• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Audit Maternal Perinatal (AMP) Kabupaten/Kota. kematian serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang dilakukan harus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Audit Maternal Perinatal (AMP) Kabupaten/Kota. kematian serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang dilakukan harus"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Audit Maternal Perinatal (AMP) Kabupaten/Kota 2.1.1. Pengertian AMP Kabupaten/Kota

Audit Maternal Perinatal adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang dilakukan harus menerapkan prinsip menghormati dan melindungi semua pihak yang terkait, baik individu maupun institusi. Sebelum proses audit dilakukan, harus ditekankan kembali kepada pihak yang terkait bahwa AMP kabupaten/kota ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan hukum (digunakan untuk bukti dalam persidangan) maupun untuk kepentingan lainnya selain hanya untuk kajian terhadap kasus. Pernyataan tersebut juga harus jelas tercantum dalam laporan AMP Kabupaten/Kota (Kemenkes,2010) 2.1.2. Tujuan Umum

Tujuan umum AMP kabupaten/kota adalah untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan KIA di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional melalui upaya penerapan tata kelola klinik yang baik (clinical governance) dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB

2.1.3 Tujuan Khusus

Tujuan khususus AMP kabupaten /kota adalah :

1. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal/neonatal secara teratur dan berkesinambungan dalam wilayah kabupaten

(2)

2. Mengidentifikasi penyebab kematian dan mengkaji faktor-faktor penyebab kematian ibu dan perinatal/neonatal yang dapat dicegah meliputi:

a. Penyebab yang berhubungan dengan pasien/keluarga seperti: situasi pribadi, keluarga, lingkungan (komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi, dan prilaku pasien.

b. Penyebab yang berhubungan dengan petugas kesehatan.

c. Penyebab yang berhubungan dengan manajemen pelayanan kesehatan d. Penyebab yang berhubungan dengan kebijakan pelayanan kesehatan.

3. Menembangkan mekanisme pembelajaran, pembinaan, pelaporan, dan perencanaan yang terpadu antatara dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah dan swasta, puskesmas, rumah bersalin, bidan praktek swasta, organisasi profesi, dan lintas sektoral.

4. Menentukan rekomendasi, intervensi, strategi pembelajaran, dan pembinaan bagi masing-masing pihak terkait dalam upaya mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus.

5. Mengembangkan mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengembangan terhadap rekomendasi yang disepakati.

6. Memperoleh kesepakatan pemecahan masalah yang paling sesuai diterapkan di masing-masing wilayah kabupaten/kota atas peneyebab timbulnya morbiditas atau mortalitas ibu, perinatal, maupun neonatal.

(3)

2.1.4. Azas

Dalam melaksanakan kegiatan AMP kabupaten/ kota ini,terdapat beberapa prinsip yang berbeda dengan kegiatan AMP terdahulu. Prinsip atau azas yang mutlak harus dipenuhi dalam kegiatan AMP ini adalah:

1. No Name (Tidak menyebutkan identitas)

Dalam kegiatan AMP ini, seluruh informasi mengenai identitas kasus maupun petugas dan institusi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada ibu dan neonatal yang meninggal akan dianonimkan (no name) pada saat proses penelaahan kasus sehingga kemungkinan untuk menyudutkan, menyalahkan dan menghakimi seseorang atau institusi kesehatan dapat dihilangkan atau diminimalkan.

2. No Shame (Tidak Mempermalukan)

Seperti yang telah diuraika diatas, seluruh identitas akan dihilangkan (anonim) sehingga kemungkinan kegiatan AMP berpotensi mempermalukan petugas atau institusi kesehatan dapat diminimalkan.

