• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI (2.1) Keterangan: i = jumlah derajat kebebasan q i. = koordinat bebas yang digeneralisasi Fq i = gaya yang digeneralisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI (2.1) Keterangan: i = jumlah derajat kebebasan q i. = koordinat bebas yang digeneralisasi Fq i = gaya yang digeneralisasi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Metode Elemen Hingga Sistem Rotor Dinamik [7]

Pemodelan elemen hingga sistem rotor dinamik dikembangkan berdasarkan konsep energi. Persamaan energi kinetik, energi regangan, dan kerja maya yang terdapat pada metode energi dapat digunakan untuk menurunkan persamaan gerak rotor, poros, bantalan, dan massa tak seimbang.

Persamaan-persamaan umum dari sistem poros-rotor dapat diturunkan dengan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:

• Menghitung energi kinetik (T), energi regangan (U), dan kerja maya dari gaya eksternal untuk masing-masing komponen sistem.

• Menentukan metode numerik yang akan digunakan. Untuk perhitungan yang melibatkan sistem dengan sedikit derajat kebebasan, metode Rayleigh-Ritz dapat digunakan, sedangkan untuk perhitungan yang berkaitan dengan aplikasi di bidang teknik yang umumnya melibatkan banyak derajat kebebasan, digunakan metode elemen hingga.

• Menerapkan persamaan Lagrange sebagai berikut:

i . i i i d T T U Fq dt q q q ⎛ ⎟ − + = ⎟ ∂ ∂ ⎝ ⎠ (2.1)

Keterangan: i = jumlah derajat kebebasan

qi = koordinat bebas yang digeneralisasi Fqi = gaya yang digeneralisasi

. = keterangan turunan terhadap waktu

2.1.1 Rotor

Pemodelan untuk komponen rotor dilakukan dengan menggunakan persamaan energi kinetik saja. Persamaan energi kinetik rotor (TD) diperoleh dengan memanfaatkan dua

(2)

sistem koordinat, yaitu sistem koordinat global Ro(X,Y,Z) dan koordinat lokal rotor R(x,y,z) seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem koordinat poros-rotor [7]

Jika persamaan energi kinetik rotor dievaluasi dengan persamaan Lagrange, maka akan didapat persamaan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

.. . D .. . D R R . .. . Dy Dx .. . Dy Dx 0 0 0 0 M 0 0 0 u u 0 0 0 0 0 M 0 0 w w T T d Ω dt δ δ 0 0 0 I 0 0 I 0 θ θ 0 0 I 0 0 0 0 I ψ ψ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎛ ⎢ ⎥ ⎥ − = + ⎜ ⎟ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎜ ⎟ ∂ ⎝ ⎠ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ − ⎥⎢ ⎥⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎢ ⎥ ⎥ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎦ , (2.2)

di mana, MD = massa rotor (kg)

ID = momen inersia rotor pada pusat massa (kg.m2)

Vektor perpindahan nodal pusat geometri rotor dinyatakan dengan . Variabel u dan w menyatakan vektor perpindahan linear sedangkan variabel θ dan ψ

menyatakan vektor perpindahan angular.

[

]

t ψ θ, w, u, δ= 2.1.2 Poros

Poros dimodelkan sebagai batang dengan penampang melintang berbentuk lingkaran. Karakteristik dari sebuah poros diperoleh dari penjabaran energi kinetik dan energi regangan. Pada analisis elemen hingga, poros dibagi menjadi beberapa elemen kecil. Setiap

(3)

elemen memiliki dua nodal dan setiap nodalnya memiliki empat derajat kebebasan, yang terdiri atas dua perpindahan linier dan dua perpindahan sudut. Oleh karena itu, setiap elemen dari komponen poros-rotor akan membentuk matriks orde delapan. Jika persamaan energi kinetik (TS) dan energi regangan (US) dari poros dievaluasi dengan persamaan Lagrange, maka akan dihasilkan persamaan berikut ini:

(

)

.. . S R S . T T d M M δ Cδ dt δ δ ⎛ ⎞ ∂ − = + + ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ∂ ⎝ ⎠ , (2.3)

di mana: M = matriks massa klasik

MS = matriks massa akibat efek inersia rotasi C = matriks efek giroskop,

dan

(

K K δ δ U F C S = + ∂ ∂

)

