• Tidak ada hasil yang ditemukan

BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun 2016"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

POLICY

BRIEF

Ringkasan

Eksekutif

Direktorat Jenderal Perubahan Iklim menyatakan bahwa tahun 2016 Indonesia phase II (transformasi) dan penyiapan Phase III (full implementation dengan result-based payment). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sejauh manakah kesiapan implementasi REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) di Indonesia? Beberapa kemajuan sudah dicapai. Arsitektur REDD+; Strategi Nasional (Stranas) REDD+, Reference Emission Level (REL), Measurement, Reporting, Verification (MRV), safeguard, pendanaan REDD+ dan distribusi insentif; sudah diperlengkapi dengan dokumen, metodologi dan inisiasi kelembagaan, tetapi belum cukup kuat untuk masuk ke fase implementasi. Beberapa hal yang perlu dilakukan mendorong kesiapan implementasi REDD+ di Indonesia antara lain :

1. Memperkuat legalitas dan legitimasi Stranas REDD+ dan pendampingan provinsi yang belum menyusun Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP). Mempertegas posisi Stranas REDD+ sebagai bagian dari Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). Stranas perlu direvisi dengan mensintesakan model-model yang ada melalui pembelajaran dari Demonstration Activity (DA) dan inisatif lokal.

2. Melengkapi dokumen Forest Reference Emission Level (FREL) dan membuat pedoman serta mekanisme sistem MRV yang transparan, akuntabel dan partisipatif yang membagi dengan jelas tanggung jawab masing-masing stakeholder. Meningkatan kapasitas daerah untuk melakukan MRV.

3. Menetapkan prinsip dan kriteria umum safeguards Indonesia dan menyusun

Volume 10 No. 05 Tahun 2016

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM

MENDORONG KESIAPAN

IMPLEMENTASI REDD+ DI INDONESIA

(2)

Pernyataan

Masalah

R E D D+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation)

adalah pendekatan kebijakan dan insentif positif untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, termasuk peran konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan serapan karbon di negara berkembang (UNFCCC, 2008). Indonesia berpeluang besar menerapkan REDD+ karena mempunyai hutan yang luas (±130 juta atau 70% dari luas daratan) dan mempunyai sejarah deforestasi yang tinggi. Selain itu, Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim karena dua per tiga wilayah terdiri dari laut, memiliki 17 ribu pulau, banyak diantaranya pulau-pulau kecil, 60% penduduk tinggal di pesisir. B a d a n N a s i o n a l P e n a n g g u l a n g a n Bencana (2015), menyebutkan dalam kurun waktu 1815–2015 kejadian bencana yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah bencana hidrologis (banjir, puting beliung, tanah longsor dan kekeringan).

P e r j a l a n a n R E D D + m e n g i k u t i p e r k e m b a n g a n d a r i p e r t e m u a n K o n f e r e n s i P a r a P i h a k K o n v e n s i Perubahan Iklim (COP). REDD+ di Indonesia berawal dari penandatanganan Surat Niat (LoI) antara Indonesia dan Norwegia pada Mei 2010. Dalam pertemuan COP 22 pada bulan November 2 0 1 6 d i M a r r a k e c h d i s a m p a i k a n p e r n y a t a a n b e r s a m a b a g i s e l u r u h pemangku kepentingan untuk segera beranjak dari fase komitmen menuju realisasi aksi penanganan perubahan iklim melalui implementasi Paris

implementation.

Tahun 2015 menurut dokumen Stranas R E D D + Indonesia memasuki fase implementasi REDD+, namun sampai saat ini baru memasuki fase readiness

(persiapan). Badan Pengelola REDD (2014) membagi tiga skema pelaksanaan REDD+ di Indonesia, yaitu: a) Fase I: Persiapan (2010-2013), b) Fase II: Transformasi (2014-2016); c) Fase III: berkontribusi pada pengurangan emisi yang terverifikasi dengan mewujudkan mekanisme nasional dalam kontribusi terhadap penurunan tingkat emisi. Terakhir Direktorat Jenderal Perubahan Iklim menyatakan bahwa tahun 2016 Indonesia phase II (transformasi) dan penyiapan phase III (full implementation dengan result-based payment).

U N D P ( 2 0 1 4 ) , m e l a p o r k a n h a s i l penilaian indeks tata kelola hutan, lahan dan REDD secara nasional tahun 2013 yang hanya mencapai 2,33 jauh dibawah nilai tertinggi 5 (lima). Nilai Participatory Governance Assesment (PGA) berfungsi untuk menilai kualitas tata kelola dan kesiapan untuk implementasi REDD+ Indonesia. Hasil penelian UNDP tersebut senada dengan pendapat sebagian masyarakat yang meragukan program R E D D +. Mereka menilai program REDD+ ibarat bunga, layu sebelum berkembang. Ada juga yang mengatakan bahwa perahu REDD+ masih tertambat di pelabuhan. Sebenarnya apa saja persiapan yang sudah dilakukan untuk memasukan phase implementasi REDD+? Apakah kita sudah siap untuk masuk implimentasi

safeguard indicator sesuai kondisi m a s y a r a k a t I n d o n e s i a . Menginternaslisasi safeguards ke dalam p e r a t u r a n p e r a t u r a n p e r u n d a n g -undangan Indonesia dan membentuk kelembagaan safeguards yang terdiri atas unsur pemerintah, masyarakat, swasta dan NGOs.

4. Percepatan benefit sharing dilakukan dengan mensintesa skema pendanaan yang sudah ada untuk mendesain skema baru yang mudah diakses, tidak berbelit dan transparant.

5. Memperkuat kelembagaan REDD+ di pusat dan di daerah.

(3)

Kesiapan adalah capaian kondisi tertentu yang memungkinkan program-program R E D D + b i s a d i o p e r a s i o n a l k a n . Arsitektur REDD+ meliputi beberapa komponen: (1) strategi nasional untuk REDD+ dan rencana aksi nasional; (2)

Reference Emission Level (REL) hutan tingkat nasional dan sub nasional; (3) sistem safeguards dan (4) sistem

p e m a n t a u a n d a n p e l a p o r a n y a n g

transparant, (5) sistem pendanaan dan mekanisme distribusi insentif aktivitas R E D D + . S a a t i n i , b e l u m s e m u a komponen penyusun arsitektur REDD+ mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (diatur dalam peraturan p e r u n d a n g - u n d a n g a n ) , s e h i n g g a legalitasnya dipertanyakan.

Kondisi

Saat Ini

No. Aspek Peraturan yang mengatur

1. Strategi nasional untuk REDD+ dan rencana aksi nasional

belum dilegalkan dalam peraturan perundang-undangan

2. Reference Emission

Level (REL)

Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 633/Menhut-II/2014 tentang Forest Reference Emission Level

3. Sistem kelembagaan D i c a b u t n y a b e b e r a p a p e r a t u r a n t e r k a i t kelembangaan REDD+ (Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim, Perpres No 62 Tahun 2013 tentang Badan Pengelola Penurunan Emisi GRK dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut) dan diterbitnya Perpres No 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dimana terbentuk Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim

4. Sistem pemantauan dan pelaporan hutan

Permen Lingkungan Hidup Nomor 15 tahun 2013 tentang Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

5. Sistem pendanaan dan mekanisme distribusi insentif

1. PP Nomor 14 tahun 2011 tentang Penerima-an Negara Bukan Pajak

2. Perpres Nomor 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian

3 . P e r a t u r a n M e n t e r i K e h u t a n a n N o m o r P.50/Menhut-I I/2014 tentang Perdagangan Sertifikat Penurunan Emisi Karbon Hutan Indonesia atau Indonesia Certified Emission Reduction

(4)

Stranas REDD+ merupakan pedoman bagi pelaksanaan kegiatan REDD+ di Indonesia yang disusun dan disyahkan melalui Surat Keputusan Ketua Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ No. 02/Satgas REDD+/09/2012 tanggal 19 September 2012. Sejak BP REDD+ terbentuk, Stranas REDD+ dilaksanakan dengan konsisten sebagai panduan persiapan pelaksanaan R E D D + di Indonesia, sehingga kala itu dipandang perlu untuk memperkuat legalitas dan legitimasi dalam bentuk Peraturan Presiden. Namun upaya tersebut belum selesai karena saat ini baru sebelas provinsi percontohan yang sudah menyusun dokumen SRAP-nya.

Kebijakan global terkait REDD+ masih dalam proses negosiasi dan memerlukan kesepakatan antar bangsa dalam kerangka COP, sambil menunggu ketentuan yang disepakati, baru menyusun road map. Keseriusan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi bisa dinilai dalam ketegasan pemerintah untuk mengambil posisinya sendiri agar STRANAS

I n d o n e s i a s u d a h m e n y a m p a i k a n F R E L / F R L ke Sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada saat C O P 21 di Paris untuk dilakukan penilaian teknis (Technical Assessment)

o l e h Ti m A h l i U N F C C C . F R E L digunakan sebagai basis untuk mengukur kinerja pelaksanaan R E D D+. Dari kelima kegiatan REDD+ di atas, baru dua kegiatan yang dapat dimasukkan dalam submisi FREL yaitu deforestasi dan degradasi hutan serta dekomposisi gambut. Tiga kegiatan REDD+ lainnya yaitu konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan cadangan carbon

belum dimasukkan dalam FREL karena data yang tersedia belum memenuhi persyaratan untuk keperluan penilaian teknis (technical assessment). Namun demikian ketiga kegiatan tersebut sudah dilakukan update dua tahunan tentang inventarisasi gas rumah kaca (GRK) seluruh sektor (Biennial Update Report – Green House Gas Inventory/BUR). Dari sisi legalitas FREL Indonesia sudah dikukuhkan dalam bentuk SK Menteri

No. Aspek Peraturan yang mengatur

6. Penyiapan tata cara REDD+

1. Permenhut P.68/Menhut-I I/2008 tentang P e n y e l e n g g a r a a n D e m o n s t r a t i o n A c t i v i t y

Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan

2. Permenhut P.20/Menhut-I I/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan

3. Permenhut P.36/Menhut-II/2009 direvisi P.11/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung

4. Permenhut P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara REDD+

5. Permenhut P.74/Menhut-I I/2014 tentang Rencana Kerja Usaha Pemenfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan karbon pada Hutan Produksi

6. Permenhut P.73/Menhut-I I/2014 tentang Penerapan Teknik Silvikultur dalam Usaha pemanfaatan penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi

(5)

p e n g h i t u n g a n k a r b o n . B e b e r a p a prakondisi yang dapat dijadikan modal untuk menuju implementasi MRV antara lain: inventarisasi hutan nasional; pembuatan 200 petak ukur permanen dan petak ukur sementara; Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB); I n v e n t a r i s a s i Te g a k a n S e b e l u m P e n e b a n g a n ( I T S P ) ; S i s t e m Penghitungan Karbon Nasional Indonesia (Indonesian Carbon Accounting System/ INCAS) dan Sistem Informasi Sumber D a y a H u t a n ( F o r e s t R e s o u r c e Information System, FRIS); dibangunnya Infrastruktur Data Spasial Nasional (I D S N) oleh Bakosurtanal; Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS); Peta Penutupan Lahan Hutan dilaporkan setiap 3 tahun; Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH) dan sebagainya (Jaya, 2013). Kementerian LHK juga sudah menyusun mekanisme kelembagaan Sistem Inventariasi G R K Nasional (SIGN MART) dan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim. Dari sisi legalitas sudah dikeluarkan Permen Lingkungan Hidup Nomor 15 t a h u n 2 0 1 3 t e n t a n g P e n g u k u r a n , Pelaporan dan Verifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim. Permasasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sistem MRV di Indonesia adalah kapabilitas sumber daya manusia (SDM) di daerah, m a s a l a h k o o r d i n a s i d a n b e l u m disepakatinya metodologi.

Persiapan pendanaan REDD+ sudah dirintis oleh banyak pihak. Dewan Nasional Perubahan Iklim (D N P I) m e n g e m b a n g k a n S k e m a K a r b o n Nusantara (SKN) untuk menunjang pengembangan pasar karbon domestik. Kegiatan pengembangan mekanisme pembayaran yang efektif dan demonstrasi perubahan perilaku masyarakat lokal juga telah diterapkan Proyek Kalimantan

Forest Carbon Partnership (KFCP), Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. BPREDD mengembangkan Fund for

REDD Indonesia (FREDDI) adalah sebuah trust fund untuk REDD+ di Indonesia. B P R E D D membangun FREDDI, sebuah dana dari pendanaan (a

fund of funds) atau sebuah dana yang diinvestasikan dalam pendanaan lainnya (Samadi, 2012). Pembentukannya menggunakan Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2011 tentang Trust Fund sebagai sebuah perwalian pendanaan publik (Sari, 2013). Permenhut Nomor P.50/Menhut-II/2014 tentang Perdagangan Sertifikat P e n u r u n a n E m i s i K a r b o n H u t a n I n d o n e s i a . D a l a m m e n d u k u n g implementasi REDD+, Bank Dunia bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan P e n g e m b a n g a n S o s i a l E k o n o m i Kebijakan dan Perubahan Iklim melalui Program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) menyediakan dua skema pendanaan yaitu Readines Fund dan

