• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN BAB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN BAB"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

8.1Petunjuk Umum

Safeguard pada bidang Ciptakarya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran limbah permukiman. (municipal waste water) yang terdiri dari air limbah domestik, yang berasal dari kegiatan mandi, cuci, dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta limbah dari industri rumah tangga. Air limbah permukiman perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti ; pencemaran air permukaan dan air tanah yang dapat menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dll.

Lingkup Kerangka Safeguard, terdiri dari 2 komponen, yaitu :

1. Safeguard lingkungan, dimaksudkan untuk membantu melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak (PAP).

2. safeguard pengadaan tanah dan permukiman kembali, untuk membantu melakukan evaluasi secara sistematis terhadap penanganan pengurangan dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak pemindahan (DP).

Prosedur Safeguard lingkungan, prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari beberapa kegiatan utama yaitu ; pentapisan awal sub-proyeksesuai dengan kriteria safeguard, evaluasi dampak lingkungan ; pengkalsifikasian dampak lingkungan dari sub-proyek yang diusulkan, perumusan SOP, UKL/UPL atau AMDAL, pelaksanaan pemantauan pelaksanaan. Kategori Subproyek menurut dampak lingkungan lihat Tabel 8.1

ASPEK SOSIAL

(2)

Tabel 8.1

Kategori Sub Proyek Menurut Dampak Lingkungan

Kategori Dampak Persyaratan

Pemerintah

A

Sub proyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan

ANDAL dan RKL/RPL

B

Sub proyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan

UKL dan UPL

C

Sub proyek tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanh dan air

Tidak diperlukan ANDAL dan RKL/RPL

8.1.1. Prinsip dasar Safeguard

Program investasi infrastruktur bidang Cipta Karya yang diusulkan oleh kabupaten/ kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

 penilaian lingkungan (environment assesment) dan rencana mitigasi dampak sub proyek, yang dirumuskan dalam bentuk ; AMDAL, UKL, SOP dll)

 AMDAL harus dilihat sebagai peningkat kualitas lingkungan

 Sejauh mungkin sub-proyekharusmenghindari/meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan

(3)

- Bahan yang merusak ozon - Bahan yang mengandung asbes - Bahan yang termasuk kategori B3

- Bahan yang termasuk pestisida, herbisida atau insektisida - Pembangunanbendungan

- Kekayaan budaya - Penebangan kayu

Landasan hukum kerangka safeguard lingkungan dan sosial, antar lain :

 UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan

 PP No 27 tahun 1997 tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)

 PP No 27 tahun 1999 tentang AMDAL

 Kepmen KLH No 17 tahun 2001 tentang jenis rencana usaha yang wajib dilengkapi dengan AMDAL

 Kep BAPEDAL No 09 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan AMDAL

 Kep MENKIMPRASWIL No 17/KPTS/2003 tentang penetapan jenis usaha/kegiatan bidang permukiman dan prasarana wilayah yang wajib dilengkapi dengan UKL dan UPL

 Kepmen KLH No 86 tahun 2003 tentang petunjuk pelaksanaan UKL/UPL

8.1.2. Kerangka Kelembagaan Safeguard Lingkungan

8.1.2.1. Pemrakarsa Kegiatan

Pemrakarsa kegiatan adalah perumus dan pelaksana RPIJM di masing-masing pemerintah kabupaten/kota peserta. Pemrakarsa kegiatan RPIJM bertanggungjawab untuk melaksanakan :

 Perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL, dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL melaksanakan serta melakukan pemantauan pelaksanaannya. Bila diperlukan Bappedalda dapat membantu pemrakarsa pelaksanaan pemantauan.

(4)

 Melakukan pelaksanaan RKL/RPL dan hasil pemantauannya Bappedalda, bupati/walikota.

