• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Mutu Pelayanan Ibu Bersalin Di Puskesmas Poned, Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus Di Puskesmas Talun Kenas Dan Puskesmas Hamparan Perak)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Mutu Pelayanan Ibu Bersalin Di Puskesmas Poned, Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus Di Puskesmas Talun Kenas Dan Puskesmas Hamparan Perak)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Kesehatan Ibu dan Anak

2.1.1. Pengertian Program KIA

Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan masyarakat bidang KIA masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan persalinan. Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat tranportasi atau komunikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencacatan pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak.

2.1.2. Tujuan Program KIA

Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

(2)

Tujuan khusus dari program ini adalah :

a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga dan masyarakat sekitarnya. b. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara

mandiri di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

c. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.

d. Meningkatnyan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.

Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

2.1.3. Pelayanan dan Indikator Program KIA

2.1.3.1 Pelayanan Program KIA

Adapun pelayanan Program KIA meliputi : 1. Pelayanan antenatal :

Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal.

Standar minimal “5T “ untuk pelayanan antenatal terdiri dari : a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

(3)

c. Pemberian imunisasi TT lengkap d. Ukur tinggi fundus uteri

e. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

2. Pertolongan Persalinan

Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat :

a. Tenaga profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat.

b. Dukun bayi :

Terlatih : ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.

Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. c. Deteksi dini ibu hamil berisiko :

Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah :

1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 2) Anak lebih dari empat

3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih dari 10 tahun

(4)

5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm 6) Riwayat keluarga menderita kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat

kongenital

7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.

Risiko tinggi pada kehamilan meliputi : 1) Hb kurang dari 8 gram %

2) Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari 90 mmHg

3) Oedema yang nyata 4) Eklamsia

5) Perdarahan pervaginaan 6) Ketuban pecah dini

7) Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu 8) Letak sungsang pada primigravida

9) Infeksi berat atau sepsis 10) Persalinan prematur 11) Kehamilan ganda 12) Janin yang besar

13) Penyakit kronis pada ibu antara lain jantung, paru, ginjal

(5)

Risiko tinggi pada neonatal meliputi : 1) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram 2) Bayi dengan tetanus neonatorum

3) Bayi baru lahir dengan asfiksia

4) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir 5) Bayi baru lahir dengan sepsis

6) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram 7) Bayi pre term dan post term

8) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang 9) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan

2.1.3.2.Indikator Pelayanan KIA

Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau SPM untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu cakupan kunjungan ibu hamil K4

a. Pengertian :

Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 5T dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan trimester III minimal 2 kali. Standar 5T yang dimaksud adalah :

(6)

3. Pemeriksaan atau pengukuran tinggi fundus 4. Pemberian imunisasi TT

5. Pemberian tablet besi b. Definisi operasional

Perbandingan antara jumlah ibu hamil yang telah memperoleh ANC sesuai standar K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dengan penduduk sasaran ibu hamil.

c. Cara perhitungan

Pembilang : jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai standar K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

d. Sumber data :

1. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai standar K4 diperoleh dari catatan register kohort ibu dan laporan PWS KIA.

2. Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Badan Pusat Statistik atau BPS kabupaten atau provinsi.

e. Kegunaan

1. Mengukur mutu pelayanan ibu hamil

2. Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan standar dan paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai standar K4 Perkiraan penduduk

(7)

2.2. Mutu Pelayanan Kesehatan

2.2.1. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan merupakan gabungan dari dua dimensi yaitu : quality (mutu) dan health service pelayanan kesehatan. Menurut Tjiptono (2000), mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut Depkes RI menyebutkan bahwa mutu adalah kesempurnaan atau tingkat kesempurnaan yang diidamkan atau yang ditetapkan (standar). Dengan demikian untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan bisa dilakukan dengan membandingkan penampilan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan yang ditetapkan.

2.2.2. Dimensi Mutu Layanan Kesehatan

Dimensi mutu layanan kesehatan antara lain : 1. Dimensi kompetensi teknis

Dimensi kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi kompetensi teknis ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi.

