• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Peningkatan Derajat Kesehatan Ibu Melalui Program Expanding And Neonatal Survival (Emas) Di Puskesmas Batang Kuis Dan RSU Sembiring Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Peningkatan Derajat Kesehatan Ibu Melalui Program Expanding And Neonatal Survival (Emas) Di Puskesmas Batang Kuis Dan RSU Sembiring Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau kelayakan tujuan suatu subjek oleh perencana dengan membandingkannya terhadap target dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (McKenzie, Pinger dan Kotecki, 2007).

Menurut Azwar yang dikutip oleh Sulaeman (2011) evaluasi suatu proses untuk menentukan nilai atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta memberikan saran-saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program.

Berdasarkan pengertian diatas, evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.

2.1.1. Prosedur Evaluasi

(2)

1. Menentukan apa yang akan dievaluasi. yaitu apa saja yang dapat dievaluasi, dapat mengacu pada program. Banyak terdapat aspek aspek yang kiranya dapat dan perlu dievaluasi. Tetapi, biasanya yang diprioritaskan untuk dievaluasi adalah hal-hal yang menjadi faktor berhasil tidaknya suatu program.

2. Merancang (desain) kegiatan evaluasi. Sebelum evaluasi dilakukan, tentukan terlebih dahulu desain evaluasinya agar data apa saja yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa saja yang dilalui, siapa saja yang akan dilibatkan, sarta apa saja yang akan dihasilkan menjadi jelas.

3. Pengumpulan data. Berdasarkan desain yang telah disiapkan, pengumpulan data dapat dilakukan secara efektif dan efesian, yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

4. Pengolahan dan analisis data. Setelah data terkumpul, data tersebut diolah untuk dikelompokkan agar mudah dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan fakta yang dapat dipercaya. Selanjutnya, dibandingkan antara fakta dan harapan/rencana untuk menghasilkan gap. Besar gap akan disesuaikan dengan tolok ukur tertentu sebagai hasil evaluasinya.

5. Pelaporan hasil evaluasi. Agar hasil evaluasi dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, hendaknya hasil evaluasi didokumentasikan secara tertulis dan diinformasikan baik secara lisan maupun tulisan.

(3)

manajemen untuk mengambil keputusan dalam rangka mengatasi masalah manajemen, baik ditingkat strategi maupun di tingkat implementasi strategi (Husein, 2003).

Meskipun kelima fungsi manajemen terpisah satu sama lain, tetapi sebagai suatu kesatuan kegiatan, dimana kelimanya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan satu sama lain. Kelima fungsi ini bersifat sekuensial artinya fungsi yang satu mendahului fungsi yang lainnya, di mana aktivitas manajerial dimulai dengan planning (perencanaan) yang telah disusun, kemudian struktur organisasi (organizing).

Jika struktur organisasi telah dirancang, maka pimpinan memilih dan menetapkan personalia dengan kualifikasi yang tepat. Kemudian individu atau tim yang bekerja dalam organisasi digerakkan dan diarahkan agar mereka bertindak atau bekerja efektif untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan (actuating).

Akhirnya semua aktivitas dikontrol untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai sesuai dengan standar kinerja yang telah ditentukan (controling), kemudian hasil yang dicapai dibandingkan dengan tolok ukur atau kinerja yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan kesimpulan dan saran-saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program (evaluating) (Sulaeman, 2011).

2.1.2. Ruang Lingkup Evaluasi

(4)

keputusan untuk tindakan dimasa mendatang, juga keberhasilan program tersebut dapat dicontoh/ditiru ditempat lain atau pengalaman kegagalan agar jangan terulang ditempat lain.

Untuk kepentingan praktis, Azrul Azwar, ruang lingkup evaluasi atau penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu :

1. Penilaian terhadap masukan

Termasuk kedalam penilaian terhadap masukan (input) ialah yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik dana, tenaga, metode maupun saran-prasarana.

2. Penilaian terhadap proses

Penilaian ini lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksud disini mencakup semua tahap administrasi, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan program.

3. Penilaian terhadap keluaran

Yang dimaksud penilaian terhadap keluaran (output) ialah penilaian terhadap hasil yang dicapai dari pelaksanaan suatu program.

4. Penilaian terhadap dampak

(5)

2.1.3. Tujuan Evaluasi

Tujuan evaluasi adalah menentukan apa tingkat, apa sasaran dan tujuan yang telah dicapai sehingga program yang telah diimplementasikan diketahui sudah sejauh mana dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat dan bagaimana dampaknya terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Pada dasarnya tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis (Rowitz, 2011). Fungsi evaluasi berbeda dengan fungsi monitoring (pengawasan). Perbedaan ini terletak pada sasarannya, sumber data dan siapa yang akan melaksanakannya. Perbedaan ini dapat dilihat pada tabel berikut: Pada dasarnya tujuan evaluasi adalah:

1. Sebagai alat untuk memperbaiki pelaksanaan kebijakan dan perencanaan program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan pengalaman mengenai hambatan atau pelaksanaan program yang lalu selanjutnya dapat dipergunakan untuk memperbaiki kebijakan dan pelaksanaan program yang akan datang.

2. Sebagai alat memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen (resources) saat ini serta dimasa datang, karena tanpa adanya evaluasi akan terjadi pemborosan sumber dana dan daya yang sebenarnya dapat diadakan penghematan serta penggunaannya.

(6)

terhadap target yang direncanakan secara terus menerus serta menentukan sebab dan faktor didalam maupun diluar yang mempengaruhi pelaksanaan program (Supriyanto, 2003)

2.1.4. Pendekatan Evaluasi 1. Model Linier

Model linier merupakan salah satu pendekatan dalam evaluasi yang dilakukan dengan melihat urutan peristiwa yang terjadi dimana perencanaan yang telah dipersiapkan dilakukan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan pelaksanaan dan akhirnya program di evaluasi. Ini merupakan urutan yang biasa dilakukan karena anggapan bahwa evaluasi biasa dilakukan setelah program dilaksanakan dan ini merupakan kelemahan dari model ini (Veney dan Kaluzny, 1984).

Gambar 2.1. Pendekatan Evaluasi dengan Model Linier 2. Model Non Linier

Model lain dari model linier adalah model non liner. Pendekatan ini menempatkan evaluasi sebagai bagian integral dari siklus manajemen. Dimana perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian sebagai tiga kegiatan yang saling berhubungan menempatkan evaluasi terjadi disemua fase dalam siklus manajemen. Evaluasi pada model ini menggiringi perencanaan dan pengimplementasian program untuk bias terus melihat apakah program berjalan dengan baik atau tidak serta melihat

(7)

apakah program memiliki dampak ditengah-tengah masyarakat (Veney dan Kaluzny, 1984)

2.1.5. Tahapan Evaluasi Program

Dimensi utama evaluasi diarahkan kepada hasil, manfaat, dan dampak dari program. Pada prinsipnya yang perlu dibuat perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui empat dimensi yaitu (Muninjaya A. , 2004)

1. Indikator Masukan (Input)

Masukan (input) adalah sumber-sumber daya manajemen yang dapat dikelompokkan atas sumber daya manusia (human resource) dan sumber daya non manusia (non human resource) yang meliputi sumber daya finansial (financial), sumber daya fisik (physical resource), serta sumber daya sistem dan teknologi (system and technological resource) (Sulaeman, 2011). Semua masukan ini dievaluasi sebelum kegiatan program dilaksanakan, bertujuan untuk mengetahui apakah sumber daya yang dimanfaatkan sudah sesuai dengan standard dan kebutuhan. Kegiatan evaluasi ini juga bersifat pencegahan (Muninjaya A. , 2004).

2. Proses (Process)

(8)

1) Perencanaan

Perencanaan merupakan fungsi yang terpenting karena merupakan awal dan arah dari proses manajemen di organisasi secara keseluruhan. Perencanaan dimulai dengan sebuah idea atau perhatian yang khusus ditujukan untuk situasi tertentu. Perencanaan adalah usaha untuk menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan itu benar-benar timbul, mengantisipasi sebanyak mungkin keputusan pelaksanaan dengan meramalkan masalah-masalah yang mungkin timbul, dan menerapkan prinsip-prinsip serta menerapkan aturan-aturan untuk memecahkannya (McMahon & Kumala, 1999). Perencanaan adalah suatu fase dimana secara rinci direncanakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul (Notoatmodjo, 2005).

2) Pengorganisasian

(9)

3) Pelaksanaan (Aktuasi)

Pelaksanaan adalah usaha untuk menciptakan iklim kerja sama diantara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Prinsip pembagian kerja dan pelimpahan wewenang sangat berkaitan dengan hubungan pribadi. Mekanisme komunikasi antara pimpinan dengan staf ataupun dengan pihak luar yang mempunyai kaitan dengan Puskesmas (lintas sektor) akan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan program yang sudah disusun sebelumnya. Keterampilan untuk menggembangkan hubungan ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan dari fungsi manajemen ini (McMahon & Kumala, 1999).

4) Pengawasan dan Pengendalian

(10)

3. Keluaran (Output)

Dilaksanakan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan untuk mengetahui efek dari program yang sudah dikerjakan

4. Indikator dampak (Outcame)

Apakah program sudah sesuai dengan target yang ditetapkan sebelumnya. 2.1.6. Jenis-Jenis Evaluasi

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki program. Evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan atas kegiatan sehari-hari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu yang relative pendek. Manfaat evaluasi formatif ini terutama untuk memberikan umpan balik kepada pimpiman program tentang hasil yang dicapai beserta hambatan-hambatan yang dihadapi.

2. Evaluasi Sumatif

(11)

2.1.7. Analisa Strength, Weakness, Oppurtunity, and Threat (SWOT)

Mutu pelayanan kesehatan sangat ditententukan oleh kepuasaan yang didapat oleh pasien, makin sempurna kepuasaan yang dirasakan pasien maka semakin bermutu pelayanan yang diberikan. Mutu pelayanan lahir dari berbagai program yang dilaksanakan difasilitas kesehatan khusunya Puskesmas. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang terbaik membutuhkan berbagai strategi sehingga pasien merasa puas jika datang ke pelayanan kesesehatan. Untuk itu dalam penerapan mutu dalam pelayanan kesehatan membutuhkan analisis SWOT (Rangkuti, 2006)

a) Strength (Kekuatan)

Strength adalah situasi dan kondisi yang merupakan kekuatan dari

individu/organisasi atau program saat itu. b) Weakness (Kelemahan)

Weakness adalah situasi dan kondisi yang merupakan kelemahan dari individu/organisasi atau program pada saat ini.

c) Oppurtunity (Peluang)

Oppurtunity adalah situasi dan kondisi yang merupakan peluang diluar diri

individu/organisasi yang memberikan peluang berkembang bagi individu/organisasi dimasa depan.

d) Threat (Tantangan)

Threat adalah situasi yang merupakan ancaman bagi individu/organsisasi

(12)

2.1.8. Kerangka SWOT

Kerangka SWOT merupakan matriks dua kali dua. Pembuatan matriks ini bertujuan utnuk membantu mengidentifikasi dimana posisi sebuah program saat ini, sumber daya yang dapat segera dimanfaatkan dan masalah yang belum juga dapat diselesaikan. Dengan melakukan hal seperti ini kita dapat melihat dan mengidentifikasi dimana/kapan sumber daya baru, keterampilan atau mitra baru akan dibuthkan (Start dan Hovlan, 2004).

1. Startegi SO (Strength and Oppurtunity) adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran organisasi yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity) adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalksan kelemahan yang ada.

3. Strategi ST (Strength and Threat) adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kkekuatan yang dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman.

4. Strategi WT (Weakness and Threat) adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang bersifat defenisif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

2.2. Pengertian Kematian Ibu

(13)

memandang lama dan lokasi kehamilan, karena suatu sebab yang berhubungan dengan atau menjadi lebih buruk karena kehamilan atau pengelolaannya, tetapi bukan disebabkan kecelakaan (WHO, 2008). Maternal Mortality Rate (MMR, Angka Kematian Ibu/AKI) adalah rasio antara jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

Menurut WHO (2005) Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.

a. Penyebab utama medis langsung dari kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas seperti perdarahan, pre ekslamsia/eklamsia, infeksi, persalinan macet dan abortus.

b. Penyebab utama medis tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit kardio-vaskuler.

Semua kondisi ini menjadi faktor yang mempersulit kehamilan, atau sebaliknya diperburuk oleh kehamilan

c. Penyebab lainnya yang termasuk pada level mikro (proximate level) adalah prilakuk sehat dimana wanita hamil menggunakan atau tidak menggunakan perawatan persalinan

(14)

e. Penyebab lainnya pada level mikro (proximate) dan meso (intermediate) level yang terdiri dari:

1) Akses terhadap pelayanan kesehatan dimana kurangnya ketersediaan peralatan dari perawatan persalinan, kurangnya obat-obatan dan petugas kesehatan yang kurang terlatih, jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan, transportasi yang kurang menyebabkan membutuhkan biaya yang mahal. 2) Sebagian besar kematian ibu terjadi selama menuju layanan kesehatan dan

pada masa periode postpartum.

f. Penyebab lainnya pada level makro (distant level) yaitu kematian ibu disebabkan oleh sosial ekonomi dan faktor budaya dimana kemiskinan, kepercayaan terhadap budaya, pengabaian, gizi dan dominasi orangtua dalam membuat keputusan.

2.3. Perjalanan Program Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia

(15)

Mortalitas dan morbiditas pada perempuan hamil, bersalin dan masa nifas adalah masalah besar di negara berkembang termasuk di Indonesia. Kebijakan tentang Kesehatan Ibu dan anak secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua jenis fasilitas pelayanan kesehatan, mulai dari Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sampai dengan Rumah Sakit.

Kesehatan ibu dan anak adalah upaya yang dilakukan dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Tujuan Program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Tujuan khusus dari program ini adalah: a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam

mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga dan masyarakat sekitarnya. b. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara

mandiri di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

(16)

d. Meningkatnyan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.

e. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menekan angka kematian ibu dan anak melalui berbagai program yang telah dilakukan pemerintah.

2.3.1. Program Safe Motherhood

Safe Motherhood adalah upaya yang dilakukan untuk menekan kematian ibu.

Program ini mulai digalakkan ditahun 1988. Di Indonesia upaya Safe Motherhood diartikan sebagai upaya untuk kesejahteraan atau keselamatan ibu. Gerakan yang digunakan untuk menyelamatkan perempuan agar kehamilan dan persalinannya berjalan dengan sehat, aman dan mendapatkan bayi yang sehat.

(17)

a. Keluarga Berencana, memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Sehingga tidak ada lagi kehamilan yang tak diinginkan.

b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetric bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai

c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi.

d. Pelayanan obstetric esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetric untuk risiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.

Melalui pilar Safe Motherhood ini lahirlah Kebijakan tentang Kesehatan Ibu secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua jenis fasilitas pelayanan kesehatan, mulai dari Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sampai dengan Rumah Sakit.

2.3.2. Gerakan Sayang Ibu (GSI)

Gerakan saying ibu merupakan program yang dicanangkan oleh Presiden pada tahun 1996, yang sebelumnya dilakukan uji coba di 8 kabupaten/kota di 8 propinsi. Prinsip dari GSI ini adalah:

(18)

b) Intervensi yang integratif dan sinergis;

c) Partisipasi dan tanggung jawab pihak laki-laki d) Sistem pemantauan yang terus menerus;

e) Koordinasi yang efektif oleh pemerintah daerah. Kegiatan masyarakat dalam GSI ini adalah: a) Melaksanakan pendataan ibu hamil;

b) Melaksanakan KIE;

c) Menyediakan pondok saying ibu; d) Menggalang dana bersalin; e) Menggalang donor darah f) Menyediakan ambulance desa;

g) Menyelenggarakan forum pertemuan teratur. 2.3.3. Making Pregnancy Safer (MPS)

Program Making Pregnancy Safer diluncurkan tahun 2001. Namun program ini merupakan lanjutan dari program Safe Motherhood. Strategi utama dalam MPS yaitu:

a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas;

b. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya;

(19)

d. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

2.3.4. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Salah satu kegiatan dalam Making Pregnancy Safer (MPS) adalah peningkatan deteksi dan penanganan ibu hamil resiko tinggi. Deteksi dini resiko tinggi pada ibu hamil dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama dengan masyarakat melalui Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program ini dicanangkan oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2007 yang merupakan salah satu komponen dalam pelaksanaan desa/kelurahan siaga yang tertera dalam rencana strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) adalah program yang dicanangkan dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dengan memantau, mencatat serta menandai setiap ibu hamil. Program ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dibantu kader dan tokoh masyarakat dengan menempelkan stiker berisi nama, tanggal taksiran persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transportasi dan calon pendonor darah pada rumah yang didalamnya terdapat ibu hamil (Depkes, 2008).

(20)

2.3.5. Jaminan Persalinan (Jampersal)

Program Jaminan Persalinan dicanangkan ditahun 2011 sebagai komitmen pemerintah untuk mencapai target dari MDGs tahun 2015. Dimana data kematian ibu berdasarkan SDKI (2007) adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jaminan Persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca salin, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah individu dan pelayanan bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Permenkes, 2011)

Adapun ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari: a. Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama

Pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru serta KB pasca salin tingkat pertama.

(21)

Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

1. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali 2. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir. 3. Pertolongan persalinan normal

4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.

5. Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali

6. Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya

7. Pelayanan rujukan terencana sesuai sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya.

b. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

(22)

1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)

2. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.

3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan

4. Pemeriksanaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).

5. Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang atau kontrasepsi mantap (kontap) serta penanganan komplikasi.

c. Pelayanan Persiapan Rujukan

Pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena: a) Keterbatasan SDM

b) Keterbatasan peralatan dan obat-obatan

2. Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan.

3. Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan 1. Manfaat Pelayanan Jaminan Persalinan

(23)

kali disertai konseling KB dengan frekuensi: 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua, 2 kali pada triwulan ketiga. Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melelbihi frekuensi diatas pada tiap-tiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini.

b. Penatalaksanaan Persalinan c. Pelayanan nifas (Post Natal Care)

Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir dilaksanakan 4 kali, masing-masing 1 kali pada: 1) Kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 (6 jam s/d hari ke-2), 2) Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke-3 s/d hari ke-7), 3) Kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 (hari ke-8 s/d hari ke-28) dan 4) Kunjungan keempat untuk Kf3 (hari ke-29 s/d hari ke-42)

Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga 42 hari pasca persalinan. Pelayanan KB pasca salin antara lain:a) Kontrasepsi mantap (kontap), b) IUD, c) Implant, dan d) Suntik

2. Pendanaan Jaminan Persalinan

(24)

Kabupaten/Kota sedangkan pelayanan tingkat lanjutan/rujukan dilakukan oleh RS.

Dana Jampersal dipelayanan kesehatan dasar disalurkan ke rekening Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, terintegrasi dengan dana Jamkesmas. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan rujukan langsung dikirim kerekening Rumah Sakit.

Gambar 2.3. Alur Penyaluran dan Pertanggunjawaban Dana Jamkesmas 2.3.6. Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS)

(25)

WHO (2005) hal ini bisa disebabkan oleh berbagai penyebab yaitu penyebab langsung secara medis yaitu terjadinya perdarahan berat, infeksi, aborsi tidak aman, eklamsia, persalinan lama. Sedangkan penyebab tidak langsung secara medis adalah penyakit malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit kardio vaskuler.

Selain dari penyebab diatas, faktor perilaku kesehatan dimana masih rendah pemahaman masyarakat tentang perawatan selama kehamilan dan persalinan serta perilaku secara kesehatan reproduksi dimana usia menikah terlalu muda, jarak antar kelahiran, dan paritas juga menjadi faktor tingginya angka kematian ibu.

Program EMAS merupakan program bantuan teknis Pemerintah Amerika kepada Pemerintah Indonesia melalui pendanaan United State Agency for International Development (USAID) di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan RI

selama 5 tahun (2012-2016). Program ini berupaya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, terutama untuk kesehatan ibu dan anak dibidang fasilitas kesehatan. Pemerintah telah menetapkan kebijakan tentang peningkatan pelayanan kesehatan terutama maternal dan neonatal yang salah satu tujuannya untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Alamsyah, 2012)

(26)

The Children, Muhammadiyah-Aisyiah, Perkumpulan Budi kemulian dan RTI (USAID, 2012). Program EMAS dilakukan di 30 kabupaten dan 6 propinsi yaitu: a. Sumatera Utara daerah intervensinya adalah Kabupaten Deli Serdang.

Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Langkat, Kabupaten Karo, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Serdang Bedagai, Kab Simalungun, dan Kota Binjai

b. Banten daerah intervensinya adalah Kabupaten Serang. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pendeglang, dan Kota Cilegon

c. Jawa Barat daerah intervensinya adalah Kabupaten Bandung. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat. Daerah intervensi lain di Jawa Barat adalah Kabupaten Cirebon. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan d. Jawa Tengah daerah intervensinya adalah Kabupaten Tegal. Kabupaten di

(27)

e. Jawa Timur daerah intervensinya adalah Kabupaten Malang. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kota Batu, dan Kabupaten Blitar

f. Sulawesi Selatan. Daerah intervensinya adalah Kabupaten Pinrang. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Enrekang, Sidenreng Rappang, dan Kota Pare-Pare.

2.3.6.1. Tujuan Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) 1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi maternal-neonatal

1) Memastikan prioritas intervensi medis berdampak besar pada penurunan kematian ibu dan neonates diterapkan di Puskesmas dan Rumah Sakit. 2) Melakukan pendekatan tata kelola (clinical governance) diterapkan di

Puskesmas dan Rumah Sakit.

2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem rujukan antar Puskesmas dan Rumah Sakit.

1) Melakukan penguatan sistem rujukan, dimana tenaga kesehatan atau bidan yang ada di desa ataupun di Puskesmas merujuk ke Rumah Sakit dalam kondisi yang bersiap.

2) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dan pemerintah daerah.

3) Meningkatkan akses masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan (Hardjono, 2013).

(28)

a) Memperbaiki dan memperkuat jalinan antara Rumah Sakit dan Puskesmas

b) Menggunakan teknologi berbasis Web dan ponsel sederhana untuk meningkatkan komunikasi, memperpendek waktu rujukan, dan memastikan pasien distabilkan kondisinya.

c) Menetapkan sekumpulan standar dan audit berkala yang dapat membantu pihak kabupaten untuk mengenali dan memantau semua kelebihan dan kekurangan dalam sistem rujukan dan memastikan dibuatnya kebijakan dan standar pelayanan yang sesuai.

d) Mengurangi halangan keuangan dan memastikan semua orang mempunyai akses setara untuk memperoleh jaminan sosial.

2.3.6.2. Konsentrasi Program EMAS

(29)

Tabel 2.1. Konsentrasi Intervensi pada Program EMAS No Priority Diagnoses Priority Intervensions

Maternal Intervensions

1 Hemorrhage 1. Active management of 3rd 2. PPH management

stage of labor 3. Management of shock

4. Use of blood transfusion

5. Use of manual vacuum aspiration (MVA) and post abortion care (PAC)

2 Severe Pre-eclampsia / eclampsia

a. Use of magnesium sulphate b. Treatment of hypertension c. Timely delivery

3 Maternal infection Safe use of prophylactic antibiotics and treatment of sepsis

4 Prolonged Labor 1. Use of the partograph 2. Safe use of cesarean section Neonatal Interventions

5 Neonatal asphysia Newborn resuscitation

6 Neonatal Sepsis Diagnosis and treatment of neonatal infection

7 Low Birth Weight 1. Assess and monitor for complications of prematury

2. Increased surveillance for infection/sepsis

3. Early diagnosis and management of feeding problems

4. Early initation of breastfeeding 5. Kanggaroo mother care

2.3.6.3. Framework dan Intervensi Program EMAS

(30)

Intervensi yang dilakukan melalui quality improvement atau peningkatan kualitas di Rumah Sakit dan stakeholders yang mempunyai kemampuan untuk membuat kebijakan seperti Kepala Dinas Kesehatan, direktur RS khususnya dokter spesialis obgyn dan anak, serta tenaga spesialis lainnya yang mendukung. Selain dari peningkatan kualitas tenaga kesehatan, program ini juga menggunakan SMS sebagai media untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak dengan nama SIJARIEMAS.

Goal Reduced Maternal and Newborn Mortality

Gambar 2. EMAS Results Framework

Gambar 2.4. EMAS Result Framework

VANG

Increased covegare of life-saving MNH interventions

(31)

Gambar 2.5. EMAS Program Interventions 2.3.6.4. Roadmap Kegiatan Governace Program EMAS 2012-2016

Program EMAS direncanakan berjalan di Indonesia selama 5 tahun (2012-2016) dengan berbagai intervensi yang dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak sebesar 25% sehingga tujuan dari MDGs menurunkan angka kematian ibu sebesar ¾ atau menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan 23 per 1000 kelahiran hidup ditahun 2015 tercapai. Program EMAS dalam

Strengthened Accountability for improved Policies and Resources

 Civic Engagement

 Pokja-multi sector

 Civic forum-community members

 Citizen Feedback (sigapku, CRC)

 National Advocacy with professional associations, and other stakeholders

Referral Strengthening

 Referral performance

standars

 Network MOUs

 Sijari EMAS (referral

exchange)

 Maternal Perinatal audit

at district level (pathway audit)

 Equitable access/social

insurance

Increased coverage of life saving MNH Interventions

Quality Improvement

 Strategic leadership and shared

vision

 Clinical performance standards

 Provider behavioral

interventions

 Staff from puskesmas

complete rotations in hospitals

 Death and near miss audits

 Dashboards

 SIPPP (SMS Learning)

 Sigapku (SMS citizen

(32)

mengimplementasikan program membagi kegiatan dalam target tahunan sehingga tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu menjadi tercapai.

Tabel 2.2. Roadmap Kegiatan Program EMAS 2012-2016

No Tahun Kegiatan Capaian

1 2012 Pembangunan Kelembagaan (Pokja) pembangunan kesadaran, pengenalan teknologi, partisipasi dan transparansi

SIJARIEMAS,

SIGAPKU, SIPPP melalui SMS dan Voice (call center)

2 2013 Peningkatan partisipasi dan transparansi pelayanan melalui maklumat pelayanan dan umpan balik, akses yang baik terhadap pembiayaan

Penguatan intervensi tahun pertama melalui aplikasi telepon seluler 3 2014 Penguatan sistem rujukan dengan

dukungan regulasi yang baik, pelayanan berkualitas dan akses yang lebih baik, didukung kolaborasi stakeholders

Penguatan intervensi tahun 1 dan ke 2 serta integrasi sistem

4 2015 Perluasan partisipasi dan transparansi dalam pelayanan KIA 5 2016 Kelembagaan rujukan yang kuat,

kebijakan yang pro MNH, jaminan pembiayaan bagi kelopok miskin, askes yang adil terhadap pelayanan KIA

Penguatan intervensi tahun 1, ke 2, ke 3 dan ke 4 serta potensi teknologi baru (innovation)

2.4. Indikator Program Kesehatan Ibu

(33)

obstetric (PK), kematian ibu dan cakupan peserta KB aktif. Data indicator program kesehatan ibu dipantau perkembangan pencapaiannya setiap bulan.

2.4.1. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan secara komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil. Tujuan dari pelayanan ini adalah memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu mendeteksi sedini mungkin kelainan/gangguan/penyakit yang diderita oleh ibu hamil (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2012).

Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Kunjungan Antenatal Pertama (K1) adalah

Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal sesuai standar oleh tenaga kesehatan. Pelayanan antenatal sesuai dengan standar yang diberikan, sekurang-kurangnya meliputi:

a) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan b) Ukur tekanan darah

c) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) d) Ukur tinggi fundus uteri

e) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

f) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan

(34)

h) Test laboratorium sederhana (Hb, Protein Urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC).

i) Tatalaksana kasus

j) Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan dan Pencegahan komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan

2) Kunjungan Antenatal 4 kali (K4)

Kunjungan Antenatal 4 kali (K4) adalah jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi waktu satu kali pada trisemester kesatu (kehamilan hingga 12 minggu), satu kali pada trisemester kedua dan dua kali pada trisemester ketiga.

2.4.2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan (PN)

Adalah jumlah ibu bersalin yang mendapatkan pertolongan persalina oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan.

2.4.3. Pelayanan Nifas (KF)

Adalah jumlah ibu nifas (ibu masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca bersalin) yang mendapatkan pelayanan kesehatan ibu nifas sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam – 3 hari, 4 – 28 hari dan 29 – 42 hari setelah bersalin.

(35)

1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu 2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus)

3) Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya 4) Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan

5) Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A pertama

6) Pelayanan KB pasca salin.

2.4.4. Komplikasi Kebidanan yang Ditangani (PK)

Adalah jumlah kasus komplikasi/kegawatdaruratan obstetri (kebidanan) yang mendapatkan penanganan definitive sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU PONEK). Penanganan definitive adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan.

(36)

2.5.1. Kegiatan Pokok Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)

Kegiatan pokok PWS KIA, meliputi:

1) Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan.

2) Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten, diarahkan ke fasilitas kesehatan

3) Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai dengan standar di semua fasilitas kesehatan.

4) Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonates sesuai standar di semua fasilitas kesehatan

5) Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonates oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat

6) Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonates secara adekuat dan pengamatan terus menerus oleh tenaga kesehatan

7) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan

8) Peningkatan pelayanan KB sesuai standar. 2.5.2. Pemanfaatan Data PWS KIA

(37)

tingkatan administrasi pemerintah, baik yang bersifat teknis program maupun yang bersifat koordinatif non teknis dan lintas sektoral.

a. Pemanfaatan PWS pada forum lintas program yaitu: 1) Menginformasikan hasil yang telah dicapai

2) Mengidentifikasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi 3) Merencanakan perbaikan dan rencana tindak lanjut

b. Pemanfaatan PWS KIA pada forum lintas sektor

1) Mengidentifikasi hasil yang dicapai sebagai masukan bagi lintas sector

2) Mengidentifikasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan lintas sektor

3) Mendapatkan dukungan lintas sektor dalam pemecahan masalah

c. Pembagian tugas dan peran masing-masing sektor dalam pemecahan masalah (Kementerian Kesehatan, 2013)

2.6. Landasan Teori

Kesehatan ibu merupakan salah satu tantangan utama kesehatan dunia saat ini dimana penurunan angka kematian ibu merupakan target kelima dari Millenenium Development Goals. Penurunan angka kematian ibu sangat dipengaruhi oleh beberapa

(38)

Program EMAS direncanakan berjalan di Indonesia selama 5 (lima) tahun (2012 – 2016) dengan berbagai intervensi yang dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak sebesar 25% sehingga tujuan MDGs menurunkan angka kematian ibu sebesar ¾ atau menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan 23 pe 1000 kelahiran hidup ditahun 2015 tercapai.

Gambar 2.6. Intervensi Program EMAS

Program EMAS dalam melaksanakan programnya menggunakan pendekatan Vanguard dimana sistem rujukan yang digunakan adalah satu RS akan dikunjungi Puskesmas dimana disinilah nanti dijalin sistem rujukan, Puskesmas akan merujuk ke RS tertentu untuk meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga

VANG

Increased covegare of life-saving MNH interventions

(39)

kesehatan professional sehingga pada akhirnya mampu menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Intervensi yang dilakukan melalui quality improvement atau peningkatan kualitas di Rumah Sakit dan stakeholders yang mempunyai kemampuan untuk membuat kebijakan seperti Kepala Dinas Kesehatan, direktur RS khususnya dokter spesialis obgyn dan anak, serta tenaga spesialis lainnya yang mendukung. Selain dari peningkatan kualitas tenaga kesehatan, program ini juga menggunakan SMS sebagai media untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak dengan nama SIJARIEMAS.

2.7. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.7. Roadmap Kegiatan Program EMAS 2012 – 2013

Program EMAS direncanakan berjalan di Indonesia selama 5 (lima) tahun yaitu tahun 2012 – 2016 dengan berbagai intervensi yang dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak sebesar 25% sehingga tujuan dari MDGs menurunkan angka kematian ibu sebesar ¾ atau menjadi 102 per 100.000

Program EMAS Tahun 2012 - 2013

2. Peningkatan partisipasi dan transparansi pelayanan

Capaian

Aplikasi sijariemas, sigapku dan SIPP melalui SMS dan Voice (call center)

(40)

Gambar

Gambar  2.2. Empat Pilar Safe Motherhood
Gambar 2.3.  Alur Penyaluran dan Pertanggunjawaban Dana Jamkesmas
Gambar 2. EMAS Results Framework  accountability
Gambar 2.5. EMAS Program Interventions
+4

Referensi

Dokumen terkait

Evaluating (penilaian) adalah proses untuk menentukan nilai atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau suatu

Menurut Departemen Kesehatan yang dikutip oleh Sulaeman (2011) saat ini dikembangkan konsep Puskesmas efektif dan responsif. Puskesmas efektif adalah Puskesmas yang

Evaluating (penilaian) adalah proses untuk menentukan nilai atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau suatu