumah sakit.

4. Manfaat Bagi Institusi

Untuk menambah refrensi ilmiah bagi pendidikan dan informasi bagi dinas kesehatan tentang hospitalisasi pada anak.

5. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dan menambah wawasan mengenai berbagai jenis respon anak terhadap hospitalisasi.

E.Penelitian Terkait 1. Solikhah, (2013)

Efektifitas Lingkungan Terapeutik Terhadap Reaksi Hospitalisasi Pada Anak. Lingkungan terapetik efektif untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi. Reaksi hospitalisasi ditunjukkan dengan angka signifikansi dari variabel reaksi hospitalisasi yang meliputi kecemasan anak ( p-value=0,004), sikap kooperatif (pvalue= 0,000), respon anak (pvalue=

0,000), mood anak (pvalue= 0,000), dan sikap penerimaan pada petugas ( p-value=0,000).

(13)

diteliti adalah Kondisi Ruang , Fasilitas Ruang, dan Sikap Perawat Terhadap Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah. Persamaan dengan penelitian Solikhah, (2013), dengan peneliti adalah Sama-sama meneliti tentang lingkungan ruang rawat inap untuk anak.

2. Suryanti, Sodikin, Mustiah, Y. (2011)

pengaruh terapi bermain mewarnai dan origami terhadap tingkat kecemasan sebagai efek hospitalisasi pada anak usia prasekolah Di RSUD Dr. R Goetheng Tarunadibrata Purbalingga didapatkan bahwa 53,3% klien anak (16 responden dari 30 responden) Terapi bermain (mewarnai dan origami) dapat menurunkan tingkat kecemasan anak usia prasekolah, dari tingkat kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan.

(14)

3. Fitri Ardiningsih, Yektiningtyastuti, Haryatiningsih P. (2006)

Hubungan antara dukungan informasional Dengan kecemasan perpisahan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah, Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjukkan bahwa dukungan informasional memiliki signifakansi negatif terhadap kecemasan perpisahan (r = -0,582 dan p<0,05). Koefisien r yang negatif menunjukkan bahwa semakin baik dukungan informasional yang diberikan, maka kecemasan perpisahan akan semakin rendah. Ada hubungan negatif antara dukungan informasional dengan kecemasan perpisahan pada anak usia prasekolah.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian Fitri Ardiningsih, dkk (2006), adalah Peneliti Meneliti tentang hubungan antara dukungan informasional Dengan kecemasan perpisahan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah, Sedangkan penelitian yang akan diteliti adalah Kondisi Ruang , Fasilitas Ruang, dan Sikap Perawat Terhadap Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah. Persamaan dengan Penelitian Fitri Ardiningsih, dkk (2006) adalah Sama-sama meneliti tentang hospitalisasi pada anak usia prasekolah.

4. Debbi Mustika Rina (2013)

(15)

dan orang terdekat yang menemani adalah ibu, Penerapan Atarumatic care

di RSU dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso mayoritas termasuk dalam katagori cukup (60%), Mayoritas anak didapatkan tidak mengalami kecemasan (70%) saat proses hospitalisasi di RSU dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso, Ada hubungan antara penerapan Atraumatic care

dengan kecemasan anak prasekolah saat proses hospitalisasi di RSU dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso. Uji Spearman didapatkan hasil ρ value = 0,003 dengan taraf signifikan (α) sebesar 0,05 maka ρ < α. Hubungan

penerapan Atraumatic care dengan kecemasan anak memiliki kekuatan korelasi yang kuat sehingga semakin besar penerapan Atraumatic care yang diberikan maka semakin kecil 84 risiko kecemasan yang dialami anak prasekolah saat proses hospitalisasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai korelasi Spearman (r) pada penelitian ini sebesar r = -0,634 yaitu arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi kuat.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian Debbi Mustika Rina (2013), adalah peneliti Meneliti tentang hubungan penerapan

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

Perhitungan biaya tenaga kerja berdasarkan metode harga pokok pemesanan dalam menentukan harga pokok produksi perusahaan dengan menggunakan sistem upah

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK &amp; MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

Dengan demikian diharapkan siswa yang sudah memiliki tingkat kegiatan belajar mandiri tinggi dapat mempertahankan dan mengembangkan cara belajarnya dalam mempelajari

Terletak pada ruang pameran kerajinan dan ruang pementasan indoor , kantor pengelola, ruang cafetaria, pusat kerajinan seni, ruang pementasan outdoor , ruang kesenian, ruang

a) Siswa lebih aktif dan lebih banyak berlatih soal-soal terutama mengenai lingkaran, agar dapat melatih keahlian dalam berhitung, dan menambah ingatan siswa.

Penambahan senyawa epoksida dan kosurfaktan pada SLS diharapkan mampu menurunkan nilai IFT dari Formulasi SLS.Hasil pengukuran tiap formulasi dapat dibuat tabel dan