3. No Blame (Tidak menyalahkan)

Sebagai akibat dari tidak adanya identitas pada saat pengkajian kasus dilakukan, potensi menyalahkan dan menghakimi (blaming) petugas atau institusi kesehatan dapat dihindari. Penganoniman juga diharapkan dapat membuat petugas kesehatan yang memberikan pelayanan bersedia dan lebih terbuka dan tidak menyembunyikan iinformasi yang ditakutkan dapat menyudutkan petugas tersebut. Informasi yang mungkin disembunyikan

(4)

tersebut mungkin merupakan informasi penting yang berkaitan dengan faktor yang dapat dihindarkan. Prinsip ini harus diterapkan saat proses audit sehingga tujuan untuk memperoleh pembelajaran dan mencegah terjadinya kesalahan dimasa datang dapat tercapai.

4. No Pro Justisia (Tidak untuk keperluan peradilan)

Seluruh Informasi yang diperoleh dalam kegiatan AMP ini tidak dapat digunakan sebagai bahan bukti di persidangan (no pro justisia). Seluruh informasi adalah bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan maternal dan perinatal/neonatal. 5. Pembelajaran

Salah satu upaya AMP untuk meningkatkan pelayanan kesehatan maternal dan perinatal/neonatal adalah melalui pembelajaran yang dapat bersifat: individual, kelompok terfokus, mapun massal berdasarkan rekomendasi yang dihasilkan oleh pengkaji kepada seluruh komunitas pelayanan KIA.

2.1.5. Langkah- langkah dan Kegiatan AMP

Langkah 1 Kegiatan penelusuran sebab-sebab kesakitan/kematian maternal dan perinatal dengan maksud untuk mencegah terjadinya kesakitan /kematian serupa di masa mendatang.

Langkah 2 Petugas kesehatan melakukan identifikasi faktor yang dapat di cegah pada kematian /kesakitan maternal dan perinatal / neonatal :

(5)

a. Masalah yang berhubungan dengan pasien seperti:situasi pribadi,keluarga,lingkungan(komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi, dan perilaku keluarga.

b. Masalah manajemen pelayanan seperti transport, hambatan pembiayaan untuk mendapat layanan kesehatan, kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk menangani keadaan emergensi, kurangnya petugas, ketersediaan obat,alat,dan sarana kesehatan.

c. Masalah pemberian layanan kesehatan, seperti: penegakan diagnosis, penatalaksanaan, pemantauan, rujukan, pemantauan lanjutan, serta komunikasi antara pasien dan petugas maupun antar petugas yang memberi layanan kesehatan Diperlukan :

a. Pencatatan dan pelaporan kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/neonatal yang menyeluruh

b. Pengisian rekam medis yang lengkap, benar dan tepat di institusi pelayanan kesehatan (termasuk bidan di desa)

c. Pelacakan sebab kematian oleh petugas puskesmas dengan cara otopsi verbal d. Identifikasi faktor- faktor non medis termasuk informasi rujukan dan masalah

sosial ekonomi keluarga

2.1.6. Manajemen AMP Kabupaten/Kota

Pelaksanaan AMP di kabupaten/kota memerlukan manajemen yang dikelola secara berjenjang dalam lingkup kabupaten/kota tersebut. Untuk itu diperlukan adanya suatu tim yang bekerja secara legal dengan dibekali surat penugasan atau

(6)

surat keputusan bupati/walikota sebagai pelindung kegiatan AMP ini. Tim AMP kabupaten/kota dibentuk melalui Surat Penetapan dari bupati / walikota.Tim AMP kabupaten/kota terdiri dari dari tim manajemen, tim pengkaji, dan komunitas pelayanan. Para anggota tim manajemen dan tim pengkaji memerlukan surat penugasan/surat keputusan sebelum mulai bertugas yaitu susunannya sebagai berikut: 1. Pelindung

Pelindung kegiatan AMP adalah bupati/walikota setempat. Tugas pelindung adalah menyediakan payung hukum dan kebijakan bagi para pihak yang terkait dalam kegiatan AMP baik sebagai tim manajemen, tim pengkaji, maupun komunitas pelayanan.