⎤ ⎡ ⎤ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎦ ⎣ ⎦ (2.4)

di mana: KC = matriks kekakuan klasik

KF = matriks kekakuan akibat efek gaya aksial 2.1.3 Bantalan

Kerja maya (δW) dari gaya eksternal yang bekerja pada poros dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:

. u xx xz xx xz . w zx zz zx zz . θ . ψ F k k 0 0 u c c 0 0 u F k k 0 0 w c c 0 0 w F 0 0 0 0 θ 0 0 0 0 θ F 0 0 0 0 ψ 0 0 0 0 ψ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥= − ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎣ ⎦ , (2.5)

di mana : kxx,kzz = kekakuan bantalan arah horisontal dan vertikal (N/m) cxx,czz = redaman bantalan arah horisontal dan vertikal (N/m) xx = arah horisontal

(4)

2.1.4 Massa Tak Seimbang

Massa tak seimbang didefinisikan sebagai sebuah massa (mu) yang terletak sejauh d dari pusat geometri poros. Persamaan energi kinetik dari massa tak seimbang adalah:

. . u u T =m Ωd u cos ⎛ Ωt w sin − Ωt ⎝ ⎠ ⎞ ⎟ (2.6)

Variabel Ω menyatakan kecepatan sudut dari rotor. Jika persamaan (2.6) dievaluasi dengan persamaan Lagrange, maka akan diperoleh persamaan:

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ∂ ∂ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ Ωt cos Ωt sin dΩ m δ T δ T dt d 2 u u o u (2.7)

Persamaan di atas berkaitan dengan massa tak seimbang yang terletak pada sumbu z pada saat t = 0. Pada saat mempelajari rotor yang dipakai di industri, pengaruh dari beberapa massa tak seimbang yang bekerja secara simultan harus diperhitungkan. Ketika t ≠ 0, massa tak seimbang terletak pada posisi yang membentuk sudut α terhadap sumbu z sehingga gaya yang bekerja menjadi:

(

)

(

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ α Ωt cos α Ωt sin dΩ m F F 2 u w u

)

(2.8)

atau dapat ditulis dalam bentuk

Ωt cos F Ωt sin F F F 3 2 w u = + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ (2.9) di mana, ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = sinα cosα dΩ m F 2 u 2 (2.10) ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = α cos sinα dΩ m F 2 u 3 (2.11)

(5)

2.2 Metode Pseudomodal [7]

Penerapan metode pseudomodal bertujuan untuk menyederhanakan persamaan dan proses perhitungan. Penyederhanaan itu dilakukan pada beberapa variabel yang terdapat pada persamaan, yakni kekakuan dan redaman.

Pada metode ini diperkenalkan variabel redaman modal, sehingga dimungkinkan pemodelan suatu sistem dengan redaman yang kecil, mekanisme redaman tidak diketahui dengan baik, serta modus getar yang tidak terkopel. Persamaan berbasis modal yang dipakai pada metode ini adalah:

.. *

Mδ+K δ=0 (2.12)

di mana M adalah matriks massa, K* adalah matriks kekakuan yang diperoleh dari matriks K dengan mereduksi komponen kxz dan kzx.

Persamaan di atas tidak disertai dengan variabel redaman. Hal ini dikarenakan untuk menerapkan metode pseudomodal, maka terlebih dahulu harus diketahui modus getar sistem. Dalam hal ini n modus terendah dapat diperoleh dengan teknik iterasi simultan. Beberapa bentuk modus getar (mode shapes) tersebut akan membentuk matriks:

Φ = [Φ1, Φ2, ..., Φn]. (2.13)

Matriks tersebut digunakan untuk mengubah persamaan perpindahan menjadi:

δ = Φp, (2.14) setelah mengalikan persamaan umum sistem dengan Φt, diperoleh:

( )

. . .

t t t t

ΦMΦp + ΦCΩΦp + ΦKΦp = ΦF t (2.15)

Redaman modal dimasukkan ke dalam persamaan (2.15) dengan menganalogikannya sebagai sebuah sistem satu derajat kebebasan. Konsep ini diterapkan dengan memasukkan variabel baru ci di posisi diagonal dari matriks ΦtCΦ. Variabel ci didefinisikan sebagai berikut:

t t i i i i i

(6)

di mana αi merupakan faktor redaman modal yang besarnya ditentukan berdasarkan pengalaman dari perancang mesin.