2. Dimensi keterjangkauan atau akses terhadap layanan kesehatan

(8)

3. Dimensi efektivitas layanan kesehatan

Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan/atau meluasnya penyakit yang ada. Efektivitas layanan kesehatan bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai dengan situasi setempat. Dimensi efektivitas sangat berkaitan dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi risiko dan keterampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.

4. Dimensi efisiensi layanan kesehatan

Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh sebab itu, dimensi efisiensi sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan atau masyarakat. Dengan melakukan analisis efisien dan efektivitas, kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.

5. Dimensi kesinambungan layanan kesehatan

(9)

6. Dimensi keamanan

Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan itu harus aman, baik bagi pasien, bagi pemberi layanan kesehatan maupun bagi masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh layanan kesehatan itu sendiri. 7. Dimensi kenyamanan

Dimensi kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik layanan kesehatan, pemberi layanan, peralatan medis dan nonmedis.

8. Dimensi informasi

Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.

9. Dimensi ketepatan waktu

(10)

10. Dimensi hubungan antarmanusia

Hubungan antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau konsumen, antarsesama pemberi layanan kesehatan, hubungan antara atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.

Menurut Parasuraman et al (1990) terdapat 5 dimensi (ukuran) kualitas jasa/pelayanan, yaitu :

1. Tangiable (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,

karyawan dan alat-alat komunikasi.

2. Reliability (keandalan); yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah

dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).

3. Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan

(konsumen) dan menyediakan jasa/pelayanan yang cepat dan tepat.

4. Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramahtamahan para

(11)

5. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan.

2.2.3. Kebutuhan Pelanggan Layanan Kesehatan

Kebutuhan pelanggan layanan kesehatan yaitu :

1. Kebutuhan terhadap akses layanan kesehatan, artinya kemudahan memperoleh layanan kesehatan yang dibutuhkan.

2. Kebutuhan terhadap layanan yang tepat waktu, artinya tingkat ketersediaan layanan kesehatan pada saat dibutuhkan.

3. Kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang efisien dan efektif artinya biaya layanan kesehatan terjangkau.

4. Kebutuhan layanan kesehatan yang tepat dan layak artinya layanan kesehatan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.

2.2.4. Cara Mengukur Mutu

Banyak kerangka pikir yang dapat digunakan untuk mengukur mutu. Pada awal upaya pengukuran mutu layanan kesehatan, Donabedian (1980) dalam buku Syafrudin (2011) mengusulkan tiga kategori penggolongan layanan kesehatan yaitu : 1. Standar struktur

(12)

peralatan gedung, rekam medis, keuangan, perbekalan obat dan fasilitas. Standar struktur merupakan rule of the game.

2. Standar proses

Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem bekerja. Dengan kata lain, standar proses adalah playing the game.

3. Standar keluaran

Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan itu diukur. Sedangkan menurut Azwar (1995), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, yaitu faktor masukan, faktor proses, dan faktor lingkungan.

1. Faktor Masukan

(13)

2. Faktor Proses

Pelaksanaan pelayanan kesehatan membutuhkan suatu panduan pelaksanaan berupa prosedur tetap (protap) sehingga mutu pelayanan mudah diukur dan dievaluasi serta dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pelayanan kesehatan, tindakan medis dan tindakan non medis dinamakan proses. Secara umum, apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan kesehatan.

3. Faktor Lingkungan

Yang dimaksud dengan faktor lingkungan adalah kebijakan, organisasi dan manajemen. Apabila kebijakan organisasi dan manajemen baik dan berjalan akan memberikan suasana kerja yang baik pula sehingga petugas pelayanan memiliki jaminan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.

2.3. Puskesmas

2.3.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Berdasarkan pengertian di atas maka puskesmas dapat dijabarkan sebagai berikut :

(14)

Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak dari pembangunan kesehatan.

b. Pembangunan kesehatan adalah merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pembangunan kesehatan meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu.

c. Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagaian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai kemampuannya.

d. Standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, atau RW), masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(15)

memberi kepuasan kepada pelanggan dan masyarakat sesuai dengan mutu pelayanan dan profesionalisme.