 Keterbukaan informasi mengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada publik dalam waktu yang tidak terbatas

 Penanganan keluhan publik secara transparan

8.1.2.2. Bapedalda/Dinas Terkait

 Menurut SK Meneg LH No 86 tahun 2003 Bappedalda/dinas terkait yang berkecimpung dalam lingkungan hidup bertangungjawab untuk mengkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan

 Dalam pelaksanaan RPIJM Dinas/Badan yang mengelola lingkungan bertanggungjawab untuk melakukan supervisi pelaksanaan RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap lingkungan secara umum

 Dinas/Badan yang mengelola lingkungan di Kab/Kota merupakan anggota tetap komisi AMDAL

8.1.2.3. Komisi AMDAL

Komisi AMDAL tingkata kabupaten/kota adalah badan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan :

 kajian dan persetujuan terhadap KA-ANDAL, draft ANDAL, dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL yang dirumuskan oleh pemrakarsakegiatan

 penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Walikota yang bersangkutan (sesuai dengan PP No 27 tahun 1999 mengenai AMDAL, pasal 8)

8.1.3. Kerangka Kelembagaan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali

Pengadaan tanah dan permukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi diatas yang bukan milik pemerintah. Pengadaan tanah dan permukimankembali untuk kegiatan RPIJM mengacu kepada prinsip-prinsip sebagai berikut :

 Transparan

 Partsipipatif

 Adil

 Sepakat terhadap ganti rugi

(5)

Kesepakatan konstribusi sukarela harus ditandatangani oleh kedua belah pihak, SMT (safeguard monitoring team) harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada warga yang terkena dampak (DP) untuk melakukan konstribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebut harus didokumentasikan secara formal,meliputi :

1. kegiatan inventasrisasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yang diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, harga tanah yang berlaku yang didukung dengan NJOP

2. kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak lebih dari 200 orang/40 KK atau melibatkan lebih dari 100 orang atau 20 KK harus didukung oleh Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan PermukimanKembali (RTPTPK) yang menyeluruh.

3. Jika kegiatan investasi dapat mengakibatkan dampak kurang dari 200 orang/40 KK atau berdampak pada kurang dari 10 % aset produktif atau hanya melakukan pemindahan penduduk secara temporer (sementara) selama masa konstruksi harus dilakukan dengan RTPTPK sederhana. 4. RTPTPK menyeluruh atau sederhana dan pelaksanaannya menjadi

tanggungjawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oelh tim pemantau Safeguard

5. Perhitungan ganti rugi, didasarkan pada :

 perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar

 ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama

 ganti rugi tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman ditambah dengan biaya atas kerugian non material

 ganti kerugian untuk aset lainnya

6. Berkenaan dengan hak hukum atas tanah, dikelompokkan menjadi :

 warga yang memiliki hak atas tanahpada saat pendaptaran dilakukan termasuk hak adat ulayat

 warga yang tidak memiliki hak atas tanah akan tetapi menguasai/ menggarap lahan atau aset lainnya

 warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (penyewa)

 warga yang menguasai/menempati tanah tanpa landasan hukum ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (squatter)

 warga yang mengelola tanah wakaf

(6)

Tabel 8.2

Kategori Sub Proyek Menurut Dampak Kegiatan Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali

Kategori Dampak Persyaratan

Pemerintah

A

Sub proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah - subproyek seluruhnya menempati tanah negara

Surat pernyataan dari pemrakarsa kegiatan - sub proyek seluruhnya atau

sebagian menempati tanah yang telah dihibahkan secara sukarela

Laporan yang disusun oleh pemrakarsakegiatan

B

Pembebasan tanah secara sukarela :

Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang dihibahkan < 10 % dan memotong bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau < GSB dan bangunan tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai < Rp. 1 juta

Surat persetujuan yang disepakatiu dan ditanda tangani bersama antara pemrakarsa kegiatan dan warga yang menghibahkan tanahnya dgn sukarela

C

(7)

Pembebasan tanah dan permukiman kembali yang telah selesai dilaksanakan sebelum usulan sub-proyek disampaikan harus diperiksa kembali dengan trecer Study. Tracer study dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.

Implementasi pembangunan membutuhkan prosedur perijinan yang jelas. Untuk mewujudkan suatu mekanisme perijinan dalam pembangunan, peran serta instansi pengelola sangat berpengaruh. Beberapa instansi yang berkaitan dengan mekanisme perijinan untuk menunjang pembangunan antara lain :

 Dinas PU, khususnya Bagian Cipta Karya atau Dinas Tata Kota/Dinas Tata Ruang, sebagai pelaksana rencana pembangunan secara teknis.

 Badan Pertanahan sebagai instansi yang berwenang dalam aspek hukum pertanahan.

 Bappeda, sebagai instansi yang berwenang, dalam penyusunan rencana kota serta melakukan evaluasi sejauh mana rencana tersebut dilaksanakan.

Ijin pemanfaatan ruang untuk kegiatan swasta, baik untuk kepentingan pribadi, sosial maupun umum, dapat dibagi dalam tiga sasaran :

 Ijin yang berkaitan dengan penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah, selanjutanya disebut Ijin Lokasi (IL).

 Ijin yang berkaitan dengan rencana pengembangan kualitas ruang, selanjutnya disebut Surat Persetujuan Site Plan (PSP).

 Ijin yang berkaitan dengan pengambangan kualitas selanjutnya disebut dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

A. Ijin Lokasi

Ijin lokasi adalah ijin yang diberikan kepada perusahaan dalam rangka pengarahan lokasi penanaman modal sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang, dan sekaligus sebagai ijin untuk pelaksanaan perolehan tanah, serta berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak atas tanah.

Ijin lokasi memiliki dasar hukum yang kuat mengingat :

(8)

 Ijin Lokasi ditandatangani oleh Bupati, dimana menurut UU PR No. 26 tahun 2007 disebutkan bahwa Bupati adalah pejabat yang paling berhak dalam kegiatan penertiban dan sekaligus pembatalan pemanfaatan ruang.

Ijin lokasi berlaku untuk membebaskan lahan, dan sekaligus berlaku sebagai ijin pemindahan hak atas tanah. Ini berarti bagi perusahaan yang sudah memperoleh Ijin Lokasi memiliki kesempatan untuk melakukan pengembangan lahan kepada sub developer atau konsumen perumahan dan pemukiman dengan disertai status hak atas tanah.

B. Persetujuan Site Plan (PSP)

Persetujuan Site Plan (PSP) adalah ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan (Land Development), pada lokasi yang ditunjuk dalam ijin lokasi dan PSP berkaitan dengan kegiatan pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Selanjutnya pemanfaatan ruang di atas diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan tahapan pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTR.

Kekuatan Persetujuan Site Plan (PSP), adalah :

 PSP memiliki kelebihan dibanding Ijin Lokasi, karena PSP merupakan alat pengendali pemanfaatan ruang yang paling realistis dan operasional, karena pemanfaatan ruang dikembangkan di atas lahan yang sudah sepenuhnya dikuasai oleh pengembang, sehingga masalah pengembangan lahan tidak akan terbentur dengan masalah pembebasan lahan.

 PSP memiliki kelebihan karena merupakan legal dokumen yang menjamin kepastian hak kepada pengembang untuk mengembangkan blok kawasan dalam bentuk kapling-kapling kemudian dapat diperjualbelikan.

C. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

IMB adalah suatu ijin yang diberikan dalam rangka pembangunan fisik suatu bangunan di lokasi tertentu, yang bertujuan untuk mengatur mengenai terbentuknya kualitas bangunan dan agar sesuai dengan Rencana Tata Bangunan yang disepakati di wilayah tertentu di kabupaten.

(9)

Bagi daerah yang sudah memiliki ketetapan teknis seperti RTR/Rencana Site Plan atau rencana bangunan setempat, maka IMB merupakan suatu bentuk pengendalian tata bangunan yang sangat jelas, terlebih rencana tersebut di atas memiliki legalitas hukum seperti : Perda, Ketetapan Bupati.

Menerbitkan IMB berarti pemerintah memberikan jaminan bahwa bangunan berdiri tidak melanggar ketentuan yang tertera dalam rencana tata bangunan yang disepakati.

Partisipasi masyarakat dalam proses IMB menunjukan indikator tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memiliki IMB atau tingkat pemahaman masyarakat terhadap proses perijinan.

Pengaturan mekanisme perijinan dalam proses pemanfaatan dan pengendalian rencana tata ruang dilakukan berdasarkan berikut :

Tidak adanya tumpang tindih kewenangan dalam penertiban perijinan, Dalam proses penataan ruang, Bupati lebih menitikberatkan pada implementasi kebijakan investasi yang sudah digariskan melalui kebijakan Presiden/Menteri terkait mapun Gubernur, dengan cara mengembangkan pola pengendalian pemanfaatan ruang secara lebih proporsional. Dalam era otonomi kewenangan dalam perijinan pemanfaatan ruang seluruhnya ditangan Bupati. Bupati tidak hanya memiliki kewenangan dalam perijinan untuk pengembangan kawasan perumahan dan pemukiman saja, akan tetapi juga memiliki kewenangan melakukan koordinasi seluruh kegiatan perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian untuk berbagai sektor pembangunan kota seperti : pengalokasian lahan, perencanaan dan penetapan syarat-syarat pembangunan serta pengoperasian, syarat-syarat pembangunan serta pengoperasian, penyediaan sarana penunjang dan kemudahan yang diperlukan.

