• Tidak ada hasil yang ditemukan

JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman ISSN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

84

EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BATANG BELIMBING HUTAN (Baccaurea angulata Merr.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

Heni1*, Savante Arreneuz1, Titin Anita Zaharah1

1Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura

Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak *e-mail: henny24chin@gmail.com

ABSTRAK

Belimbing hutan (Baccaurea angulata Merr.) merupakan salah satu tumbuhan yang berasal dari Kalimantan yang buahnya diketahui memiliki potensi sebagai antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder dan efektivitas antibakteri ekstrak kulit batang belimbing hutan dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi, uji fitokimia, dan penentuan aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumur. Hasil uji fitokimia kulit batang belimbing hutan pada ekstrak metanol positif mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, saponin dan polifenol, fraksi etil asetat positif mengandung senyawa flavonoid, saponin dan polifenol, fraksi n-heksana positif mengandung senyawa terpenoid, sedangkan pada fraksi metanol positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan polifenol. Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri, fraksi etil asetat memiliki kemampuan penghambatan terhadap S. aureus dengan diameter zona hambat pada konsentrasi 100 mg/mL sebesar 3,51 mm, namun tidak dapat menghambat pertumbuhan E. coli. Sedangkan ekstrak metanol, fraksi n-heksana dan fraksi metanol tidak aktif dalam menghambat S.aureus dan E. coli. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak kulit batang belimbing hutan tidak berpotensi sebagai antibakteri terhadap bakteri S.aureus dan E. coli.

Kata Kunci: antibakteri, metode difusi sumur, Baccaurea angulata Merr PENDAHULUAN

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan adanya infeksi dari mikroorganisme. Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi yaitu bakteri. Secara umum penyakit infeksi dapat disembuhkan dengan menggunakan anti- biotik. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan bakteri patogen menjadi resisten.

Menurut Jawetz et al. (2001), ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, di antaranya adalah bakteri Escherichia coli yang merupakan bakteri Gram negatif penyebab penyakit diare dan Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri Gram positif penyebab penyakit kulit seperti bisul. Secara alami kedua bakteri ini merupakan bakteri flora normal dalam tubuh, tetapi bila populasinya melebihi dan keberadaanya di luar habitat aslinya, kedua bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit. Selain itu, kedua bakteri ini merupakan bakteri patogen dan

sering resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, sehingga mempersulit pemilihan antibakteri yang sesuai untuk pengobatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencarian senyawa yang memiliki potensi sebagai antibakteri yang dapat mengatasi masalah infeksi.

B. angulata atau lebih dikenal sebagai belimbing hutan atau belimbing dayak merupakan tumbuhan yang berasal dari pulau Kalimantan dan termasuk dalam famili Euphorbiaceae dari genus Baccaurea. Tumbuhan ini masih satu famili dengan tampoi, rambai, menteng dan ceria. Secara empiris, tumbuhan belimbing hutan oleh masyarakat di daerah Kalimantan Barat hanya memanfaatkan buahnya untuk dikonsumsi dan kulit buahnya digunakan sebagai bumbu masakan serta dijadikan selai. Penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak buah B. angulata terhadap bakteri patogen menggunakan metode difusi agar dan

(2)

85 metode mikrodilusi (Momand, et al., 2014). Sejauh ini belum dilakukan penelitian tentang penggunaan kulit batang belimbing hutan sebagai antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, telah dilakukan pengujian dan menemukan aktivitas antibakteri dari genus Baccaurea. Beberapa tumbuhan dari genus Baccaurea yang telah diketahui memiliki potensi sebagai antibakteri adalah rambai (B. motleyana), ceria (B. polyneura Hook. f.) dan tampoi (B.

macrocarpa). Berdasarkan pendekatan

kemotaksonomi dari genus Baccaurea, kemungkinan besar tumbuhan B. angulata memiliki kemiripan kandungan senyawa kimianya dengan ketiga tumbuhan tersebut. Namun, hingga saat ini masih belum banyak informasi ilmiah tentang manfaat atau potensi tumbuhan belimbing hutan sebagai antibakteri. Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa kimia dari ekstrak kulit batang belimbing hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri.