Puskesmas efektif berarti puskesmas mampu mengubah perilaku masyarakat sejalan dengan paradigma sehat, mampu menangani semua masalah kesehatan di wilayah kerjanya sejalan dengan kewenangan dan sesuai dengan desentralisasi, serta mampu mempertanggungjawabkan setiap biaya yang dikeluarkan kepada masyarakat dalam bentuk hasil kegiatan puskesmas dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

Puskesmas responsif adalah puskesmas yang senantiasa melindungi seluruh penduduk dari kemungkinan gangguan kesehatan serta tanggap dan mampu menjawab berbagai masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas responsif juga berarti sekecil apapun masalah yang ada harus segera terdeteksi dan segera ditanggulangi dan dikoordinasikan dengan sarana rujukan kesehatan dan kedokteran, masyarakat terlindung dari berbagai bencana penyakit dan masalah kesehatan lainnya, serta tanggap terhadap potensi yang ada di wilayah kerjanya yang dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.3.2. Tujuan Penyelenggaraan Puskesmas

Tujuan dari penyelenggaraan puskesmas adalah melakukan sebagian tugas dinas dalam rangka penyiapan bahan perumusan kebijaksanaan, koordinasi, pembinaan, dan pengendalian pelayanan teknis operasional dinas sesuai dengan lingkup dan wilayah kerja puskesmas tersebut.

(16)

a. Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

1) Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pelayanan yang berwawasan kesehatan.

2) Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

3) Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat :

1) Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat.

2) Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan.

3) Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.

c. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Muninjaya, 2004)

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

(17)

2.3.3. Upaya Kesehatan Puskesmas

Puskesmas bertangung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas meliputi :

a) Pelayanan kesehatan masyarakat yang esensial/pelayanan kesehatan wajib (public health essensial-public goods) yaitu upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan ini harus menjadi tanggung jawab pemerintah serta harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di Indonesia. Program ini ditetapkan sesuai dengan kebutuhan sebagian besar masyarakat. Program kesehatan dasar puskesmas yang dikembangkan meliputi :

1) Promosi Kesehatan 2) Kesehatan Lingkungan

3) Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana 4) Perbaikan Gizi Masyarakat

5) Pemberantasan Penyakit Menular 6) Upaya Pengobatan Dasar

(18)

puskesmas tidak mampu maka pelaksanaannya oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Permenkes RI, 2004). Upaya ini meliputi :

1) Upaya Kesehatan Sekolah 2) Upaya Kesehatan Olah raga 3) Upaya Kesehatan Kerja

4) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut 5) Upaya Kesehatan Jiwa

6) Upaya Kesehatan Mata 7) Upaya Kesehatan Lanjut Usia

Melalui kegiatan-kegiatan yang sudah digariskan dalam kebijakan dasar puskesmas ini maka puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan seluruh kegiatan yang telah digariskan dan dapat menambah kegiatan melalui upaya pengembangan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan yang ada di wilayah kerjanya.

2.4. Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)

2.4.1. Pengertian Puskesmas PONED

(19)

jam, sebagai rujukan antara kasus-kasus rujukan dari polindes dan puskesmas nonperawatan.

Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan desa dan puskesmas. Puskesmas PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada Rumah Sakit PONEK. Batasan PONED adalah bidan boleh memberikan injeksi antibiotika, injeksi uterotonika, injeksi sedatif, plasenta manual, ekstraksi vakum, transfusi darah, dan operasi sesar. Tujuan PONED adalah untuk menghindari rujukan yang lebih dari dua jam dan untuk memutus mata rantai rujukan itu sendiri.

PONED adalah pelayanan untuk menanggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang meliputi : pelayanan obstetri yaitu pemberian oksitosin parenteral, antibiotika parenteral dan sedative parenteral, pengeluaran plasenta manual/kuret, serta pertolongan persalinan menggunakan vacum ekstraksi/forceps ekstraksi (Depkes RI, 2004).

Pelayanan neonatal yaitu : resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotik parenteral, pemberian antikonvulsan parenteral, pemberian bic-nat intraumbilical, pemberian phenobarbital untuk mengatasi icterus, pelaksanaan thermal control untuk mencegah hipotermia, dan penangulangan pemberian nutrisi (Depkes RI, 2004).

(20)

PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif). PONED merupakan kegiatan penyelamatan kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dengan memberikan pertolongan pertama serta mempersiapkan rujukan. PONED dilaksanakan oleh tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan sesuai dengan kebutuhan dapat merujuk ke Puskesmas PONED atau RS kabupaten/kota untuk aspek obstetri ditambah dengan melakukan transfusi darah dan bedah sesar. Sedangkan untuk aspek neonatal ditambah dengan kegiatan melaksanakan perawatan neonatal secara intensif oleh bidan/perawat terlatih emergensi setiap saat. (Depkes RI, 2004)

Kebijakan pembentukan puskesmas mampu PONED disebabkan karena komplikasi obstetri harus segera ditangani dalam waktu kurang dari dua jam, misalnya perdarahan harus segera dilakukan tindakan dalam waktu kurang dari dua jam, sehingga perlu adanya fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau.

Indikator kelangsungan dari Puskesmas PONED adalah : 1. Kebijakan tingkat puskesmas

2. Sarana obat dan peralatan 3. Kerjasama dengan RS PONEK 4. Dukungan dinas kesehatan

5. Kerjasama spesialis obstetri dan ginekologi 6. Kerjasama bidan desa

7. Kerjasama puskesmas non-PONED 8. Pembinaan AMP

(21)

2.4.2. Tugas Puskesmas PONED

Tugas Puskesmas PONED adalah :

1. Menerima rujukan dari fasilitas rujukan di bawahnya, puskesmas pembantu, dan pondok bersalin desa.

2. Melakukan pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal sebatas wewenang. 3. Melakukan rujukan kasus secara aman ke rumah sakit dengan penanganan

prahospital.

2.4.3. Syarat Puskesmas PONED

Syarat Puskesmas PONED adalah : 1. Pelayanan buka 24 jam

2. Mempunyai dokter, bidan, perawat terlatih PONED dan siap melayani 24 jam 3. Tersedia alat transportasi siap 24 jam

4. Mempunyai hubungan kerjasama dengan rumah sakit terdekat dan dokter spesialis obstetri dan ginekologi serta spesialis anak

5. Cakupan pelayanan kebidanan (dalam satu tahun) di wilayah kerjanya : a. K1 harus ≥ 95% dan K4 ≥ 90%

b. Kunjungan neonatus usia 7-28 hari 90%

c. Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan 90%

d. Cakupan penanganan komplikasi obstetri dan neonatal 100%

(22)

2.4.4. Petugas Pelaksana PONED

Petugas pelaksana PONED adalah : 1. Dokter umum dua orang

2. Bidan delapan orang 3. Perawat

4. Petugas yang telah mendapat pelatihan PONED

2.4.5. Faktor Pendukung Keberhasilan Puskesmas PONED

Faktor Pendukung Keberhasilan Puskesmas PONED adalah : 1. Adanya jaminan pemeliharaan kesehatan (JKN)

2. Sistem rujukan yang mantap dan berhasil 3. Peran serta aktif bidan desa

4. Tersedia saran/prasarana, obat dan bahan habis pakai

5. Peran serta masyarakat, LSM, lintas sektoral, dan stakeholder yang harmonis 6. Peningkatan mutu pelayanan perlu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan standar pelayanan minimal

2.4.6. Pengembangan Puskesmas PONED 24 jam

Pembentukan sistem rujukan di antara polindes, puskesmas, Puskesmas PONED, dan Rumah Sakit PONEK 24 jam merupakan rangkaian upaya percepatan penurunan AKI dan AKB. Langkah utamanya mencakup hal berikut :

(23)

komplikasi kehamilan dan persalinanberkaitan dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal melalui aktivitas, efisiensi, dan efektivitas mata rantai rujukan 2. Peningkatan cakupan pengelolaan kasus dengan komplikasi obstetri dan neonatal 3. Pemantapan kemampuan pengelola program di tingkat kabupaten/kota dalam

perencanaan, penatalaksanaan, pemantauan, dan penilaian kinerja sebagai upaya penurunan AKI

4. Peningkatan pembinaan teknis dalam bentuk pelatihan klinik untuk keterampilan PONED untuk bidan desa, dokter, dan bidan Puskesmas PONED dengan menggunakan buku acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dan Modul Keterampilan Klinik Standar, serta pelatihan terkualifikasi dari Jaringan Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR)

2.4.7. Program Menjaga Mutu PONED 24 Jam

Setelah mendapat berbagai masukan perbaikan, ditetapkan bahwa PONED yang komprehensif harus tersedia hal-hal berikut :

1. Ruang rawat inap yang leluasa dan nyaman

2. Ruang tindakan gawat darurat dengan instrumen dan bahan yang lengkap 3. Ruang pulih atau observasi paskatindakan

4. Tenaga kesehatan yang berkualitas sebagai pelaksana pelayanan komprehensif 5. Protokol pelaksana dan uraian tugas pelayanan (termasuk koordinasi internal)

2.4.8. Alur Pelayanan Rujukan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal

(24)

dengan kemampuan atau kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang ke Puskesmas PONED harus langsung dikelola sesuai prosedur tetap, sesuai dengan buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi

pasien, ditentukan apakah pasien akan ditangani ditingkat Puskesmas PONED atau dirujuk ke Rumah Sakit PONEK untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya.

2.4.9. Hambatan dan Kendala dalam Penyelenggaraan PONED

Hambatan dan kendala dalam penyelenggaraan PONED adalah : 1. Mutu SDM yang rendah

2. Sarana dan prasarana yang kurang 3. Keterampilan yang kurang

4. Koordinasi antara Puskesmas PONED dan RS PONEK dengan puskesmas non-PONED belum maksimal

5. Kebijakan yang kontradiktif (UU Praktik Kedokteran)

6. Pembiayaan terhadap pelayanan emergensi neonatal belum memadai.

2.5. Program EMAS (Exopanding Maternal and Neonatal Survival)

2.5.1. Pengertian Program EMAS

(25)

bayi baru lahir. Program ini diluncurkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 2012 dan dicanangkan akan berjalan selama lima tahun mulai tahun 2012 sampai 2016.

Program EMAS mendukung pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk berjejaring dengan organisasi masyarakat sipil, fasilitas kesehatan publik dan swasta, asosiasi rumah sakit, organisasi profesi dan sektor-sektor lain.

2.5.2. Tujuan EMAS

Pemerintah Indonesia telah berupaya keras untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia. Saat ini, AKI dan AKN sudah mengalami penurunan, namun tidak secepat yang diharapkan. Oleh karena itu, program EMAS diluncurkan untuk mendukung pemerintah Republik Indonesia dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar 25%. Adapun tujuan EMAS adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan PONED dan PONEK, hal ini dapat diwujudkan dengan cara :

a. Memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada penurunan kematian diterapkan di RS dan puskesmas.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan :

• Adaptasi standar kinerja pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal • Kompetensi tenaga kesehatan dalam pelayanan kegawatdaruratan obstetri

(26)

• Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi untuk pembelajaran &

pencapaian kinerja

• Melengkapi perlengkapan esensial

• Penyebarluasan bukti ilmiah dalam jaringan vanguard

b. Pendekatan tata kelola klinis (clinical governance) diterapkan di RS dan puskesmas.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan :

• Peningkatan kinerja pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal sesuai

standar klinis secara berkesinambungan

• Sistem monitoring evaluasi dan pelaporan berjalan efektif di fasilitas • Berjalannya mekanisme umpan balik bagi puskesmas/RS

• Penyebarluasan praktek tata kelola klinis

2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem rujukan antar puskesmas dan RS. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara :

a. Penguatan sistem rujukan yang berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan :

• Adaptasi dan implementasi standar kinerja sistem rujukan

• Koordinasi dan kolaborasi fasilitas publik dan swasta meningkat

• Teknologi informatika dan komunikasi dimanfaatkan untuk pertukaran

(27)

• Audit Maternal Perinatal (AMP) berfungsi

b. Meningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi sosial kemasyarakatan dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan dan pemerintah daerah.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan :

• Mekanisme umpan balik menggunakan media sosial

• Pendekatan hak-hak konsumen yang inovatif (citizen gateway)

• Duta KIA khusus pelayanan emergensi berperan aktif dan dapat

mempengaruhi masyarakat dan pengambil kebijakan

c. Meminimalkan hambatan keuangan kelompok miskin dan rentan dalam mengakses dan memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan :

• Masyarakat miskin dan rentan memahami haknya atas jaminan sosial

kesehatan

• Peran serta masyarakat meningkat

• Partisipasi pihak swasta meningkat

(28)

2.5.3. Kemitraan EMAS

Pada implementasinya, EMAS dijalankan oleh konsorsium yang terdiri dari Jhpiego, Muhammadiyah, Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan, Save The Children dan RTI Internasional.

2.5.4. Daerah Intervensi

Program EMAS akan dilaksanakan di 30 Kabupaten di 6 Provinsi dengan angka kematian ibu dan neonatal tertinggi di Indonesia.

Tabel 2.1. Tahapan Pemilihan Kabupaten EMAS

Provinsi

Di tahun pertama, EMAS bekerja di 10 kabupaten di enam provinsi yaitu: Asahan dan Deli Serdang (Sumatera Utara), Kabupaten Bandung dan Cirebon (Jawa Barat), Serang (Banten), Banyumas dan Tegal (Jawa Tengah), Malang dan Sidoarjo (Jawa Timur), dan Pinrang (Sulawesi Selatan).

2.5.4.1. Kriteria Kabupaten Terpilih

(29)

1. Pemuda yang pro-aktif dan memiliki anggaran KIA serta sumber daya yang berkesinambungan

2. Hubungan baik diantara RS dengan Dinas Kesehatan

3. Adanya Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan organisasi profesi aktif

2.5.4.2. Kriteria Rumah Sakit Terpilih

1. RSUD dan RS swasta yang menerima pelayanan bersalin (RSB, RSIA) dengan jumlah kasus cukup besar (100)

2. Muhammadiyah/Aisyiyah

3. Jejaring RS Pendidikan dan Kepemimpinan kuat 4. Jumlah kasus persalinan tinggi

5. Berminat membantu/membimbing puskesmas dan memiliki Pusat Pelatihan Klinis Primer (P2KP)

2.5.4.3. Kriteria Puskesmas Terpilih

1. Lebih dari 20 persalinan perbulan 2. PONED/mampu PONED

3. Kordinasi puskesmas dengan rujukan yang kuat dan ingin meningkatkan kualitas

2.5.5.Cara Kerja EMAS

(30)

1. Mengatasi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir (perdarahan, pre-eklamsia/eklamsia (PE/E), sepsis, asfiksia, prematuritas/berat badan lahir rendah).

2. Pemeliharaan praktik tata kelola klinik yang kuat di fasilitas kesehatan dan sistem rujukan, dengan fokus pada peningkatan kualitas.

3. Membina hubungan yang kuat antara fasilitas publik dan swasta dan peningkatan akuntabilitas, baik secara internal maupun kepada masyarakat, untuk memberikan jaminan perawatan yang berkualitas.

4. Meningkatkan peran warga dan organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam pengawasan fasilitas kesehatan publik dan swasta dan lembaga pemerintahan daerah dalam penyediaan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak.

5. Memperbaiki mekanisme keuangan (jaminan sosial) untuk meningkatkan akses dan pemanfaatan layanan kesehatan ibu dan anak bagi masyarakat miskin.

6. Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang efektif, efisien, dan inovatif untuk mendukung penyediaan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat.

2.5.6. Jaringan Vanguard

Jaringan rujukan atau vanguard akan direplikasi ke jaringan-jaringan rujukan lainnya melalui metode pendampingan untuk meningkatkan pembelajaran dan penguatan praktik terbaik.

(31)

Proses pembentukan vanguard :

1. Memilih dan memantapkan RS dan puskesmas yang sudah cukup kuat agar berjejaring dan dapat membimbing jaringan kabupaten yang lain

2. Melibatkan RS/RB swasta untuk memperkuat jejaring sistem rujukan di daerah 3. Membutuhkan kerjasama yang baik antara dinas kesehatan dengan rumah sakit

2.6. Kegawatdaruratan Persalinan

Menurut Hanafiah (2008) yang dimaksud dengan darurat adalah (emergency) adalah kejadian yang tidak disangka-sangka dan memerlukan tindakan segera. Gawat (critical) adalah suatu keadaan yang berbahaya, genting, penting, tingkat kritis suatu penyakit. Gawat darurat medik adalah suatu kondisi yang dalam pandangan pasien, keluarga atau siapapun yang bertanggungjawab dalam membawa pasien ke rumah sakit, memerlukan pelayanan medik segera.

(32)

Menurut Prawiroharjo (2004) kasus kegawatdaruratan obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janin. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi baru lahir. Empat penyebab utama kematian ibu ialah perdarahan, infeksi dan sepsis, hipertensi dan preeklamsia/eklamsia, persalinan macet (distorsia bahu). Persalinan macet hanya dapat terjadi pada saat persalinan berlangsung, sedangkan ketiga penyebab lainnya dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan dalam masa nifas oleh perlukaan jalan lahir, termasuk juga ruptur uteri.

Manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam rentang waktu yang cukup luas yaitu :

1. Kasus perdarahan dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak, merembes, profus, sampai syok.

2. Kasus infeksi dan sepsis, dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran cairan pervaginaan yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai syok.

3. Kasus hipertensi dan preeklamsia/eklamsia dapat bermanifestasi mulai dari keluhan sakit, pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai koma/pingsan/tidak sadar.

4. Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenal yaitu apabila kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal, tetapi kasus persalinan macet ini dapat bermanifestasi ruptur uteri.

(33)

dan cephalopelvic disproportion, ruptur uteri. Sedangkan kegawatdaruratan pada neonatal meliputi : asfiksia, tetanus neonatorum, hipotermia/BBLR (Depkes RI, 2004).

2.7. Landasan Teori

Sistem manajemen itu sendiri terdiri dari berbagai elemen. Menurut Terry dalam buku Manajemen Kesehatan Teori dan Praktik di Puskesmas (Sulaeman, 2011) terdapat lima elemen manajemen yaitu planning, organizing, actuating, controlling. Keterlibatan aspek manajemen sudah dijelaskan oleh WHO (2010), tanpa adanya penerapan aspek manajemen maka penurunan AKI tidak dapat dicapai dengan segera. Melalui perencanaan program yang tertata dengan baik, pengorganisasian yang dikelola dengan sumber daya yang memiliki kualifikasi yang tepat, individu dan tim yang bekerja digerakkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan (actuating), aktivitas yang dilakukan dikontrol untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan tolok ukur yang ditetapkan dilanjutkan dengan penilaian (evaluating) serta saran-saran yang dapat penanggulangan kematian ibu mungkin akan tercapai sesuai dengan target yang ingin dicapai (Sulaeman, 2011).

(34)

mampu mendekatkan pelayanan kegawatdaruratan obstetri sedekat mungkin pada masyarakat.

Gambar 2.1. Proses Manajemen Puskesmas

Sumber : Manajemen Kesehatan Teori dan Praktik di Puskesmas (Sulaeman,2011)

2.8. Kerangka Pikir

(35)

Gambar

Tabel  2.1. Tahapan Pemilihan Kabupaten EMAS
Gambar 2.1. Proses Manajemen Puskesmas

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

Pengelolaan Tanaman Terpadu Kedelai (PTT Kedelai) adalah suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan

Menguasan materi, struktur, konsep dan pola pikir Menganalisis aspek-aspek perencanaan usaha Mengidentifikasikan aspek organisasi dalam usaha. keilmuan yang mendukung mata

Kesimpulan dari beberapa definisi tersebut adalah bahwa kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapat kajian tentang pengaruh pengalaman kerja dan penempatan kerja terhadap kinerja pegawai pada Dinas

Selain dari hasil angket motivasi belajar dan tes kemampuan pemahaman konsep, berdasarkan wawancara dengan guru matematika ada beberapa permasalahan yang terjadi pada saat