BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati
“Deklarasi Millenium” di New York pada bulan September 2000. Deklarasi
Millenium ini dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs) yang
pencapaiannya ditargetkan di tahun 2015. Isi “Deklarasi Millenium” merupakan
komitmen masing-masing negara untuk mencapai 8 sasaran pembangunan dan 18
target, salah satunya adalah mengurangi tingkat kematian anak dan meningkatkan
kesehatan ibu (Juhardi, Hamidi, & Syapsan, 2011).
Salah satu indikator kesehatan yang masih menjadi persoalan adalah indikator
pelayanan persalinan diantaranya Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan salah
satu target MDGs yang ingin dicapai, yang memerlukan perhatian khusus. Kematian
ibu di dunia terpusat di Afrika dan Asia Selatan yang bersamaan menyumbang angka
kematian sebanyak 87% dari kematian ibu diseluruh dunia pada tahun 2008. Proporsi
terbesar yang menyebabkan kematian ibu dikarenakan oleh perdarahan, eklamsia,
sepsis, komplikasi aborsi yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung seperti
malaria dan HIV (Human Immunodeficiency Virus). Berdasarkan studi kasus juga
dilaporkan bahwa meningkatnya kematian ibu dikalangan wanita disebabkan karena
memiliki banyak anak, berpendidikan rendah dan adanya diskriminasi gender yang
Berdasarkan laporan Countdown bahwa setiap dua menit, disuatu tempat di
dunia, seorang perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan kemungkinan
bayinya yang baru lahir untuk bertahan hidup sangat kecil. Diperkirakan setiap
tahunnya 300.000 ibu di dunia meninggal ketika melahirkan. Sebanyak 99% kasus
kematian ibu terjadi di negara berkembang (Unicef Indonesia, 2012).
Angka Kematian ibu (AKI) di Indonesia masih termasuk yang tertinggi di
antara negara-negara Asia Tenggara. Setiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu
anak balita meninggal dunia. Selain itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia
ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan.
Indonesia merupakan salah satu diantara 15 negara yang tidak akan mencapai MDGs
target ke 5 untuk mengurangi kematian ibu sebesar tiga perempatnya dari tahun 1990
(Unicef Indonesia, 2012).
Menurut Aditama (2013) bahwa perjalanan untuk meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan anak sudah lama dimulai di Indonesia, dimulai dengan Safe
Motherhood (1990-2000), lalu dengan Making Pregnancy Safer (2001-2010) dan dilanjutkan dengan percepatan MDG melalui implementasi Roadmap MDG di pusat
dan Daerah.
Menurut survei yang dilakukan United Nations Population Fund (UNFPA)
terhadap 58 negara, 38 diantaranya kekurangan jumlah tenaga bidan. Indonesia
termasuk yang lebih baik jumlah tenaga bidannya setelah India. Tetapi berdasarkan
kualitas dan kemampuan, bidan di Indonesia masih harus ditingkatkan untuk
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan data SDKI 2007 adalah
228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan tahun 2002-2003 dimana
angka kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup maka angka kematian ibu
sebetulnya mengalami penurunan walaupun masih yang tertinggi di Asia Tenggara
(SDKI, 2007). Diperkirakan 10.500 ibu di Indonesia mati saat melahirkan tiap
tahunnya (Harjono, 2011). Dimana target pencapaian MDGs tahun 2015 untuk AKI
adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja keras
untuk mencapai target tersebut.
Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah data terbaru yang dikeluarkan
berdasarkan data SDKI 2012 adalah 359 per 100 ribu kelahiran hidup, dimana angka
ini naik bila dibandingkan dengan laporan SKDI 2007 (SDKI, 2012). Padahal ditahun
2011 Program Jaminan Persalinan diluncurkan oleh Pemerintah sebagai usaha untuk
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia dan untuk mencapai target MGDs
tahun 2015.
Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko tinggi pada saat
kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian. (Bappenas, 2010). Kematian ibu di
rumah sakit banyak disebabkan oleh kasus kegawatdaruratan pada kehamilan,
persalinan dan nifas. Persalinan di rumah ditolong oleh dukun, merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi masih tingginya AKI di Indonesia.
Menurut Riskesdas (2010) memperlihatkan bahwa persalinan di fasilitas
kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong
oleh bidan, sedangkan yang ditolong oleh dukun sebanyak 40,2%.
Tantangan lain program penurunan AKI adalah masih besarnya proporsi
kehamilan/kelahiran pada usia terlalu muda dan terlalu tua. Berdasarkan kajian tindak
lanjut hasil Sensus Penduduk tahun 2010, lebih dari 30% kematian ibu terjadi pada
usia di bawah 20 tahun dan ibu usia di atas 35 tahun. Kemudian lebih dari 10%
kematian ibu terjadi pada ibu dengan lebih dari 4 (empat) anak (Sakti, Gita Maya
Koemara, 2013).
Menurut Kementerian Kesehatan (2012), terdapat 5 (lima) propinsi di
Indonesia, masing-masing Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara,
dan Nusa Tenggara Timur yang merupakan penyumbang kematian ibu terbesar di
Indonesia yang berkisar 50% dari total angka kematian ibu dan bayi karena propinsi
ini memiliki jumlah penduduk yang besar.
Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2013) berhasil menekan
tingkat kematian kematian ibu dan anak pada tahun 2013. Pada bulan September
2013, angka kematian ibu terpantau 126 jiwa per 100 ribu kelahiran hidup, ini bisa
dibandingkan dengan angka kematian ibu di tahun 2011 adalah 313 per 100 ribu
kelahiran hidup. Menurut Dinas Kesehatan penurunan ini bisa terjadi karena adanya
berbagai upaya yang dilakukan yaitu pemberian pelatihan kepada tenaga kesehatan,
pengadaan sarana dan prasarana dan dukungan dari pemerintah pusat, propinsi, dan
kabupaten/kota. Walaupun angka kematian ini sudah menurun tetapi masih tergolong
Dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian neonatal (AKN) tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program
Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS). Program ini merupakan program hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan lembaga donor
USAID, yang bertujuan menurunkan AKI dan AKN di Indonesia sebesar 25%.
Program ini dilatarbelakangi kondisi kesehatan di Indonesia khususnya kesehatan ibu
dan anak dimana lebih dari 10.000 perempuan dan 80.000 bayi meninggal saat
melahirkan setiap tahun di Indonesia. Kondisi ini disebabkan sebagian besar karena
perdarahan postpartum, eklampsia, infeksi, asfiksia bayi baru lahir dan berat lahir
rendah.
Program ini bertujuan untuk meningkatka kualitas obstetric darurat dan
layanan perawatan neonatal dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas system
rujukan antara rumah sakit dan puskesmas. Melalui program ini diharapkan mampu
menurunkan angka kematian ibu senayak 25% untuk mencapai program MDGs
ditahun 2015. Program ini dilaksanakan di propinsi dan kabupaten dengan jumlah
kematian ibu dan bayi yang besar yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan dan dilaksanakan pada 10 kabupaten.
Sekitar 52,6% dari jumlah kematian ibu di Indonesia berasal dari keenam propinsi
tersebut. Untuk propinsi Sumatera Utara kabupaten yang menjadi sasaran program ini
adalah Kabupaten Deli Serdang (Kementerian Kesehatan, 2012).
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang (2011) jumlah
kasus dimana tahun 2007 sebanyak 27 kasus, tahun 2008 sebanyak 32 kasus, tahun
2009 sebanyak 21 kasus, tahun 2010 sebanyak 20 kasus, dan tahun 2011 sebanyak 20
kasus. Sedangkan jika dilihat cakupan K1 adalah 98,13 %, cakupan K4 adalah 96,06
%, ibu hamil yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah 95,29% dan ibu nifas yang
mendapatkan pelayanan kesehatan adalah 93,45% sudah baik. Jika dilihat cakupan
K1 dan K4, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan serta ibu nifas yang
mendapatkan pelayanan kesehatan yang sudah baik maka kasus kematian maternal
seharusnya tidak mencapai angka 20 kasus.
Selama ini Pemerintah telah banyak melakukan berbagai perbaikan kebijakan
kesehatan dan Undang-Undang dalam rangka untuk meningkatkan derajat kesehatan
di Indonesia. Upaya yang telah dilakukan yaitu mengurangi kekurangan gizi,
meningkatkan distribusi cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
memperkuat pendanaan kesehatan, dan berbagai pelatihan kepada petugas kesehatan.
Hanya sayangnya semuanya belum memperlihatkan hasil yang maksimal (Harjono,
2011).
Meskipun kualitas sumber daya manusia dan sebaran wilayah sangat
menentukan, intervensi terhadap masalah kesehatan dalam ruang lingkup MDGs
bidang kesehatan terkadang berada diluar hal – hal yang biasanya dilakukan oleh
pemerintah. Kidney dkk (2009) mereview beberapa penelitian yang berhubungan
dengan pengurangan kematian ibu pada level komunitas. Dengan menggunakan
pendekatan studi kasus kontrol, telah dilakukan penelitian oleh Villar di sejumlah
kunjungan antenatal ke rumah ibu hamil akan dapat menurunkan risiko kematian ibu.
Sementara studi prospektif yang dilakukan oleh Greenwood di perkotaan Gambia
membuktikan bahwa pemberian program training kepada dukun tradisional, kader
desa dan paket obstetrik memiliki signifikansi terhadap penurunan kematian ibu pada
lokasi kontrol.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu dan untuk menurunkan
angka kematian ibu secara maksimal, tidak bisa tidak, diperlukan pendekatan yang
bervariasi dan mungkin berbeda – beda, tergantung pada daerahnya masing-masing,
kerjasama antara institusi pelayanan kesehatan dengan para bidan dimasyarakat,
kader dan mungkin dengan dukun, jelas amat penting untuk terus menerus
dipertahankan (Campbell dan Graham, 2006).
Menurut Direktorat Bina Kesehatan Anak (2012) berbagai upaya telah
dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita,
upaya tersebut antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga
dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA)
dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta
penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
Keberhasilan percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir tidak
hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan
kesehatan dari masyarakat. Perlu diketahui bahwa, apapun bentuk intervensi yang
dilakukan, amat bergantung pada sistem manajemen yang melingkupinya. Dengan
kata lain, apapun bentuk kegiatan pelaksanaan kegiatan tersebut, tetap memerlukan
pengorganisasian kegiatan yang baik. Menurut rekomendasi WHO (2007), semua
kegiatan didalam upaya mempercepat pencapaian MDGs apapun bentuknya hanya
akan bisa berhasil jika terdapat sistem manajemen yang baik dimana perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi yang ada benar-benar mendukung hal tersebut.
Canavan (2009) yang merekapitulasi berbagai model intervensi terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan anak menyatakan bahwa masalah manajemen pelayanan
KIA adalah salah satu hal yang seharusnya diperkuat untuk dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Dengan menerapkan proses manajemen yang baik, Puskesmas seharusnya
bisa menyusun perencanaan KIA dengan baik yang sesuai dengan tujuan dari
program KIA yang telah ada. Puskesmas harus menjadi ujung tombak penurunan
angka kematian ibu (AKI) melalui penyelenggaraan manajemen KIA yang baik dan
berkualitas.
Evaluasi hasil program Kesehatan ibu di Puskemas dilakukan berdasarkan
laporan bulanan Kesehatan ibu melalui kunjungan antenatal pertama (K1), kunjungan
antenatal 4 kali (K4), persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (PN),
kunjungan nifas (KF), penanganan komplikasi obstetrik (PK), kematian ibu dan
Kesulitan evaluasi program KIA sangat berkaitan dengan fungsi manajemen
dalam hal monitoring dan evaluasi. Manajemen pelayanan kesehatan di seluruh
tingkat fasilitas pelayanan kesehatan memerlukan informasi yang adekuat sehingga
bisa melakukan fungsi manajemennya, dimana salah satu fungsinya adalah
monitoring dan evaluasi.
Berdasarkan hal diatas, masih tingginya AKI kemungkinan berhubungan
dengan belum baiknya proses manajemen pada level Puskesmas. Di era otonomi
daerah, proses manajemen sering sekali mengalami benturan karena beberapa kendala
antara lain kecakapan petugas kesehatan, politik kesehatan daerah, bahkan
kemampuan teknis dari petugas yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut,
meskipun Kementerian Kesehatan memiliki panduan yang seragam tentang
manajemen dalam tata laksana Puskesmas.
Menurut hasil penelitian Almazini dkk (2010) yang dilaksanakan di
Puskesmas Kelurahan Pisangan Timur 1 Jakarta melalui penelitian kualitatif dengan
waktu periode Januari-Desember 2009 ditemukan beberapa masalah pada kegiatan
KIA yang dilakukan oleh Puskesmas di wilayah tersebut. Masalah yang ditemukan
adalah deteksi kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat sebesar 2,6% dari target yang
seharusnya 5%, cakupan peserta KB aktif sebesar 33,3% dari target yang seharusnya
87%, dan cakupan kunjungan bayi sebesar 12,4% dari target seharusnya 88%.
Penyebab masalah yang didapatkan antara lain kurangnya jumlah tenaga
suami/keluarga, kader dan masyarakat, dan rendahnya pengetahuan masyarakat
mengenai pentingnya deteksi kehamilan risiko tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang petugas bidang
Kesehatan Keluarga yang menangani pelaporan KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten
Deli Serdang dapat diketahui bahwa kualitas data yang buruk menjadi masalah utama
dalam memberikan pelayanan KIA. Tidak adanya dokumen pertinggal laporan yang
dikirimkan ke Puskesmas dan selanjutnya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang; data dengan indikator yang sama yang selalu berubah-ubah bila diminta
pada waktu dan orang yang berbeda; keterlambatan laporan; dan bahkan perbedaan
data untuk evaluasi program KIA dengan data yang dipakai untuk merencanakan
program KIA menjadi bukti bagaimana kinerja petugas KIA dalam
pengelolaan/manajemen data.
Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti mencoba menganalisis dan evaluasi
pelaksanaan program evaluasi Expanding Maternal And Neonatal Survival (EMAS)
untuk menurunkan Angka kematian ibu dan anak di Puskesmas Batang kuis dan
RSU Sembiring Kabupaten deli serdang tahun 2013
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan adalah
bagaimanakah evaluasi pelaksanaan program Expanding Maternal And Neonatal
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis dan mengevaluasi Pelaksanaan pelaksanaan program Expanding
Maternal And Neonatal Survival (EMAS) untuk menurunkan Angka kematian ibu dan anak di Puskesmas Batang kuis dan RSU Sembiring Kabupaten Deli Serdang
tahun 2013
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Pelaksana Program Kesehatan Ibu dan Anak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
yang bermanfaat bagi pelaksana program kesehatan ibu dan anak dalam memberikan
pelayanan terutama pada peningkatan kinerja dalam mendukung program kesehatan
ibu di Puskesmas
1.4.2. Bagi Puskesmas
Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan yang bermanfaat bagi Puskesmas dalam mendukung dan meningkatkan
program kesehatan ibu
1.4.3. Dinas Kesehatan
Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi Dinas Kesehatan dalam mendukung peningkatan program kesehatan
1.4.4. Rumah Sakit
Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan bagi Rumah Sakit untuk meningkatkan pelayanan kesehatan umumnya dan
kesehatan ibu dan anak khususnya.
1.4.5. Bagi Peneliti yang Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dalam mengembangkan