Carbon Fund. Indonesia merupakan salah satu negara penerima Readiness Fund-FCPF melalui kegiatan FCPF: REDD+ Readiness Preparation yang berlangsung dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Tujuan dari Carbon Fund adalah untuk melakukan uji-coba

(piloting) pembayaran atas penurunan e m i s i y a n g d i h a s i l k a n d a r i s u a t u landscape hutan dengan pendekatan berbasis hasil (Performance Based). Saat ini Kementerian Keuangan sedang melakukan upaya pembentukan badan layanan umum (BLU) untuk pendanaan perubahan iklim.

Pengembangan kerangka pengaman

(safeguards) untuk REDD+ di Indonesia dilakukan melalui dua inisiatif utama yang berjalan secara paralel, yaitu Prinsip, Kriteria dan Indikator untuk REDD+ di Indonesia (PRISAI) oleh BP R E D D + d a n s e c a r a b e r s a m a a n , K e m e n t e r i a n K e h u t a n a n , d e n g a n d u k u n g a n d a r i F C P F d a n G I Z , mengembangkan safeguard information system (SIS) REDD+. Selain itu World Bank dalam FCPF juga mengembangkan

Strategic Environmental and Social Assessment (SESA) dalam bentuk disain

Earth System Modeling Framework

(ESMF). KFCP juga mengembangkan

Regional Environmental and Social Assessment (RESA) yang diintegrasikan dengan PRISAI dan Upaya Pengelolaan L i n g k u n g a n H i d u p d a n U p a y a

(6)

P e m a n t a u a n L i n g k u n g a n H i d u p (UKL/UPL). Berdasarkan capaian pada masing-masing komponen kita dapat memetakan kesiapan implementasi REDD+ berdasarkan dokumen, legalitas, legitimasi dan aktor yang berperan,

seperti tampak pada Tabel 1. Hasil dari pemetaan menunjukkan sebagian besar komponen belum siap untuk masuk ke phase REDD+ readiness atau Indonesia b e l u m s i a p u n t u k m a s u k mengimplementasikan REDD+.

Tabel 2. Posisi Kesiapan Masing-Masing Komponen untuk Impkementasi REDD+ No Kompon en Dok um en Lega litas Legit imas i

Aktor yang pernah terlibat Aktor yang bertanggungjawab 1. STRANAS /SRAP + - - UKP4/BPREDD, Bappenas, Ditjen PPI

Bappenas, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim 2. REL + dan - + dan - + dan - BPREDD, Kemenhut dan Ditjen PPI

Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim 3. MRV + dan - + dan - - Kemenhut,

KemenLH, Ditjen PPI

Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim 4. SAFEGUA RDS + - - Pustanling, Worl Bank, KFCP,

BPREDD, Ditjen PPI

Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim 5. BENEFIT SHARING MEKANIS M + dan - - - DNPI, BPREDD, KFCP, Kementerian Keuangan, Kemen LHK (P3SEKPI) Kementerian Keuangan, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim Catatan :

Ÿ Dokumen adalah segala benda yang berbentuk tulisan, gambar sebagai bukti yang memberikan keterangan penting dan resmi.

Ÿ Legalitas adalah perihal (keadaan) sah/keabsahansesuai dengan hukum yang berlaku.

Ÿ Legitimasi (legitimize) adalah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan, dapat pula diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan.

Pilihan dan

Rekomendasi

Kebijakan

Upaya Akselerasi REDD+ Readiness

Beberapa kemajuan terkait REDD+ sudah dicapai. Prakondisi dan dokumen sudah disiapkan. REDD+ akan menjadi b a g i a n p e n t i n g N D C ( N a t i o n a l l y Determined Contribution) Indonesia dari sektor lahan. Akan tetapi masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan untuk mendorong percepatan kesiapan implementasi REDD+, antara lain : 1. Memperkuat legalitas dan legitimasi S t r a n a s R E D D + d e n g a n c a r a pengintegrasian Stranas REDD+ dalam program-program yang dilakukan Kementerian LHK dan Kementerian terkait lainnya. Perlu juga dilakukan pengintegrasian SRAP REDD+ ke dalam program pembangunan daerah. Provinsi

provinsi yang sudah menyusun SRAP REDD+.

2. Perlu mempertegas posisi Stranas REDD+ sebagai bagian dari Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas R u m a h K a c a ( R A N G R K ) d a n menetapkan target nasional program REDD+ dalam program penurunan emisi secara nasional.

3 . S t r a n a s p e r l u d i r e v i s i d e n g a n mensintesakan model-model yang ada melalui pembelajaran dari DA-DA dan i n i s a t i f l o k a l . M e m b u a t t a r g e t implementasi REDD+ yang jelas (apa, k a p a n , s i a p a d a n b a g a i m a n a mencapainya).

4. Melengkapi dokumen FREL dengan memasukkan tiga kegiatan yaitu : konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan carbon.

(7)

dan partisipatif yang membagi dengan jelas tanggung jawab masing-masing

stakeholder. Meningkatan kapasitas daerah daerah untuk melakukan MRV. 6. Menetapkan prinsip dan kriteria umum

s a f e g u a r d s I n d o n e s i a d a n mengakomodasi keragaman kondisi sosial, ekonomi dan politik masyarakat Indonesia ke dalam penetapan indikator-indikatornya.

7. Menginternaslisasi safeguards ke dalam peraturan-peraturan perundang-undangan Indonesia dan membentuk kelembagaan safeguards yang terdiri atas unsur pemerintah, masyarakat, swasta dan NGOs.

8. Percepatan benefit sharing dapat dilakukan dengan mensintesa beberapa skema pendanaan yang sudah ada (FREDI, ITFCF, SKN, BLU, Carbon Fund dan sebagainya) untuk mendesain

skema baru yang mudah diakses, tidak berbelit dan transparant.

9. Memperkuat kelembagaan REDD+ di pusat dan di daerah.

Kemajuan REDD+ selama ini sangat t e r g a n t u n g p a d a k e s e p a k a t a n internasional. Pemerintah sebaiknya mendorong kemandirian implementasi REDD+ sebagai pengelolaan hutan l e s t a r i t a n p a b e r g a n t u n g p a d a kesepakatan internasional. Pemerintah Indonesia perlu mengambil posisinya sendiri agar STRANAS REDD+ siap d i o p e r a s i o n a l k a n d a l a m k o n d i s i ketidakjelasan global circumtances. Perlu memberdayakan potensi nasional untuk menciptakan insentif dan mempercepat implementasi REDD+ tanpa banyak tergantung dari keputusan COP.

Dipublikasikan oleh Pusat Litbang Sosial, Ekonomi, Kebijakan, dan Perubahan Iklim

Dr. Ir. Bambang Supriyanto, MSc. NIP. 196310041990041001

Gambar

Tabel 2. Posisi Kesiapan Masing-Masing Komponen untuk Impkementasi  REDD+ No  Kompon en  Dokum en  Lega litas  Legitimasi

Referensi

Dokumen terkait

Tingginya simpanan anggota CU Mandiri di Kabupaten Serdang Bedagai turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah deviden kepada anggota sehingga

Kepala Pusat Pada Pusat Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan Generasi Lingkungan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia.. III/b

Penilaian Kesehatan Kota WHO 30-Jun-15 30-Dec-15 WHO Ilmu Kesehatan Masyarakat Elsa Pudji Setiawati Nita Arisanti Helni Mariani Dani Ferdian Charles Surjadi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pola penggunaan antibiotika pada pasien GBS dengan infeksi yang paling banyak digunakan adalah pola antibiotika tunggal sebanyak 19

Asas konsensualisme dapat disimpulkan terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis:Pengaruh positif Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Dosen.Sedangkan Manfaat dari penelitian ini adalah: diharapkan

Batuan Intrusi Dasit (da) di bagian sisi barat Pegunungan Kulonprogo pada Gambar 1, Gambar 5 dan Gambar 7, menunjukkan pola sebaran berarah utara timurlaut-selatan barat daya

Dengan adanya pengembangan karir dan dilaksanakan dengan baik, maka setiap pegawai akan berupaya untuk mencapai kinerja yang sebaik-baiknya, sehingga pada