• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL IGMA. Volume 1, Nomor 1, September 2015 ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL IGMA. Volume 1, Nomor 1, September 2015 ISSN :"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

IGMA

Volume 1, Nomor 1, September 2015

ISSN : 2502-0919

Abd. Kodir

Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Prisma melalui Program Macromedia Flash di kelas VIII MTsN Model Banda Aceh

1-7

Agusriyanti

Puspitorini

Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa dengan Penggunaan

Microsoft Mathematics sebagai Media Pembelajaran pada Mata Kuliah Kalkulus

8-12

Chairul

Fajar

Tafrilyanto

Pembelajaran Logika Matematika dengan Media Lampu

13-17

Hasan Basri dan

Sundari

Analisis Kesalahan Siswa SMP dalam Memecahkan Soal Cerita

Segiempat

18-22

Rafael M.

Rusik dan

Henry A.Z

Beeh

Identifikasi Tingkat Berpikir Geometri Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kupang pada Materi Segiempat ditinjau dari Teori

Geometri Van Hiele

23-28

Sri Irawati

Analisis Kesalahan Mahasiswa Calon Guru dalam Memecahkan

(2)

1

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATERI PRISMA MELALUI

PROGRAM

MACROMEDIA FLASH

PADA SISWA KELAS VIII

MTsN MODEL BANDA ACEH

Abdul Kadir

Tadris Matematika STAIN Malikussaleh Lhokseumawe Email: qadir.nisamy@gmail.com

Abstrak: Media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang digunakan untuk menyampaikan bahan belajar. Media pembelajaran diperlukan sebagai penyampaian pesan pembelajaran, membuat pembelajaran lebih menarik, dan peningkatan kualitas pembelajaran. Sekarang ini telah berkembang media pembelajaran yang berbasis komputer. Media pembelajaran berbasis komputer merupakan salah satu variasi penggunaan media pendidikan modern yang digemari oleh siswa. Salah satu program komputer yang menjadi media pendidikan adalah pogram Macromedia Flash. Program ini telah banyak digunakan untuk mendesain dan membuat animasi dalam pembelajaran. Media ini juga memiliki kemampuan dalam mengintergrasikan komponen bentuk, warna, dan animasi. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikasi perbedaan hasil belajar siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash dan siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma dan untuk mengatahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui program Macromedia Flash. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri Model Banda Aceh yang terdapat 11 kelas. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak yaitu siswa kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VIII4 sebagai kelas kontrol. Data

dalam penelitian ini diperoleh dari tes hasil belajar dan angket respon siswa. Data hasil belajar siswa diolah dengan menggunakan statistik uji-t pihak kanan pada taraf signifikan = 0,05 dan dk = 68. Sedangkan data respon siswa diolah dengan menggunakan model skala Likert. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen

x

1= 79,6, nilai rata-rata kelas kontrol

x

2= 73,64 dan uji hepotesis diperoleh thitung t1 - α yaitu 1,75 > 1,67 sehingga H0 ditolak

dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar melalui program

Macromedia Flash lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan

alat peraga pada materi prisma. Dari tes akhir juga menunjukkan bahwa 85,71% siswa kelas eksperimen mencapai kentuntasan dan 74,25% siswa kelas kontrol mencapai ketuntasan. Dari data angket diperoleh skor rata-rata 2,91. Berarti respon siswa menunjukkan kriteria positif terdahap pembelajaran melalui program Macromedia Flash.

Kata Kunci: Macromedia Flash, Alat Peraga, Luas Permukaan dan Volume Permukaan Prisma.

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mencapai perkembangan yang sangat mengagumkan ditandai dengan munculnya komputer. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan oleh komputer. Pekerjaan-pekerjaan yang dahulu membutuhkan banyak tenaga manusia sekarang telah tergantikan oleh mesin, yang kesemuanya itu dikendalikan oleh komputer. Sama seperti bidang yang lain, komputer juga sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan.

Penggunaan teknologi komputer dalam dunia pendidikan sebagai media pembelajaran sangat mendukung dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien. Danim (2008:2)

menyebutkan bahwa “pemanfaatan media komunikasi untuk kegiatan pendidikan, teknologi, serta medianya sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar. Karena dengan pendekatan ini tujuan pendidikan akan dapat terwujud dengan efektif dan efesien”. Penggunaan media komputer dalam pendidikan merupakan suatu inovasi dalam meningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan matematika yang lebih berkualitas.

Berdasarkan hasil observasi penulis di beberapa sekolah menunjukkan bahwa pelajaran matematika khususnya konsep bangun ruang masih dianggap susah oleh sebagian siswa. Kesan sulitnya memahami bangun ruang menyebabkan siswa enggan

(3)

2|∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7

untuk mempelajari bangun ruang. Selain bangun ruang yang belajarkan oleh guru bersifat abstrak, kurangnya pemahaman siswa dalam memahami konsep dasar bangun ruang menjadi penyebab utama kegagalan siswa dalam mempelajari matematika di tingkat lanjut. Karena seseorang akan lebih mudah mempelajari suatu ide atau konsep apabila dasar dari konsep itu betul-betul dikuasainya. Hudojo (1998:128) mengatakan bahwa, “Siswa yang tidak mengerti konsep tertentu menyebabkan tidak mengertinya konsep-konsep lain sehingga konsep itu saling berkaitan secara logis.”

Materi bangun ruang khususnya prisma selama ini diajar di sebagian sekolah masih dengan menggunakan metode atau model konvensional. Guru hanya menggambar bentuk-bentuk bangun ruang di papan tulis atau menggunakan alat peraga gambar sebatas pajangan di depan kelas. Sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep bangun ruang, termasuk dalam mengaplikasikan konsep-konsep untuk menyelasaikan permasalahan yang dihadapi. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, di antaranya guru harus memiliki kemampuan yang optimal dalam memanfaatkan berbagai media dan pendekatan dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi pendidikan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika dengan menggunakan komputer akan nampak bagaimana matematika harus diajarkan guru dan dipelajari siswa. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa penggunaan media komputer dalam pembelajaran matematika dapat memudahkan guru dan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika. Penelitian ekstensif dan komprehensif dilakukan oleh Hambree dan Dessart pada tahun 1986 (dalam MKPBM UPI, 2001: 124) diketemukan bahwa:

1. Kalkulator harus digunakan dalam setiap pembelajaran matematika. 2. Komputer sangat bermanfaat dalam

meningkatkan ketrampilan dalam memecahkan masalah, terutama untuk siswa yang memiliki kemampuan rendah dan tinggi.

3. Membuat siswa senang belajar matematika.

Berdasarkan hasil penelitian Hembree dan Dessart tersebut, penggunaan komputer dapat menumbuhkan motivasi dan kesan positif siswa dalam belajar matematika. Penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika memiliki kelebihan di antaranya, hemat waktu, mudah menampilkan contoh bentuk bangun ruang atau bangun datar dalam matematika, dapat menvisualisasikan bentuk dan warna yang menarik perhatian siswa. Animasi sederhana dan atraktif akan membangkitkan minat belajar siswa serta diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Banyak program komputer yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Salah satu diantaranya adalah program

Macromedia Flash. Program ini memiliki banyak fitur pendukung, bentuk tampilan (built in template) yang bervariasi dan animasi yang menarik. Dengan kelebihan tersebut, diharapkan akan terwujud sebuah aplikasi media pembelajaran yang atraktif dan menarik secara visual bagi siswa.

Pembelajaran matematika

menggunakan program Macromedia Flash

miliki potensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Banyak hal abstrak atau imajinatif yang sulit dipikirkan siswa dapat dipresentasikan melalui simulasi program Macromedia Flash. Bangun ruang (bangun tiga dimensi) dapat ditampilkan dengan membuat animasi melalui

Macromedia Flash, sehingga gambar bangun ruang dapat ditunjukkan secara nyata kepada siswa. Selain itu, program Macromedia Flash dapat digunakan dalam penanaman dan penguatan konsep, membuat pemodelan matematika, dan menyusun strategi dalam pemecahan masalah.

Tujuan penelitian ini adalah mengatahui: 1) Untuk mengetahui signifikasi perbedaan hasil belajar siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash dan siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma. 2) Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran materi prisma dengan menggunakan alat peraga dan melalui program Macromedia Flash?

(4)

Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 3

METODE PENELITIAN

Untuk memudahkan suatu penelitian maka selayaknya penerapan metode penelitian yang tepat sangat berpengaruh terhadap valid tidaknya hasil dari suatu penelitian. Metode merupakan cara yang dipakai untuk membahas dan meneliti suatu masalah. Metode yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah metode eksperimen. Rancangan penelitian kausi para peneliti memiliki kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksprimen, namun para pesertanya tidak dipilih secara acak dan ditempatkan dikelompoknya. Pada kelas eksprimen penulis menyajikan materi prisma melalui Macromedia Flash, sedangkan pada kelas kontrol penulis mengajarkan materi prisma dengan menggunakan alat peraga prisma.

Rancangan penelitian adalah sebagai berikut: Kelompok Pasangan A [KE] Pasangan B [ KK] Pretes 0 0 Perlakuan X1 X2 Post Tes 0 0 Ket : KE = Kelas eksperimen.

KK = Kelas kontrol.

0 = Prates dan pascates KE dan KK.

X1 = Perlakuan dengan

menggunakan program

Macromedia Flash.

X2 = Perlakuan dengan menggunakan

alat peraga (Sukmadinata, 2009: 203).

Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VIII MTsN Model Banda Aceh. Peneliti mengambil dua kelas sebagai sampel yang akan diteliti yaitu kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen dan VIII4

sebagai kelas kontrol. Diambil kelas VIII2

dan kelas VIII4 karena kedua kelas tersebut

dapat mewakili (representatif) kelas VIII di MTsN Model Banda Aceh.

Ada 2 data yang diperlukan dalam penelitian ini yang diperoleh melalui instrumen sebagai berikut: 1) Untuk memperoleh data tentang respon siswa terhadap pembelajaran materi bilangan bulat dilakukan dengan memberikan angket respon siswa. 2) Untuk memperoleh data tentang

prestasi belajar terhadap pembelajaran materi prisma dilakukan dengan memberikan tes.

Data hasil tes belajar yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan statistik yang sesuai. Menguji hipotesis yang telah dirumuskan, yaitu tentang perbandingan prestasi belajar siswa. Menurut Sudjana dapat digunakan statistik uji-t (Sudjana 2005:238). 1 2 1 2 1 1 x x t s n n   

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

:

Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui Macromedia Flash dan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma.

:

Hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui Macromedia Flash lebih baik dari hasil balajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma.

Berdasarkan hipotesis di atas digunakan uji satu pihak. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = (n1 + n2 - 2)

dengan peluang (1 - ), dimana kriteria pengujian menurut Sudjana adalah tolak Ho

jika thitung ≥ t1 - , dan terima Ho dalam hal

lainnya .

Data respon siswa dianalisis dengan menghitung rata-rata keseluruhan skor yang telah dibuat dengan model skala Likert. Dalam menskor skala kategori Likert, jawaban diberi bobot atau disamakan dengan nilai kuantitatif 4, 3, 2, 1 untuk pertanyaan positif dan 1,2, 3, 4 untuk pertanyaan bersifat negatif (Sukardi 2004: 147). Pada penelitian untuk pernyataan positif maka diberi skor 4 untuk sangat setuju, 3 untuk setuju, 2 untuk tidak setuju dan 1 untuk sangat tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi skor sebaliknya yaitu skor 1 untuk sangat setuju, 2 untuk setuju, 3 untuk tidak setuju, dan 4 untuk sangat tidak setuju. Skor rata-rata respon siswa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(5)

4|∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7 Skor rata-rata = N f i i

n

i

       4 1 Ket:

f1 = Banyak siswa yang dapat menjawab

pilihan A (sangat setuju)

n1 = Bobot skor pilihan A (sangat setuju)

f2 = Banyak siswa yang menjawab pilihan B

(setuju)

n2 = Bobot skor pilihan B (setuju)

= Banyak siswa yang menjawab pilihan C (tidak setuju)

n3 = Bobot skor pilihan C (tidak setuju)

f4 = Banyak siswa yang menjawab pilihan D

(sangat tidak setuju)

n4 = Bobot skor pilihan D (sangat tidak

setuju)

N = Jumlah seluruh siswa yang memberikan respon terhadap pembelajaran pada materi prisma yang diajar melalui program Macromedia Flash dan yang menggunakan alat peraga.

Kriteria skor rata-rata untuk respon siswa adalah sebagai berikut:

3 skor rata-rata ≤ 4 sangat positif 2 skor rata-rata 3 positif 1 skor rata-rata ≤ 2 negatif 0 skor rata-rata ≤1 sangat negatif.

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di MTsN Model Banda Aceh, peneliti telah mengumpul data kelas kontrol (VIII4) yang pembelajarannya dengan

menggunakan alat peraga dan data kelas eksperimen (VIII2) yang pembelajarannya

dengan menggunakan program Macromedia Flash. Jumlah siswa yang terdapat pada kelas kontrol sebanyak 35 siswa dan jumlah siswa yang terdapat pada kelas eksperimen 35 siswa juga. Data yang diperoleh dilapangan tersebut di analisis dengan menggunakan statistik uji t. Setelah di analisis diperoleh hasil sebagai berikut: berdasarkan taraf signifikan  = 0,05 dan derajat kebebasan 68 dari tabel distribusi t diperoleh t0,95 68 = 1,67, sehingga t  t1-α yaitu 1,75  1,67, maka

sesuai dengan kriteria pengujian H0 ditolak

pada taraf signifikan = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui

Macromedia Flash lebih baik dari hasil

balajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma.

Sedangkan untuk data angket respon siswa untuk kelas kontrol dan eksperimen setelah di analisis dengan menggunakan skala likert diperoleh data pada Tabel 1.

Berdasarkan tabel 1 dan mengacu pada kriteria skor rata-rata untuk respons siswa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa respon siswa positif (2,91) terhadap pembelajaran dengan menggunakan alat peraga, baik pada materi prisma maupun materi matematika lainnya, karena pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang diajar.

Berdasarkan tabel 2 dan mengacu pada kriteria skor rata-rata untuk respons siswa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa respon siswa positif (2,97) terhadap pembelajaran melalui

Macromedia Flash, baik pada materi prisma maupun materi matematika lainnya, karena pembelajaran melalui Macromedia Flash

dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang diajar.

PEMBAHASAN

Dari hasil proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti di lapangan terlihat bahwa siswa sangat tertarik dan berminat dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini diketahui dari hasil belajar siswa yang meningkat dan respon siswa terhadap media yang digunakan selama pembelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisis secara statistik yaitu dengan menggunakan uji-t, serta dilakukan pengujian hipotesis pada taraf signifikan  = 0,05 dan dejarat kebebasan (dk) = 68 diperoleh = 1,75 dan = 1,67

sehingga t  t1 - α yaitu 1,75 > 1,67, dengan

demikian H1 diterima dan H0 ditolak. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui

Macromedia Flash lebih baik dari hasil balajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada meteri prisma.

(6)

Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 5

Tabel 1. Skor Rata-Rata Respon Siswa Kelas Kontrol No Pernyataan

Skor Rata-rata 1. Saya dapat dengan mudah memahami materi prisma yang diajarkan dengan menggunakan

alat peraga.

2. Saya tidak merasakan perbedaan antara belajar dengan menggunakan alat peraga dengan belajar seperti biasa.

3. Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pada materi yang lain

4. Menurut saya, alat peraga cocok diterapkan dalam pembelajaran materi matematika yang lainnya.

5. Saya tidak merasakan suasana yang aktif dalam kegiatan pembelajaran materi prisma dengan menggunakan alat peraga.

6. Saya tidak dapat memahami dengan jelas cara kerja diskusi kelompok yang digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga.

7. Saya merasa sangat senang terhadap suasana belajar di kelas ketika digunakan alat peraga. 8. Daya nalar dan kemampuan berfikir saya lebih berkembang saat pembelajaran dengan

menggunakan alat peraga

9. Saya dapat memahami dengan jelas bahasa, contoh bangun prisma dan cara kerja alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga

10. Bagi saya, pembelajaran menggunakan alat peraga merupakan media pembelajaran matematika yang baru.

11. Seandainya diperbolehkan saya condong tidak mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga

3,28 2,27 3,02 3,20 2,71 2,71 3,11 3,00 3,08 2,48 3,22 Jumlah 32,08 Skor Rata-rata 2,91

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Tabel 2. Skor Rata-Rata Respon Siswa Kelas Eksperimen No Pernyataan

Skor Rata-rata 1. Saya dapat dengan mudah memahami materi prisma yang diajarkan melalui program

Macromedia Flash.

2. Saya tidak merasakan perbedaan antara belajar melalui program Macromedia Flash dengan belajar seperti biasa.

3. Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan program

Macromedia Flash pada materi yang lain

4. Menurut saya, program Macromedia Flash cocok diterapkan dalam pembelajaran materi matematika yang lainnya.

5. Saya tidak merasakan suasana yang aktif dalam kegiatan pembelajaran materi prisma melalui program Macromedia Flash.

6. Saya tidak dapat memahami dengan jelas cara kerja diskusi kelompok yang digunakan dalam pembelajaran melalui program Macromedia Flash.

7. Saya merasa sangat senang terhadap suasana belajar di kelas ketika digunakan program Macromedia Flash

8. Daya nalar dan kemampuan berfikir saya lebih berkembang saat pembelajaran dengan menggunakan program Macromedia Flash

9. Saya dapat memahami dengan jelas bahasa,tampilan dan animasi yang digunakan didalam program Macromedia Flash

10. Bagi saya, pembelajaran melalui program Macromedia Flash merupakan media pembelajaran matematika yang baru.

11. Seandainya diperbolehkan saya condong tidak mengikuti pembelajaran dengan menggunakan program Macromedia Flash

3,14 2,40 3,08 3,20 2,85 2,85 3,42 2,74 3,08 3,14 2,82 Jumlah 32,72 Skor Rata-rata 2,97

(7)

6 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7

Berdasarkan angket respon siswa yang disebarkan kepada siswa kelas kontrol yang menggunakan alat peraga pada pembelajaran materi prisma dan angket respon siswa yang disebarkan kepada siswa kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan program Macromedia Flash, kedua jenis angket tersebut disebarkan setelah pembelajaran berlangsung tampak siswa sangat berminat terhadap kedua pembelajaran tersebut. Dari hasil analisis angket tersebut, siswa menyatakan dapat memehami dengan mudah materi prisma yang diajar dengan menggunakan alat peraga dengan skor 3,28, berarti sangat positif dan mayoritas siswa menyatakan setuju. Sedangkan minat siswa mengikuti pembelajaran dengan alat peraga dengan skor 3,11 ini menunjukkan respon yang sangat positif. Berarti dengan skor tersebut siswa sangat senang belajar dengan menggunakan alat peraga. Dari rata-rata aspek yang direspon menunjukkan bahwa respon siswa termasuk katagori positif dengan skor 2,91. Hal ini berarti siswa berminat terhadap pembelajaran menggunakan alat peraga.

Sedangkan respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan program

Macromedia Flash pada pembelajaran materi prisma, dari hasil analisis angkat menunjukkan siswa dapat memahami materi prisma yang diajar melalui program

Macromedia Flash dengan skor 3,14, berarti respon siswa sangat positif. Sedangkan respon siswa terhadap suasana pembelajaran dengan skor 3,42, ini menunjukkan skor sangat positif. Berarti siswa sangat senang belajar dengan menggunakan program

Macromedia Flash. Dari rata-rata aspek yang direspon siswa menunjukkan respon siswa termasuk dalam katagori positif dengan skor 2,97. Hal ini berarti siswa senang belajar dengan menggunakan Program Macromedia Flash.

Respon siswa terhadap kedua media pembelajaran tersebut sama-sama nenunjukkan kriteria positif, baik yang diajar dengan menggunakan alat peraga maupun yang diajar melalui program Macromedia Flash. Hal ini disebabkan karena selama pembelajaran tidak siswa diberi kesempatan untuk menggunakan/ memperagakan alat peraga atau program Macromedia Flash.

Perbedaan prestasi belajar siswa pada materi prisma antara siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga disebabkan pada pembelajaran melalui program Macromedia Flash siswa dapat memperhatikan dan mengcermati secara langsung proses-proses yang berlangsung cara mendapatkan rumus luas permukaan dan rumus volume prisma dan siswa juga dapat menyaksikan berulang kali tanpa membuang-buang waktu sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Selain itu, animasi dan tampilan dalam program

Macromedia Flash yang menarik membuat siswa lebih cepat menyerap materi pembelajaran. Animasi yang ditampilkan dalam pembelajaran materi prisma membuat siswa lebih terfokus dan terkonsentrasi sehingga pembelajaran menjadi lebih termakna bagi siswa.

Faktor lain penyebab perbedaan hasil belajar siswa antara yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan program

Macromedia Flash adalah terletak pada minat dan motivasi belajar siswa. Keberhasilan belajar seorang siswa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor ekstern semata, akan tetapi faktor intern (fisiologi dan Psikologi) juga memegang peranan yang sangat penting seperti yang diungkapkan oleh Suryabrata bahwa faktor fisiologi erat hubungannya dengan masalah jasmani terutama sekali tentang pentingnya alat pancaindra. Sedangkan faktor psikologi lebih mengarah kepada minat/ motivasi dan konsentrasi.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hepotesis yang dilaksanakan pada siswa kelas VIII MTs Negeri Model Banda Aceh pada materi prisma dengan menggunakan alat peraga dan dengan menggunakan program Macromedia Flash. Berdasarkan pada taraf signifikan  = 0,05 dan derajat kebebasan 68 dari tabel distribusi t diperoleh t0,95 68 = 1,67, sehingga t  t1-α yaitu 1,75 

1,67, maka sesuai dengan kriteria pengujian H0 ditolak pada taraf signifikan = 0,05.

Dengan demikian dapat disimpulkan Prestasi belajar siswa yang diajar melalui program

(8)

Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 7

dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma dan pembelajaran

menggunakan program Macromedia Flash

dapat membuat siswa lebih senang dalam

mengikuti proses pembelajaran

.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarman. 2008. Media komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hudojo, Herman.1998. Pengembangan

Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional,

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sukardi. 2004 Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009.Metode

penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI

(9)

8

MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA DENGAN PENGGUNAAN

MICROSOFT MATHEMATICS

SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

PADA MATA KULIAH KALKULUS

Agusriyanti Puspitorini

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Sumenep email: riyanti_puspito@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus dengan Microsoft Mathematics dan juga untuk mengetahui efektivitas penggunaan Microsoft

Mathematics terhadap mata kuliah kalkulus. Rancangan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini pre-eksperimen dengan jenis One Group Pretest-Posttest Design. Sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel populasi dikarenakan jumlah populasi yang ada hanya sedikit yaitu 20 orang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah memberikan soal tes dan melakukan wawancara. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai postest dari 20 mahasiswa adalah 79,65 dan berada pada kategori tinggi, serta dari hasil perhitungan N-gain sebesar 0,46 dimana mahasiswa terdapat peningkatan pemahaman pada mata kuliah kalkulus, sehingga penggunaan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus dikatakan efektif Kata Kunci: Peningkatan, Pemahaman, Microsoft Mathematics

PENDAHULUAN

Banyak media pembelajaran yang dirancang untuk pembelajaran pada tingkat sekolah, akan tetapi pada perguruan tinggi media pembelajaran terkadang dianggap tidak dibutuhkan. Padahal di perguruan tinggi juga merupakan lembaga pendidikan yang didalamnya juga terdapat proses pembelajaran yang disebut perkuliahan. Dalam proses perkuliahan, Dosen berperan menyampaikan dan menjelaskan materi. Dalam suatu kelas kita ketahui bahwasanya kemampuan pemahaman setiap mahasiswa berbeda-beda. Hal ini juga merupakan persoalan yang harus dicari solusinya oleh Dosen. Untuk mengetahui pemahaman mahasiswa dapat dilihat dari penilaian. Namun penilaian dalam pembelajaran matematika tidak cukup hanya penilaian yang berupa hasil akhir, namun penilaian dalam keterampilan serta pemahaman pada saat mahasiswa memecahkan masalah matematika.

Pada program studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumenep, terdapat salah satu mata kuliah yang didalamnya memerlukan kemampuan berfikir tingkat tinggi yakni mata kuliah Kalkulus. Menurut hasil dokumentasi dari nilai KHS mahasiswa prodi pendidikan matematika STKIP PGRI Sumenep pada angkatan 2013, khususnya pada nilai mata kuliah kalkulus, 96% dari jumlah mahasiswa yang ada mendapatkan

nilai dibawah A, 4 % mendapatkan nilai A. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan mengapa nilai mata kuliah kalkulus dikategorikan cukup rendah. Dari hasil wawancara pada beberapa mahasiswa prodi pendidikan matematika, mengatakan bahwa kalkulus merupakan mata kuliah yang sulit dimengerti. Padahal mata kuliah kalkulus merupakan mata kuliah yang terdiri dari kalkulus I, kalkulus II dan kalkulus lanjut dan sebagai dasar juga untuk mempelajari mata kuliah persamaan differensial.

Berdasarkan pengamatan dalam perkuliahan kalkulus yang dilakukan di program studi pendidikan matematika STKIP PGRI Sumenep, di mana proses perkuliahan Kalkulus 1 hanya terpaku pada buku teks atau modul dari beberapa referensi. Selama ini mahasiswa hanya menunggu penjelasan dari Dosen dan belum termotivasi untuk belajar mandiri dan mencari tahu jawaban dari soal yang diberikan. Terkadang juga mahasiswa ragu apakah hasil dari jawabannya merupakan jawaban yang benar atau tidak. Heinich (dalam Susilana, 2009: 6) menyatakan bahwa media merupakan alat saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa latin dan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah merupakan perantara .yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan. Selain itu AECT atau Association of Educatian and Communication Technology (dalam Susilana

(10)

Puspitorini, Peningkatan Pemahaman Mahasiswa | 9

2009: 6) membatasi istilah media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Jika dikaitkan dengan pembelajaran tentunya media merupakan alat bantu yang dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran.

Susilana (2009: 9) menjelaskan tujuan media mempunyai untuk memperjelas pesan yang ingin disampaikan agar tidak terlalu verbalitas, mengatasi keterbatasan ruang, menimbulkan gairah belajar, merangsang anak untuk belajar mandiri serta memberi memberi rangsangan yang sama sehingga menimbulkan persepsi yang sama. Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran, selain menarik peserta didik untuk belajar yang dalam hal ini adalah mahasiswa, pemanfaatan teknologi komputer akan membuat pembelajaran lebih aktif dan mahasiswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran baik secara individu maupun secara kelompok (Gora, 2010: 26).

Microsoft Mathematics merupakan salah satu perangkat lunak bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran kalkulus. Menurut Hernawati (2009) beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan perangkat lunak ini adalah :

a. Perhitungan dalam penyelesaian permasalahan menjadi lebih cepat.

b. Keakuratan hasil yang diperoleh dari perhitungan.

c. Dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi bahwa hasil perhitungan yang dilakukan telah benar

d. Dapat memvisualisasikan grafik dengan mudah dan skala yang tepat

Microsoft Mathematics sebagai media pembelajaran pada mata kuliah kalkulus diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami mata kuliah kalkulus, dimana Pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan yang paling rendah tingkatannya dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Menurut Purwanto (1994:44) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Untuk mengetahui pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika menurut NCTM (1989:223) dapat dilihat

dari kemampuan siswa dalam: (1) Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

Berdasarkan penjelasan di atas efektivitas pembelajaran adalah proses pembelajaran yang mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini akan digunakan dua indikator untuk mengukur efektivitas yaitu proses dan hasil.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini pre-eksperimen dengan jenis One Group Pretest-Posttest Design. Perbedaan hasil belajar antara sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakuan digunakan untuk mengetahui efektivitas penggunaan

Microsoft Mathematics dan peningkatan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan 2014 sebanyak 20 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel populasi dikarenakan jumlah populasi yang ada hanya sedikit.

Metode yang digunakan untuk proses perolehan data dalam penelitian ini adalah dengan tes dan wawancara. Setelah data diperoleh dari tes dan wawancara, selanjutnya peneliti melakaukan analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pretest

Setelah mata kuliah kalkulus diberikan selama 3 pertemuan, peneliti memberikan soal pretest tentang materi turunan dan integral. Soal pretest diberikan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa

(11)

10 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 8-12

pada mata kuliah kalkulus yakni materi turunan sebelum menggunakan media

Microsoft Mathematics.

Dari hasil pretest mahasiswa atau 45% mahasiswa memperoleh nilai C yakni rentang nilai antara 55 ≤ nilai < 61 mahasiswa atau 30 % mahasiswa memperoleh nilai C+ yaitu 61 ≤ nilai < 65, 4 mahasiswa atau 20% mendapat nilai B- yakni 65 ≤ nilai < 71, 5% mendapat nilai B yakni rentang nilai 65 ≤ nilai < 71, sementara tidak ada mahasiswa ynag mendapatkan nilai lebih tinggi dari B. Syarat mahasiswa agar dinyatakan lulus atau tuntas pada satu mata kuliah di STKIP PGRI Sumenep apabila mahasiswa memperolah nilai minimal C+. Dalam hal ini peneliti menggunakan rentang pengelompokan penilaiaan seperti pada table 1.

Tabel 1. Tabel penilaian

Nilai Kategori

E, D, C Rendah

C+, B-, B Cukup

B+, A-, A Tinggi

Dari kriteria di atas dapat diklasisfikasikan bahwa 9 mahasiswa atau 45% nilainya berada pada kategori rendah, 11 mahasiswa atau 55% nilainya berada pada kategori cukup dan tidak ada mahasiswa yang tergolong pada kategori tinggi sehingga apabila dirata-rata berada pada kategori cukup. Sedangkan apabila dianalisis berdasarkan perolehan nilai pada setiap soal maka dapat diperoleh rata-rata skor hasil pretest 64,6.

Dari hasil pretest di atas, dapat diketahui dari prosentase ketercapaian dari masing-masing indikator belum mencapai prosentase mnimal yang diharapkan, yaitu 75%. Pada indikator soal no 1 dimana mahasiswa yang dapat menentukan nilai dari turunan pertama fungsi aljabar prosentase ketercapaianannya hanya 73%, sedangkan pada indikator soal no 2 dimana mahasiswa yang dapat menentukan turunan kedua dari fungsi aljabar ketercapaianannya hanya 73,7%. Pada indikator ke 3 mencapai.71,5% dimana pada soal ini mahasiswa diharapkan dapat menentukan turunan yang berbentuk polinomial. Pada indikator soal no 4 mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan turunan fungsi aljabar y = (ax + b)n dan pada pada indikator ini prosentase mencapai 56%

dan indikator ke-5 mencapai 48,2% dimana mahasiswa mampu menyelesaikan turunan fungsi trigonometri. Jika dirata-rata tingkat

keberhasilan mahasiswa dalam

menyelesaikan soal dengan materi turunan yang merupakan materi kalkulus hanya berkisar 64,6 %. hal ini perlu adanya upaya perbaikan pembelajaran agar pemahaman terhadap konsep yang ada dalam mata kuliah kalkulus benar-benar dipahami. Terlebih lagi materi dasar kalkulus seperti turunan akan menjadi syarat untuk bisa menghitung integral. Selain itu kalkulus 1 menjadi dasar mahasiswa untuk bisa memahami mata kuliah lanjutan yakni kalkulus II

2. Hasil Wawancara pada soal pretest

Adapun hasil dari simpulan dari wawancara terkait soal pretest yang diberikan pada table 2. Dari hasil deskripsi wawancara pada table 2 yang mengacu pada indikator pemahaman konsep, maka dapat jelas diketahui bahwasanya mahasiswa masih belum mencapai pemahaman dari apa yang dikerjakan dengan yang diketahuinya

3. Hasil Postest

Setelah pretest diberikan selanjutnya peneliti menggunakan media Microsoft Mathematics dalam proses pembelajaran selama 4 pertemuan. Soal postest ini diberikan dengan jumlah soal sebanyak 5 butir dengan hasil tidak ada yang mendapatkan nilai di bawah B- atau di bawah 65. 2 mahasiswa atau 10% mendapat nilai B- yakni 65 ≤ Nilai < 71,25% mendapat nilai B yakni rentang nilai 71 ≤ nilai < 77, sementara 8 mahasiswa atau 40.% mendapatkan nilai B+ yakni 77≤Nilai<84, dan 3 mahasiswa atau 15.% mendapatkan nilai A- dengan rentang 84≤nilai<71, serta 2 mahasiswa atau 10% memperoleh A dengan rentang nilai ≥ 91. Seperti yang dikemukaan pada hasil pretest, syarat mahasiswa agar dinyatakan lulus atau tuntas pada satu mata kuliah di STKIP PGRI Sumenep apabila mahasiswa memperolah nilai minmal C+. Kategori yang digunakan pada table 1. Dari kriteria pada table 1 dapat diklasifikasikan bahwa 7 mahasiswa atau 35.% nilainya berada pada kategori cukup dan 13 mahasiswa atau. 65% nilainya berada pada kategori tinggi. Jadi apabila dirata-rata

keberhasilan mahasiswa dalam

menyelesaikan soal posttest dapat dikategorikan berada pada kategori tinggi.

(12)

Puspitorini, Peningkatan Pemahaman Mahasiswa | 11

Dari hasil postest di atas, dapat diketahui dari prosentase ketercapaian dari masing-masing indikator soal telah mencapai prosentase mnimal yang diharapkan, yaitu 75%. Pada indikator soal no 1 dimana mahasiswa dapat menentukan nilai dari turunan pertama fungsi aljabar mencapai 86%, sedangkan pada indikator soal no 2 dimana mahasiswa dapat menentukan turunan kedua dari fungsi aljabar mencapai 89,7%. Pada indikator ke 3 mencapai. 77,5% dimana pada soal ini mahasiswa diharapkan dapat menentukan turunan yang berbentuk

polinomial Pada indikator soal no 4 mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan turunan fungsi aljabar y = (ax + b)n dan pada pada indikator ini prosentase mencapai 75% dan indikator ke-5 mencapai 76% dimana mahasiswa mampu menyelesaikan turunan fungsi trigonometri. jika dirata-rata tingkat

keberhasilan mahasiswa dalam

menyelesaikan soal postest pada materi turunan yang merupakan materi kalkulus adalah 80,9%. hal ini mahasiswa sudah mencapai tingkat keberhasilan melebihi dari 75%

Table 2. Deskripsi wawancara berdasarkan indikator pemahaman

No Indikator Deskripsi

1 Mampu menerangkan secara

verbal mengenai apa yang telah dicapainya

Pada saat dilakukan wawancara, 80 % mahasiswa belum mampu menerangkan hasil pekerjaannnya sesuai dengan metode dalam mencari turunan fungsi aljabar

2 Mampu menyajikan situasi

matematika ke dalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan

Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda namun masih satu jenis dengan soal sebelumnya, mahasiswa masih kebingungan dalam menjawab dan menjelaskan tahapan-tahapan yang harus diselesaikan. Dalam hal ini juga mahasiswa belum mampu mengetahui perbedaan antara kasus yang ada dengan kasus lainnya.

3 Mampu mengklasifikasikan

objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut

Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga antara yang dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai

4 Mampu menerapkan hubungan

antara konsep dan prosedur

Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, Mahasiswa pada umumnya belum menggunakan prosedur atau tahapan yang harus dilalui dan belum mampu menghubungkan antara konsep dan prosedur

5 Mampu menberikan contoh dan

kontra dari konsep yang dipelajari

Hanya sedikit mahasiswa yang mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari soal yang diberikan, tetapi mahasiswa belum mampu memberikan kontra dari konsep turunan.

6 Mampu menerapkan konsep

secara algoritma

Mahasiswa dalam melakukan perhitungan masih menggunakan pengetahuan seadanya tanpa menerapkan konsep secara benar

7 Mampu mengembangkan konsep

yang telah dipelajari.

Mahasiswa belum mampu mengembangkan konsep seperti yang telah dipelajari sebelumnya

Table 3. Deskripsi wawancara berdasarkan indikator pemahaman

No Indikator Deskripsi

1 Mampu menerangkan secara

verbal mengenai apa yang telah dicapainya

Mahasiswa telah mampu menerangkan hasil pekerjaannnya sesuai meskipun masih banyak juga mahasiswa yang belum menggunakan metode yang sesuai dalam mencari turunan fungsi aljabar

2 Mampu menyajikan situasi

matematika ke dalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan

Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda banyak mahsiswa yang telah mampu mengerjakan dan mampu menjelaskan perbedaan dengan soal yang sebelumnya dikerjakan. Dalam hal ini juga mahasiswa telah mampu mengetahui perbedaan antara kasus yang ada dengan kasus lainnya.

3 Mampu mengklasifikasikan

objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut

Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu secara utuh mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga antara yang dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai. Dalam hal ini masih terjadi kebingungan dalam menerangkan secra verbal terhadap apa yang diperolehnya.

4 Mampu menerapkan hubungan

antara konsep dan prosedur

Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang menggunakan prosedur atau menjelaskan tahapan yang harus dilalui dan hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang mampu menghubungkan antara konsep dan prosedur

5 Mampu menberikan contoh dan

kontra dari konsep yang dipelajari

Banyak mahasiswa yang telah mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari soal yang diberikan, tetapi mahasiswa masih belum mampu memberikan kontra dari konsep turunan.

6 Mampu menerapkan konsep

secara algoritma

Mahasiswa dalam melakukan perhitungan telah menggunakan pengetahuan sebelumnya dan menghubungkan pengetahuan sebelumnya tersebut untuk mengerjakan soal yang berhubungan

7 Mampu mengembangkan konsep

yang telah dipelajari.

Sebagian dari Mahasiswa telah mampu mengembangkan konsep seperti yang telah dipelajari sebelumnya

(13)

12 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 8-12

4. Hasil wawancara pada soal postest

Adapun deskripsi dari wawancara terkait soal posttest yang diberikan seperti pada tabel 3. Dari hasil deskripsi wawancara pada table 3 yang mengacu pada indikator pemahaman konsep, maka dapat jelas diketahui bahwasanya mahasiswa masih belum mencapai pemahaman yang maximal dari apa yang dikerjakan dengan yang diketahuinya.

5. Hasil skor N-Gain

Setelah nilai pretest dan postest diperoleh serta telah dilakukan wawancara pada setiap tahapan, selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus, dilakukan perhitumgan menggunakan N-Gain. Selain itu perhitungan N-gain juga digunakan untuk mengetahui keefektifan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus.

Dari hasil skor pretest diperoleh rata-ratanya adalah 62,45 sedangkan skor postest mempunyai rata-rata 79,65. Dari hasil perhitungan N-gain yang diperoleh yakni sebesar 0,46 kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 4. Kriteria N-Gain

Prosentase Kriteria

0,00 < g ≤ 0,30 Rendah 0,30 < g ≤ 0,70 Sedang 0,70 < g ≤ 1,00 Tinggi

Berdasarkan tabel 4 dimana hasil perhitungan N-gain sebesar 0,46 berada pada kriteria sedang sehingga dapat dikatakan bahwa pengggunakan Microsoft Mathematics

pada mata kuliah kalkulus dapat meningkatkan pemahaman meskipun peningkatannya tergolong sedang. Sedangkan untuk mengetahui keefektifan penggunaan Microsoft Mathematics dapat dilihat dari jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman terhadap mata kuliah kalkulus khususnya pada materi turunan, paling sedikitnya 75% dari jumlah mahasiswa yang ada.

Berdasarkan data postest dimana hasil rata-rata nilai postest dari 20 mahasiswa adalah 79,65 dengan rata-rata nilai abjad adalah B+ dan dapat dikategorikan dengan kategori tinggi, serta dari hasil perhitungan N-gain sebesar 0,46 dimana terdapat peningkatan pemahaman, maka dapat peneliti simpulkan bahwasanya penggunaan

Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus dikatakan efektif.

PENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Hasil perhitungan N-gain yang digunakan untuk melihat seberapa besar peningkatan pemahaman mahasiswa diperoleh hasil sebasar 0,46 dimana hasil menunjukkan tingkat pemahaman dengan kriteria sedang.

b. Dari hasil perhitungan N-gain yang menunjukkan adanya peningkatan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus sehingga dapat disimpulkan bahwasanya penggunaan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus dikatakan efektif

DAFTAR PUSTAKA

Gora, Winastwan. 2010. PAKEMATIK: Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Penerbit: PT. Elex Media Komputindo.

Hernawati, Kuswari. 2009. Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran dan Terapannya. FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 31 Januari 2009

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM Purwanto, M. Ngalim. 1994. Prinsip-Prinsip

dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosdakarya.

Susilana, Rudi & Cepi Riyana. 2009. Media pembelajaran, hakekat, pengembangan, pemanfaatan, dan penilaian. Penerbit. CV Wacana Prima. Bandung.

(14)

13

PEMBELAJARAN LOGIKA MATEMATIKA DENGAN MEDIA LAMPU

Chairul Fajar Tafrilyanto

Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan

Email : fajar.unira@gmail.com

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu ilmu yang berkembang seiring kemajuan teknologi. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ini telah banyak memberikan konstribusi bagi kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Salah satu dampak perkembangan teknologi yang jelas adalah kemajuan di bidang pendidikan. Di Indonesia, teknologi pendidikan dimanfaatkan untuk pengembangan media pembelajaran, misalnya pada pembelajaran matematika dengan menggunakan rangkaian listrik. Oleh karena itu, pendidik perlu berupaya menggunakan berbagai cara yang bervariasi, serta menyiapkan bahan ajar yang sesuai dengan menggunakan media yang tepat sehingga dapat memotivasi siswa agar senang belajar matematika. Penggunaan media yang tepat merupakan sarana untuk mengefektifkan proses penyampaian materi pelajaran kepada siswa.

Pada siswa SMA terdapat pelajaran tentang logika yaitu pada mata pelajaran matematika di kelas X, yang sering dikenal materi Logika Matematika. Pada materi ini siswa diajarkan bagaimana menarik kesimpulan (konklusi) dari suatu pernyataan. Karena pentingnya materi ini, guru mempunyai tanggung jawab menyampaikan dengan jelas pada siswa. Sehingga siswa mampu memahami dan dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Menurut salah satu guru matematika yang pernah mengajarkan materi ini, mengatakan bahwa siswa mudah bosan pada saat guru menerangkan pelajaran dan siswa kurang begitu paham tentang manfaat dalam kehidupan sehari-hari. namun guru tersebut juga mengatakan bahwasannya sebagian besar guru, tidak mampu membuat sendiri media atau alat peraga dalam pembelajaran dimana tujuan pembuatan media atau alat peraga adalah sebagai jembatan ilmu atau penanaman konsep terhadap apa yang

diajarkan. Dengan memilih suatu media yang tepat, guru dapat mengaktifkan siswa dan mengontrol kegiatan belajar mengajar agar berjalan dengan baik. Dengan menggunakan media, siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan belajar dan materi akan tersimpan lebih lama dalam memori otak siswa.

Pembelajaran berupa alat peraga dapat memotivasi siswa untuk belajar dan pemahaman siswa pada materi logika matematika. Disisi lain alat peraga ini adalah Sebagai jembatan ilmu antara guru dengan siswa, serta sebagai contoh aplikasi ilmu matematika khususnya pada materi logika matematika dengan ilmu fisika yakni aliran lisrik. Dimana biasanya alat peraga semacam ini yang membuat adalah orang yang bukan dari matematika. Maka penulis ingin memperlihatkan bahwa orang matematika bisa membuat alat peraga yang berfungsi untuk membantu menanamkan konsep mengenai konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi yang merupakan sub materi logika matematika. Berikut akan dipaparkan tentang media pembelajaran lampu logika.

A. Bahan dan Alat

Bahan rangkaian/isi kotak adalah 44 buah lampu LED 3V sebanyak (15 buah warna biru (huruf A), 18 buah warna merah (huruf B), 11 buah warna hijau (huruf C)), 1 buah trafo 2A tanpa CT, 1 buah elco 2200 16 – 25 V, 6 buah silicon Diode 2A (4 buah untuk merubah tegangan dari AC ke DC pada trafo, 2 buah untuk pengatur arus), 3 buah resistor 1K, 6 buah saklar 6 kaki sebagai pengatur arus, 1 buah saklar 3 kaki untuk power AC. 220V, colokan listrik, penyambung kabel arus, kabel serabut berwarna ukuran 0,1 mm secukupnya, timah, dan kabel besar secukupnya. Gambar beberapa bahan rangkaian ditunjukkan seperti di bawah ini

(15)

14 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 13-17

Bahan pembuatan kotak adalah papan jati ukuran (panjang 110 cm, lebar 14,5 cm dan tebal 0,5 cm), 1 ons paku sirap ukuran 15 – 20 mm, lem kayu fox secukupnya, 1 lembar ampelas no.0 (nol), 0,25 liter pelituran,, plat eyser tebal 0,05 mm, dan cat warna hitam mati (Black Flat). Sedangkan alat yang digunakan adalah gergaji kayu, pasah kayu, bor listrik, gergaji besi, penggaris, pemanas timah (sodier), Palu dan Penggaris siku

B. Konsep Matematika

Konjungsi merupakan

pernyataan majemuk dengan kata penghubung dan. Dua pernyataan p dan q yang dinyatakan dalam bentuk p q

disebut konjungsi dan dibaca p dan q. Nilai kebenaran konjungsi disajikan dalam tabel di bawah ini.

p q p q B B S S B S B S B S S S

Disjungsi jika pernyataan p dan q dihubungkan dengan kata hubung atau maka pernyataan p dan q disebut disjungsi yang dinotasikan sebagai p dan q (baca p atau q). Nilai kebenaran disjungsi disajikan dalam tabel di bawah ini. p q p q B B S S B S B S B B B S

Implikasi (Kondisional) Dua pernyataan p dan q yang dinyatakan dalam bentuk kalimat “jika p maka q” disebut

implikasi/kondisional/pernyataan bersyarat dan dilambangkan sebagai p  q. sedangkan pernyataan p  q

disebut pernyataan

implikatif/kondisional. Nilai kebenaran implikasi disajikan dalam tabel kebenaran di bawah ini.

p q p q B B S S B S B S B S B B

Biimplikasi (Bikondisional) Dua pernyataan p dan q jika dinyatakan dengan lambang p  q disebut biimplikasi (Bikondisional atau pernyataan bersyarat ganda). Notasi pernyataan p  q dibaca p jika dan hanya jika q, yang mengandung makna bahwa p  q benar dan q  p benar. Dengan kata lain, p  q merupakan singkatan dua implikasi p  q dan q  p. Nilai kebenaran biimplikasi disajikan dalam tabel kebenaran di bawah ini.

p q p q B B S S B S B S B S S B C. Cara Membuat

1. Buatlah konsep rangkaian sesuai apa yang diinginkan, disini kita akan membuat konsep rangkaian; konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi. (Terlampir).

2. Setelah konsep rangkaian selesai, sediakan bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat percobaan.

3. Potonglah papan jati dengan ukuran : a. 21 x 14,5 x 0,5 cm sebanyak 2 lembar. b. 22 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2 lembar. c. 14,5 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2 lembar.

(16)

Tafrilyanto, Pembelajaran Logika Matematika | 15

4. Setelah itu diberi lem pada sisi – sisi lembaran papan jati tersebut. Yang ukurannya 21 x 14,5 x 0,5 cm (gambar 1).

5. Tempelkan lembar papan jati yang ukurannya 22 x 10 x 0,5 cm dan dipaku (gambar 2).

6. Setelah papan jati telah dilem dan dipaku, biarkan selama 6 jam agar lemnya kering.

7. Kotak yang sudah jadi tertutup rapat di segala sisi, kemudian dibelah untuk medapatkan tutup kotak.

8. Menbelah kotak dengan

menggunakan gergaji kayu, dengan ukuran :

- Untuk tutupnya setebal 3 cm.

- Untuk kotak setebal 6,7 cm (gambar 3).

9. Setelah dibelah maka kotak telah jadi beserta tutupnya dan dapat digunakan (gambar 4).

10. Masukkan juga keenam saklar pada lubang yang disediakan untuk saklar.

11. Sambungkan kabel sesuai dengan rangkaian-rangkaian yang telah

dibuat sehingga dapat

menghidupkan lampu.

12. Pasanglah lampu kedalam vetting sesuai dengan warna yang diinginkan.

13. Tutuplah bagian bawah dengan triplek yang disediakan sebagai pelindung dari sambungan kabel. 14. Alat peraga siap digunakan 15. .

D. Petunjuk Kerja

Penggunaan saklar pada rangkaian gabungan antara konjungsi dan implikasi arah saklar keatas untuk menggunakan percobaan konjungsi dan arah saklar kebawah untuk menggunakan percobaan implikasi. Penggunaan saklar pada rangakaian gabungan antara disjungsi dan biimplikasi arah saklar keatas untuk menggunakan percobaan disjungsi dan arah saklar kebawah untuk menggunakan percobaan biimplikasi. Sebelumnya perlu dicek terlebih dahulu peralatan yang akan digunakan yaitu: 1. Saklar A keatas/lampu A menyala

dianggap benar dan bila

kebawah/lampu A mati dianggap salah. Begitu juga saklar B.

2. Pada saklar dan

a. Bila keatas maka lampu A

menyala.

b. Bila kebawah maka lampu A

mati.

3. Pada saklar dan

a. Bila keatas maka lampu B

menyala.

b. Bila kebawah maka lampu B

mati.

E. Keterangan Penggunaan

1. Konjungsi

Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa :

(17)

16 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 13-17

a. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B benar (lampu

B menyala) maka lampu C

menyala. Ini berarti konjugsi bernilai BENAR.

b. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B salah (lampu

B tidak menyala) maka lampu

C tidak menyala. Ini

menunjukkan bahwa

konjungsi bernilai SALAH. c. Apabila A salah (lampu A

tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan konjungsi bernilai SALAH.

d. Apabila A salah (lampu A

tidak menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa konjungsi bernilai SALAH. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa konjungsi dua pernyataan akan bernilai BENAR jika antisiden bernilai BENAR dan konsekuennya bernilai BENAR.

2. Disjungsi

Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa : a. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B benar (lampu

B menyala) maka lampu C

menyala. Ini berarti disjungsi bernilai BENAR.

b. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B salah (lampu

Btidak menyala) maka lampu

C menyala. Ini menunjukkan bahwa disjungsi bernilai BENAR.

c. Apabila A salah (lampu A

tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka lampu C menyala. Ini menunjukkan disjungsi bernilai BENAR.

d. Apabila A salah (lampu A

tidak menyala) dan B salah (lampu Btidak menyala) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa disjungsi bernilai SALAH.

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa disjungsi dua pernyataan akan bernilai SALAH jika antisiden bernilai SALAH dan konsekuennya bernilai SALAH.

3. Implikasi

Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa : a. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B benar (lampu

B menyala) maka lampu C

menyala. Ini berarti implikasi bernilai BENAR.

b. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B salah (lampu

B tidak menyala i) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa implikasi bernilai SALAH.

c. Apabila A salah (lampu A

tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka lampu C menyala. Ini menunjukkan implikasi bernilai BENAR.

d. Apabila A salah (lampu A

mati) dan B salah (lampu B

tidak menyala) maka lampu C

menyala. Ini menunjukkan bahwa implikasi bernilai BENAR.

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa implikasi dua pernyataan akan bernilai SALAH jika antisiden bernilai BENAR dan konsekuennya bernilai SALAH.

4. Biimplikasi

Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa : a. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B benar (lampu

B menyala) maka lampu C

menyala. Ini berarti biimplikasi bernilai BENAR. b. Apabila A benar (lampu A

menyala) dan B salah (lampu

Btidak menyala) maka lampu

C tidak menyala. Ini

menunjukkan bahwa

biimplikasi bernilai SALAH. c. Apabila A salah (lampu A

tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka

(18)

Tafrilyanto, Pembelajaran Logika Matematika | 17

lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan biimplikasi bernilai SALAH.

d. Apabila A salah (lampu A

tidak menyala) dan B salah (lampu Btidak menyala) maka lampu C menyala. Ini

menunjukkan bahwa

biimplikasi bernilai BENAR.

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa biimplikasi dua pernyataan akan bernilai BENAR jika antisiden dan konsekuen kedua-duanya bernilai BENAR atau kedua-duanya bernilai SALAH

DAFTAR PUSTAKA

Ashar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada.

Fitrianawati, Meita. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran Logika Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa SMA kelas X Sebagai Sumber Belajar

Mandiri. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta. Maulana, Rozaq. 2011. Pengembangan

Media Berupa Alat Peraga Aliran Listrik Pada Pokok Bahasan Logika Matematika Di kelas X SMA ADMA WIDYA SURABAYA. Undergraduate Thesis. Surabaya : UIN Sunan Ampel Surabaya.

(19)

18

ANALISIS KESALAHAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN SOAL CERITA

SEGIEMPAT

Hasan Basri Sundari

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP, Universitas Madura Alamat Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan

Email: hasanbasri99915@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Pamekasan. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VIIB sebanyak 3orang yang dipilih sesuai kriteria pada penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui letak dan jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat beserta faktor yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan tersebut. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan tes dan wawancara sebanyak dua kali. Hasil penelitian letak kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat sebagai berikut: (1) Kesalahan memahami soal; (2) Kesalahan menyelesaikan soal, meliputi; (3) Kesalahan dalam menuliskan kesimpulan Jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat sebagai berikut: (1) Kesalahan fakta; (2) Kesalahan konsep; (3) Kesalahan prinsip; (4) Kesalahan operasi ; (5) Kesalahan lainnya meliputi: kurang tepat menyebutkan semua informasi yang diketahui, tidak lengkap menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, dan tidak menuliskan kesimpulan. Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi: kurangnya memahami soal dengan baik, kurang memahami tentang konsep yang terkait dengan soal, kurangnya kemampuan kognitif dalam mengoperasikan prinsip yang sesuai, kurangnya memahami urutan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal, kurang memahami tentang satuan keliling, kurang paham tentang mengkonversi satuan, kurang cermat dalam melakukan operasi perkalian, pembagian dan penjumlahan, lupa, dan terburu – buru. Kata Kunci : analisis kesalahan, soal cerita

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sarana utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran,

siswa kurang didorong untuk

mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, Ketika siswa lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, 2008:1).

Kenyataan yang ada bahwa banyak siswa yang mengeluh dikarenakan sering mengalami kesulitan dalam memahami soal -

soal matematika sehingga siswa seringkali melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal - soal yang diberikan, belum lagi banyak para siswa yang tidak cocok dengan metode pengajaran matematika yang diberikan oleh gurunya. Oleh karenanya, tidak berlebihan jika sampai saat ini siswa mengatakan bahwa matematika sulit untuk di pelajari, apalagi jika berhubungan dengan soal cerita yang sangat membutuhkan kreatifitas dari siswa untuk memecahkan soal tersebut.

Menurut Sartin (2005: 25) soal cerita dalam matematika adalah soal yang diungkapkan melalui rangkaian kata- kata yang bermakna, mengandung masalah yang menuntut pemecahan. Sedangkan menurut Nisa’ (dalam Arafiq, 2014: 5) soal cerita dalam matematika merupakan suatu pertanyaan yang disajikan dalam cerita bermakna (bentuk variable/ rangkaian kalimat) yang dapat dipahami dan dijawab secara matematis berdasarkan pengalaman belajar sebelumnya, serta berkaitan dengan

(20)

Basri, Analisis Kesalahan Siswa SMP | 19

keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari –hari.

Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa penguasaan siswa dalam matematika pada semua jenjang pendidikan hanya sekitar 34%. Salah satu kemampuan yang dianggap rendah adalah kemampuan dalam menerjemahkan soal cerita ke dalam model matematika (Herawati, 2004). Berdasarkan hasil survei dari Programme for International Student Assessment (PISA) bahwa kemampuan matematika anak-anak Indonesia dalam usia kisaran 15 tahun di dunia internasional berada pada peringkat yang belum memuaskan. Hasil PISA tahun 2009, ternyata hanya siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir dan penalaran (Wijaya dalam Duskri, dkk ,2014: 45).

Hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) PPPPTK (P4TK) Matematika 2007 dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Guru (PPPG) Matematika menunjukkan bahwa lebih dari 50% guru menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita (Setiyawati, 2011: 2).

Berdasarkan pengalaman peneliti ketika memberikan les private, bagi siswa soal cerita merupakan bentuk soal yang dirasakan sulit untuk diselesaikan atau dipecahkan. Bahkan siswa sering kali melakukan kesalahan dalam memecahkan, baik kesalahan dalam memahami soal, kesalahan dalam membuat model matematika maupun kesalahan dalam menentukan jawaban akhir. Hal tersebut sejalan dengan yang dilakukan oleh peneliti pada waktu wawancara dengan beberapa siswa SMP yang mengatakan bahwa pada materi segi empat, teman-teman sekelasnya banyak

melakukan kesalahan dalam

menyelesaikannya yaitu dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari sehingga nilai yang diperoleh siswa tidak mencapai standar ketuntasan minimum. Sehingga perlu dilakukannya identifikasi atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui letak dan jenis kesalahan yang

dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat beserta faktor yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu mengungkap, menganalisis dan memberikan gambaran tentang fenomena dari subjek penelitian secara kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa – siswi kelas VII SMPN 1 Pamekasan yang terdiri dari 10 kelas. Kemudian akan dipilih satu kelas sebagai kelas penelitian. Selanjutnya siswa diberi tes. Dari hasil tes yang di ujicobakan kepada siswa – siswi di kelas tersebut, selanjutnya dipilih 3 orang dari variasi kesalahan untuk menjadi subjek penelitian. Dalam penelitian ini untuk menentukan subjek penelitian, setiap yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal cerita pada materi bangun segiempat diberi skor 1 jika salah dan skor 0 jika tidak melakukan kesalahan. Kriteria pemilihan subjek penelitian mengacu pada : 1. Banyaknya kesalahan yang dilakukan

siswa dalam menjawab soal tes.

2. Variasi letak kesalahan dan jenis kesalahan yang dibuat oleh siswa.

3. Keterbukaan dan kelancaran berkomunikasi lisan.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan tes dan wawancara. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tulis berbentuk uraian. Sebelum tes ini diujicobakan, terlebih dahulu dilakukan validasi. Fungsi tes ini adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi letak dan jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Tes tertulis ini dilakukan pada saat materi selesai diajarkan di kelas.

Setelah diperoleh data dari hasil tes, selanjutnya dilakukan wawancara terhadap siswa sebagai subjek penelitian. Peneliti akan memilih 3 orang siswa sebagai subjek penelitian sesuai dengan kriteria pemilihan subjek penelitian. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk memperoleh data sebanyak – banyaknya tentang kesalahan yang dilakukan siswa dalam memecahkan soal cerita segiempat beserta faktor penyebabnya. Untuk mengecek keabsahan data yang diperoleh dari hasil tes dan wawancara

Gambar

Tabel 1. Skor Rata-Rata Respon Siswa Kelas Kontrol  No                                  Pernyataan

Referensi

Dokumen terkait

Dan dari hasil tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat Desa Bangun Rejo Kecamatan Tenggarong Seberang tentang kualitas air sumur gali yang ada

Berdasarkan hasil penelitian, setelah dilakukan pembelajaran matematika menggunakan strategi QSH dengan Pendekatan Problem Posing pada kelas eksperimen dan

dengan guru mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komputerisasi di SMA Al Falah Ketintang, rancang bangun aplikasi ini sangat bagus jika dikembangkan di SMA Al

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa hasil penelitian yang menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran tematik dilakukan oleh guru secara terus menerus, bertujuan

Peru)ahan 8siologis ehamilan@*enurunan e*ala $aninB Nyeri Aut ,S : - -Klien mengeluh sering ening Peneanan andung ening arena Peru)ahan *ola eliminasi

7) Mengajarkan ibu tentang cara melakukan perawatan tali pusat bayi yaitu : jangan membungkus atau mengoleskan bahan apapun pada punting tali pusat, menjaga punting tali pusat

Oleh karena itu, pendekatan kualitatif dirasa cocok untuk meneliti permasalahan ini, karena dapat melihat konstruksi pemberitaan yang dilakukan Koran SINDO dalam kasus penistaan

2 Asing selama ini kurang efektif dikarenakan masih terdapatnya pelanggaran di tahun 2014-2015, walau dari instansi yang bersangkutan telah melakukan pengawasan