• Tidak ada hasil yang ditemukan

o / oo. Metode yang dilakukan yaitu sterilisasi, pengenceran air laut, pembuatan stok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "o / oo. Metode yang dilakukan yaitu sterilisasi, pengenceran air laut, pembuatan stok"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Skeletonema costatum

PADA SALINITAS YANG BERBEDA

Dias Natasasmita*, Divta Pratama Yudistira*. Fadhil Febyanto*, Nugraha Ridho*, dan Susi Rusmiati*.

ABSTRAK

Skeletonema costatum merupakan jenis fitoplankton yang sering

digunakan sebagai pakan alami di dalam budidaya. Pertumbuhan S costatum

dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien yang terkandung dalam media, maupun lingkungan yang ada. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan

Skeletonema costatum pada berbagai tingkat salinitas media dan salinitas

optimum bagi pertumbuhannya. Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah Skeletonema costatum serta beberapa parameter lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum. Salinitas perlakuan yang digunakan untuk penelitian ini adalah 20o/oo, 23 o/oo, 26 o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, dan 35 o

/oo. Metode yang dilakukan yaitu sterilisasi, pengenceran air laut, pembuatan stok kultur murni dan media Kultur, kemudian pengamatan dengan mikroskop. Dari hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan skeletonema tertinggi terjadi pada salinitas 26 o/oo. Skeletonema costatum dapat tumbuh optimal pada 25-29 o/oo. Kata Kunci : Skeletonema costatum

ABSTRACT

Skeletonema costatum is a species of phytoplankton are often used as

natural feed in aquaculture. Growth of s. costatum is influenced by the availability of nutrients contained in the media, as well as the environment. Practicum aims to determine the growth of Skeletonema costatum at different levels of salinity and salinity media for optimum growth. The material used in this lab course

Skeletonema costatum is as well as some environmental parameters that influence

the growth of Skeletonema costatum. Salinity treatment used for this research 20o/oo, 23 o/oo, 26 o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, and 35 o/oo. The method was by sterilizing, dilution of sea water, the manufacture of stock culture, pure and culture media then observations with a microscope. The results show that the highest growth of

(2)

Skeletonema occurs in 26 o/oo.salinity. Skeletonema costatum can grow optimally at 25-29 o/oo salinity.

Keyword : Skeletonema costatum

PENDAHULUAN

Fitoplankton merupakan produser primer di dalam rantai makanan di laut. Selain menjadi sumber makanan utama, fitoplankton juga diyakini dapat menambah jumlah oksigen yang terlarut dalan air, karena hasil dari proses fotosintesis yang dilakukannya menghasilkan oksigen yang bermanfaat bagi organisme laut lainnya di dalam hidupnya. Salah satu contoh fitoplankton adalah

Skeletonema costatum, ini

merupakan jenis fitoplankton yang sering digunakan sebagai pakan alami di dalam budidaya. Hal ini dikarenakan, skeletonema ini mudah dikembangbiakan dan dapat dipanen dalam jangka waktu yang lumayan singkat. Dalam pertumbuhannya, S

costatum dipengaruhi oleh

ketersediaan nutrien yang terkandung dalam media, maupun lingkungan yang ada. Faktor yang berpengaruh antara lain adalah suhu, pH, intensitas cahaya, dan yang sangat penting adalah faktor salinitas.

Sebagian besar diatom sangat peka terhadap perubahan kadar garam dalam air. Kehidupan berbagai jenis fitoplankton termasuk

S costatum tergantung pada salinitas

perairan. Faktor salinitas sangat penting karena, berpengaruh langsung terhadap tekanan osmotik tubuh. Produktivitas dan daya adaptasi berbagai jenis alga diduga berkaitan erat dengan tingkat salinitas lingkungannya. Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan S costatum pada berbagai tingkat salinitas media dan salinitas optimum bagi pertumbuhannya.

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty 1995 Skeletonema

costatum diklasifikasikan sebagai

berikut : Phylum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Bacillariales Subordo : Coscinodiscinae Genus : Skeletonema Spesies : Skeletonema costatum

(3)

Morfologi Skeletonema costatum

Skeletonema costatum bersel

tunggal (Uniselular), berukuran 4-6 mikron. Akan tetapi alga ini dapat membentuk urutan ranti yang terdiri dari beberapa sel. Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sela dan tidak memiliki alat gerak. Skeletonema costatum

dinding sel yang unik karena terdiri dari dua bagian yang bertindih (flustula) yang terbuat dari silikat, bagian katub atas disebut epiteka dan kutup bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka terdiri dari komponen epivaf dan episingulum dan pada bagian hipoteka terdiri dari komponen hipovaf dan hiposingulum (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Siklus Hidup Skeletonema costatum

Secara normal skeletonema

costatum ini bereproduksi secara

aseksual, yaitu dengan pembelahan sel. Pembelahan sel yang terjadi berulang-ulang ini akan mengakibatkan ukuran sel menjadi lebih kecil secara berangsur-angsur hingga generasi tertentu. Apabila ukuran sel sudah dibawah 7 mikron, secara reproduksi tidak lagi secara

aseksual akan tetapi berganti menjadi seksual dengan pembentukan auxospora. Mula-mula epiteka dan hipoteka ditinggalkan dan menghasilkan auxospora tersebut. Auxospora ini akan membangun epiteka dan hipoteka baru dan tumbuh menjadi sel yang ukurannya membesar, kemudian melakukan pembelahan sel hingga membentuk rantai (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroalga

Kurva pertumbuhan mikroalga (Fogg dan Thake 1987)

(1) Fase adaptasi (2) Fase pertumbuhan

(3) Fase penurunan pertumbuhan (4) Fase stasioner

(5) Fase kematian

Berikut adalah uraian singkat tentang kelima fase pertumbuhan mikroalga tersebut:

Fase 1. Pada fase ini medium diinokulasikan dengan organisme.

(4)

Kondisi pada awal biasanya berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Organisme sering tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan mungkin menjadi tidak nyaman. Selama pada fase adaptasi atau fase lag ini, kultur alga menyesuaikan diri terhadap kondisi, laju pertumbuhan lebih rendah dan akan meningkat dengan waktu kultivasi. Sel menjadi sensitif terhadap suhu atau perubahan lingkungan lainnya.

Fase 2. Setelah kultur alga beradaptasi terhadap kondisi kultivasi yang diberikan, sel masuk ke fase pertumbuhan. Selama periode ini intensitas cahaya tidak terbatas dan perubahan konsentrasi nutrien masih kecil pengaruhnya. Dalam sebuah kultur, dimana persediaan nutrien dan cahaya tidak terbatas, biomas alga bertambah per waktu secara proposional. Jumlah masa sel meningkat seiring terhadap waktu. Sel-sel membelah pada laju yang konstan. Keadaan ini sangat penting dalam menentukan keadaan kultur.

Fase 3. Pada fase ini alga tumbuh pada kultur yang padat, tidak ada penambahan atau pengurangan dari medium setelah inokulasi, penurunan logaritmik mulai terjadi.

Mineral juga mulai terbatas, akumulasi limbah toksik meningkat.

Fase 4. Pada fase ini suplai cahaya per sel alga menjadi terbatas dan peranan respirasi mulai meningkat. Kurva pertumbuhan mendekati nilai limit, yaitu fase stasioner.

Fase 5. Fase ini merupakan berakhirnya fase stasioner, yang mana populasi sel berkurang, sel-sel alga mulai mengeluarkan bahan organik, pertumbuhan terhambat. Terjadinya fase ini disebabkan oleh umur kultur yang sudah tua, suplai cahaya dan nutrien terbatas. Pada fase ini laju kematian menjadi tinggi, populasi alga menjadi rusak secara sempurna.

Menurut Mudjiman (2004) untuk mendapatkan hasil kultur

Skeletonema costatum yang

berkualitas baik, maka diperlukan beberapa faktor yang dapat mendukung keberhasilan lingkungan kultur tersebut. Faktor-faktor yang mendukung tersebut diantaranya adalah faktor biologis, kimia, fisika, dan keberhasilan lingkungan kultur. Faktor biologis meliputi penyediaan bibit yang bermutu dan jumlah yang mencukupi. Faktor fisika yang

(5)

mempengaruhi antaralain suhu, salinitas, pH, dan intensitas cahaya. Faktor kimia adalah unsur hara dalam media pemeliharaan harus sesuai dengan kebutuhan jenis plankton yang akan dikultur. Selain faktor tersebut diatas ada faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu kebersihan dari alat-alat kultur agar tidak terkontaminasi dengan organisme lain yang akan mengganggu pertumbuhan.

Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme organisme dalam perairan. Suhu mempengaruhu suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan factor pembatas penyebaran suatu spesies. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan reproduksi secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan skeletonema costatum (Suriawiria, 1985).

Dalam proses aerasi, selain terjadi proses pemasukan gas-gas yang diperlukan dalam proses potositesis juga akan timbul gesekan antara gelembung udara dengan molekul-molekul air sehingga terjadi sirkulasi air. Proses sirkulasi air ini sangat penting untuk

mempertahankan suhu tetap homogen serta penyebaran penyinaran dan nutrient tetap merata. Sirkulasi juga dapat mencegah pengendapan plankton dan menimbulkan getaran air yang menyerupai getaran di alam (Mudjiman, 2004). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi tekanan osmotik antara protoplasma sel organic dengan lingkungannya. Kadar garam yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur sekletonema costatum. Skeletonema costatum

tumbuh optimal pada salinitas 25-29 ppt (Djarijah, 1995).

Pertumbuhan Skeletonema

costatum sangat tergantung pada

intensitas lamanya penyinaran dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel tanaman selama fotosintesis. Biasanya, dalam ruang kultur intensitas cahaya berkisar antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga harus dikontrol. Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya yang diberikan berkisar antara 500-1000 lux, biasnya 12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap. Kultur missal

(6)

diruang terbuka, intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah 10.000 lux (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

MATERI DAN METODE

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis – Jum’at, tanggal 22 – 23 Nopember 2012, dengan lokasi di Laboraturium Basah Kampus Marine Station, Teluk Awur.

Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah stok

Skeletonema costatum yaitu kelas

dari Bacillariophyceae serta beberapa parameter lingkungan seperti parameter kimia yaitu salinitas. Adapun perlatan yang digunakan dalam praktikum ini tercantum dalam Tabel. 1

Tabel. 1 Alat dan Bahan Penelitian No Alat dan Bahan

1 Mikroskop 2 Cover glass 3 Pipet Tetes 4 Erlenmeyer 5 Hemocytometer

6 Stok Skeletonema costatum

7 Tissue 8 Jas Lab 9 Hand Counter

Sterilisasi Alat, Bahan dan Ruang Peralatan yang terbuat dari gelas terlebih dahulu di cuci dengan

detergen dan dibilas sampai bersih kemudian ditiriskan. Setelah kering, wadah ditutupi dengan alimunium dan di ikat dengan karet gelang, supaya air saat perebusan tidak masuk.

Sterilisasasi air tawar dan air laut dilakukan dengan teknik penyaringan dan klorinasi dengan menambahkan 60 ppm kaporit. Untuk sterilisasi ruangan dengan menyemprotkan alkohol.

Pengenceran air laut

Untuk mendapatkan salinitas yang diinginkan menggunakan perhitungan :

Sn = (S1 V1 + S2 V2) / (V1 + V2)

Keterangan :

Sn : Salinitas yang dikehendaki S1 : Salinitas air laut yang diencerkan

S2 : Salinitas air tawar untuk mengencerkan

V1 : Volume air laut yang diencerkan

V2 : Volume air tawar pengenceran

(7)

Pembuatan Stok Kultur Murni dan Media Kultur

Stok Skeletonema costatum

sebanyak 2 liter yang diperoleh dari BBPAP Jepara diperbanyak dengan kutur bertingkat. Kultur bertingakt dilakukan dengan dua cara menambahkan 2 liter stok murni (1/3 bagian) ke dalam media air laut dengan salinitas 30 ppt yang telah ditambahkan pupuk Conwy 6 ml sebanyak 4 liter. Pada praktikum digunakan kultur bertingkat dan media kultur dengan salinitas 20 ppt, 23 ppt, 26 ppt, 29 ppt, 32 ppt, 35 ppt.

Pengamatan dengan Mikroskop Setelah semua alat dan bahan siap, tahap selanjutnya adalah melakukan pengamatan pertumbuhan

Skeletonema costatum menggunakan

mikroskop. Pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan selang waktu 2 jam dalam alokasi waktu 24 jam menggunakan hemocytometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Grafik Pengamatan Pertumbuhan Skeletonema

costatum

Salinitas 20 %0

Kel\Jam 07.00 10.00 13.00 16.00 19.00 22.00 01.00 04.00 07.00 10.00 13.00 16.00 Rata-Rata Tiap Kelompok

1A 15 18 130 61 45 68 88 114 100 41 97 78 77,72727273 2A 29 56 81 89 103 142 37 55 64 70 75 71 79,27272727 3A 23 85 41 155 127 124 79 73 70 31 39 80 84,27272727 4A 22 4 53 85 112 120 61 11 37 56 111 48 65,45454545 5A 17 37 85 60 76 93 63 63 30 60 87 74 67,72727273 Rata-Rata Keseluruhan 74,89090909 Salinitas 23 %0

Kel\Jam 07.00 10.00 13.00 16.00 19.00 22.00 01.00 04.00 07.00 10.00 13.00 16.00 Rata-Rata Tiap Kelompok

1B 25 32 34 35 37 67 98 98 114 68 55 46 71,09090909 2B 27 86 112 116 98 118 71 57 40 58 71 93 79,54545455 3B 74 132 90 65 102 93 83 63 61 54 44 59 78,09090909 4B 33 41 61 78 79 89 72 41 51 30 40 55 54,09090909 5B 44 48 63 76 58 29 87 80 53 78 43 84 59,90909091 Rata-Rata Keseluruhan 68,54545455 Salinitas 26 %0

Kel\Jam 08.00 11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00 08.00 11.00 14.00 17.00 Rata-Rata Tiap Kelompok

6A 46 49 69 60 97 126 75 143 41 78 69 117 92,72727273 7A 21 59 73 52 87 70 94 96 19 38 105 81 71,72727273 8A 42 50 143 175 78 74 62 68 17 108 81 57 77,90909091 9A 3 19 38 123 71 86 115 181 75 83 125 87 101,0909091 10A 11 17 43 98 104 150 110 83 51 37 54 135 82,09090909 Rata-Rata Keseluruhan 85,10909091 Salinitas 29 %0

Kel\Jam 08.00 11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00 08.00 11.00 14.00 17.00 Rata-Rata Tiap Kelompok

6B 32 53 129 61 45 21 78 87 75 107 59 44 71,90909091 7B 23 58 66 69 15 97 111 116 100 34 86 122 81,54545455 8B 40 36 61 30 81 112 129 69 50 86 28 48 70 9B 8 96 62 55 56 53 54 7 36 48 58 53 53,27272727 10B 17 28 36 21 83 100 121 53 21 13 11 118 56,54545455 Rata-Rata Keseluruhan 66,65454545 Salinitas 32 %0

Kel\Jam 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 Rata-Rata Tiap Kelompok

11A 20 33 36 30 15 20 34 50 37 12 44 23 32,18181818 12A 63 77 60 81 53 57 69 43 44 23 26 6 54,72727273 13A 16 19 58 73 84 20 91 30 94 48 34 62 57,18181818 14A 17 26 42 74 45 156 26 16 92 45 210 28 70,63636364 15A 55 63 71 30 62 86 101 37 64 21 36 60 62,36363636 Rata-Rata Keseluruhan 55,41818182 Salinitas 35 %0

Kel\Jam 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 Rata-Rata Tiap Kelompok

11B 21 95 153 22 17 90 135 72 77 29 15 17 67,54545455 12B 50 40 113 39 35 72 95 44 44 68 129 30 69 13B 71 96 55 144 149 16 184 31 31 13 43 21 77,63636364 14B 73 34 74 47 35 27 89 70 70 47 158 29 68,45454545 15B 38 76 40 28 20 88 120 33 33 28 108 27 58,09090909 Rata-Rata Keseluruhan 68,14545455 Salinitas Rata-Rata Pertumbuhan Per 3 Jam 20 74,89090909 23 68,54545455 26 85,10909091 29 66,65454545 32 55,41818182 35 68,14545455

(8)

PEMBAHASAN

Dari penelitian pendahuluan diketahui bahwa pertumbuhan S

costatum dapat diamati dengan jelas

setiap 3 jam sekali dan pada tingkat salinitas dengan interval 3 o/oo. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui waktu pengamatan dan interval salinitas media yang tepat.

Dari grafik mengenai pertumbuhan Skeletonema costatum

terhadap salinitas yang berbeda ( 20o/oo, 23 o/oo, 26 o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, dan 35 o/oo) terlihat bahwa pertumbuhan skeletonema tertinggi terjadi pada salinitas 26 o/oo. Sedangkan pada salinitas 32 o/oo pertumbuhan Skeletonema costatum

terlihat minim. Salinitas perlakuan yang digunakan untuk penelitian utama adalah 20o/oo, 23 o/oo, 26 o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, dan 35 o/oo. Hal ini dimungkinkan karena menurut (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995) pada kisaran salinitas tersebut

Skeletonema costatum dapat hidup

dan tumbuh dengan baik.

Skeletonema costatum merupakan

diatom yang bersifat euryhalin dengan kisaran 20-30 o/oo merupakan kisaran yang baik untuk

pertumbuhan, dan optimal pada 25-29 o/oo, namun dapat bertahan hidup hingga 40 o/oo. Selain itu Menurut (Sriyani, 1995) kisaran nilai salinitas yang bisa ditoleransi oleh Skeletonema costatum antara 15-34 ppt dan optimalnya adalah 25-29 ppt. Karena jenis ini kebanyakan hidup di sekitar permukaan pantai dengan perairan bersifat payau dimana salinitasnya tidak terlalu tinggi. Salinitas yang terlalu tinggi atau rendah akan menganggu proses metabolisme sel sehingga pertumbuhan Skeletonema costatum

kurang bagus Dari referensi yang didapat dapat dikatakan bahwa percobaan yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah berhasil karena pertumbuhan maksimal dari

Skeletonema costatum terjadi pada

salinitas kirasaran 25-29 o/oo.

Dari data dan grafik yang didapat dari hasil pengamatan kita dapat mengetahui berapa nilai salinitas yang ideal untuk pertumbuhan Skeletonema costatum.

Hal ini sesuai dengan data dan grafik yang ada. Bila melihat dari pola perumbuhannya, pertumbuhan yang paling ideal dan sesuai dengan referensi yang ada dari

(9)

Skeletonema costatum terjadi pada rentang salinitas 26 dan 29 ppt.

Hal ini terkait dengan pola pertumbuhan yang ditunujukan oleh

Skeletonema costatum itu sendiri.

Mengenal pola pertumbuhan algae tersebut merupakan hal penting untuk mencapai produksi algae yang dibutuhkan secara tetapdan kontinyu. Dengan melihat pola pertumbuhan tersebut maka dapat diketahui waktu yang tepat untuk memanen algae, baik yang akan diberikan ke larva sebagai pakan alami maupun digunakan sebagai inokulan untuk kultur selanjutnya.

Berdasarkan karakteristik pertumbuhannya, Skeletonema

costatum mempunyai pertumbuhan

paling cepat, dengan doubling time (waktu generasi) 0,340 hari, waktu panen selama 1,625 hari,dan laju pertumbuhan relatif sebesar 3,2764.

Skeletonema costatum mempunyai

kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi yaitu 7,42%, dan untuk karbohidrat 21,32%, kandungan protein yang terdapat pada

Skeletonema costatum ini juga tidak

sedikit yaitu 37,40 %. Berdasarkan karakteristik pertumbuhan populasinya serta komponen utama

yang dikandungnya maka Skeletonema costatum, dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Abdulgani, dkk. 2008).

Skeletonema costatum

mempunyai kandungan nutrisi yang cukup baik ( Abdulgani, dkk. 2008).

Skeletonema costatum dijadikan

sebagai bahan pakan alami bagi

artemia dan komoditas pertambakan

yang sangat baik. Pemberian pakan alami ini dimulai pada stadia zoea dan mysis (Nybakken, 1992). Menurut Cahyaningsih (1990) ada beberap faktor yang dapat digunakan sebagai acuan unutk menentukan apakah jenis pakan itu termasuk kategori pakan alami yang memenuhi syarat, diantaranya adalah Bentuk dan ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva diproduksi secara massal dan mudah dibudidayakan Kandungan sumber nutrisinya lengkap dan tinggi Isi sel padat dan mempunyai dinding sel tipis sehingga mudah dicerna. Gerakannya menarik bagi ikan tetapi tidak terlalu aktif sehingga mudah dimangsa. Faktor ini yang menjadi acuan

Skeletonema costatum dijadikan

sebagai pakan alami selain nutrisinya yang baik.

(10)

Skeletonema costatum selain sebagai pakan alami dapat juga digunakan sebagai bahan antibiotic terhadap Vibrio mytiili, Vibrio sp,

Listonella anguillarum (Naviner.

1999). Hasil pengujian aktifitas menunjukan bahwa ekstrak intraseluler kasar Skeletonema

costatum dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Vibrio Sp.

dengan petensi hambatan 75,47 % ( 2000 ppm ), 52,08% ( 1000 ppm ), 30,43 % ( 500 ppm ), 23,81% ( 250 ppm ), 15,79% ( 100 ppm ) dibandingkan dengan kloramfenikol. Besarnya konsentrasi hambatan minimum ekstrak intraseluler terhadap Vibrio sp. adalah 500 ppm dengan hambatan ekstrak intraseluler

Skeletonem costatum dan

kloramfenikol sebesar 7 dan 23 mm (Nugraheny, N . 2001).

KESIMPULAN

Skeletonem costatum dapat

tumbuh optimal apada kisaran 25-29 ppt, karena Skeletonem costatum

kebanyakan hidup di sekitar permukaan pantai dengan perairan bersifat payau dimana salinitasnya tidak terlalu tinggi. Dari hasil pengamatan bahwa pertumbuhan

Skeletonem costatum yang paling

tinggi terdapat pada salinitas 26 o/oo.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Siregar Djarijah. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta.

Abdulgani, N., Zuhdi, M F A., Sukesi. (2008). Potensi Mikroalga Skeletonema costatum, Chlorella vulgaris,

dan Spirulina platensis sebagai

Bahan Baku Biodiesel. ITS : Surabaya.

Fogg GE, Thake B. 1987. Algal

Cultures and Phytoplankton

Ecology. Third Edition. London:

The University of Wisconsin Press.

Isnansetyo Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur

Phytoplankton Zooplankton.

Pakan Alam untuk pembenihan

organism laut. Kanisius.

Yokyakarta.Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Penerbit Alumni. Bandung.

Martosudarmo dan Wulani (1990),

Petunjuk Pemeliharaan Kultur

(11)

Proyek Pengembangan Budidaya Udang Situbondo. Situbondo.

Mudjiman A. 2004. Makanan Ikan

Edisi Revisi. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Nugraheny, N. (2001). Ekstraksi bahan antibakteri dari diatom laut Skeletonema costatum dan potensi daya hambatnya terhadap Vibrio sp. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, FPIK Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan ketuntasan secara individu dan klasikal pada skor dasar, siklus I, dan siklus II dengan penerapan model pembelajaran Role Playing pada siswa kelas VI SD

Dari data di atas, dapat ditarik kesimpulam bahwa JDIH pemerintah kabupaten-kota lebih memprioritaskan penyediaan dokumen Perda dibanding produk hukum yang lain,

Karena siswa pada usia remaja terutama pada siswa SMP cenderung terbuka dengan peer group nya, maka dibutuhkan suatu layanan yang dilakukan dengan cara berkelompok dalam

Tujuan PKM adalah berupaya untuk membebaskan dan mengendalikan pengakit- penyakit tertentu, serta memberikan kondisi lingkungan yang layak bagi kehidupan

menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang singkat. Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah. Oleh

Hasil estimasi nilai intrinsik dengan menggunakan metode discounted cash flow dan relative valuation antara Rp2.607 per lembar saham sampai dengan Rp2.624, harga saham rata-

Dengan kondisi baik ini Anda bisa melakukan sesuatu untuk membantu orang lain, bukan hanya manusia atau binatang saja, tapi makhluk hidup apa pun selama ia memiliki batin.. Jika Anda