2.2.1 Frekuensi Pribadi

Frekuensi pribadi dari suatu sistem dapat diperoleh dengan cara meninjau persamaan getaran sistem tersebut sebagai sistem getaran bebas. Kondisi ini memenuhi persamaan sebagai berikut: . . . t t t Φ MΦp + ΦCΩΦp + ΦKΦp = 0 (2.17) Jika dimisalkan p = Pert , (2.18)

maka akan diperoleh persamaan:

[r2m + rc + k]P = 0, (2.19)

di mana m = ΦtMΦ = diag{ΦtMΦ}

k = ΦtKΦ = diag{ΦtK*Φ} + ΦtK**Φ c = ΦtCΦ + diag{ci}.

Persamaan (2.19) dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − P rP r 1 P rP c k m k I 0 1 1 (2.20)

Penyelesaian matriks di atas akan menghasilkan nilai eigen dan vektor eigen. Berdasarkan nilai eigen dan vektor eigen tersebut akan diperoleh frekuensi pribadi dan modus getar. 2.2.2 Respon Akibat Massa Tak Seimbang

Respon akibat massa tak seimbang dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan berikut ini:

. . .

2 3

(7)

dimana:

f2 = ΦtF2 (2.22)

f3 = ΦtF3 (2.23)

Solusi persamaan (2.21) adalah:

p = p2 sinΩt + p3 cosΩt. (2.24)

Dengan memasukkan persamaan (2.24) ke dalam persamaan (2.21), diperoleh persamaan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − 3 2 3 2 2 2 f f p p mΩ k Ωc Ωc mΩ k (2.25)

Dengan memasukkan harga kecepatan putar rotor Ω tertentu, akan diperoleh nilai p2 dan p3 yang kemudian digunakan untuk menghitung harga vektor perpindahan. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

δ = Φ[p2ΩsinΩt + p3Ωcos(Ωt)] (2.26)

2.3 Metoda Direct [7]

Pada metoda ini, jumlah persamaan yang ada pada sistem tidak direduksi. Jumlah N derajat kebebasan tetap dipertahankan. Metoda ini digunakan untuk menghitung frekuensi pribadi dan untuk mendapatkan diagram Campbell.

Solusi persamaan umum getaran tanpa ada gaya luar yang bekerja adalah

rt

e

Δ =

δ , (2.27)

yang bila disubtitusikan ke dalam persamaan umum getaran 0 = + + δ δ δ C K M oo o , (2.28)

di mana C C= Ω, sehingga menghasilkan

(8)

Dengan menggunakan identitas MΔ=ΔM dan dikombinasikan dengan persamaan (2.29) akan didapatkan ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ r r K M r r r C M M 0 0 1 0 . (2.30)

Persamaan tersebut di atas dapat ditulis dalam bentuk

BX AX =λ , (2.31) di mana, ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = C M M A 0 (2.32) ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = K M B 0 0 (2.33) r 1 = λ (2.34) ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = r r X (2.35)

Solusi nilai eigen/vektor eigen yang didefinisikan pada persamaan (2.30) diperoleh dengan teknik iterarif simultan [7], yang sangat efisien untuk memperoleh nilai eigen terendah. Nilai eigen/vektor eigen yang dihasilkan adalah kombinasi bilangan komplek. Karena matriks A dan B adalah matriks dengan bilangan riil, nilai eigen haruslah pasangan konjugasi komplek. Sebagai contoh misalkan dua nilai eigen terendah

1 2 1 1 1 1 1 α ω ω α j r ± − − = , (2.36)

dan vektor eigen yang bersesuaian adalah 1

1 1 =R ± jI

Δ . (2.37)

Pengertian bentuk modus getar komplek tidak jelas untuk sistem tak teredam, sehingga perlu digunakan solusi untuk gerak bebas, yaitu

(9)

(

)

(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − − − + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − − + = R jI j t R jI j 1t 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 exp 1 exp ω α ω α ω α ω α δ , (2.38)

yang dapat ditulis dalam bentuk

(

)(

) (

)(

[

R jI t j t R jI t j t

]

t 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1

1 cos sin cos sin

1 exp ω ω ω ω α ω α δ ⎟ + + + − − ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − =

)

. (2.39)

Kemudian persamaan (2.39) disederhanakan menjadi

[

1 1 1 1 2 1 1 1 cos sin 1 exp 2 ω ω α ω α δ t R tI ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − ⋅ =

]

. (2.40)

Persamaan (2.40) tidak memiliki komponen bilangan komplek. Untuk sistem yang stabil, persamaan eksponensial meluruh menuju titik nol dalam fungsi waktu, dan modus diekspresikan dalam bentuk

[

1 1 1 1 2 1 1 1 sin cos 1 exp 2 ω ω α ω α

]

δ I t R t − = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − ⋅ . (2.41)

Kemudian, perpindahan untuk sebuah nodal diekspresikan dalam bentuk

t u t u u= r cosωi + isinωi (2.42) t w t w w= rcosωi + isinωi . (2.43)

Jika persamaan (2.42) dan persamaan (2.43) diplot dalam bentuk pola jejak, maka akan didapatkan grafik berbentuk elips. Bila diputar pada kecepatan kritis, maka sistem poros rotor akan bergetar serupa dengan bentuk modus getar yang muncul pada getaran bebas. 2.4 Diagram Campbell

Diagram Campbell merupakan bentuk metode penyajian data frekuensi pribadi sistem poros-rotor sebagai fungsi dari kecepatan putar. Bentuk diagram Campbell disajikan pada Gambar 2.2. Nilai frekuensi pribadi sistem poros-rotor pada beberapa kecepatan putar

(10)

diplot pada sebuah diagram. Frekuensi pribadi pada modus getar yang sama dihubungkan untuk membentuk garis yang menyajikan perubahan frekuensi pribadi pada beberapa kecepatan putar tertentu, sehingga pada diagram ini dapat ditentukan nilai frekuensi pribadi pada kecepatan putar tertentu. Kecepatan kritis ditunjukkan oleh nilai frekuensi pribadi yang bersesuaian dengan kecepatan putar poros-rotor. Nilai kecepatan kritis pada diagram Campbell didapatkan pada titik perpotongan antara garis N/60 dan garis frekuensi pribadi.

Kecepatan Putar (rpm) F rekue ns i ( H z) modus 1,2 30000 3,4 5 6 15000 10 8 9

Gambar 2.2 Diagram Campbell [7]

Dari Gambar 2.2 dapat dilihat juga, bahwa ada sepuluh buah modus getar yang diamati. Untuk mengetahui frekuensi pribadi pada putaran tertentu dapat dilakukan dengan cara menarik garis lurus ke atas pada sumbu kecepatan putar, kemudian menentukan titik perpotongan antara garis yang ditarik dan garis frekuensi pribadi pada modus tertentu. Frekuensi pribadi adalah nilai koordinat titik tersebut pada sumbu vertikal, yang pada Gambar 2.2 dinotasikan dengan F1 sampai dengan F10.

Gambar

Gambar 2.1 Sistem koordinat poros-rotor [7]
Gambar 2.2  Diagram Campbell [7]

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi skor total yang diperoleh individu dari aitem-aitem skala prokrastinasi akademik dalam mengerjakan skripsi, maka semakin tinggi tingkat kecenderungan

Thorikul Huda, S.Si., M.Sc Manajemen Laboratorium a 2 IV Analisis Kimia 39 Online Tri Esti Purbaningtias, S.Si., M.Si.. Manajemen Laboratorium b 2 IV Analisis Kimia 35 Online

Selain memuat berita, surat kabar ini juga memuat rubik tentang wanita dan artikel, hal ini dilakukan untuk menjadikan wanita Sibolga menjadi wanita yang lebih baik pada masa

Adapun hambatan-hambatan yang ditemui oleh Reserse Kriminal Polres Tulang Bawang dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan : dapat ditinjau dari faktor subtansi

Yaitu poin 1-3 dari 4 group sumber informasi dari Kotler dan Keller (2009, p208) hal ini dikarenakan seluruh informasi tersebut yang akan menjadi bagian pembentukan ekspektasi

Dalam pelak- sanaan Pengawasan Orang Asing, pihak imigrasi melakukan kerjasama dengan instansi terkait yang dikenal dengan Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing

Usaha Mikro Kecil Menengah merupakan salah satu penggerak perekonomian bangsa karena memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja di