• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TELUR

AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL

KABUPATEN TANGERANG

FEBYA SATYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

”STUDI SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TELUR AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL

KABUPATEN TANGERANG”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2007

(3)

ABSTRAK

FEBYA SATYANINGSIH. Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, IETJE WIENTARSIH dan ANDRIANI.

Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, masyarakat Kabupaten Tangerang mengkonsumsi telur ayam ras yang diperoleh dari pasar tradisional. Salmonella Enteritidis (S. Enteritidis) dapat mengkontaminasi telur ayam ras secara vertikal dan horizontal. Konsumsi telur ayam ras yang terkontaminasi oleh S. Enteritidis dapat menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan yang dikenal sebagai salmonellosis. Lebih dari 44% kasus salmonellosis di dunia melibatkan konsumsi telur mentah atau yang dimasak tidak sempurna.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan S. Enteritidis pada telur ayam ras yang dijual di pasar tradisional Kabupaten Tangerang. Sebanyak 104 butir telur ayam ras yang diambil dari 16 pasar tradisional diuji secara konvensional di Laboratorium Bakteriologi Balitvet. Berdasarkan hasil pengujian pada kerabang, putih dan kuning telur tidak ditemukan S. Enteritidis pada sampel-sampel tersebut. Tidak ditemukannya S. Enteritidis dimungkinkan karena adanya pertahanan fisik berupa kerabang, kutikula dan selaput telur serta pertahanan kimiawi yang secara alamiah dimiliki oleh albumin telur yaitu enzim lisosim dan ovotransferin. Penggunaan probiotik dalam air minum unggas, mekanisme kerja immunomodulator serta hasil dari competitive exclusion bakteri disertai peningkatan sanitasi higiene merupakan alternatif untuk mengurangi infeksi S. Enteritidis.

(4)

FEBYA SATYANINGSIH. Study of Salmonella Enteritidis on Layer Chicken Eggs in Tangerang District Traditional Market. Under the direction of RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, IETJE WIENTARSIH and ANDRANI.

To fulfil animal protein needs, people in Tangerang District, consume layer chicken eggs which they could get in traditional market. Salmonella Enteritidis (S. Enteritidis) that contaminated eggs vertically or horizontally could cause foodborne diseases in human. In recent years, more than 44% salmonellosis has been attribute to raw or to undercooked eggs.

The purpose of this research was to find out the occurence of S. Enteritidis in eggs were sold in traditional market. One hundred and four samples of eggs were taken from sixteen traditional market. After examining the eggshells, eggwhite and yolk in Balitvet-Bogor, S. Enteritidis was not found in those samples. This were also supported by secondary data from two hundred and fifty samples of eggs from twenty five layer chicken farm commercial in Tangerang District.

No discovery on the S. Enteritidis in layer chicken eggs might be caused by the defence of the eggs themselves. On physically defence, the eggs have cuticle, shell and shell membrane and chemical defences which have natural anti microbial factors that was albumin. Meanwhile, some of farm used probitics as a growth promotan and to reduce smelt from manure. The immune-modulation effect of bacteria contained in competitive exclusion product and probiotics was an alternative for the prevention of S. Enteritidis infection maintaining the integrity of the gut and stability of their microflora.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(6)

STUDI SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TELUR

AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL

KABUPATEN TANGERANG

FEBYA SATYANINGSIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang

Nama : Febya Satyaningsih

NIM : B551034164

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Retno Damayanti Soejoedono, MS. Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny W. Lukman, MSi. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian : 14 Mei 2007 Tanggal Lulus : drh. Andriani, MSi.

Anggota

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan bimbingan dan inayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Agustus 2005 ini ialah Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Retno Damayanti Soejoedono, MS., Ibu Dr. Dra. Ietje Wientarsih, Apt. MSc. dan Ibu drh. Andriani, MSi. selaku pembimbing, serta Bapak Dr. drh. Denny W. Lukman, MSi. selaku ketua program studi atas bimbingan dan motivasinya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak drh. H. Didi Aswadi, MM. selaku Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang, atas kesempatan yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan program studi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak, serta seluruh keluarga dan teman-teman atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

Febya Satyaningsih

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 18 Pebruari 1969 dari Ibu Hj. Mulyani dan Bapak Setia Hady. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara.

Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tangerang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Penelurusan Minat dan Kemampuan (PMDK). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan dan meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 1991 dan lulus Dokter Hewan di tahun 1992. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner pada Sekolah Pascasarjana IPB.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Administratif dan Geografis Kabupaten Tangerang ... 4

Pasar Tradisional di Kabupaten Tangerang ... 5

Potensi Peternakan Ayam Ras di Kabupaten Tangerang ... 5

Probiotik ... 9

Struktur Telur ... 12

Kuman Pencemar ... 13

Salmonella enteritica Serovar Enteritidis (Salmonella Enteritidis) ... 14

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Materi Penelitian ... 21

Bahan dan Alat-alat Penelitian ... 22

Metode ... 22

Analisis Data ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(11)

STUDI SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TELUR

AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL

KABUPATEN TANGERANG

FEBYA SATYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

”STUDI SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TELUR AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL

KABUPATEN TANGERANG”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2007

(13)

ABSTRAK

FEBYA SATYANINGSIH. Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, IETJE WIENTARSIH dan ANDRIANI.

Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, masyarakat Kabupaten Tangerang mengkonsumsi telur ayam ras yang diperoleh dari pasar tradisional. Salmonella Enteritidis (S. Enteritidis) dapat mengkontaminasi telur ayam ras secara vertikal dan horizontal. Konsumsi telur ayam ras yang terkontaminasi oleh S. Enteritidis dapat menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan yang dikenal sebagai salmonellosis. Lebih dari 44% kasus salmonellosis di dunia melibatkan konsumsi telur mentah atau yang dimasak tidak sempurna.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan S. Enteritidis pada telur ayam ras yang dijual di pasar tradisional Kabupaten Tangerang. Sebanyak 104 butir telur ayam ras yang diambil dari 16 pasar tradisional diuji secara konvensional di Laboratorium Bakteriologi Balitvet. Berdasarkan hasil pengujian pada kerabang, putih dan kuning telur tidak ditemukan S. Enteritidis pada sampel-sampel tersebut. Tidak ditemukannya S. Enteritidis dimungkinkan karena adanya pertahanan fisik berupa kerabang, kutikula dan selaput telur serta pertahanan kimiawi yang secara alamiah dimiliki oleh albumin telur yaitu enzim lisosim dan ovotransferin. Penggunaan probiotik dalam air minum unggas, mekanisme kerja immunomodulator serta hasil dari competitive exclusion bakteri disertai peningkatan sanitasi higiene merupakan alternatif untuk mengurangi infeksi S. Enteritidis.

(14)

FEBYA SATYANINGSIH. Study of Salmonella Enteritidis on Layer Chicken Eggs in Tangerang District Traditional Market. Under the direction of RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, IETJE WIENTARSIH and ANDRANI.

To fulfil animal protein needs, people in Tangerang District, consume layer chicken eggs which they could get in traditional market. Salmonella Enteritidis (S. Enteritidis) that contaminated eggs vertically or horizontally could cause foodborne diseases in human. In recent years, more than 44% salmonellosis has been attribute to raw or to undercooked eggs.

The purpose of this research was to find out the occurence of S. Enteritidis in eggs were sold in traditional market. One hundred and four samples of eggs were taken from sixteen traditional market. After examining the eggshells, eggwhite and yolk in Balitvet-Bogor, S. Enteritidis was not found in those samples. This were also supported by secondary data from two hundred and fifty samples of eggs from twenty five layer chicken farm commercial in Tangerang District.

No discovery on the S. Enteritidis in layer chicken eggs might be caused by the defence of the eggs themselves. On physically defence, the eggs have cuticle, shell and shell membrane and chemical defences which have natural anti microbial factors that was albumin. Meanwhile, some of farm used probitics as a growth promotan and to reduce smelt from manure. The immune-modulation effect of bacteria contained in competitive exclusion product and probiotics was an alternative for the prevention of S. Enteritidis infection maintaining the integrity of the gut and stability of their microflora.

(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(16)

STUDI SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TELUR

AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL

KABUPATEN TANGERANG

FEBYA SATYANINGSIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang

Nama : Febya Satyaningsih

NIM : B551034164

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Retno Damayanti Soejoedono, MS. Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny W. Lukman, MSi. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian : 14 Mei 2007 Tanggal Lulus : drh. Andriani, MSi.

Anggota

(18)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan bimbingan dan inayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Agustus 2005 ini ialah Studi Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Kabupaten Tangerang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Retno Damayanti Soejoedono, MS., Ibu Dr. Dra. Ietje Wientarsih, Apt. MSc. dan Ibu drh. Andriani, MSi. selaku pembimbing, serta Bapak Dr. drh. Denny W. Lukman, MSi. selaku ketua program studi atas bimbingan dan motivasinya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak drh. H. Didi Aswadi, MM. selaku Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang, atas kesempatan yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan program studi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak, serta seluruh keluarga dan teman-teman atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

Febya Satyaningsih

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 18 Pebruari 1969 dari Ibu Hj. Mulyani dan Bapak Setia Hady. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara.

Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tangerang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Penelurusan Minat dan Kemampuan (PMDK). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan dan meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 1991 dan lulus Dokter Hewan di tahun 1992. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner pada Sekolah Pascasarjana IPB.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Administratif dan Geografis Kabupaten Tangerang ... 4

Pasar Tradisional di Kabupaten Tangerang ... 5

Potensi Peternakan Ayam Ras di Kabupaten Tangerang ... 5

Probiotik ... 9

Struktur Telur ... 12

Kuman Pencemar ... 13

Salmonella enteritica Serovar Enteritidis (Salmonella Enteritidis) ... 14

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Materi Penelitian ... 21

Bahan dan Alat-alat Penelitian ... 22

Metode ... 22

Analisis Data ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(21)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah Peternak dan Populasi Ayam Ras Petelur

di Kabupaten Tangerang ... 8

2 Struktur Antigenik Salmonella Menurut Skema Kauffmann-White ... 26 3 Hasil Pengujian Cemaran Salmonella sp. pada Kerabang, Putih

dan Kuning Telur ... 29

4 Hasil Pemeriksaan Salmonella sp. pada Telur Ayam Ras yang Berasal

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pelaksanaan Pengujian Pullorum pada Peternakan Ayam Bibit ... 7

2 Mekanisme Immuno-Modulation, Probiotik dan Competitive

Exclusion dalam Usus Unggas ... 11

3 Bakteri Salmonella Enteritidis ... 15 4 Patogenesis Enterokolitis dan Diare Salmonellosis ... 17

5 Ringkasan Patogenesis Salmonellosis ... 18

6 Penimbangan Kerabang Telur serta Penambahan Media Pre Enrichment (Buffered Pepton Water/BPW) pada Kerabang, Putih dan Kuning Telur ... 22 7 Morfologi Biakan Salmonella sp. pada Media Selektif Xylose Lysine

Deoxycholate (XLD) ... 23 8 Hasil Uji Biokimia pada Isolat Persumtif Salmonella sp. ... 24 9 Pemisahan Putih dan Kuning Telur serta Pemberian Media Pre Enrichment (Buffered Pepton Water/BPW) pada Putih dan Kuning Telur ... 25 10 Kerabang, Kutikula dan Selaput Telur ... 31

(23)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras di 16 Pasar Tradisional

Kabupaten Tangerang ... 48

2 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Ciputat ... 49

3 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Pamulang ... 49

4 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Serpong ... 50

5 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar BSD Serpong ... 50

6 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Curug ... 51

7 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Kelapa Dua-Curug ... 51

8 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Cikupa ... 52

9 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Cisoka ... 53

10 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Sepatan ... 53

11 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Kronjo ... 54

12 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Gembong-Balaraja ... 54

13 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

(24)

14 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Pasar Kemis ... 56

15 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Kutabumi-Pasar Kemis ... 57

16 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Kresek ... 58

17 Penentuan Besaran Sampel Telur Ayam Ras per Pedagang

di Pasar Mauk ... 58

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu sentra peternakan di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) dengan jenis ternak yang dominan yaitu unggas. Selain sebagai daerah produsen, tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk peternakan dan olahannya pun semakin meningkat sejalan dengan perubahan taraf hidup dan pendidikan masyarakat.

Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi, masyarakat Kabupaten Tangerang mengkonsumsi telur, daging dan susu. Dibandingkan produk peternakan lainnya, telur merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi karena faktor ketersediaan dan harganya yang relatif murah (Bapeda 2005).

Secara keseluruhan, produksi telur di Kabupaten Tangerang mencapai 30.819.741 kg/tahun dimana kontribusi produksi telur ayam ras mencapai 90% sedangkan selebihnya berasal dari telur ayam lokal dan telur itik. Kebutuhan konsumsi telur adalah 10,94 kg/kapita/tahun sehingga dengan memperhitungkan jumlah penduduk Kabupaten Tangerang pada tahun 2005 sebesar 3.204.291 jiwa maka kebutuhan telur per tahun adalah sebesar 35.054.943 kg. Dengan kondisi tersebut, kekurangan kebutuhan telur sebanyak 4.135.229 kg/tahun, masih didatangkan dari beberapa daerah seperti Kabupaten Serang, Bogor bahkan beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur (Distanak 2005).

(26)

saluran pencernaan atau gastroenteritis dan penyakit akibat infeksi Salmonella disebut salmonellosis (Serbeniuk 2002).

Akhir-akhir ini, telur ayam telah banyak dilaporkan sebagai sumber infeksi S. Enteritidis pada manusia (Wang & Slavik 1998). Bakteri S. Enteritidis dalam jumlah besar yang terdapat di dalam telur ayam sering sebagai penyebab foodborne disease (CDC 2001). Lebih dari 44% wabah salmonellosis yang terjadi di seluruh dunia melibatkan konsumsi telur ayam dan cara memasak telur ayam yang kurang sempurna seperti dimasak setengah matang atau dikonsumsi masih mentah. Telur-telur ayam yang telah dibekukan atau dikeringkan, telur-telur ayam utuh yang tidak disimpan dalam refrigerator baik selama di pengecer, di rumah-rumah atau pada usaha katering juga dapat mengkontaminasi makanan (CDC 2001; Lillehoj et al. 2000; WHO 2002).

Induk ayam petelur atau pedaging yang terinfeksi S. Enteritidis secara vertikal dapat menularkan bakteri tersebut melalui produk telurnya. Ayam petelur dapat terinfeksi S. Enteritidis dari flok ayam pembibit yang terinfeksi, pakan yang terkontaminasi atau melalui vektor rodensia. Selain itu, burung puyuh dan burung liar juga dapat bertindak sebagai sumber penularan Salmonella secara horizontal (Miyamoto et al. 1998).

(27)

3

Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat suatu rumusan apakah telur ayam ras yang dijual di pasar tradisional Kabupaten Tangerang mengandung S. Enteritidis?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan S. Enteritidis pada telur ayam ras yang dijual di pasar tradisional Kabupaten Tangerang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi ilmiah tentang keberadaan S. Enteritidis pada telur

ayam ras yang dijual di pasar tradisional Kabupaten Tangerang.

2. Memberikan informasi kepada penentu kebijakan dalam penanganan telur ayam ras ditingkat peternakan, pendistribusian, penyimpanan, penjualan serta tata cara penyajian terutama berkaitan dengan S. Enteritidis.

Hipotesis Penelitian

(28)

Wilayah Administratif dan Geografis Kabupaten Tangerang

Wilayah Kabupaten Tangerang mempunyai luas 1.110,38 Km2, terdiri dari 26 Kecamatan dan 251 Desa dan 77 Kelurahan. Terletak di bagian timur wilayah Provinsi Banten yang berbatasan :

- Sebelah Barat dengan Kabupaten Serang dan Lebak,

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok,

- Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, dan

- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Wilayah bagian utara merupakan dataran pesisir dengan panjang pantai mencapai + 50 Km.

Letak geografis wilayah Kabupaten Tangerang berada pada batas astronomis / koordinat 106o 20’ – 106o 43’ Bujur Timur dan 6o 00’ – 6o 20’ Lintang Selatan. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Tangerang terdiri dari 5 (lima) jenis yaitu Alluvial (31%), Regosol (1%), Latosol (42%), Podsolik Merah Kuning (19%) dan Hidromorp Kelabu (7%). Keadaan topografi Kabupaten Tangerang termasuk kedalam zone I yaitu relatif datar dengan kemiringan 0-3% dan ketinggian tempat rata-rata 0-85 m dpl. Wilayah Kabupaten Tangerang memiliki iklim AF (iklim hujan tropis) menurut klasifikasi Koppen, dan termasuk zone iklim D (sedang) menurut klasifikasi Oldeman.

(29)

5

Pasar Tradisional di Kabupaten Tangerang

Kabupaten Tangerang memiliki 28 pasar tradisional yang terdiri dari 16 pasar tradisional yang dikelola oleh pemerintah daerah melalui PD Pasar Kertarahardja dan 12 pasar desa yang dikelola oleh pemerintahan desa. Aktifitas pasar desa tidak berlangsung setiap hari, tetapi hanya berlangsung satu hari dalam satu pekan yaitu yang disebut dengan ”hari pasar” dengan jumlah dan jenis komoditi yang diperjualbelikan amat terbatas. Sedangkan pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar, beraktifitas setiap hari dengan jumlah dan jenis komoditi yang beraneka ragam. Kondisi pasar tradisional di Wilayah Kabupaten Tangerang saat ini masih sangat sederhana, dimana belum ada pemisahan yang jelas antara berbagai jenis komoditi seperti produk peternakan dengan sayuran, ikan maupun produk lainnya (Bapeda 2005).

Pasar tradisional menjual berbagai jenis produk peternakan, diantaranya yaitu telur ayam ras. Sumber telur ayam ras yang dijual 87% berasal dari peternakan ayam ras di Wilayah Kabupaten Tangerang, sedangkan selebihnya berasal dari daerah Bogor (9%) dan Jawa Tengah serta Jawa Timur (4%) (Distanak 2005).

Potensi Peternakan Ayam Ras di Kabupaten Tangerang

a. Peternakan Pembibitan Ayam Ras (Breeder) dan Penetasan Telur Tetas (Hatchery)

(30)

sebanyak 20%, Jawa Barat sebanyak 20%, Lampung sebanyak 10%, sedangkan untuk Wilayah Jabodetabek sebanyak 30% (Distanak 2005).

Sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan Nomor 26/TN.530/Kpts/DJP/Deptan/86 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengujian Penyakit Pullorum, maka semua perusahaan Pembibitan (Breeder) ayam petelur atau ayam pedaging wajib menyelenggarakan pengujian pullorum, yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan Salmonella pullorum yang menjadi penyebab penyakit pullorum pada ayam bibit. Pengujian terhadap penyakit pullorum hanya boleh dilakukan oleh lembaga, badan hukum atau pihak yang berwenang. Pengujian pertama dilakukan pada semua ayam bibit yang berumur 14 minggu sampai menjelang bertelur, selanjutnya dilaksanakan secara teratur satu kali dalam waktu selang enam bulan. Tiap kali pengujian harus dilakukan ulangan selang waktu 35 hari sampai tidak ditemukan reaktor lagi dalam dua kali uji ulang berturut-turut.

(31)
[image:31.612.164.482.96.214.2]

7

Gambar 1 Pelaksanaan pengujian pullorum pada peternakan Ayam Bibit (Breeder) (Distanak 2006)

Peternakan pembibitan dinyatakan bebas penyakit pullorum, apabila dari pengujian pertama dan pengujian ulangan tidak ditemukan reaktor yang dikukuhkan dengan sertifikat bebas pullorum dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang (Distanak 2006).

b. Peternakan Ayam Ras Petelur

Pada tahun 2005 di Wilayah Kabupaten Tangerang terdapat 50 peternakan ayam ras petelur dengan populasi total berjumlah 3.110.000 ekor dengan produksi telur ayam ras sebesar 27.737.766 kg/tahun (Distanak 2005). Data peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada tabel 1.

(32)
[image:32.612.135.508.118.402.2]

Tabel 1 Jumlah peternakan dan populasi ayam ras petelur di Kab. Tangerang Tahun 2005.

No. Kecamatan Nama Farm Populasi (ekor)

No. Kecamatan Nama Farm Populasi (ekor) 1. 2. 3. Legok Curug Ps. Kemis 1. Buana 2. Langsing 3. Koming 4. Budi 5. Atung 6. Babat 7. Tungki 8. Teddy 9. Trijaya 10. Ayung 11. LM 12. KM 13. Garuda 14. LC 15. YS 16. HS 17. S Jaya 18. Darmaw 19. Hidup J 20. Tanto 21. S Multi 22. Acun 23. HO 24. SIH 25. Kurnia 80.000 70.000 60.000 45.000 80.000 75.000 60.000 60.000 60.000 45.000 60.000 60.000 60.000 65.000 65.000 60.000 50.000 80.000 60.000 55.000 70.000 60.000 65.000 60.000 45.000 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kemeri Panongan Pd. Aren Ciputat Cikupa Cisoka Pagedangan 26. TKK 27. Gloria 28. Kemeri 29. Napoya 30. Asia J 31. Sinar F 32. Klebet 33. Abadi 34. Timur J 35. Garuda 36. SH 37. Sumber 38. Rudy 39. SR 40. Eden 41. Eden P 42. Arman 43. AEC 44. Dunia 45. Soka 46. TA 47. YA 48. LA 49. Ok Kio 50. Tuti F

55.000 85.000 60.000 30.000 80.000 75.000 65.000 60.000 75.000 65.000 65.000 60.000 60.000 65.000 60.000 65.000 65.000 85.000 80.000 60.000 60.000 20.000 45.000 40.000 80.000 Sub Total 1.550.000 Sub Total 1.560.000

T o t a l 3.110.000

Sumber : Distanak Kabupaten Tangerang 2005

Usaha pencegahan penyakit dilakukan dengan melakukan vaksinasi dengan memberikan vaksin New Castledisease, Infectious Bursal Disease, Cholera, Coccidiosis, Coryza, Chronic Respiratory Disease dan Avian Influenza (Distanak 2005). Pelaksanaan vaksinasi terhadap S. Enteritidis di Indonesia tidak direkomendasikan, karena antibodi yang terbentuk pascavaksinasi dapat ’mengacaukan” pemeriksaan uji pullorum yang dilakukan akibat adanya reaksi silang antara Salmonella spp. yang terdapat dalam satu Grup. Sesuai dengan klasifikasi struktur antigenik menurut Skema Kaufman-White, bakteri S. Enteritidis dan S. Pullorum termasuk dalam grup D yang memiliki kesamaan struktur antigenik somatik yaitu O1,9,12 (Ariyanti et al. 2004).

(33)

9

Untuk menurunkan biaya produksi, para peternak pada umumnya membuat ransum sendiri (self mixing) dari berbagai jenis bahan baku, antara lain : jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan dan tepung kerang. Dari data yang diperoleh, 40 % peternak ayam ras di Kabupaten Tangerang telah menggunakan probiotik dalam air minum sebagai pengganti pemacu pertumbuhan (growth promotor) yang biasanya dicampurkan dalam pakan ternak. Dosis probiotik yang digunakan adalah 2 ml/liter air minum yang diberikan setiap hari menjelang masa produksi atau bila kondisi kesehatan ayam terlihat menurun. Pemilihan penggunaan probiotik dalam air minum dilakukan untuk menghindari resistensi antibiotika dan membuat konsistensi feces menjadi lebih kering sehingga mengurangi bau dan lalat disekitar lokasi peternakan.

Probiotik

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diaplikasikan secara oral dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Alternatif penggunaan probiotik yang dilakukan oleh para peternak disebabkan karena beberapa negara telah melakukan pelarangan penggunaan antibiotika sebagai growth promotor serta kecenderungan terjadinya resistensi bakteri-bakteri patogen terhadap antibiotika tertentu (Revolledo et al. 2006).

Berdasarkan hasil pengujian beberapa serotipe Salmonella yang berasal dari spesimen hewan dengan 17 jenis antibiotika, diperoleh hasil bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotika-antibiotika tersebut yang umumnya selain digunakan untuk pengobatan manusia dan hewan, juga di bidang industri peternakan digunakan sebagai growth promotor (Headrick & Cray 2001).

Sebagian besar probiotik yang digunakan sebagai aditif tergolong dalam jenis bakteri, diantaranya species Lactobacillus (L. acidophilus, L. lactis, L. plantarum) dan Bifidobacterium (B. bifidum, B. thermophilum), disamping itu terdapat juga bakteri Streptococcus lactis dan jenis fungi seperti Aspergilus niger dan Aspergilus oryzue.

(34)

mengandung lebih dari satu strain bakteri dari satu species atau genus yang sama, sedangkan multispecies probiotik mengandung beberapa strain bakteri dari species atau genus yang berbeda (Timmerman et al. 2004).

(35)
[image:35.612.141.498.95.390.2]

11

Gambar 2 Mekanisme immuno-modulation probiotik dan Competitive Exclusion dalam usus unggas (Revolledo et al. 2006)

Keterangan gambar :

SIgA=Sekresi IgA; CE=Competitive Exclusion; SIL=Sel Intraepitelial; ILI=Intraepitelial Limfosit Intestinal; LPL=lamina propria limfosit (T limfosit aktivasi); LB= Limfosit B; LT=Limfosit T; M sel=sel yang berfungsi untuk mengirimkan antigen dari lumen intestinal ke usus unggas; KS=Komponen Sekresi.

Mekanisme kerja :

Penangkapan antigen : 1. antigen dapat dikenali secara langsung oleh Intraepitelial Limfosit Intestinal (ILI) yang kemudian mengirimkan sinyalnya pada lamina propia; 2. pada saat antigen ditangkap oleh sel-sel M , terdapat 2 kemungkinan untuk menstimulasi terjadinya respon imunologi : a) antigen langsung ditangkap oleh makrofag atau sel-sel dendrit, yang mampu memproses untuk menghasilkan Limfosit T (LT) pada lamina propia; atau b) antigen akan mengaktifkan sel-sel B, yang akan menstimulasi LT pada lamina propia; 3. Antigen dapat ditangkap oleh Sel Intraepitelial (SIL) melalui proses endositosis. SIL mempunyai kemampuan seperti LT untuk memproses antigen. SigA akan memproduksi : LT aktivasi dan menghasilkan sitokin yang akan menstimulir aktivasi Limfosit B (LB) dan pada akhirnya sel plasma akan menghasilkan IgA. Pada akhirnya produksi IgA akan menghambat perlekatan antigen di permukaan mukosa usus unggas.

SIL

Sekresi IgA (SIgA)

ILI

Komponen Sekresi (KS)

Sitokin

(36)

Struktur Telur

Telur ayam mempunyai struktur sangat khusus, yaitu mengandung zat gizi yang cukup untuk mengembangkan sel yang telah dibuahi menjadi seekor anak ayam (Puslitnak 2000).

Telur secara umum terbagi atas kulit telur (kerabang), putih telur (albumen) dan kuning telur. Pada umumnya telur ayam berbentuk bulat lonjong, tetapi ada sebagian kecil telur mempunyai bentuk yang abnormal. Perbedaan bentuk itu dapat terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah sifat genetis, umur ayam pada waktu bertelur, sifat-sifat biologis sewaktu bertelur dan sifat-sifat fisiologis yang terdapat pada induknya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya telur antara lain bangsa ayam, umur, perubahan musim sewaktu bertelur, sifat keturunan, umur pembuahan, bobot badan induk dan pakan yang diberikan pada ayam yang bersangkutan (AEB 2005).

a. Kerabang Telur

AEB (2005), menyatakan bahwa kerabang telur tersusun atas empat bagian utama yaitu lapisan mammilari, lapisan spongiosa, kutikula dan pori-pori. Kerabang adalah bagian kulit telur yang keras yang melindungi isi telur dan embrio terhadap gangguan dari luar, baik fisik maupun kimia serta sebagian lapisan untuk difusi udara respirasi (Bloomquist 2000).

Sebutir telur memiliki 7000-17.000 pori-pori yang tersebar tidak merata pada permukaan kerabang. Ujung telur yang tumpul mengandung paling banyak pori-pori, sedangkan ujung yang lancip paling sedikit. Jumlah pori-pori yang terbuka pada telur segar relatif lebih sedikit dibandingkan telur yang mengalami penyimpanan (Yahya 2005).

(37)

13

b. Putih Telur

Menurut FDHS (2004), putih telur terdiri dari 4 lapisan yaitu lapisan putih telur kental dalam, lapisan putih telur encer dalam, lapisan putih telur kental luar dan lapisan putih telur encer luar.

Lapisan putih telur kental dalam, langsung mengelilingi kuning telur dan ujungnya membentuk tali kalaza yang berfungsi memegang kuning telur pada kedua ujungnya. Lapisan ini sangat tipis dan menyusun 3% dari total putih telur.

Lapisan putih telur encer dalam, mengelilingi lapisan putih telur kental dalam dan merupakan 21% dari total putih telur.

Lapisan putih telur kental luar, membentuk amplop yang membungkus lapisan putih telur encer dalam serta kuning telur. Lapisan ini merupakan bagian putih telur yang tertinggi (55%).

Lapisan putih telur encer luar terletak di bawah membran kulit kecuali pada bagian dimana lapisan putih telur kental luar menyentuh membran kulit dan merupakan 21% dari total putih telur.

c. Kuning Telur

Kuning telur terdiri dari blastoderma, latebra, lingkaran pusat, lingkaran kuning dan membran vitelin. Latebra merupakan saluran yang menghubungkan blastoderm ke pusat kuning telur yang berfungsi untuk tempat pertumbuhan embrio. Blastoderm yang terlihat sebagai bintik kecil pada permukaan kuning telur, dimana dalam telur yang terbuahi benih ini berkembang menjadi anak ayam. Membran vitelin merupakan lapisan tipis yang mengelilingi kuning telur (FDHS 2004).

Kuman Pencemar

(38)

kandang, tangan peternak, udara dan tempat pengemasan. Penyebaran infeksi oleh mikroba diantara kelompok ayam merupakan mata rantai yang selalu berkaitan, yaitu pengeluaran kuman bersama kotoran dari ayam sakit atau karier, dan menginfeksi ayam sehat lain melalui pakan yang tercemar mikroba. Kondisi pasar tradisional yang masih sederhana dan sanitasi lingkungan yang kurang memadai serta iklim tropis akan mendukung peningkatan kontaminasi dan perkembangbiakan mikroba (Jekti 1990).

Pertumbuhan mikroba dapat dibagi menjadi empat fase yaitu fase lag, fase pertumbuhan logaritmik (exponential), fase konstan (stationary) dan fase pertumbuhan yang menurun atau fase kematian (death). Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan mikroba digolongkan menjadi psikrofilik dengan suhu optimum pertumbuhan sekitar 0 – 20 oC, psiktotrofik -5 – 30 oC, mesofilik sekitar 20– 43 oC dan termofilik sekitar 40 – 65 oC (Supardi & Sukamto 1999).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kuman di dalam telur yaitu faktor intrinsik yaitu nilai nutrisi telur, kadar air, pH, ada tidaknya bahan penghambat serta faktor ekstrinsik yaitu suhu lingkungan, kelembaban dan ada tidaknya oksigen (Buckle et al. 1987).

Salmonella enteritica Serovar Enteritidis (S. Enteritidis)

(39)

15

Berdasarkan struktur antigennya subspesies dibagi menjadi serovar/serotipe. Untuk menuliskan nama serotipe, misalnya cara lama S. enteritidis menjadi S. enteritica subspesies enteritica serotipe Enteritidis menjadi Salmonella ser Enteritidis dan saat ini penulisannya menjadi Salmonella Enteritidis (Murray 1991).

Salmonella diklasifikasikan dalam group sesuai dengan klasifikasi Kaufman-White yang didasarkan pada antigen badan somatik O (ohne) dan antigen flagel H (hauch). Genus ini mempunyai struktur antigen yang tidak stabil dan dapat mengalami perubahan sewaktu-waktu dan bakteri ini pada suatu saat dapat membentuk variasi secara tiba-tiba (Kaufmann 1972).

[image:39.612.184.474.450.597.2]

S. Enteritidis bersifat Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak berspora dengan ukuran 0,7-1,5 x 2,0-5,0 mm, umumnya bergerak dengan flagella peritrikus. S. Enteritidis tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa, akan tetapi membentuk asam dan juga gas dari glukosa, maltosa, dan mannitol. S. Enteritidis memberi reaksi positif terhadap sitrat, lisin, ornithin dekarboksilase, serta memberi reaksi negatif pada indol dan urease. Karakteristik lainnya yaitu dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, dapat memfermentasi dulsitol, memproduksi H2S, dan tumbuh secara optimal pada suhu 37 oC (Cox et al. 2000).

(40)

Kontaminasi S. Enteritidis pada telur diketahui dengan dua mekanisme yaitu melalui induk yang terinfeksi oleh S. Enteritidis (vertikal) dan secara horizontal.

Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai kontaminasi transovarial (transovarial contaminated). Teori penularan vertikal menyebutkan bahwa S. Enteritidis pada telur ayam, berasal dari induk ayam yang terinfeksi (Cox et al. 2000). Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan ayam yang sedang bertelur dan diinfeksi dengan S. Enteritidis, ternyata mengakibatkan telur-telur tersebut terinfeksi dengan strain S. Enteritidis yang sama (FSIS dan FDA 1998). S. Enteritidis dapat menginfeksi telur yang berasal dari induk ayam yang sehat dimana kontaminasi terjadi sebelum kulit telur terbentuk, letak infeksi biasanya di putih telur dekat membran kuning telur (CDC 2003). FSIS dan FDA (1998) telah melakukan survei mengenai keberadaan S. Enteritidis di telur. Hasil survey membuktikan adanya S. Enteritidis di kerabang, kuning dan putih telur. Selain telur, FSIS dan FDA (1998) melakukan survei tentang keberadaan S. Enteritidis di tubuh ayam petelur. Hasil dari survei tersebut ditemukan S. Enteritidis di organ usus buntu, hati, ginjal, indung telur dan saluran indung telur.

(41)

17

S. Enteritidis tidak mempengaruhi kualitas suatu makanan, serta tidak menimbulkan kerusakan dan pembusukan pada telur. Namun apabila manusia memakan telur yang terkontaminasi dan tidak dimasak sempurna atau setengah matang, maka akan mengakibatkan penyakit pada manusia (CDC 2003).

Salmonellosis menyebabkan berbagai gejala seperti gastroenteritis, demam enterik, septikemia dan infeksi fokal. Salah satu gejala yang ditimbulkan oleh infeksi S. Enteritidis adalah gastroenteritis. Patogenesis ini sangat tergantung dari faktor virulensi bakteri yaitu: (1) kemampuan invasi sel, (2) lapisan lipopolisakarida yang lengkap, (3) kemampuan replikasi intrasel, dan (4) kemungkinan perbanyakan toksin. Setelah bakteri dicerna, organisme tersebut berkoloni di ileum dan kolon, memasuki epitel usus dan terjadi proliferasi epitel dan folikel limfoid (Gianella 2001).

[image:41.612.172.489.447.663.2]

Tahap selanjutnya yaitu menginduksi membran enterosit yang terganggu dan menstimulasi pinositosis organisme. Invasi tergantung dari pengaturan sel sitoskeleton dan kemungkinan melibatkan peningkatan fosfat inositol dan kalsium sel. Perlekatan dan invasi tersebut di bawah regulasi genetik dan melibatkan gen-gen ganda pada kromosom plasmid. Selanjutnya, patogen-genesis enterokolitis dan diare akibat salmonellosis dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.

Gambar 4 Patogenesis enterokolitis dan diare salmonellosis (Gianella 2001) 1. tempat masuknya

S. Enteritidis

2. S. Enteritidis menyebar (demam non tipoid )

3. gastroenteritis dan diare

(42)
[image:42.612.184.459.302.596.2]

Setelah menginvasi epitel usus, bakteri ini menginduksi respon inflamasi yang dapat menyebabkan ulserasi dan peningkatan sitokin sehingga menghambat sintesis protein. Mekanisme tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, invasi pada mukosa menyebabkan sel epitel mensintesis dan melepaskan berbagai sitokin proinflamasi, seperti IL-1, IL-6, IL8, TNF2. Hal ini membangkitkan respon inflamasi akut dan juga meningkatkan terjadinya kerusakan usus karena reaksi inflamasi usus. Akibat reaksi tersebut, dapat terjadi gejala panas-dingin, nyeri perut, lekositosis dan diare. Feses dapat mengandung lekosit polimorfonuklear (PMN), darah dan lendir. Patogenesis munculnya diare secara ringkas dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5 Ringkasan patogenesis salmonellosis (Gianella 2001)

Termakannya S. Enteritidis

S. Enteritidis berkoloni di usus halus dan usus buntu

S. Enteritidis melakukan invasi ke dalam mukosa usus usus sitotoksin

Inflamasi akut akibat adanya invasi bakteri dan produksi sitotoksin

+ ulserasi

Sintesa prostaglandin Enterotoksin sitokin

Aktivasi adenyl cyclase

Produksi cairan dalam jumlah besar atau kecil

c-AMP meningkat

(43)

19

Invasi mukosa usus diikuti aktivasi adenylate cyclase dan peningkatan keseimbangan sekresi siklik AMP (c-AMP). Mekanisme tersebut juga belum diketahui dengan pasti, kemungkinaan adanya keterlibatan produksi lokal dari prostaglandin atau komponen lain dari prostaglandin akibat reaksi inflamasi. Strain-strain Salmonella mengeluarkan satu atau lebih substansi enterotoksin yang

menstimulasi sekresi usus, namun peran toksin tersebut pada patogenesis S. Enteritidis masih belum pasti.

Orang dewasa dan anak-anak yang berisiko untuk terinfeksi S. Enteritidis dari telur adalah wanita hamil dan orang-orang dengan sistem imun yang lemah, meningkatkan risiko timbulnya penyakit yang lebih serius. Pada orang-orang ini, bakteri dengan jumlah yang relatif kecil sudah dapat mengakibatkan penyakit (WHO 2005; Berkeley 2002).

Penderita yang terinfeksi S. Enteritidis menimbulkan gejala berupa diare, demam, kedinginan, nyeri perut, nyeri kepala, yang dimulai 12 sampai 72 jam setelah mengkonsumsi telur mentah atau setengah matang yang telah terkontaminasi (Blumenthal 2002). Penyakit tersebut dapat bertahan sampai 4-7 hari. Meskipun banyak penderita dapat sembuh sempurna tanpa pemberian antibiotika. Namun, diare dapat berlebihan dan memerlukan perawatan rumah sakit (FSIS & FDA 1998; Hecht 2004). Pada penderita dengan risiko tinggi, infeksi dapat menyebar dari usus ke aliran darah atau ke tempat lain di seluruh tubuh dan dapat menyebabkan kematian tanpa pengobatan antibiotika pada penderita (CDC 2003).

Sumber utama terjadinya infeksi pada manusia adalah peternakan. Mengurangi keberadaan S. Enteritidis pada hewan/ternak, secara signifikan juga akan mengurangi paparan bakteri tersebut pada manusia. Salah satu pengendalian yang penting adalah menjaga kebersihan peternakan. Penelitian menunjukkan bahwa pembersihan secara intensif dan penggunaan desinfektan dapat mengurangi keberadaan bakteri tersebut (Berkeley 2002).

(44)

Diperkirakan 100 sel S. Enteritidis pada 100 gram telur, akan memudahkan timbulnya penyakit. Penyimpanan telur pada pendingin secara adekuat dapat mencegah perbanyakan bakteri tersebut pada telur, sehingga telur sebaiknya disimpan pada pendingin, sampai saat akan digunakan. Pemasakan juga akan mengurangi jumlah bakteri yang ada pada telur, namun putih telur dan kuning telur yang belum matang, akan berisiko lebih besar menimbulkan infeksi dibandingkan dengan telur yang telah matang karena S. Enteritidis akan mati karena pemanasan paling sedikit selama 12 menit pada suhu 66 oC atau 77-83 menit pada suhu 60 oC (Blumenthal 2002; CDC 2003).

Untuk mengurangi risiko infeksi S. Enteritidis pada telur yang akan dikonsumsi, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (1) simpan telur pada pendingin, (2) buang telur yang telah pecah atau kotor, (3) cuci tangan dan rebus peralatan rumah tangga dengan sabun dan air setelah kontak dengan telur mentah, (4) makan segera telur setelah dimasak dan jangan menyimpan telur matang pada suhu kamar lebih dari 4 jam, (5) dinginkan telur yang belum digunakan, (6) hindarkan makan telur mentah (seperti telur campuran es krim produksi rumah tangga atau telur mentah yang dicampur dalam minuman) dan (7) hindari memakan makanan restoran yang menggunakan bahan telur mentah atau telur yang tidak dipasteurisasi (WHO 2002).

(45)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penelitian Veteriner Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2005 sampai dengan Pebruari 2006.

Materi Penelitian

Materi penelitian terdiri dari 104 (seratus empat) butir telur ayam ras yang diambil dari 67 orang pedagang telur ayam ras di 16 (enam belas) pasar tradisional di Kabupaten Tangerang. Pengambilan sampel dilakukan selama 2 minggu berturut-turut dengan menggunakan plastik steril dan dibawa ke laboratorium pada suhu ruangan. Sampel selanjutnya dibawa ke Laboratorium Bakteriologi, Balai Penelitian Veteriner Bogor untuk dilakukan pengujian kuman S. Enteritidis.

Sampling ditentukan dengan menggunakan metode proporsional random sampling, sedangkan untuk menghitung besaran sampel menggunakan rumus: 4 PQ

n =

L2 Keterangan:

n = besaran sampel yang digunakan P = asumsi prevalensi

Q = (1 - P)

L = galat yang diinginkan (Martin et al. 1988 & Thrusfield 1994).

Dengan tingkat konfidensi 95% dan galat yang diinginkan 5% serta asumsi prevalensinya 7% maka didapat:

4 x 0,07 x 0,93 n =

(0,05)2 = 104 sampel telur

(46)

Bahan dan Alat-Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan berupa Buffered Pepton water, Rappaport Vassiliadis Broth, Xylose Lysine Deoxycholate, Manitol Selenite Cystein Broth, Mac Conkey Agar, Brilliant Green Agar, Triple Sugar Iron Agar, Lysine Iron Agar, Urea Agar, Nutrient Agar, Nutrient Broth, Pereaksi Indol, kapas, pewarnaan gram, NaCl fisiologis, alkohol 70%, isolat Salmonella sp. dalam Nutrient Agar miring, antisera (O dan H).

Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini yaitu petridish diameter 9 cm dan 12 cm, pipet 1 ml, erlenmeyer, beaker glass, tabung reaksi, cabinet UV, pengaduk, ose, mikropipet, vortex, bunsen, incubator, autoclave, microwaveoven, spreader, kaca preparat 5 x 7,5 cm, batang pengadukaglutinasi,lampu penerang, lemari es, freezer, bunsen, stomacher, pipet pasteur 1-10 ml, tabung reaksi 5 – 20 ml, timbangan 0,5 – 500 gram, mikroskop, rubber teat, tabung craigie, rak tabung reaksi.

Metode

Isolasi dan Identifikasi Salmonella Enteritidis

a. Kerabang Telur

[image:46.612.178.484.540.647.2]

Setiap sampel kerabang telur yang memiliki berat berkisar 15 – 20 gram dimasukkan ke dalam 135 - 180 ml (10%) larutan Buffered Pepton Water (BPW) sebagai media pre-enrichment, dihomogenisasi dan diinkubasi pada suhu 35-37 oC selama 16-20 jam. Campuran sampel kerabang, putih dan kuning telur dalam BPW dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini :

(47)

23

Sebanyak 1 ml suspensi tersebut ditanam pada 9 ml (10%) media enrichment Rappaport Vassiliadis Broth (RVB) dan diinkubasi pada suhu 42 oC selama 24 jam. Suspensi tersebut diambil satu ose dan ditanam pada media agar selektif Xylose Lysine Deoxycholate (XLD) dan diinkubasi lagi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Sebanyak 3-5 koloni berwarna hitam yang diduga Salmonella sp. kemudian dilakukan uji biokimia dengan melakukan inokulasi pada media TSIA, LIA, Indol, Sitrat dan Urea. Koloni yang diduga Salmonella sp. pada media XLD dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini :

[image:47.612.181.474.259.442.2]

Gambar 7 Morfologi biakan Salmonella sp. pada media Xylose Lysine Deoxycholate (XLD)

Biakan yang ditumbuhkan pada media penyubur dan media selektif, dinyatakan Salmonella sp.apabila memberikan hasil uji TSIA positif yang ditunjukan dengan warna slant merah dan butt kuning; LIA positif yang ditunjukan dengan warna media slant hitam dan butt violet; H2S positif yang ditunjukan dengan warna hitam pada media TSIA dan LIA; Indol negatif yang ditunjukan dengan tidak terbentuknya cincin berwarna pink; Sitrat positif yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan dan warna biru pada media serta Urea negatif dimana tidak terjadi perubahan warna media. Koloni bakteri yang diduga presumtif Salmonella sp., ditanam pada media nutrient agar miring dan semisolid untuk dilanjutkan dengan Serotiping untuk menentukan serotipenya (Balitvet 2005).

Morfologi biakan Salmonella

Negatif pada media XLD

Morfologi biakan yang diduga

(48)
[image:48.612.131.501.77.490.2]

Jenis Uji Hasil Uji Gambar

TSIA H2S LIA Sitrat

Positif Positif Positif Positif

Indol Negatif

Negatif Positif

Urea Negatif

Negatif Positif

Gambar 8 Hasil uji biokimia pada isolat persumtif Salmonella sp.

b. Putih dan Kuning Telur

Sampel putih dan kuning telur diambil dengan memecah telur terlebih dahulu. Kemudian dipisahkan antara putih dan kuning telur. Langkah selanjutnya dari masing-masing bagian telur tersebut diambil 15 - 20 gram dan dimasukkan ke dalam 135 – 180 ml (10%) larutan Buffered Pepton Water (BPW) sebagai media preenrichmnet dan dihomogenisasi.

(49)
[image:49.612.200.464.94.203.2]

25

Gambar 9 Pemisahan putih dan kuning telur serta pemberian media pre-enrichment (BPW)

Serotiping Salmonella Enteritidis

(50)
[image:50.612.132.507.106.600.2]

Tabel 2 Struktur antigenik Salmonella menurut Skema Kauffmann-White

Tipe Species/Serotipe Antigen O (somatik)

Antigen H (Flagella) Fase 1 Fase 2

A S. paratyphi A 1, 2, 12 8 -

B S. paratyphi B 1, 4, (5), 12 B 1, 2

S. (schottmulleri)

S. java 1, 4, (5), 12 B (1, 2)

S. saint-paul 1, 4, (5), 12 e, h 1, 2 S. san-diego 4, (5), 12 e, h e, n, z15

S. derby 1, 4, (5), 12 f, g (1, 2)

S. agona 1, 4, 12 f, g, s -

S. typhimurium 1, 4, (5), 12 I 1,2

S. typhimurium var

copenhagen 1, 4, 12 I 1, 2

S. heidelberg 1, 4, (5), 12 R 1, 2

S. tinda 1, 4, 12, 27 A e, n, z15

C1 S. paratyphi C 6, 7, (Vi) C 1, 5

S. choleraesuis 6, 7 (c) 1, 5

S. montevideo 6, 7 g, m, s, (p) -

S. oranienburg 6, 7 m, t -

S. thompson 6, 7 K 1, 5

S. infantis 6, 7 R 1, 5

C2 S. newport 6, 8 e, h 1, 2

D1 S. typhi 9, 12, (Vi) B -

S. Enteritidis 1, 9, 12 g, m -

S. dublin 1, 9, 12, (Vi) g, p -

S. panama 1, 9, 12 l, v 1, 5

S. javiana 1, 9, 12 l, z28 1, 5

S. pullorum 1, 9, 12 - -

S. sendai 1, 9, 12 A 1, 5

E1 S. oxford 3, 10 A 1, 7

S. anatum 3, 10 e, h 1, 6

S. london 3, 10 l, v 1, 6

S. meleagridis 3, 10 e, h l, w

S. lexington 3, 10 z10 1, 5

E4 S. seftenberg 1, 3, 19 g, (s), t -

F S. rubislaw 11 R e, n, x

G2 S. worthington 1, 3, 23 Z l, w

(51)

27

a. Menentukan Struktur Antigen ”O”

1. Penentuan antigen O atau somatik dilakukan dengan menggunakan antisera polivalen atau monovalen grup B, C, D, E karena grup ini yang paling sering ditemukan pada hewan;

2. Apabila salah satu grup dari antisera positif, maka untuk selanjutnya dilakukan uji dengan single faktor antisera yang sesuai sebagai berikut :

Grup B, menggunakan single factor 4,5,12,27 (4,5 adalah antigenik spesifik grup B)

Grup C, menggunakan single factor : 6,7; 6,8; 14; 8(20); 6,14

Grup D, menggunakan serum tunggal faktor (single factor) 12,46. Grup D mempunyai faktor spesifik 9. Antigen somatik 9 merupakan diagnostik faktor untuk grup D dan faktor ini dapat berkombinasi baik dengan faktor 12 dan 46. Grup E, menggunakan serum faktor tunggal 10,15,19. Bila terjadi aglutinasi dengan faktor 15, kemudian diuji dengan faktor 34 dan selanjutnya disesuaikan dengan skema Kauffmann-White.

b. Menentukan Serotipe yang Berhubungan dengan antigen ”H”

Suspensi bakteri Salmonella sp. yang dipakai adalah sama dengan suspensi bakteri untuk uji antigen O tersebut di atas, kemudian diuji terhadap antisera polivalen ”H”: Ha, Hb,Hc,He, g kompleks dan Poly z. Bakteri ini ditumbuhkan pada media semisolid dengan tabung Craigie dan diinokulasikan melalui tabung tersebut yang kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Suspensi bakteri yang akan digunakan untuk uji antigen H diambil dari luar tabung Craigie pada permukaan semisolid. Apabila terjadi reaksi dengan dengan salah satu antisera tersebut diatas, kemudian diuji dengan salah satu antisera sebagai berikut :

Ha : a, b, c, d, I Hb : K, lu/lw, r, y, z Hc : 2, 5, 6 , 7 He : h, x, Z15

Hg : ge, f, m, s, t, p, g, u

(52)

Bila tidak terjadi aglutinasi dengan antisera (H) tersebut di atas, dibuat preparat ”hanging drop” untuk mengetahui motiliti dari bakteri yang sedang diuji atau dengan metode ”Craigie”. Bila bakteri tersebut motil, biakan bakteri ini ditumbuhkan pada media diferensiasi (misalnya XLD, BRG), lalu diambil koloni tunggal untuk dilakukan uji biokimia lengkap agar diketahui apakah bakteri ini benar-benar Salmonella sp. atau bukan. Jika benar, maka dilakukan uji ulang Salmonella sp. untuk menentukan serotipenya. Setelah penentuan/uji terhadap antigen O dan H selesai, hasil ditabulasikan dan dicocokkan struktur antigen yang diperoleh dengan skema Kauffmann-White untuk mendapatkan nama serotipe Salmonella sp. yang diuji.

Analisis Data

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan sampel telur dilakukan di 16 (enam belas) pasar tradisional

yang berada di Wilayah Kabupaten Tangerang. Jumlah sampel telur ayam ras

diambil secara proporsional random sebanyak 104 butir. Hasil pemeriksaan

laboratorium terhadap cemaran Salmonella sp. pada kerabang, putih dan kuning telur ayam ras di pasar tradisional di Wilayah Kabupaten Tangerang adalah

[image:53.612.137.518.311.577.2]

sebagai berikut :

Tabel 3 Hasil pengujian cemaran Salmonella sp. pada kerabang, putih dan kuning telur ayam ras di 16 pasar tradisional di Wilayah Kabupaten Tangerang

No. Nama Pasar Tradisional

Jumlah Telur (butir)

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Bagian Telur

Kerabang Putih Kuning

1. Pasar Ciputat 15 Negatif Negatif Negatif

2. Pasar Pamulang 5 Negatif Negatif Negatif

3. Pasar Serpong 5 Negatif Negatif Negatif

4. 5.

Pasar BSD-Serpong Curug

2 4

Negatif Negatif

Negatif Negatif

Negatif Negatif

6. Pasar Sepatan 15 Negatif Negatif Negatif

7. Pasar Kelapa Dua-Curug 6 Negatif Negatif Negatif

8. 9.

Pasar Cikupa Pasar Cisoka

8 8

Negatif Negatif

Negatif Negatif

Negatif Negatif

10. Pasar Kronjo 1 Negatif Negatif Negatif

11. Pasar Gembong-Balaraja 3 Negatif Negatif Negatif

12. Pasar Sentiong-Balaraja 10 Negatif Negatif Negatif

13. Pasar Pasar Kemis 4 Negatif Negatif Negatif

14. Pasar Kutabumi-Ps. Kemis 15 Negatif Negatif Negatif

15. Pasar Kresek 1 Negatif Negatif Negatif

16. Pasar Mauk 2 Negatif Negatif Negatif

Jumlah 104

Berdasarkan hasil pengujian melalui tahapan isolasi dan identifikasi bakteri serta

(54)

Tidak ditemukannya cemaran Salmonella sp. pada telur ayam ras, dimungkinkan karena telur mempunyai pertahanan fisik berupa kutikula, kerabang

telur dan selaputnya serta kekenyalan putih telur dan pertahanan kimia (albumin)

yang merupakan faktor antimikroba alamiah.

a. Pertahanan fisis

Kutikula. Mulai dari pembentukannya di saluran telur, kerabang telur telah

diselaputi oleh suatu lapisan protein setebal 0,01 mm yang disebut sebagai

kutikula. Penyelaputan ini akan menutupi sebagian besar pori-pori dari

kerabang telur sehingga mengurangi kemungkinan masuknya S. Enteritidis ke bagian lebih dalam lagi dari telur (Bloomquist 2000).

Kerabang telur. Merupakan lapisan terluar dengan struktur yang keras

sebagai pertahanan mekanis terhadap berbagai sumber kontaminasi,

sebagian besar terdiri dari CaCO3 dengan matriks yang terdiri dari protein

[image:54.612.198.489.369.548.2]

dan polisakarida. (AEB 2005).

Gambar 10 Kutikula, kerabang dan selaput telur (Yahya 2005)

Selaput telur. Terdiri dari 2 lapis yang saling terjalin kecuali di bagian

ujung tumpul telur untuk menjadi kantung hawa. Terdiri dari serabut keratin

yang akan berfungsi juga sebagai penyaring mikroorganisme. Selaput

bagian dalam, kaya akan lisosim yang mempunyai peranan lebih besar

dalam mematikan mikroorganisme (Puslitnak 2000).

Kutikula

Kerabang

Selaput bagian luar

(55)

31

b. Pertahanan kimiawi

Apabila kutikula, kerabang telur dan selaput telur tidak berfungsi dalam

pertahanan terhadap infasi bakterial, maka putih telur akan terkontaminasi.

Tetapi untuk membuat kerusakan telur akibat cemaran mikroorganisme,

maka mikroorganisme harus mencapai bagian kuning telur terlebih dahulu

karena komposisi kuning telur merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri (Puslitnak 2000).

Banyak faktor yang mempengaruhi perjalanan mikroorganisme dari selaput

telur sampai ke kuning telur. Pertama-tama adalah kekenyalan yang cukup

tinggi dari putih telur terutama lapisan tebal dari putih telur karena

kandungan protein yang ada di dalamnya akan menghambat pergerakan

bakteri. Lebih-lebih karena adanya penggantung telur (kalaza) yang akan

menahan kuning telur segar tetap dalam posisi sentral sehingga cukup jauh

dari kulit telur sebagai sumber utama kontaminasi. Adapun gambaran

[image:55.612.220.478.401.603.2]

anatomi bagian dalam telur adalah sebagai berikut :

Gambar 11 Anatomi bagian dalam telur (Grijspeerdt et al. 2005)

Selain kekenyalan yang cukup tinggi dari putih telur, pertahanan kimiawi

(56)

pH basa. pH dari putih telur dari telur yang baru saja ditelurkan berada di

sekitar 7,5 dan ini merupakan pH optimum bagi pertumbuhan sebagian besar

mikroorganisme dan saprofit. Pada permulaan penyimpanan, telur akan

kehilangan sebagian besar CO2 melalui pori-pori telur yang akan menaikkan

pH hingga mencapai diatas 9,0. Keadaan ini akan tercapai dengan cepat bila

suhu udara di sekitar cukup tinggi. Untuk sebagian besar mikroorganisme,

pH setinggi itu tidak baik untuk pertumbuhan ataupun daya tahannya.

Lisosim. Lisosim adalah suatu protein alami putih telur, mempunyai

aktivitas muramidasi, khususnya hidrolisis ikatan 1,4-β antara N-acetyl

muramic acid dan N-acetylglucosamine pada glycan di dinding sel bakteri

gram positif.

Ovotransferin. Ovotransferin menghambat pertumbuhan mikroorganisme

karena daya khelasi yang dimiliki terutama terhadap ion Fe++. Reaksi ini

amat tergantung pada pH dan konsentrasi besi. Aktifitas ovotransferin akan

bertambah bila pH > 7.0. Inhibisi ini amat tergantung jenis bakteri. Bakteri

gram negatif kurang terhambat oleh ovotransferin daripada gram positif.

Sedangkan sensitifitas Micrococcus sp. terhadap ovotransferin lebih tinggi daripada Bacillus spp. yang ia sendiri lebih sensitif daripada bakteri-bakteri gram negatif (Humprey 1994).

Beberapa tahun belakangan ini, telah dilaporkan aktivitas ”pore-forming”

yang merupakan mekanisme baru yang dimiliki oleh lisosim dan

ovotransferin. Lisosim menunjukan kemampuan melakukan penetrasi pada

bakteri gram negatif dengan mengurangi ikatan disulfida dan memperluas

kemampuan hidrofobiknya pada permukaan enzim lisosim, aktivitas ini

terlepas dari aktivitas muramidase yang dimilikinya. Sedangkan aktivitas

bakterisidal ovotransferin lainnya, selain dari kemampuan besi chelatnya

adalah adanya kationik peptida dalam lobus N ovotranferin yang mampu

melintasi membran terluar dari bakteri gram negatif dan merusak membran

(57)

33

Metode pengujian yang dilakukan untuk mengetahui cemaran Salmonella sp dalam telur ayam ras adalah metode konvensional. Metode ini memiliki 4 prinsip tahapan pemeriksaan untuk mengidentifikasi Salmonella sp, yaitu : pre-enrichment adalah tahap untuk meningkatkan pertumbuhan sejumlah kecil

Salmonella atau untuk memulihkan kondisi Salmonella yang telah lemah;

selective enrichment adalah tahap untuk meningkatkan populasi Salmonella

seraya menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya; plating on selective agar media adalah tahap untuk memperoleh isolasi koloni yang berasal dari beberapa kumpulan sel-sel tunggal dan biochemical and serological test yang merupakan tahap untuk mendapatkan konfirmasi tentang genus dan serotipe Salmonella (Humprey & Whitehead 1992).

Isolasi dan identifikasi Salmonella dalam bahan pangan dengan

menggunakan metode konvensional memerlukan waktu selama 7 hari untuk hasil

positif, sedangkan apabila hasil negatif diperlukan waktu sekitar 3-4 hari.

Beberapa tahun belakangan ini, penelitian tentang metode uji cepat untuk

Salmonella telah banyak dilakukan, tetapi tes tersebut belum dapat distandarisasi dan diterima oleh sebagian besar peneliti, oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut sebelum dapat dibuktikan penggunaannya secara mudah

dan dengan biaya yang cukup efektif di lapangan. Spesifik antibodi untuk

Salmonella antigen telah digunakan untuk suatu jenis metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dengan menggunakan monoklonal dan poliklonal antibodi terhadap Salmonella lipid polysaccharide (LPS) atau flagella, tetapi metode ini dilaporkan tidak terlalu sensitif dibandingkan dengan metode

konvensional (Keller et al. 1990 & Kim et al. 1991).

Teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR), immunodifusi serta

hibridisasi asam nuklet untuk mendeteksi Salmonella juga telah banyak dilaporkan, tetapi masih diperlukan validasi dan pengujian sensitifitas serta

spesifisitas terhadap sampel lapangan (Feng 1992).

Berdasarkan hasil pendataan, telur-telur ayam ras yang dijajakan di pasar

tradisional 87% berasal dari peternakan di Wilayah Kabupaten Tangerang, 9%

dari Bogor dan 4% berasal dari Jawa Tengah serta Jawa Timur. Untuk itu,

(58)

dari 250 butir telur ayam ras yang berasal dari 25 peternakan ayam ras petelur di

Wilayah Kabupaten Tangerang yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan

Peternakan Kabupaten Tangerang di tahun 2006. Sampel diambil di 10

kecamatan di Wilayah Kabupaten Tangerang yang merupakan lokasi sentra

peternakan ayam ras. Dari masing-masing peternakan dilakukan pengambilan

sampel sebanyak 10 butir secara acak.

Pengujian Salmonella secara kualitatif dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Dinas Peternakan, Perikanan dan

Kelautan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasil uji tertuang dalam tabel 4

[image:58.612.137.515.317.675.2]

berikut ini :

Tabel 4 Hasil pemeriksaan Salmonella sp. pada telur ayam ras dari peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Tangerang (Data Sekunder)

No. Kecamatan Nama

Farm Kode Sampel Jumlah Sampel (Butir) Hasil Pemeriksaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Pondok Aren Ciputat Cikupa Cisoka Pasar Kemis Curug Kemeri Pagedangan Panongan Legok Sumber Rejeki Eden Eden Prapatan Arman AEC Harapan Oktober SIH Hidup Jaya Dharmawan Sarang Multi TKK Gloria Kemeri Tuti Farida Ok Kiong Dunia Unggas Garuda Mas Sari Harapan Sumber Alam Rudy Tri Jaya Garuda Jaya Legok Babat Buana Karsa Atung A 1-10 B 11-20 C 21-30 D 31-40 E 41-50 F 51-60 G 61-70 H 71-80 I 81-90 J 91-100 K 101-110 L 111-120 M 121-130 N 131-140 O 141-150 P 151-160 Q 161-170 R 171-180 S 181-190 T 191-200 U 201-210 V 211-220 W 221-230 X 231-240 Y 241-250 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Jumlah 250

(59)

35

Dari data yang diperoleh, 40% peternak ayam petelur di Kabupaten

Tangerang menggunakan probiotik dalam air minum unggasnya, dengan tujuan

selain sebagai growth promotor juga untuk mengurangi bau yang ditimbulkan oleh feces, karena probiotik dapat mengoptimalkan pencernaan makanan di

dalam tubuh unggas sehingga feces yang dihasilkan tidak mengandung

bahan-bahan yang sering menimbulkan bau seperti protein dan lemak sehingga feces

yang dikeluarkan hanya ampasnya saja dan kering. Dengan konsistensi feces

yang kering dan berkurangnya bau, maka hal itupun akan mengurangi

perkembangbiakan lalat yang juga merupakan salah satu problema di industri

peternakan (Distanak 2006).

Kompiang et al. (2005) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

B. apiarius dan probiotik komersial dapat mencegah perkembangan Salmonella

Enteritidis. Hal ini dimungkinkan karena probiotik secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen enterik dengan melakukan

perlekatan pada mukosa intestinal sehingga mencegah agen lain melekat pada

mukosa intestinal unggas. Beberapa probiotik juga akan menurunkan kolonisasi

dan shedding dari Salmonella dan Campylobacter pada unggas yang akan mengurangi resiko kontaminasi secara horizontal. Penelitian terhadap reaksi

imunologi dari pemberian probiotik saat ini terus dikembangkan, Lactobacillus

mampu meningkatkan imunitas mukosal dan sistemik terhadap bakteri

enteropatogen dengan meningkatkan produksi dari SIgA (Secretory IgA).

Selain penggunaan probiotik, reaksi imunostimulan bakteri yang

merupakan hasil dari competitive exclusion (CE) merupakan alternatif dalam pencegahan infeksi Salmonella dengan cara memelihara kondisi dan kestabilan mikroflora usus. Di beberapa negara, terapi CE digunakan sebagai salah satu

bagian dalam program pengendalian Salmonella yang didukung dengan

peningkatan standar higiene dan desinfeksi di seluruh rantai produksi (Revolledo

et al.).

Berdasarkan hasil penelitian cemaran S. Enteritidis pada ayam ras yang dijual di pasar tradisional dan didukung oleh data sekunder, diperoleh hasil

bahwa tidak ditemukan S. Enteritidis pada telur ayam ras. Untuk

(60)

asal hewan yang terintegrasi antara pemerintah, produsen maupun konsumen

(Holt et al. 1998; Moerad 2003). Pemerintah dan produsen/swasta harus bekerjasama untuk merancang aturan, standar dan implementasinya yang

berhubungan dengan upaya pengendalian Samonella dalam rantai proses di industri perunggasan (Sudirman 2005). Penanganan yang higienis terhadap ternak

dan produknya dari berbagai pihak sangat berguna untuk meningkatkan keamanan

pangan asal hewan terhadap kontaminasi S. Enteritidis.

Beberapa kebijakan pemerintah terhadap pengamanan pangan asal hewan

meliputi pengawasan dan pembinaan keamanan terhadap daging, telur dan susu.

Dalam pelaksanaan operasionilnya meliputi beberapa kegiatan yaitu pemberian

sertifikat bebas Salmonella pada unit usaha pangan asal hewan, sertifikat kontrol veteriner unit usaha pangan asal hewan, penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), program monitoring dan surveilans cemaran mikroba serta pengembangan sistem jaringan kerja pengawas kesmavet (Moerad 2003).

Sertifikat bebas Salmonella merupakan sertifikasi kelayakan dari cara produksi di suatu usaha pangan asal hewan. Sertifikat tersebut diberikan kepada

perusahaan-perusahaan penghasil bibit ternak terutama ternak unggas, hal ini

sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan Nomor

26/TN.530/Kpts/DJP/Deptan/1986 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengujian <

Gambar

Gambar 1  Pelaksanaan pengujian pullorum pada peternakan Ayam Bibit
Tabel 1 Jumlah  peternakan  dan  populasi  ayam  ras  petelur  di  Kab. Tangerang              Tahun 2005
Gambar 2  Mekanisme immuno-modulation                      Exclusion probiotik dan Competitive  dalam usus unggas (Revolledo et al
Gambar 3  Bakteri Salmonella Enteritidis (Cox et al. 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

The authors present empirical data about the high school years to help assess the rela- tive importance of such factors as academic ability, level of parental income and

Although Economics of Education Review does not cover economic education (teaching economics), an exception may be made for this book, because someday a controlled study of

Adanya molekul-molekul polar dengan dipol permanen akan menyebabkan imbasan dari kutub molekul polar kepada molekul nonpolar, sehingga elektron-elektron dari molekul

Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner yang mengukur tingkat konformitas dan potensi untuk menjadi pelaku bully yang disusun oleh peneliti.. Bagian A berisikan

mempengaruhi lingkungan fisik kimiawi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial budaya, eksploitasi sumber daya air yang pemanfaatannya berpotensi menimbulkan

Nama Peserta Didik : ………. 2 Keikut sert aan Dalam Organisasi Sekolah/ Kegiat an Sekolah.. 1..

1. Terima kasih buat adikku tersayang dan saudara penulis yang memberi semangat dan masukan selama skripsi.. selama bimbingan skripsi maupun saat kuliah, dan terima kasih

Pendidikan anak usia dini menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal pada pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa