• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN BATUAN-BATUAN DI DAERAH PEGUNUNGAN KULONPROGO-YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN BATUAN-BATUAN DI DAERAH PEGUNUNGAN KULONPROGO-YOGYAKARTA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

9

KAJIAN PENDAHULUAN KONTROL STRUKTUR GEOLOGI

TERHADAP SEBARAN BATUAN-BATUAN

DI DAERAH PEGUNUNGAN KULONPROGO-YOGYAKARTA

Asmoro Widagdo1*

Subagyo Pramumijoyo1 Agung Harijoko1

Ari Setiawan2

1Jurusan Teknik Geologi UGM 2Jurusan Fisika, fakultas MIPA UGM

*Email : asmoro_widagdo@yahoo.com

SARI

Kulonprogo merupakan batas barat dari dataran rendah Yogyakarta, sebuah daerah pegunungan dan perbukitan yang tersusun atas batuan volkanik dan batuan sedimen yang memiliki rekaman struktur geologi yang panjang. Kehadiran batuan sediman tua berumur Eosen, batuan volkanik berumur Oligosen-Miosen, batuan sedimen karbonat berumur Miosen di Kulonprogo kemungkinan di kontrol oleh struktur-struktur geologi tertentu.

Kajian struktur geologi di Pegunungan Kulonprogo dilakukan guna mengetahui jenis-jenis struktur geologi yang ada dan pengaruhnya terhadap sebaran batuan. Penelitian dilakukan dengan interpretasi kelurusan melalui citra DEM, pengukuran data-data kekar, sesar dan lipatan. Gambaran struktur geologi dari data primer dikombinasikan dengan sumber-sumber sekunder digunakan untuk mejelaskan sebaran batuan yang ada.

Sebaran batuan Eosen di Kulonprogo sangat dikontrol oleh struktur sesar naik yang berarah timurlaut-baratdaya atau gaya berarah ternggara, batuan ini menjadi alas bagi batuan vulkanik Oligo-Miosen yang hadir kemudian. Kehadiran 3 gunungapi berumur Oligosen-Miosen dikontrol oleh kelurusan sesar geser kiri berarah utara timurlaut dengan gaya berarah Utara-Selatan. Batuan gunung api Oligo-Miosen Gajah dan Ijo menjadi alas bagi batuan sedimen karbonat Formasi Jonggrangan. Batuan gunung api Oligo-Miosen Gajah, Ijo serta batuan karbonat Formasi Jonggrangan menjadi alas bagi gunung api Miosen Akhir Menoreh. Sesar nomal baratlaut-tenggara hadir memotong batuan-batuan Formasi Kebo-Butak dan Jonggrangan.

Kata Kunci : Struktur geologi, kekar, sesar, kelurusan, Kulonprogo.

I.

PENDAHULUAN

Pembagian urutan stratigrafi Pegunungan Kulonprogo sebagai dasar berbagai kajian geologi yang lainnya telah diakukan dalam banyak penelitian. Kehadiran berbagai batuan di Pegunungan Kulonprogo dipengaruhi oleh serangkaian peristiwa tektonis yang telah terjadi sebelum, selama dan setelah pembentukannya. Kajian struktur geologi yang ada akan mendukung kajian yang lainnya seperti kajian geomorfologi, stratigrafi, vulkanologi, mineralisasi dan lain-lain. Kajian struktur geologi terhadap batuan sedimen dan batuan

gunung api Oligo-Miosen di Kulonprogo merupakan hal baru dan sangat penting. Van Bemmelen, 1949, menyebut seluruh batuan vulkanik di Kulonprogo ini sebagai Formasi Andesit Tua (OAF/Old Andesite

Formation). Penyebutan ini digunakannya

untuk menyebut seluruh batuan gunung api yang berumur Oligo-Miosen. Van Bemmelen, 1949, menggunakan istilah Formasi Andesit Tua untuk menyebut batuan vulkanik di Kulonprogo, dan juda batuan berumur Oligosen-Miosen di Pulau Jawa dan Sumatra.

(2)

10 Barianto, et al., 2010, mengemukakan bahwa Hasil kegiatan vulkanisme yang pertama muncul di Kulonprogo membentuk Formasi Gajah yang berumur Oligosen. Batuan gunung api ini kemudian diintrusi oleh Formasi Ijo pada Miosen Tengah. Selanjutnya pada Miosen Akhir lahir vulkanisme Gunung Api Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulonprogo. Barianto telah melakukan pengurutan stratigrafi gunung api di Pegunungan Kulonprogo. Sudradjat, dkk., 2010, mengemukakan bahwa morfologi Pegunungan Kulonprogo disebabkan oleh kecenderungan pola umum dari tektonik yang telah terjadi di Pulau Jawa sejak Kala Eosen. Bentuk morfologi elips dari pegunungan ini sangat mungkin dikendalikan oleh kecenderungan umum dari struktur basement Pulau Jawa sebagai hasil dari pola geotektonik yang ada. Pola-pola ini berasosiasi dengan tektonik regional, pola Meratus berusia Eosen, pola Sunda atau pola Sumatera berumur Miosen Atas dan terakhir pola Jawa dengan umur Pliosen. Arah dari pola-pola tersebut masing-masing adalah SW-NE, NNW-SSE dan E-W. Harjanto, 2011, yang melakukan penelitian mengenai vulkanostratigrafi di daerah Kulonprogo dengan melakukan pembagian batuan atau endapan gunungapi yang dimaksudkan untuk menggolongkan batuan atau endapan secara bersistem berdasarkan sumber, deskripsi dan genesa. Urutan gunung api dari yang tertua menurut Harjanto, 2011, adalah Gunung Api Ijo, Gunung Api Jongrangan (Gunung Gajah) dan termuda Gunung Api Sigabug (Gunung Menoreh).

Harjanto, 2011, mengemukakan bahwa Formasi Kebobutak diintrusi oleh batuan intrusi dangkal yang berupa mikrodiorit, andesit dan dasit yang pada umumnya telah mengalami ubahan. Rahardjo dkk., 1995 dan Rahardjo, dkk., 2012, menggambarkan batuan andesit berada di tengah-tengah tubuh Formasi Kebobutak dan dasit hadir di dalam batuan andesit.

II.

STRATIGRAFI REGIONAL

Tatanan stratigrafi daerah Pegunungan Kulonprogo dapat dibedakan dalam kelompok batuan sedimen dan kelompok batuan gunung api. Batuan sedimen sebagai dasar tersusun oleh dominasi batulempung-batupasir kuarsa dan batugamping yang disebut Formasi Nanggulan. Batuan sedimen Formasi Nanggulan sebagai dasar batuan volkanik Formasi Kebobutak. Formasi Nanggulan dan Kebobutak tersebut diintrusi oleh batuan intrusi dangkal yang berupa mikrodiorit, andesit dan dasit yang pada umumnya telah mengalami ubahan. Kelompok gunungapi ini ditutupi secara tidak selaras oleh endapan laut dangkal Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo. a. Batuan Pra-Tersier

Di Bagian utara pegunungan Kulonprogo, di daerah Kali Duren-Kali Sileng Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, dijumpai keterdapatan batuan metamorf sebagai fragmen penyusun dari breksi volkanik Formasi Kebobutak. Berdasarkan asosiasi mineralnya batuan metamorf ini termasuk kedalam fasies sekis hijau dan fasies amfibolit (Utama dan Sutanto, 2013). Diketemukannya batuan metamorf sebagai fragmen pada breksi volkanik ini menjadi petunjuk yang menarik bagi informasi geologi perbukitan Menoreh. Kehadiran batuan metamorf di perbukitan Kulonprogo ini memunculkan pertanyaan asal-usul batuan tersebut, sedangkan batuan metamorf tidak pernah menjadi litologi penyusun stratigrafi daerah Pegunungan Kulonprogo (Utama dan Sutanto, 2013).

b. Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di daerah Kalisongo, Nanggulan. Van Bemmelen, 1949, menjelaskan bahwa formasi ini merupakan batuan tertua di Pegunungan Kulonprogo dengan lingkungan pengendapannya adalah litoral pada fase genang laut. Litologi penyusunnya terdiri-dari batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi

(3)

11 limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan moluska, diperkirakan ketebalannya 350 m. Berdasarkan atas studi foraminifera planktonik, maka Formasi Nanggulan ini mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen. Formasi ini dijumpai terutama pada sisi timur Gunung Gajah dan sisi timur Gunung Ijo.

c. Formasi Kebobutak/Andesit Tua

Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan. Litologinya berupa breksi volkanik dengan fragmen andesit, lapilli tuf, tuf, lapili breksi, sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta batupasir volkanik yang tersingkap di banyak lokasi di daerah Kulonprogo. Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah, utara, dan barat daya daerah Pegunungan Kulonprogo yang membentuk morfologi pegunungan bergelombang sedang hingga terjal. Ketebalan formasi ini kira-kira mencapai 600 m. Berdasarkan fosil Foraminifera planktonik yang dijumpai dalam napal dapat ditentukan umur Formasi Andesit Tua yaitu Oligosen Atas.

d. Formasi Jonggrangan

Di atas Formasi Andesit Tua diendapkan Formasi Jonggrangan secara tidak selaras. Formasi ini secara umum, bagian bawah terdiri dari konglomerat, napal tufan, dan batupasir gampingan dengan kandungan moluska serta batulempung dengan sisipan lignit. Di bagian atas, komposisi formasi ini berupa batugamping berlapis dan batugamping koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini berupa pegunungan dan perbukitan kerucut dan tersebar di bagian tengah dan utara Pegunungan Kulonprogo (Gambar 2). Ketebalan batuan penyusun formasi ini 250-400 meter dan berumur Miosen Bawah-Miosen Tengah. Formasi ini di bagian bawah menjemari dengan bagian bawah Formasi Sentolo.

e. Formasi Sentolo

Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi Jonggrangan, diendapkan juga secara tidak selaras Formasi Sentolo (Gambar 2). Hubungan Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah menjari. Foramasi Sentolo terdiri dari batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawah terdiri atas konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi batugamping berlapis bagus yang kaya akan foraminifera. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m.

III.

SAMPEL

DAN

METODE

PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui serangkaian kegiatan interpretasi citra dan pengamatan terbatas yang dilakukan di lapangan. Interpretasi citra dilakukan dengan menggunakan citra SRTM (Shuttle Radar

Topography mission) dengan ketelitian 30

meter untuk daerah Kulonprogo dan sekitarnya. Pada citra SRTM dilakukan delineasi kelurusan baik kelurusan struktur geologi maupun maupun bentuk melingkar dari tubuh gunung api Oligo-Miosen yang ada di Pegunungan Kulonprogo.

Terhadap pola kelurusan struktur dan pola sebaran tubuh gunung api Oligo-Miosen dilakukan peninjauan lapangan. Hasil interpretasi citra dan peninjauan lapangan dihubungkan dengan sebaran batuan pada peta geologi yang ada menghasilkan hubungan antara struktur geologi dengan sebaran formasi-formasi batuan yang ada di Pegunungan Kulonprogo.

IV.

DATA DAN ANALISIS

Batuan vulkanik Pegunungan Kulonprogo dalam Peta Geologi Regional menurut Rahardjo, dkk., 1995, hanya disebutkan terdiri atas Formasi Kebobutak, Intrusi Andesit dan Intrusi Dasit (Gambar 1). Pembagian lebih rinci dalam peta regional ini belum dilakukan. Beberapa penelitian selanjutnya seperti yang dilakukan oleh Barianto, et al., 2010 dan Harjanto, 2011

(4)

12 membagi produk vulkanisme ini dalam beberapa kelompok berdasarkan pada pusat erupsinya.

Interpretasi peta topografi dan citra menunjukkan bahwa sebaran batuan gunung api Gajah di bagian tengah Pegunungan Kulonprogo tertutupi oleh batuan hasil erupsi Gunung Ijo di selatan. Gunung Ijo lebih menunjukkan pola melingkar (circular

features) yang masih utuh, sedangkan

Gunung Gajah sudah tidak lagi menunjukkan struktur ini (Gambar 1 dan 2). Hal ini terjadi karena Gunung Gajah tertutup oleh kehadiran batuan Gunung Ijo. Hubungan saling potong memotong

(cross-cutting relationship) ini menunjukkan

bahwa Gunung Gajah hadir lebih dahulu baru kemudian Gunung Ijo hadir menutup sebagian tubuh Gunung Gajah (Gambar 1 dan Gambar 2).

Gunung api Miosen Akhir Menoreh terletak di bagian utara rangkaian Pegunungan Kulonprogo. Kenampakan struktur setengah melingkar pada bagian tengah gunung api ini dapat dikenali dengan mudah. Batuan gunung api ini menumpang diatas tubuh batuan gunung api Gajah yang terletak di sebelah selatannya. Batuan ini juga menumpang diatas Formasi Jonggrangan (Gambar 3). Hubungan tubuh gunung api Menoreh ini dengan tubuh batuan gunung api Gajah dan Formasi Jonggrangan adalah menumpang secara tidak selaras. Kehadiran fragmen-fragmen batugamping formasi Jonggrangan dalam endapan lahar gunung api Menoreh memperkuat hal ini.

V.

DISKUSI

Syafri, dkk., 2013 menyebutkan ekspresi morfologi yang unik dari Pegunungan Kulonprogo disebabkan karena kecenderungan umum dari tektonik yang bekerja di Pulau Jawa semenjak Kala Eosen. Morfologi berbentuk eliptik pegunungan ini sangat dipengaruhi oleh kecenderungan umum struktur pada batuan dasar Pulau Jawa sebagai produk geotektonik tersebut. Konfigurasi dari geologi dinamik yang terjadi di Kulonprogo nampak mengikuti

tektonik umum daripada mekanisme undulasi. Gaya tektonik utama maksimum dengan arah horisontal kemungkinan lebih dominan dalam pembentukan Pegunungan Kulonprogo daripada gaya-gaya vertikal. Gambaran kelurusan struktur sesar yang berkembang di Pegunungan Kulonprogo secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3. Kelurusan berarah baratlaut-tenggara secara umum banyak berkembang pada bagian tengah dan selatan Pegunungan Kulonprogo. Bagian tengah ini merupakan tubuh dari pusat vulkanisme Gajah menurut Barianto, et al, 2010 dan Harjanto, 2011 menyebutnya sebagai pusat vulkanisme Gunung Api Jongrangan. Barianto, et al, 2010, mengemukakan bahwa Hasil kegiatan vulkanisme Paleogen yang pertama muncul di Pegunungan Kulonprogo membentuk Formasi Gajah yang berumur Oligosen di bagian tengah Pegunungan Kulonprogo. Soeria-Atmadja, et al, 1994, menyebutkan umur Gunung Api Gajah adalah 25.4-29.6 Juta tahun. Dengan demikian kelurusan berarah baratlaut-tenggara pada Gunung Gajah berumur Miosen Awal atau tidak lebih muda dari umur Gunung Ijo.

Kelurusan struktur berarah barat laut-tenggara juga banyak berkembang pada bagian selatan pegunungan Kulonprogo. Barianto, et al, 2010 dan Harjanto, 2011 menyebutnya sebagai tubuh gunung api Ijo. Barianto, et al, 2010 menyebutnya sebagai tubuh gunung api yang hadir setelah Gunung Gajah pada Miosen Tengah. Soeria-Atmadja, et al, 1994, menyebutkan umur Gunung Api Ijo adalah 17,0+2.0 hingga 16.0+2.2 Juta tahun (Miosen Tengah). Pada tubuh gunung api ini kelurusan berarah barat laut-tenggara dijumpai berkembang pada bagian selatan dan timur. Kelurusan ini membentuk kurva sehingga pada bagian baratlaut gunung Ijo berubah arah menjadi berarah barat-timur. Kelurusan ini diperkirakan sebagai kelurusan sesar normal dengan kenampakan yang jelas pada Gambar 3 di bagian barat laut Gunung Ijo atau di daerah Kaligesing-Purworejo. Sesar-sesar normal ini memiliki kemiringan ke arah barat daya.

(5)

13 Kelurusan struktur berarah utara-selatan banyak berkembang di bagian selatan, barat dan utara Pegunungan Kulonprogo. Pada peta geologi regional menurut Rahardjo dkk., 1995, (Gambar 1) kelurusan ini digambarkan sebagai sesar mendatar mengiri yang memotong Formasi Kebobutak dan andesit di bagian selatan Gunung Ijo di daerah Sangon.

Di bagian utara Pegunungan Kulonprogo kelurusan ini memotong batuan gunung api termuda di pegunungan Kulonprogo. Barianto, et al, 2010 dan Harjanto, 2011, menyebutkan pada Miosen Akhir lahir vulkanisme Gunung Api Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulonprogo. Umur absolut gunung api Menoreh menurut Setijadji, 2005 dalam Barianto, 2010 dan menurut Akmaludin, dkk., 2005, adalah 11.4+0.7 dan 12.4+0.7 Juta tahun yang lalu atau Miosen Atas. Sehingga umur struktur ini dipastikan terjadi lebih muda dari Miosen Atas. Di pegunungan Menoreh kelurusan sesar ini menunjukkan adanya pergeseran mengiri (Gambar 9).

Kelurusan struktur berarah barat-timur banyak berkembang di bagian baratdaya dan timur laut Pegunungan Kulonprogo. Di bagian barat daya kelurusan ini berkembang pada batuan Kebobutak dari Gunung api Ijo. Di bagian ini kelurusan ini membentuk kurva yang kemudian berubah arah menjadi baratlaut-tenggara. Diinterpretasikan kelurusan ini sebagai kelurusan sesar normal dengan kemiringan ke arah selatan. Sementara di bagian timurlaut kelurusan ini membentuk blok-blok sesar normal pada batan Formasi Kebo Butak gunung api Menoreh dengan kemiringan ke utara. Ekspresi kelurusan struktur geologi dapat dilihat dalam diagram mawar (Gambar 4) dengan kelurusan berarah N-S dan NW-SE adalah kecenderungan arah yang paling dominan di daerah Kulonprogo. Kelurusan lainnya berarah barat-timur juga memiliki persentase yang signifikan di Pegunungan Kulonprogo.

Sebaran batuan di Pegunungan Kulonprogo dalam peta geologi regional menurut Rahardjo 1995 (Gambar 1) menunjukkan adanya kelurusan tertentu. Penggambaran kelurusan sebaran formasi batuan ini secara sederhana digambarkan pada Gambar 5. Formasi Nanggulan (dengan kode “Teon” pada peta geologi regional) pada Gambar 1 dan Gambar 5, menunjukkan pola sebaran berarah timurlaut-barat daya atau dengan trend sekitar N45oE. Formasi ini di bagian

baratdaya dijumpai di sekitar daerah Kokap (Van Bemmelen, 1949). Di bagian timur formasi Nanggulan dijumpai di daerah Nanggulan dan Girimulyo. Secara umum Formasi Nanggulan ini hanya muncul di bagian Timur Pegunungan Kulonprogo, sementara di sisi barat tidak dijumpai. Hal ini mengindikasikan adanya beberapa kemungkinan sebagai penyebabnya. Pertama, adanya kemungkinan Formasi Nanggulan membentuk tinggian-tinggian di bagian timur Pegunungan Kulonprogo pada saat pembentukan Formasi Kebobutak atau saat hadirnya vulkanisme yang intensif di Pegunungan Kulonprogo. Kemungkinan kedua, adanya pengangkatan oleh sesar naik (Gambar 6) yang menyebabkan terangkatnya Formasi Nanggulan sehingga muncul membentuk tinggian-tinggian di bagian timur Pegunungan Kulonprogo. Batuan Intrusi Dasit (da) di bagian sisi barat Pegunungan Kulonprogo pada Gambar 1, Gambar 5 dan Gambar 7, menunjukkan pola sebaran berarah utara timurlaut-selatan barat daya atau dengan trend sekitar N25oE.

Batuan ini muncul di daerah Bagelen dan Kaligesing Kabupaten Purworejo serta di daerah sebelah barat Borobudur Kabupaten Magelang. Secara umum batuan ini hanya muncul di bagian barat Pegunungan Kulonprogo, sementara di sisi timur tidak diketemukan batuan ini. Kajian umur dari batuan ini belum dilakukan sehingga masih terdapat pertanyaan mengenai hubungan antara batuan dasit ini dengan kelompok batuan Intrusi Andesit di sekitarnya.

Batuan Intrusi Andesit di bagian tengah Pegunungan Kulonprogo, juga membentuk

(6)

14 kelurusan yang berarah relatif utara-selatan (Gambar 1, 2 dan 5). Batuan ini menjadi fasies pusat dari pusat-pusat vulkanik yang ada di Pegunungan Kulonprogo. Kehadiran struktur geologi dan posisinya sebagai fasies pusat menyebabkan berkembangnya alterasi dan mineralisasi di bagian batuan intrusi andesit ini. Harjanto, 2010, menyebut daerah fasies pusat/central ini sebagai tempat terbentuknya batuan ubahan epidot-klorit-kalsit di sisi barat Gunung Gajah yakni di daerah Kaligesing.

Di bagian selatan pada tubuh gunung Ijo, karena kelompok batuan intrusi andesit ini merupakan lokasi terbentuknya fluida hidrotermal, maka mengakibatkan terbentuknya batuan ubahan bahkan mineralisasi di daerah Kokap dan sekitarnya (Purnamawati dan Tapilatu, 2012). Setiabudi, 2005, mengemukakan di daerah Sangon yang merupakan fasies central, dijumpai mineralisasi emas dalam urat kuarsa mengandung sulfida. Mineralisasi kadang-kadang berasosiasi dengan lempung ubahan filik-argilik yang penyebarannya dikontrol oleh bidang-bidang rekahan membentuk

stockwork veins. Harjanto dkk, 2009,

menyebutkan di bagian selatan daerah Kulonprogo yaitu daerah Bagelen, Sangon dan Plampang terdapat daerah prospek mineralisasi emas.

Batuan intrusi andesit sebagai fasies central Gunung Menoreh, sebagai tempat keluarnya magma tampak di bagian tengah struktur setengah lingkaran. Dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang berupa kubah lava dan intrusi seperti volcanic necks, sill, retas (Idrus, dkk., 2013; Idrus, dkk., 2014; Rahardjo, dkk., 1995; Rahardjo, dkk., 2012). Daerah ini merupakan lokasi terbentuknya fluida hidrotermal, oleh karenanya mengakibatkan terbentuknya batuan ubahan atau bahkan mineralisasi di daerah Gunung Gupit di daerah Kecamatan Salaman dan Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang (Idrus, dkk., 2013) dan di daerah Kalisat Magelang (Idrus, dkk., 2014). Batuan Formasi Kebobutak (Tmok) di bagian sisi barat Pegunungan Kulonprogo

pada Gambar 1 dan Gambar 5, menunjukkan pola sebaran berarah utara timurlaut-selatan barat daya atau dengan kecenderungan arah sekitar N20oE. Formasi Kebobutak sebagai

batuan utama di Pegunungan Kulonprogo membentuk pola-pola kelurusan berarah utara timurlaut di sisi barat. Kelurusan ini membatasi Pegunungan Kulonprogo sisi baratdaya dengan dataran aluvial Purworejo. Di bagian barat Pegunungan Kulonprogo kelurusan ini membatasinya dengan rangkaian Pegunungan Serayu Selatan bagian timur.

Batuan Formasi Jonggrangan (Tmj) di bagian tengah Pegunungan Kulonprogo pada Gambar 1 dan Gambar 5, Gambar 7, menunjukkan pola sebaran berarah utara timurlaut-selatan barat daya atau dengan kecenderungan arah/trend sekitar N25oE.

Batuan ini muncul di daerah Girimulyo, Samigaluh dan Kaligesing Kabupaten Purworejo dan di daerah sebelah selatan Borobudur Kabupaten Magelang. Secara umum batuan ini hanya muncul di bagian tengah dan timur Pegunungan Kulonprogo, sementara di sisi selatan tidak diketemukan batuan ini. Batuan Formasi Jonggrangan tidak hanya menempati tinggian Pegunungan Kulonprogo, atau yang telah dikenal sebagai Plato Jonggrangan, namun juga menempati daerah rendahan di sisi timur di daerah Samigaluh, dan sedikit di sisi barat di daerah Kaligesing. Hal ini memunculkan dugaan adanya sesar naik yang mengangkat Formasi Jonggrangan sehingga tersebar bukan hanya berada di daerah rendahan namun juga di daerah tinggian (Gambar 7).

Batuan Formasi Jonggrangan di daerah Kokap (Gambar 8) terpotong-potong oleh sesar-sesar normal berarah baratlaut-tenggara. Sesar normal dengan kemiringan ke baratdaya ini memotong Formasi Jonggrangan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Hal ini menyebabkan batugamping Formasi Jonggrangan pada Gambar 1 dan 8 tampak menempati daerah tinggian dan rendahan.

(7)

15 Formasi Sentolo (dengan kode “Tmps” pada peta geologi regional) pada Gambar 1, 5 dan 6, menunjukkan pola sebaran berarah timurlaut-barat daya atau dengan kecenderungan arah sekitar N45oE.

Kecenderungan arah trend ini sejajar dengan arah kelurusan sebaran Formasi Nanggulan. Keterdapatan Formasi ini di Kulonprogo juga hanya dijumpai pada sisi timur Pegunungan Kulonprogo. Formasi ini hilang di sisi barat Gunung Gajah dan Gunung Ijo. Hilangnya formasi ini di sisi barat kemungkinan terjadi akibar sesar turun yang membuatnya bergerak turun dan tertutup endapan aluvial Purworejo atau juga dapat dimungkinkan karena sesar naik yang mengangkat Pegunungan Kulonprogo ke atas Formasi Sentolo di sisi barat Pegunungan Kulonprogo.

VI.

KESIMPULAN

1. Sebaran batuan di Pegunungan Kulonprogo dikontrol oleh struktur tubuh gunung api dan struktur geologi sekunder.

2. Struktur tubuh gunung api mengontrol sebaran batuan vulkanik menjadi batuan gunungapi Gajah, Ijo dan Menoreh.

3. Struktur sekunder yang mengontrol sebaran batuan di Pegunungan Kulonprogo berupa struktur sesar normal baratlaut-tenggara, sesar naik baratdaya-timurlaut dan sesar geser berarah utara timurlaut.

VII.

ACKNOWLEDGEMENT

Terimakasih kepada Departemen Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan pembiayaan bagi kelancaran studi penulis mengenai struktur geologi di Pegunungan Kulonprogo. Banyak terima kasih kami sampaikan kepada teman-teman di Program Doktor, Jurusan Teknik Geologi-Universitas Gadjah Mada, untuk diskusi yang telah dilakukan dalam mendukung terselesaikannya tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akmaluddin, Setijadji, D.L., Watanabe, K., and Itaya, T., 2005, New Interpretation on Magmatic Belts Evolution During the Neogene-Quarternary Periods as Revealed from Newly Collected K-Ar Ages from Central-East Java, Indonesia, Proceedings Joint Convention

Surabaya-HAGI-IAGI-PERHAPI, The 30th HAGI, The 34th IAGI, and The 14th PERHAPI Annual Conference

and Exhibition, Surabaya.

Barianto, D.H., Kuncoro, P., Watanabe, K., 2010, The Use of Foraminifera Fossils for Reconstructing the Yogyakarta Graben, Yogyakarta, Indonesia, Journal of South East Asian Applied Geology, May-August 2010, Vol 2(2), pp 138-143.

Harjanto, A., Suparka, E., Asikin, S., Yuwono, Y.S., 2009, Endapan Emas Epitermal Berumur Neogen di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ilmu Kebumian

Teknologi Mineral, Vol. 22, No. 2.

Harjanto, A., 2010, Alterasi Akibat Proses Hidrotermal di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya-Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ilmu Kebumian Teknologi Mineral, vol. 23-no. 3.

Harjanto, A., 2011, Vulkanostratigrafi di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4 No. 2, Yogyakarta.

Idrus, A., Warmada, I.W. dan Putri, R.I., 2013, Mineralisasi Emas di Gunung Gupit, Magelang, Jawa Tengah: Sebuah Penemuan Baru Prospek Emas Tipe Epitermal Sulfida Tinggi Pada Rangkaian Pegunungan Kulonprogo-Menoreh, Annual Engineering Seminar 2013,

(8)

16

Idrus, A., Warmada, I.W., Satriadi dan Nabila A.W., 2014, Mineralisasi Emas di Kalisat Magelang, Jawa Tengah: Prospek Emas Tipe Epitermal Sulfida Rendah Di Pegunungan Kulonprogo-Menoreh, Annual engineering Seminar 2014, FT-UGM, Yoyakarta

Purnamawati, D.I., dan Tapilatu, S.R., 2012, Genesa dan Kelimpahan Mineral Logam Emas dan Asosiasinya Berdasarkan Analisis Petrografi dan Atomic Absorbsion Spectophotometri (AAS) di Daerah Sangon, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi DIY, Jurnal Tenologi Vol. 5 No.2

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, HMD., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, HMD., 2012, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Pusat Survey Geologi-Badan geologi-Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Setiabudi, B.T., 2005, Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas Di Daerah Sangon,

Kabupaten Kulonprogo, Propinsi D.I. Yogyakarta, Kolokium Hasil Lapangan, Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral/DIM 2005

Soeria-Atmadja,R., Maury, R.C., Bellon, H., Pringgopawir, H., Polves, M., and Priadi, B., 1994, Tertiary Magmatic Belts In Java, Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol 9, No.1. Sudradjat, A., Syafri, I., dan Budiadi, E., 2010, The Geotectonic configuration of Kulonprogo Area,

Yogyakarta, Proceeding PIT IAGI Lombok 2010, The 39th IAGI Convention and Exhibition,

Lombok.

Syafri, I., Budiadi, E. dan Sudrajad, A., 2013, Geotectonic Configuration of Kulon Progo Area, Yogyakarta Konfigurasi Tektonik Daerah Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesian Journal of

Geology, Vol. 8 No. 4.

Utama, H.W., Sutanto, 2013, Arti Penting Fragmen Breksi Sebagai Identifikasi Basement Perbukitan Menoreh Daerah Kaliduren serta Kesebandingannya Terhadap Fragmen Batuan Metamoorf di Daerah Selogiri, Jawa Tengah, Proseiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6, T. Geologi

UGM, Yogyakarta.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia Vol. IA, General Geology of Indonesia and

Adjacent Archipelago, Government Printing Office, The Hague.

(9)

17

GAMBAR

Gambar 1. Peta Geologi Regional daerah Pegunungan Kulonprogo (Rahardjo, dkk., 1995).

(10)

18

Gambar 3. Peta kelurusan struktur geologi daerah Pegunungan Kulonprogo.

(11)

19

Gambar 5. Pola-pola kelurusan batuan di Pegunugan Kulonprogo.

Gambar 6. Indikasi adanya sesar naik sebagai pengontrol sebaran Formasi Nanggulan, Jonggrangan dan Sentolo.

(12)

20

Gambar 7. Sebaran batuan dasit dalam batuan Intrusi Andesit di daerah Bagelen Purworejo.

Gambar 8. Sebaran Formasi Jonggrangan yang terpotong sesar.

Gambar

Gambar 1. Peta Geologi Regional daerah Pegunungan Kulonprogo (Rahardjo, dkk., 1995).
Gambar 3. Peta kelurusan struktur geologi daerah Pegunungan Kulonprogo.
Gambar  6. Indikasi adanya sesar naik sebagai pengontrol sebaran Formasi Nanggulan, Jonggrangan  dan Sentolo
Gambar 9. Sesar-sesar geser kiri yang memotong batuan Gunung Api Menoreh.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini akan lebih memperdalam ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan dalam bidang akuntansi manajemen dan sistem pengendalian manajemen yang berfokus

Pengubahan ini menggunakan beberapa rangkaian, yaitu trafo step down, catu daya, tone control, poweramp kelas AB daya kecil dengan pasangan transistor BD 139 dan

7; #uang material $angunan dengan hati;hati dalam :adah "ang tertutup rapat untuk meminimalkan.. Penutup area reno*asi $angunan harus di$ersihkan dengan lap $asah% di*acum A

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang didapatkan mengenai tingkat demensia pada usia lanjut di UPTD Rumoh

“Serulah (manusia ) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik sesungguhnya tuhanmu dialah yang lebih

Sifat idempoten adalah salah satu sifat yang dimiliki suatu himpunan

Nilai total yang dihasilkan dari tabel diatas, 2.20 ( IFAS ) dan 0.59 ( EFAS ), dipergunakan untuk mengetahui posisi relatif PT Sari Ayu Indonesia dibandingkan dengan

 Biaya pesan tetap untuk setiap kali pemesanan dan biaya simpan sebanding dengan jumlah barang yang disimpan dan harga barang per unit serta lama