Penelitian ini dilakukan dengan mengekstrak bagian kulit batang belimbing hutan (B. angulata Merr.) yang diperoleh melalui proses ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Selanjutnya dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimia dan efektivitas ekstrak kulit batang belimbing hutan sebagai antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dengan metode difusi sumur.

METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf, cawan petri, jarum ose, jangka sorong, laminar air flow, neraca analitik, penangas air, pipet mikro, pipet ukur, incubator shaker, seperangkat alat gelas, seperangkat alat evaporasi, vortex Microspin dan spektrofotometer Ganesys six.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang belimbing hutan, akuades, asam klorida, asam sulfat, asam asetat anhidrat, BaCl2.2H2O, bubuk logam

Mg, dimetil sulfoksida (DMSO) 10%, etil asetat, FeCl3, media Nutrient Agar (NA),

media Nutrient Broth (NB), metanol, n-heksana, natrium hidroksida, pereaksi Liebermann-Bucchard, pereaksi Dragendroff,

pereaksi Wagner, bakteri E. coli, bakteri S. aureus dan tetrasiklin.

Prosedur penelitian

Sampling dan preparasi sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang belimbing hutan yang berasal dari Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sampel kulit batang dibersihkan, dipotong tipis-tipis dan dikering anginkan. Sampel yang sudah kering kemudian dihaluskan sampai menjadi serbuk.

Ekstraksi

Sebanyak 800 gram serbuk kulit batang belimbing hutan dimaserasi menggunakan pelarut metanol selama 3x24 jam pada suhu kamar, kemudian disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang telah dipisahkan di pekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak metanol kulit batang belimbing hutan.

Partisi

Sebanyak 25 gram ekstrak metanol di- partisi menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Pertama, partisi menggunakan pelarut n-heksana sehingga diperoleh fraksi n-heksana dan fraksi metanol. Fraksi metanol dipartisi kembali menggunakan pelarut etil asetat sehingga diperoleh fraksi etil asetat dan metanol. Selanjutnya di- pekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi kental metanol, n-heksana, dan etil asetat.

Uji Fitokimia (Harborne, 1987) 1. Uji Alkaloid

Uji alkaloid dilakukan dengan melarutkan sampel dalam H2SO4 pekat 2 N, kemudian

diuji dengan pereaksi Dragendorf, dan Wagner. Adanya alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning dengan pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat muda dengan pereaksi Wagner.

2. Uji Flavonoid

Sejumlah sampel diteteskan pada plat tetes, kemudian ditambahkan dengan larutan NaOH, H2SO4 pekat dan Mg-HCl. Adanya

flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau jingga.

3. Uji Triterpenoid/Steroid

Sejumlah sampel diteteskan pada plat tetes, kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman-Burchard. Uji positif triterpenoid

(3)

86 ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau violet sedangkan pada uji steroid ditunjukan dengan terbentuknya warna hijau atau biru.

4. Uji Saponin

Sampel ditambahkan air panas dan dididihkan selama 5 menit, setelah dingin dikocok. Adanya saponin ditandai dengan terbentuknya buih yang stabil dan tidak akan hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N. 5. Uji Polifenol

Sejumlah sampel diteteskan pada plat tetes, kemudian ditambahkan dengan FeCl3.

Adanya polifenol ditunjukkan dengan ter- bentuknya warna biru hijau.

Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kulit batang belimbing hutan terhadap pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus dilakukan dengan metode difusi sumur. Suspensi bakteri dibuat dengan kekeruhan McFarland 0.5 (setara dengan 108 CFU/mL), diinokulasi ke dalam media NA padat. Selanjutnya dibuat sumur (lubang) pada media NA, kemudian dipipet ekstrak kulit batang belimbing hutan sebanyak 20µL pada masing-masing variasi konsentrasi sampel, dimasukan ke dalam sumur dan diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam. Zona bening yang terbentuk kemudian diukur dengan jangka sorong. Pada penelitian ini digunakan DMSO sebagai kontrol negatif dan tetrasiklin sebagai kontrol positif (Valgas, et al., 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi

Ekstraksi kulit batang belimbing hutan merupakan tahap awal sebelum dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Ekstraksi di- lakukan untuk mendapatkan senyawa kimia yang diinginkan dari suatu jaringan. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian adalah maserasi menggunakan pelarut metanol. Pemilihan pelarut metanol dalam proses maserasi ini dikarenakan pelarut metanol yang diketahui sebagai pelarut universal dapat mengikat senyawa kimia baik bersifat polar, semi polar, dan non polar yang ada pada tumbuhan tersebut. Pelarut metanol juga lebih selektif, tidak mudah ditumbuhi mikroba, tidak beracun, netral, absorbsinya baik dan panas yang diperlukan

untuk pemekatan lebih sedikit (Tian and White, 1994). Hasil maserat dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 33,661 gram dengan rendemen sebesar 4,208 %.

Ekstrak metanol yang diperoleh kemudian dipartisi menggunakan pelarut n- heksana dan etil asetat dengan metode ekstraksi cair-cair. Proses partisi ini bertujuan untuk menarik atau memisahkan kandungan metabolit sekunder sesuai dengan tingkat kepolarannya, senyawa yang bersifat polar akan larut pada pelarut polar, dan senyawa yang bersifat non polar dan semipolar akan larut pada pelarut non polar dan semipolar. Hasil partisi kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dihitung rendemennya. Selanjutnya ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat serta fraksi metanol dilakukan uji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.

Tabel 1. Berat dan rendemen hasil fraksi kulit batang belimbing hutan

Sampel

Bera

t

awal

(gr)

Berat

ekstra

k

(gr)

Rendeme

n

(%)

Fraksi

n

-heksan

a

25

1,090

4,360

Fraksi

etil asetat

25

0,954

3,816

Fraksi

metanol

25

18,862

75,448

Uji Fitokimia

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam kulit batang belimbing hutan dapat diketahui berdasarkan perubahan warna yang dihasilkan akibat dari penambahan reagen-reagen tertentu. Pada penelitian ini, dilakukan uji kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, triterpenoid dan steroid terhadap ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol kulit batang belimbing hutan.

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kulit batang belimbing hutan (B. angulata Merr.) disajikan pada Tabel 2.

(4)

87

Tabel 2. Hasil uji fitokimia ekstrak kulit batang belimbing hutan

Pengujian

Reagen

Sampel

Ekstrak

metanol

Fraksi

metanol

Fraksi

etil asetat

Fraksi

n

-heksana

Alkaloid

Wagner

Dragendorff

+++

+++

++

++

-

-

-

-

Polifenol

FeCl

3

+

+++

+

-

Flavonoid

Mg-HCl

++

++

-

-

NaOH

H

2

SO

4

++

+++

+++

+++

+

++

-

Triterpenoid

Liebermann

-Buchard

+

+++

-

++

Steroid

Liebermann

-Burchard

-

-

-

-

Saponin

Akuades

+

+++

++

-

Keterangan : (-) = tidak ada senyawa, (+) = intensitas lemah, (++) = intensitas sedang, (+++) = intensitas kuat.

Berdasarkan Tabel 2, hasil uji fitokimia secara kualitatif pada ekstrak metanol kulit batang belimbing hutan menunjukkan sampel ini positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan polifenol. Fraksi etil asetat mengandung senyawa flavonoid, saponin dan polifenol, fraksi n-heksana mengandung senyawa terpenoid, sedangkan pada fraksi metanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan polifenol.

Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit batang belimbing hutan dilakukan dengan mengujikan ekstrak metanol dan hasil fraksinya dengan berbagai variasi konsentrasi terhadap bakteri Gram positif, yaitu S. aureus dan bakteri Gram negatif, yaitu E. coli. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri pada ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi metanol dari kulit batang belimbing hutan dalam menghambat bakteri S.aureus dan E.coli. Ekstrak kulit batang belimbing hutan yang memiliki aktivitas antibakteri di- tunjukkan dengan terbentuknya zona hambat di sekeliling sumur.

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi metanol kulit batang belimbing hutan dilakukan terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Aktivitas antibakteri ditentukan menggunakan metode difusi sumur dengan berbagai variasi konsentrasi antara lain 100,

80, 60, 40, 20, 10 mg/mL. Pada penelitian ini digunakan kontrol positif dan kontrol negatif sebagai pembanding. Kontrol positif yang digunakan adalah tertrasikllin dengan konsentrasi 2 mg/mL. Tetrasiklin merupakan anitibiotik yang mempunyai spektrum luas karena dapat menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pratiwi, 2008). Sedangkan kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO (dimetil sulfoksida) yang dapat melarutkan senyawa polar maupun nonpolar dan tidak mempunyai aktivitas biologi.

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraki metanol kulit batang belimbing hutan (B. angulata Merr.) terhadap bakteri S. aureus dan E. coli disajikan pada Tabel 3. Hasil pengujian aktivitas antibakteri fraksi etil asetat terhadap bakteri S. aureus menunjukkan hasil positif dengan diameter zona hambat pada konsentrasi 100 mg/mL sebesar 3,51 mm, sedangkan pada bakteri E. coli tidak menunjukkan adanya aktivitas. Pada ekstrak metanol, fraksi n-heksana dan fraksi metanol tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli pada semua konsentrasi. Sebagai pembanding, antibiotik tetrasiklin memiliki aktivitas dengan diameter zona hambat sebesar 27,7 mm (S. aureus) dan 28,4 mm (E. coli), sedangkan DMSO sebagai kontrol negatif tidak menunjukkan adanya aktivitas terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.

(5)

88

Tabel 3. Hasil uji aktivitas antibakteri kulit batang belimbing hutan terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Bakteri Sampel Diameter hambat (mm) 10 mg/mL 20 mg/mL 40 mg/mL 60 mg/mL 100 mg/mL S. aureus Ekstrak metanol - - - - - Fraksi n-heksana - - - - -

Fraksi etil asetat - - - - 3,51

Fraksi metanol - - - - -

E. coli

Ekstrak metanol - - - - -

Fraksi n-heksana - - - - -

Fraksi etil asetat - - - - -

Fraksi metanol - - - - -

Menurut David and Stout (1971), aktivitas penghambatan dikategorikan sangat kuat jika diameter daerah hambat berukuran lebih dari 20 mm. Sedangkan diameter daerah hambat berukuran 10-20 mm dikategorikan kuat, 5-10 mm dikategorikan sedang, dan kurang dari 5 mm dikategorikan lemah. Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri pada fraksi etil asetat terhadap bakteri S. aureus dikategorikan lemah, sedangkan antibiotik tetrasiklin sangat kuat.

Ekstrak metanol, fraksi n-heksana dan fraksi metanol belimbing hutan tidak mampu menghambat pertumbuhan S. aureus, hal ini kemungkinan dikarenakan bakteri S. aureus memproduksi suatu senyawa yang dapat merusak senyawa antibakteri, sehingga senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak belimbing hutan tidak dapat melakukan mekanisme penghambatan. Senyawa tersebut adalah enzim beta lakta-mase yang merupakan senyawa yang paling umum diproduksi oleh bakteri S. aureus (Jawetz et al., 2001). Selain itu, adanya interaksi yang tidak sinergis antar senyawa antibakteri yang terdapat di dalam ekstrak yang dapat mempengaruhi efektivitas dari konsentrasi yang digunakan. Adanya senyawa antagonis pada ekstrak juga dapat mengganggu atau meghambat kerja dari senyawa antibakteri tersebut (Darwis, et al., 2012).

Pada ekstrak metanol kulit batang belimbing hutan dan ketiga fraksinya tidak mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, hal ini kemungkinan dikarenakan senyawa antibakteri yang terdapat dalam sampel tersebut tidak dapat menembus dinding sel bakteri E. coli. Menurut Pelczar dan Chan (1988) untuk

dapat membunuh bakteri, sampel harus masuk ke dalam sel melalui dinding sel bakteri. Pada penelitian ini digunakan dua jenis bakteri yang memiliki komposisi dinding sel yang berbeda. Dinding sel bakteri S. aureus yang merupakan kelompok bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang relatif lebih sederhana, hanya terdiri dari komponen peptidoglikan dan asam teikoat (Mulyani et

al., 2009). Sedangkan bakteri E. coli

merupakan bakteri Gram negatif yang mempunyai dinding sel tebal berupa peptigoglikan dan lebih banyak mengandung lipid. Bakteri Gram negatif juga memiliki sistem membran luar berupa bilayer yang terdiri dari fosfolipid (lapisan dalam) dan lipopolisakarida (lapisan luar) yang bersifat nonpolar. Hal ini yang menyebabkan senyawa antibakteri lebih sulit untuk masuk ke dalam sel sehingga aktivitas antibakteri- nya lebih lemah dibandingkan dengan bakteri Gram positif (Dewi, 2010).

Menurut berbagai hasil studi literatur mengemukakan bahwa senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, triterpenoid, tanin, saponin, flavonoid dan memiliki aktivitas antibakteri dengan berbagai mekanisme kerja. Bakteri dapat dihambat pertumbuhan- nya dengan cara merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, merubah molekul protein dan asam nukleat, mengkoagulasi protoplasma (Pelczar dan Chan, 1988). Rusaknya dinding sel akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel bakteri dan pada akhirnya bakteri akan mati. Secara umum adanya kerja suatu bahan kimia sebagai senyawa antibakteri yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan yang mengarah pada kerusakan hingga ter- hambatnya sel bakteri tersebut.

(6)

89 Senyawa flavonoid merupakan senyawa antibakteri yang mempunyai kemampuan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel. Mekanisme peng- hambatannya dengan cara merusak dinding sel yang terdiri atas lipid dan asam amino yang akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid mampu membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga struktur tersier protein terganggu, dan protein tidak dapat berfungsi lagi sehingga terjadi kerusakan/denaturasi protein dan asam nukleat. Denaturasi tersebut menyebabkan koagulasi protein serta mengganggu metabolisme dan fungsi fisiologis bakteri.

Menurut Robinson (1995), alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun pepti- doglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Selain itu, alkaloid juga menghambat pembentukan sintesis protein sehingga dapat mengganggu metabolisme bakteri. Sedangkan senyawa fenol mempunyai kemampuan membentuk kompleks dengan protein dan polisakarida sehingga mampu menghambat kerja berbagai enzim yang berperan dalam reaksi enzimatik dalam sel bakteri.

Menurut Gunawan et al., (2008), senyawa terpenoid mempunyai kemampuan dalam menghambat bakteri. Mekanisme penghambatan senyawa terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin pada membran luar dinding sel bakteri dan membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin mengakibatkan masuknya senyawa yang akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri akan kekurangan nutrisi dan pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).

Selain senyawa alkaloid, flavonoid, fenol dan steroid, saponin juga merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di alam dan bersifat antimikroba. Senyawa saponin akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri dan menyebabkan dinding sel tersebut pecah atau lisis. Saponin akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel, maka saat tegangan permukaan terganggu zat antibakteri akan dapat dengan

mudah masuk ke dalam sel dan akan mengganggu metabolisme sehingga bakteri mati Demikian pula dengan senyawa tanin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengkoagulasi protoplasma bakteri (Pratiwi, 2008).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada ekstrak kulit batang belimbing hutan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan polifenol. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak kulit batang belimbing hutan tidak memiliki efek antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E.coli.

DAFTAR PUSTAKA

Cowan, M.M., 1999, Plants products as antimicrobial agents, Clinical Microbiology Review, 12(4) : 564–582. Darwis, W., Hafiedzani M., dan Astuti R. R.

S., 2012, Efektivitas Ekstrak Akar dan Daun Pecut Kuda Stachytarpetha

jamaicensis (L) Vahl Dalam

Menghambat Pertumbuhan Jamur

Candida albicans Penyebab

Kandidiasis Vaginalis, J. Konservasi Hayati, 8(2) : 1-6.

Davis, W.W. dan T.R. Stout, 1971, Disc Plate Methods of Microbiological Antibiotic Assay, J. Microbiology, (22) : 659-665. Dewi, F.K., 2010, Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia, Linnaeus) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar, Universitas Sebelas Maret, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Surakarta, (Skripsi).

Gunawan, I W. G., Bawa, I G. A.G. dan Sutrisnayanti, N.L., 2008, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Terpenoid Yang Aktif Antibakteri Pada Herba Meniran (Phyllanthus niruri Linn), Jurnal Kimia, 2(1) : 31-39.

Harborne, J.B., 1987., Metode Fitokimia, Ed ke-2, Padmawinata, K. dan I. Soediro (penerjemah), Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Jawetz, E., Melnick and Adelberg, 2001, Medical Microbiology, Ed Ke-22, McGraw Hill Companies, USA.

(7)

90 Momand, L., Zakaria, R., Mikail, M., Jalal, T.,

Ibrahim, M., and Wahab, R.A., 2014, Antimicrobial Effect of Baccaurea angulata Fruit Extracts against Human Pathogenic Microorganisms, Merit Research Journal of Medicine and Medical Sciences, 2(10) : 229-237. Mulyani, S., Susilowati dan Hutabarat, M.M.,

2009, Analisis GC-MS dan Daya Antibakteri Minyak Atsiri Citrus

amblycarpa (Hassk) Ochse, Majalah

Farmasi Indonesia, 20(3) : 127–132. Pelczar. M.J. dan E.C.S. Chan. 1998.

Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI Press. Jakarta.

Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Tian, L.L. and White, P.J., 1994, Antioxidant Activity of Oat Extract in Soybean and Cotton Seed oils, J. Am. Oil Chem. Soc, 71 : 1079-1086.

Valgas, C., Souza, S.M., Smania E.F.A, and Smania, A., 2007, Screening Methods to Determine Antibacterial Activity of Natural Products, Brazilian J. Microbiology, (38) : 369-380.

Gambar

Tabel 1. Berat dan rendemen hasil fraksi kulit  batang belimbing hutan
Tabel 2. Hasil uji fitokimia ekstrak kulit batang belimbing hutan
Tabel 3. Hasil uji aktivitas antibakteri kulit batang belimbing hutan terhadap bakteri S

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan Model Pulic ( Value Added Intellectual Coefficient- VAIC™) sebagai metode kuantifikasi, penelitian ini menguji pengaruh koefisien nilai tambah modal

Kepala sekolah dan guru di MI Muhammadiyah Program Khusus Kartasura berpendapat bahwa sistem Manajemen Full Day school Berbasis Islam adalah belajar atau

Pada proses quenching yang dilakukan terhadap paduan U-Zr-Nb dengan cara memanaskan daerah satu fasa yakni fasa U dan ditahan untuk waktu tertentu kemudian

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penggunaan pupuk organik kandang ayam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel pertumbuhan

[r]

Segmentasi pasar (marketing segmentation) merupakan suatu langkah awal pemasaran (marketing) untuk membagi-bagi berbagai macam konsumen yang ada di pasar dan memilih salah satu

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antara kualitas permukiman dan fasilitas

Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan mengenai strategi pengembangan pada SAB untuk dapat mengetahui bagaimana keadaan