Memperkecil konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang, Dalam upaya meningkatkan gairah investasi maka pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan perijinan, yang intinya adalah mempercepat dan mempermudah proses perijinan investasi dengan cara memotong dan mengurangi jalur birokrasi sehingga lebioh mendekatkan investor kepada pihak yang dilayani. Penertiban ijin pemanfaatan ruang berorientasi pada pertumbuhan, dengan tidak mengabaikan hukum, adat istiadat dan nilai-nilai kebiasanaan yang berlaku di masyarakat setempat, untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antara masyarakat di satu sisi dengan aparat pemda dan pengusaha disisi lain

(10)

Pengalihan kewenangan dalam penertiban ijin kepada dinas-dinas terkait di lingkungan Pemda Kabupaten, sebagaiberikut :

a. Ijin Lokasi kepada Ketua Bappeda Kabupaten

b. Persetujuan Site Plan kepada Kepala Dinas PU atau Dinas Tata Kota c. Ijin mendirikan bangunan kepada Kepala Dinas PU atau Dinas Tata

Kota.

Perijinan sebagai pengendali pemanfaatan ruang yang operasional, Aparat pemda sebagai pengendali pemanfaatan ruang dapat bertindak tegas terhadap kasus pelanggaran fungsi ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan pelanggaran teknis bangunan yang terjadi. Perijinan yang berlaku secara jelas dan tegas mencantumkan sanksi bagi pelanggaran. Perlu adanya juklak yang diterbitkan oleh Bupati menyangkut penertiban pelanggaran fungsi pembangunan, yang bersifat terpadu serta memperkecil peluang tawar menawar.

Perijinan perlu didukung oleh landasan hukum, Penerbitan perijinan pemanfaatan ruang, khusunya persetujuan Site Plan menurut tata cara yang mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Teknik Ruang (RTR). Untuk itu, sejak saai ini RDTR dan RTR perlu diatur dalam Peraturan Daerah, sehingga praktis RDTR dan RTR sebagai acuan perijinan memiliki dasar hukum yang jelas. Sehingga Persetujuan Site Plan sebagai kebijaksanaan operasional dari Pemda Kabupaten, memiliki landasan hukum yang kuat.

(11)

Gambar 8.3

Mekanisma Keputusan Perijinan dan Tata Ruang

8.2. Komponen Safeguard

8.2.1 Komponen Sosial dan Ekonomi

Komponen sosial dimaksudkan untuk melihat gambaran kegiatan sosial kependudukan, baik tingkat pertumbuhan penduduk, ukuran keluarga, budaya atau aktivitas sosial penduduk termasuk tradisi.

Sedangkan komponen ekonomi, dimaksudkan untuk melihat gambaran sektor-sektor pendorong perkembangan ekonomi dan tingkat perkembangannya yang dapat dilihat dari faktor ketenagakerjaan, kegiatan usaha, dan perkembangan penggunaan tanah dan produktivitasnya.

Data sumberdaya manusia yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: 1. Jumlah penduduk;

Jalur Pemda Perijinan sebagai jalur kesepakatan antara Pemda dengan Investor

(12)

3. Pertumbuhan penduduk;

4. Penduduk menurut mata pencaharian; 5. Penduduk menurut tingkat pendidikan; 6. Penduduk menurut struktur usia; 7. Penduduk menurut struktur agama; 8. Penduduk menurut jenis kelamin;

9. Penduduk menurut struktur pendapatan; 10. Jumlah kepala keluarga;

11. Angka kelahiran dan angka kematian; 12. Tingkat mobilitas penduduk;

13. Tingkat harapan hidup; 14. Tingkat buta huruf.

8.2.2 Komponen Sosial Budaya

Komponen sosial budaya; merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, yang dapat diukur dari:

- Tempat peribadatan;

- Tempat/kegiatan institusi sosial dan budaya; - Sarana olahraga.

8.2.3 Komponen Lingkungan

Kajian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan fisik dan lingkungan perkotaan dalam mendukung pengembangan yang akan terjadi maupun yang ada pada saat ini. Termasuk diantaranya adalah untuk mengidentifikasikan lahan-lahan potensial bagi pengembangan selanjutnya. Informasi yang dibutuhkan bagi keperluan tersebut antara lain:

• Kondisi tata guna tanah (penggunaan tanah);

• Kondisi bentang alam kawasan;

• Lokasi geografis;

• Sumber daya air;

• Kondisi lingkungan yang tergambarkan dari kondisi topografi dan pola drainase;

• Sensitivitas kawasan terhadap lingkungan, bencana alam dan kegempaan;

• Status dan nilai tanah;

• Ijin lokasi, dll.

8.3 Metode Pendugaan Dampak

(13)

Metode formal dan non formal digunakan dalam memprakirakan besaran dampak. dalam hal usaha dan/atau kegiatan yg akan dilaksanakan bersifat terpadu dan berada dalam suatu kawasan, maka pengukuran terhadap besaran dampak kumulatif akibat berbagai usaha dan/atau kegitan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :

 jumlah manusia yang akan terkena dampak;

 luas wilayah persebaran dampak;

 intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

 banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;

 sifat kumulatif dampak;

 berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Komponen lingkungan hidup yg ditelaah karena terkena dampak, antara lain :

 Iklim & Atmosfer

 Bising, Getaran dan Bau

 Kualitas Udara

 Sumber daya air

 Penggunaan Lahan dan Tata Ruang

 Tanah, Lahan dan Tataguna Lahan

 struktur bawah permukaan

 Ekosistem Perairan

 Demografi

 Sosial Ekonomi

 Sosial Budaya

 Kesehatan Masyarakat

Metode Pengumpulan dan Analisis data baik primer dan/atau sekunder yang sahih dan dapat dipercaya (reliabel) untuk digunakan

 Menelaah, mengamati dan mengukur komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yg diperkirakan mendapat dampak besar dan penting dan lingkungan hidup sekitarnya.

 Menelaah, mengamati dan mengukur komponen lingkungan hidup yg diperkirakan terkena dampak besar dan penting.

8.4 Rencana Pemantauan Safeguard Sosial dan Lingkungan

(14)

Pengawasan terdiri dari tiga kegiatan yang saling terkait, yaitu pelaporan, pemantauan (monitoring), serta evaluasi pemanfaatan ruang. Sedang kegiatan penertiban dilakukan melalui pengenaai sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana.

A. Pengawasan

Pengawasan yang dimaksudkan adalah upaya pelaporan, pemantauan, dan evaluasi untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

1. Pelaporan

Pelaporan adalah pemberian informasi obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berlaku. Pada dasarnya, seluruh stakeholders pembangunan dapat dilibatkan dalam kegiatan pelaporan. Pelaporan dalam segala bentuk yang dilakukan oleh seluruh pihak yang apresiatif terhadap kualitas tata ruang ditindaklanjuti dalam kegiatan pemantauan, khususnya yang mengindikasikan adanya pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota yang berlaku.

Secara kelembagaan, pelaporan ini dilakukan dan/atau dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan secara rutin dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang.

2) Pemantauan

Pemantauan adalah usaha atau tindakan mengamati, mengawasi, dan memeriksa secara terstruktur perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Sebagaimana dalam usaha pelaporan, maka usaha mengamati, mengawasi, dan memeriksa perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan ini menjadi kewajiban perangkat Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai kelanjutan dari temuan pada proses pelaporan, namun terbuka peluang bagi masyarakat untuk berperan serta dalam pemantauan tata ruang, yang kemudian bersama-sama dengan perangkat Pemerintah Kabupaten/Kota menindaklanjuti sesuai proses dan prosedur yang berlaku.

(15)

3) Evaluasi

Evaluasi yang dimaksudkan sebagai usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dan secara berkala disimpulkan sebagai kinerja penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota yang dilaporkan kepada perwakilan rakyat.

Evaluasi merupakan fungsi dan tugas rutin Pemerintah Kabupaten/Kota dengan bantuan aktif masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Kegiatan utama evaluasi adalah membandingkan hasil pemantauan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan secara berkala.

Hasil penilaian kinerja pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dituangkan dalam keputusan mengenai tingkat penyimpangan terhadap tujuan dan muatan RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan upaya untuk mengatasinya. Tindakan penertiban dilakukan jika konsep, tujuan, sasaran, dan muatan arahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan masih sahih. Sedang peninjauan kembali secara keseluruhan terhadap proses penataan ruang dilakukan jika penyimpangan yang terjadi mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap konsep, tujuan, sasaran, dan muatan arahan pemanfaatan ruang.

B. Penertiban

Penertiban adalah tindakan menertibkan yang dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan melalui pengenaan sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di samping tindakan penertiban melalui pengenaan sanksi juga mengacu kepada rencana tata ruang yang lebih rinci dan/atau pedoman penataan ruang dan penataan bangunan sesuai dengan penggunaannya sebagai acuan perijinan pemanfaatan ruang.

C. Mekanisme Perijinan

Perijinan merupakan konfirmasi atas rencana pemanfaatan ruang dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang.

(16)

Penertiban perijinan disesuaikan dengan skala rencana tata ruang yang diacu, seperti Ijin Prinsip, Ijin Perencanaan, IMB, Ijin UUG/HO, Ijin Tetap, Ijin Usaha, dan Ijin Tempat Usaha (SITU).

Perijinan yang terkait langsung dengan pemanfaatan ruang adalah Ijin Lokasi, Ijin Perencanaan, dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), sedang pertimbangan kelayakan lingkungan diatur melalui Ijin Undang-undang Gangguan (IUUG/HO). Perijinan sektoral yang terkait dengan legalitas usaha atau investasi adalah Ijin Prinsip, Ijin Tetap, dan Ijin Usaha.

Dalam berbagai situasi perijinan secara bersama-sama diintegrasikan ke dalam proses perijinan pertanahan, mulai Ijin Lokasi hingga prosedur pengajuan/pemberian hak atas tanah (Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan/atau Hak Milik).

D. Sanksi Hukum

Sebagaimana diatur dalam UU No 23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup pasal 41 sampai pasal 48, maka sanksi yaitu :

Pasal 41

1. Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 42

1. Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00(seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 43

(17)

ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), barangsiapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.

3. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp 450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 44

1. Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (figa) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 45

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.

Pasal 46

(18)

melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.

3. Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.

4. Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan.

Pasal 47

Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa :

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau b. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau

c. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau

d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun

Pasal 48

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.

Gambar

Tabel 8.1
Tabel 8.2 Kategori Sub Proyek Menurut Dampak Kegiatan Pembebasan Tanah dan
Gambar  8.3 Mekanisma  Keputusan Perijinan dan Tata Ruang

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sugiyono bahwa penelitian kualitatif mempunyai beberapa karakteristik diantaranya yaitu dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan

Hal tersebut membuat peneliti melakukan penelitian dengan tujuan mendapatkan gambaran dan dampak dari psychological capital pada wirausaha yang memiliki pekerjaan tetap. Peneliti

Tunjangan Kehadiran adalah komponen Tunjangan Kinerja yang diberikan kepada Pegawai berdasarkan jumlah kehadiran yang sesuai dengan jam kerja yang diatur dalam Peraturan Menteri

Workshop bersama dengan stakeholders kabupaten Ngawi dengan Tujuan untuk membahas Draft awal untuk memperoleh kesepakatan dari semua fihak baik yang terkait dengan permasalahan

Teknik Bentuk Instrumen Contoh Instrumen Alokasi Waktu Sumber Belajar 4.1 Mengungkapkan makna dalam bentuk teks lisan fungsional pendek sederhana dengan menggunakan

Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang lapar yang mencuri timunku?&#34; Ladang timun itu memang benar-benar berantakan.. Banyak pohon timun yang rusak

Secara umum berdasarkan letak geografisnya, perairan Kepulauan Seribu paling tidak dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok besar yaitu perairan selatan yang berbatasan langsung

Dalam rangka menjamin mutu pemeriksaan laboratorium pelaksana pemeriksaan Uji Kepekaan M.tuberculosis perlu dilakukan program jaminan mutu yang terdiri aatas 3 komponen yakni