2. Tim Manajemen AMPTim manajemen AMP adalah para pihak yang bertugas mengelola kegiatan AMP disuatu wilayah kabupaten/kota.

a. Penanggung jawab

Penanggung Jawab Tim AMP adalah Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Tugasnya adalah memastikan terlaksananya AMP di kabupaten/kota wilayahnya, memfasilitasi koordinator tim manajemen dalam peneyelenggaraan dan pengalokasian dana pelaksanaan AMP kabupaten/kota, serta mengupayakan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan. Disamping itu Penanggung jawab Tim AMP juga menetapkan indikator dan standar outcome kegiatan AMP yang diberlakukan di wilayahnya.

(7)

b. Koordinator Tim Manajemen

Koordinator Tim manajemen adalah petugas penanggung jawab program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau program Pelayanan Kesehatan (Yankes) yang ditunjuk Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Tugasnya adalah mempersiapkandan meneyelenggarakan pertemuan kajian kasus secara rutin (minimal 3 bulan sekali, sesuai dengan kemampuan masing- masing Kabupaten/Kota), mengelola data hasil kajian kasus, dan mengatur pemanfaatan hasil-hasil kajian kasus untuk keperluan pemebelajaran, pelaporan, dan perencanaan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, koordinator Tim Manajemen dibantu oleh Sekretariat AMP kabupaten/kota.

c. Sekretariat

Sekretariat yang berkedudukan di kabupaten/kota terdiri dari beberapa orang staf KIA dinas kesehatan kabupaten /Kota yang penunjukannya diusulkan oleh Koordinator tim manajemen. Sekretariat bertugas membantu koordinator tim manajemen dalam bidang administrasi, termasuk menjadi notulis dalam pertemuan kajian kasus maupun sesi pembelajaran dan memfasilitasi pelaksanaan pertemuan AMP.

3. Tim Pengkaji

Tim pengkaji adalah para klinisi atau para pakar yang bidang keahliannya terkait dengan pelayanan maternal-perinatal/neonatal. Dalam melakukan tugasnya, Tim Pengkaji diharapkan dapat menerapkan azas profesionalisme

(8)

( Persatuan Obstetri Gynecologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter Anak Indonesi ( IDAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dapat ikut berperan serta aktif dalam proses pelaksanaan AMP untuk memperbaiki kualitas pelayanan melalui peningkatan profesionalisme, patient safety, dan clinicalgovernance dalam bidang Kesehatan Ibu dan Bayi.

a. Pengkaji Internal

Pengkaji internal adalah para pakar di kabupaten atau kota setempat yang terkait dengan proses pemberian pelayanan ibu dan anak serta aspek- aspek yang terkait dengan morbiditas dan mortalitasnya: seperti dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis anak, bidan senior, dan pengelola program KIA. Apabila diperlukan, dapat melibatkan dokter spesialis lain seperti anastesi, penyakit dalam, dan lain-lain. Pengkaji internal bertugas melakukan pengkajian kasus, merumuskan rekomendasi, dan bila memungkinkan mengembangkan pedoman praktik (local practice guideline) bagi komunitas pelayanan di wilayahnya.

b. Pengkaji Eksternal

Pengkaji eksternal adalah dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan spesialis anak atau para pakar yang berasal dari lua/kota yang biasanya berasal dari pusat – pusat pendidikan kedokteran atau dari kabupaten/kota tetangga yang mempunyai kemampuan untuk menjadi pengkaji. Tugas utama pengkaji internal tentang suatu kasus yang dikaji, dan menyediakan informasi tentang

(9)

bukti- bukti ilmiah (evidence-based practice). Bukti- bukti ilmiah yang diajukan oleh Pengkaji Eksternal dapat dipakai oleh pengkaji internal dalam merumuskan rekomendasi dan mengembangkan pedoman praktik lokal.

Keberadaan pengkaji eksternal tidak menjadi syarat utama dilakukannya AMP, pelibatan pengkaji eksternal menjadi keputusan koordinator AMP dengan melihatberbagai pertimbangan terhadap kasus kematian yang terjadi, misalnya pada situasi dimana disuatu kabupaten tidak didapatkan pengkaji internal, kasus rumit yang jarang terjadi di kabupaten tersebutatau kasus yang dikaji adalah kasus yang dikelola oleh pengkaji internal. Apabila di suatu kabupaten/kota belum ada pengkaji iternalnya.

4. Komunitas Pelayanan

Komunitas pelayanan adalah para pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pemberian pelayanan maternal perinatal/neonatal. Dalam konteks AMP, komunitas pelayanan adalah pihak yang berugas memberikan input kepada tim manajemen dan tim pengkaji, serta berhak menerima umpan balik bagi keperluan pemebelajaran, pelaporan, dan perencanaan. Ada empat kelompok yang membentuk komunitas pelayanan maternal perinatal/neonatal dikabupaten/kota yaitu kelompok: kelompok masyarakat, kelompok petugas kesehatan, kelompok pimpinan fasilitas pelayanan, dan kelompok pembuat kebijakan.

a. Kelompok Masyarakat

Termasuk dalam kelompok ini adalah para pasien dan keluarganya serta kelompok atau organisasi kemasyarakatan. Sebagai kelompok atau organisasi

(10)

kemasyrakatan.Sebagai pihak yang mengalami pelayanan dalam bidang maternal-perinatal/neonatal, kelompok masyarakat perlu diberdayakan melalui pemberian informasi dan pelatihan yang diperlukan sehingga animo dan kualitas partisipasinya semakin meningkat.

b. Kelompok Petugas Kesehatan

Kelompok petugas kesehatan adalah pihak yang secara langsung memberikan pelayanan maternal perinatal/neonatal. Kelompok petugas kesehatan terdiri dari para petugas misalnya para bidan, perawat dan dokter. Kelompok petugas kesehatan dapat membrikan input berupa informasi atas kematian yang ditelusuri dari masyarakat atau diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya).

c. Kelompok Pimpinan Fasilitas Pelayanan

Kelompok pimpinan fasilitas pelayanan terdiri dari para kepala puskesmas, direktur rumah sakit, dan para pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tugas Kelompok ini adalah memfasilitasi kegiatan pengumpulan dan pelaporan data pelaporan data kematian, serta memfasilitasi implementasi rekomendasi- rekomendasi yang terkait dengan fasilitas yang dipimpinnya.

d. Kelompok Pembuat Kebijakan

Kelompok Pembuat kebijakan adalah pihak yang berwenang dalam pembuatan dan penetapan kebijakan- kebijakan terkait pelayanan

maternal-perinatala/neonatal di Kabupaten/Kota. Pimpinan Dinas Kesehatan, pihak pengelola asuransi kesehatan, adalah beberapa contoh komponen kelompok ini.

(11)

Tugas kelompok pembuat kebijakan bertugas memfasilitasi penyelenggaraan AMP dan mengimplementasikan rekomendasi- rekomendasi pada tingkat kebijakan

2.1.7 Pencatatan dan Pelaporan

Kasus kematian dapat terjadi di masyarakat atau di sarana kesehatan (puskesmas, rumah bersalin, bidan di desa, rumah sakit). Oleh karena itu sumber informasinya dapat berasal dari laporan masyarakat termasuk dukun, laporan puskesmas dan rumah sakit. Kematian di rumah sakit baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas kesehatan Kabupaten / Kota. Seluruh kematian tersebut akan dilaporkan dengan menggunakan formulir pemberitahuan kematian maternal dan perinatal/ neonatal.

Formulir selambat-lambatnya harus dikirimkan oleh bidan desa/ rumah bersalin/ puskesmas atau fasilitas kesehatan lain 3 hari setelah terjadinya kematian (untuk daerah sulit diperlukan mekanisme sendiri, mungkin dapat dilakukan melalui telepon, SMS, ataupun internet). Begitu laporan kematian diterima puskesmas kecamatan, bidan yang ditunjuk dapat segera melakukan pengumpulan data menggunakan formulir OVM/OVP serta melaporkan hal tersebut ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Bila kematian terjadi di fasilitas kesehatan (kecuali rumah sakit), Bidan koordinator juga dapat langsung mengumpulkan data dengan menggunakan formulir Rekam Medik Maternal (RMM)/ Rekam medik Perinatal (RMP) serta langsung melaporkannya.

(12)

Terdapat dua sumber formulir daftar kematian, yaitu :

1. Formulir daftar kematian maternal dan perinatal dari puskesmas kecamatan 2. Formulir daftar kematian maternal dan perinatal dari rumah sakit

Formulir-formulir tersebut dikirim ke dinas kesehatan kabupaten /kota setiap awal bulan sebagai rekapitulasi kematian maternal dan perinatal yang terjadi pada bulan sebelumnya. Inforrmasi dari formulir-formulir tersebut diatas akan direkapitulasi menggunakan formulir daftar kematian maternal/perinatal di tingkat kabupaten/kota.

Formulir OVM dan OVP yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirim ke Sekretariat AMP di dinas kesehatan kabupaten/kota. Formulir RMM/RMP yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirimkan ke sekretatiat AMP di dinas kesehatan kesehatan kabupaten/kota begitu juga formulir RMMP/RMPP (formulir Rekam Medik Kematian Maternal Perantara/ Rekam medik Kematian Perinatal) yaitu formulir ini diisi untuk mendapatkan informasi layanan kesehatan pada kasus kematian yang pernah mendapat perawatan di fasilitas kesehatan lain sebelum dirawat di fasilitas kesehatan tempat ibu meninggal.

Secara berkala, berkas RMM dan RMP, RMMP dan RMPP dan OVM dan OVP yang telah lengkap, telah dianonimkan dan dipilih untuk dikaji akan dikirim kan ke tim pengkaji untuk dilakukan telaah pada pertemuan yang telah dijadwalkan sebelumnya oleh Sekretariat AMP kabupaten/kota. Jumlah kasus dan periode pertemuan telaah kasus dilakukan sesuai dengan kesepakatan masing-masing kabupaten (tergantung dari jumlah kematian serta banyaknya dan ketersediaan dari

(13)

tenaga pengkaji) . Bila pengkajian seluruh kasus kematian tidak memungkinkan misalnya karena masalah keterbatasan dan dan tenaga maka dapat dilakukan sampling yang represenatif terhadap kematian di daerah tersebut.

Hasil telaah yang tertuang dalam formulir pengkaji dan formulir ringkasan pengkaji akan diserahkan ke koordinator dan penanggung jawab AMP kabupaten/ kota sebagai dasar dirumuskannya mekanisme umpan balik (termasuk pembelajaran dan pembinaan) untuk upaya perbaikan kualitas pelayan kesehatan maternal dan perinatal.

Berikut bagan kegiatan AMP terkait pencatatan dan pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

(14)

Gambar 2.1. Flow/ Alur Formulir dan Data 2.1.8. Persiapan dan Pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota

Pelaksanaan AMP kabupaten/kota dimulai bila teridentifikasi adanya kematian ibu atau perinatal/neonatal dalam suatu wilayah kabupaten/kota. Berikut adalah langkah langkah persiapan dan pelaksanaan kegiatan AMP.

Kematian di Rumah Sakit Kematian di Fasilitas Kesehatan Kematian di masyarakat Pemberitahuan kematian Pemberitahuan kematian Pemberitahuan kematian RMM & RMP/RMMP & RMM & RMP / RMMP & Puskesm as Pertemuan Tim Pengkaji AMP Daftar kematian RMM & RMP/RMMP & Anonim dan Kode Unik Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota

OVM dan OVP seluruh Daftar kematian

(15)

1. Persiapan

a. Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota

Pembentukan tim AMP kabupaten/kota yang terdiri dari : tim manajemen, tim pengkaji dan komunitas pelayanan dilakukan terlebih dahulu dan ditetapkan dengan surat keputusan dari bupati/walikota.

b. Orientasi Tim AMP kabupaten/Kota

Sebelum dilaksanakan kegiatan AMP kabupaten, perlu dilakukan orientasi terlebih dahulu untuk seluruh pelaksana kegiatan AMP ini (baik tim manajemen maupun tim pengkaji) mengenai filosofi, dan pengertian AMP, mekanisme kerja, metodologi serta tugas-tugas pelaksana.

c. Pelatihan pengumpulan dan pelaporan data

Pelatihan untuk pengisian formulir yang diperlukan untuk mengumpulkan data dalam kegiatan AMP. Pelatihan ini ditujukan kepada para bidan koordinator/bidan puskesmas/bidan rumah sakit dan dokter penanggung jawab pelayanan di RS dalam mengisi formulir.

d. Pelatihan tim pengkaji

Tim pengkaji akan mendapat pelatihan untuk menganalisa kasus kematian. 2. Pelaksanaan

Pelaksanaan AMP terdiri dari tujuh langkah berurutan yang melibatkan seluruh komponen tim AMP: Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan komunitas Pelayanan. a. Langkah 1. Identifikasi kasus kematian dan pelaporan data kematian

(16)

Informasi tentang kejadian kematian dapat diperoleh secara formal maupun informal. Seluruh kematian maternal, perinatal/neonatal harus dilaporkan kepada tim manajemen AMP.

b. Langkah 2. Registrasi dan Anonimasi

Sekretariat AMP Kabupaten/Kota pada waktu menerima berkas yang dikirimkan membuat bukti penerima berkas. Bukti penerimaan berkas itu juga berisi pernyataan komitmen dari tim manajemen AMP untuk menjaga kerahasiaannya. Registrasi dikuti kegiatan anonimasi, yaitu proses memberikan nomor kode kasus dan menghilangkan seluruh identitas pasien. c. Langkah 3. Pemlihan kasus dan pengkajinya, serta penjadwalan pengkajian.

Setelah kasus- kasus kematian yang akan dikaji ditetapkan, langkah selanjutnya adalah memilih pengkaji (internal dan eksternal). Sekretariat AMP Kabupaten /Kota selanjutnya menyusun jadwal pelaksanaan pertemuan pengkaji.

d. Langkah 4. Penggandaan dan pengiriman bahan kajian

Bahan kajian yang telah dinyatakan lengkap, kemudian digandakan untuk arsip dan dikirim kepada pengkaji internal dan eksternal sehingga dapat diterima beberapa hari sebelum pelaksanaan kajian.

e. Langkah 5 Pertemuan pengkajian kasus

Presentasi kasus oleh para petugas yang terlibat tidak diperkenankan lagi dilakukan. Sebagai gantinya, data mengenai kasus meninggal diwakili oleh formulir yang telah diisi selengkap mungkin. Ada tiga hal yang harus

(17)

dilakukan oleh tim pengkaji ketika melakukan pertemuan pengkajian kasus: analisis kematian, klasifikasi penyebab kematian, penyusunan rekomendasi. f. Langkah 6: Pendataan dan pengolahan hasil kajian

Pertemuan pengkajian kasus diakhiri dengan pendataan hasil kajian, agar dapat diolah(ditabulasi, dihitung, dan dibandingkan),maka harus ada kesepakatan tentang data apa saja yang dihasilkan dan dicatat dari pertemuan AMP.

g. Langkah 7: Pemanfaatan Hasil Kajian

Hasil kajian dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran/pembinaan ditujukan kepada seluruh komponen komunitas pelayanan. Untuk keperluan perencanaan, hasil kajian dan rekomendasi akan didistribusikan oleh sekretariat AMP kepada seluruh komponen komunitas pelayanan sesuai kebutuhannya. Waktu pengiriman disesuaikan dengan waktu dilakukannya penyusunan rencana kerja tahunan pihak – pihak bersangkutan (kemenkes, 2010)

2.2Evaluasi

Menurut Azwar (1996) Evaluasi (Penilaian) adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan atau suatu proses yang teratur dan sistimatis yang dapat membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan , dilanjukan dengan pengambilan kesimpulan serta

(18)

memberikan saran- saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program. Penilaian dibedakan atas tiga macam :

1. Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation ) untuk menyakinkan bahwa rencana yang disusun benar – benar telah sesuai dengan masalah yang ditentukan

2. Penilaian pada saat pelaksanaan program (formative evaluation) untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tdak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut .

3. Penilaian pada tahap akhir program (sumative evaluation) untuk mengukur keluaran (out put) serta mengukur dampak (impact) yang dihasilkan .

Evaluasi bertujuan memperbaiki efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program untuk memperbaiki fungsi manajemen dan berorientasi ke depan.

Terdapat bebrapa tahap evaluasi yakni :(1) Evaluasi terhadap input, dilaksanakan sebelum program dijalankan dengan tujuan bahwa pemanfaatan sumber daya sudah sesuai dengan standar dengan kebutuhan atau tidak ; (2) Evaluasi terhadap proses, dilaksanakan pada saat kegiatan berlangsung untuk mengetahui efektivitas , metode, motivasi dan komunikasi antara staf dan sebagainya; dan (3) Evaluasi terhadap out put (summative evaluation, impact evaluation) dilaksanakan setelah kegiatan selesai , untuk mengetahui kesesuaian out put, effect atau outcome

(19)

Rienke (1994) mengatakan evaluasi harus dipandang sebagai suatu cara perbaikan pembuatan keputusan guna tindakan – tindakan dimasa yang akan datang .

Menurut Dunn (2003) mengatakan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hal yang bekenaan dengan informasi mengenai nilai atau manfaat dari hasil mengenai nilai atau manfaat dari hasil kebijakan yang mana jika mempunyai nilai akan memberikan sumbangan pada tujuan atau sasaran. Ada tiga pendekatan dalam evaluasi implementasi kebijakan yaitu evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi keputusan teoritis.

Menurut Cole dan Parston (2006) untuk menilai kinerja program pelayanan publik melalui tahapan- tahapan yang cukup panjang dimulai dari input sampai

outcome sebagai berikut :

1) Input yaitu sumber daya berupa keuangan , tenaga yang dipergunakan , untuk menghasilkan produk atau layanan suatu program atau organisasi.

2) Proses yaitu serangkaian kegiatan yang dilaksanakan program atau organisasi untuk mencapai tujuan.

3) Output yaitu keluaran berupa produk atu layanan yang dihasilkan suatu program atau organisasi

4) Outcome yaitu dampak , manfaat atau konsekuensi yang dihasilkan dari output

suatu program atau organisasi terdiri dari hasil awal , hasil jangka menengah maupun hasil jangka panjang.

(20)

Menurut WHO,1990 (Zubaidah, 2006) Evaluasi adalah suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan- kegiatan yang sedang berjalan serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif - alternatif tindakan yang akan datang.

Evaluasi dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : (1) Evaluasi terhadap masukan (input) meliputi pemanfaatan berbagai sumber daya , baik sumber dana , tenaga dan sumber sarana ; 2) evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program , apakah sesuai rencana , mulai dari perencanaan pengorganisasian dan pelaksanaan (3) Evaluasi terhadap keluaran (output) evaluasi terhadap dampak (outcame) Azwar (2004).

Evaluasi secara umum dapat dibagi atas tiga jenis yakni : pertama adalah evaluasi pada tahap awal (formative evaluation). Tujuan utamanya ialah untuk menyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar- benar telah sesuai dengan maslah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah. Evaluasi dimaksud mengukur kesesuaian program dengan masalah yang ditemukan dan atau kebutuhan masyarakat, dalam arti dapat menyelesaikan masalah disebut pula dengan study penjajakan kebutuahan (need assesment study). Kedua adalah evaluasi tahap pelaksanaan (promotive evaluation) tujuan utama ialah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak , atau apakah terjadi penyimpangan- penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut. Ketiga adalah evaluasi tahap akhir (sumative evaluation) ialah saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utama secara

(21)

umum dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur keluaran (out put)

serta mengukur terhadap dampak (out come) yang dihasilkan Azwar (1996 ) 2.2.1 Tujuan Evaluasi

Menurut Subarsono (2005), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut:

1) Menentukan tingkat kinerja (efektifitas) suatu kebijakan . Melalui evaluasi dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan

2) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Melalui evaluasi dapat diketahui beberapa biaya dan manfaat dari sutu kebijakan

3) Mengukur tingkat keluaran (outcme) suatu kebijakan

4) Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif. 5) Untuk mengetahui adanya penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk

mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target

6) Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

7) Untuk mengetahui adanya penyimpangan . Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

(22)

2.2.2 Indikator Evaluasi

Untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan perlu dikembangkan beberapa indikator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn (2003) yaitu: (1) efektifitas , apakah hasil yang diinginkan telah tercapai; (2) kecukupan, seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah; (3) pemerataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok masyarakat yang berbeda; (4)

responsivitas, apakah hasil kebijakan memuat nilai kelompok dan dapat memuaskan; (5) apakah hasil yang dicapai bermanfaat.

2.3 Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan

Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur atau berfungsi satu kesatuan organisasasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan ( Azwar, 1996)

Stoner james A. F (1996) dalam Adiwidjaja mengemukakan bahwa komponen sistem meliputi komponen masukan (input), proses transformasi (proses), keluaran (out put) dan umpan balik seperti yang tercantum dalam gambar 2.3.

(23)

Gambar 2.2 Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan menurut Stoner James A.F 1996 (Adiwijaja,2000)

Penjelasan lebih lanjut dari komponen diatas adalah : 1. Masukan

Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Masukan merupakan kumpulan sumber daya dan energi yang akan ditransformasi sehingga akan menghasilkan keluaran tertentu.

2. Proses

Yang dimaksud dengan proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Transformasi masukan menjadi keluaran dapat dilihat sebagai

(24)

proses pelaksanaan fungsi tertentu. Transformasi masukan menjadi keluaran dipengaruhi oleh lingkungan eksternal yang merupakan unsur diluar organisasi dan relevan dengan kegiatan organisasi

3. Keluaran

Yang dimaksud dengan keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. Keluaran merupakan merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi baik berupa barang dan tujuan atau jasa seperti pelayanan atau produk lain (kepuasan)

4. Umpan Balik

Yang dimaksud umpan balik (feed Back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. Umpan balik menggambarkan informasi yang dikumpulkan sepanjang proses sehingga dimungkinkan dilakukan pengambilan keputusan tentang perlu tidaknya suatu keputusan dilakukan perubahan.

5. Lingkungan

Yang dimaksud lingkungan (enviroment) adalah dunia luar sistem yang dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Menurut Stoner James A.F (Adiwidjaja, 2000) lingkungan eksternal mempengaruhi masukan serta proses transformasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan eksternal mencakup faktor- faktor seperti peraturan pemerintah, kebijakan

(25)

ekonomi, penyediaan tenaga kerja, kondisi geografis atau hal-hal lain yang mempengaruhi sumber daya dan proses pelaksanaan.

2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori, maka dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian seperti pada gambar 2.3

Gambar

Gambar 2.1. Flow/ Alur Formulir dan Data  2.1.8.   Persiapan dan Pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota
Gambar 2.2  Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan menurut Stoner  James A.F 1996 (Adiwijaja,2000)
Gambar 2.3Kerangkap Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait