• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Nutrient Film Technique

(NFT)

Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, Inggris pada akhir tahun 1960-an dan berkembang pada awal 1970-an secara komersial. Konsep dasar NFT ini adalah suatu metode budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal sekitar 3 mm dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air, nutrisi, dan oksigen. Tanaman tumbuh dengan akar tanaman terendam dalam air yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan pompa. Akar tanaman dalam larutan nutrisi dapat berkembang dan tumbuh. Adanya bagian akar yang tidak tercelup dalam larutan nutrisi memungkinkan tanaman dapat menyerap oksigen sesuai dengan kebutuhannya.

Beberapa keuntungan penggunaan sistem NFT antara lain dapat memudahkan pengendalian daerah perakaran tanaman, kebutuhan air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah, keseragaman nutrisi dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman, tanaman dapat diusahakan beberapa kali dengan periode tanam yang pendek, sangat baik untuk pelaksanaan penelitian dan eksperimen dengan variabel yang dapat terkontrol dan memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Namun NFT mempunyai beberapa kelemahan seperti investasi dan biaya perawatan yang mahal, sangat tergantung terhadap energi listrik, dan penyakit yang menyerang tanaman akan mudah tertular ke tanaman lain melalui aliran larutan nutrisi.

Pada sistem NFT, kebutuhan dasar yang harus terpenuhi antara lain bedeng, tangki penampung, styrofoam, rockwool, dan pompa. Bedeng berfungsi sebagai tempat mengalirkan nutrisi dan tempat pertumbuhan akar tanaman. Tangki penampung dapat memanfaatkan tempat atau tandon air untuk menampung nutrisi yang akan disirkulasikan ke bedeng. Styrofoam memiliki fungsi sebagai penyangga tanaman, rockwool sebagai penyangga tanaman, dan pompa berfungsi untuk mengalirkan larutan nutrisi dari tangki penampung ke bedeng NFT dengan bantuan pipa penyalur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam NFT kemiringan bedeng sebesar 1-5 %, kecepatan aliran masuk tidak boleh terlalu cepat, dan lebar bedeng yang memadai untuk menghindari terbendungnya larutan nutrisi.

2.2.

Greenhouse

Greenhouse merupakan suatu struktur lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan dan memanfaatkan radiasi surya untuk pertumbuhan tanaman (Mastalerz, 1977). Oleh Suhardiyanto (2009), greenhouse di daerah tropis didefinisikan sebagai rumah tanaman agar dapat mencerminkan fungsinya sebagai bangunan perlindungan tanaman.

Greenhouse mengatasi pengaruh buruk iklim luar sehingga pengetahuan prinsip dasar perencanaan greenhouse membantu memanipulasi kondisi iklim luar agar sesuai dengan pertumbuhan tanaman.

(2)

Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman akan meningkatkan biaya operasional dan investasi dibandingkan dengan budidaya tanaman secara konvensional. Akan tetapi hal ini dapat diimbangi dengan kualitas dan kuantitas produk yang lebih tinggi sehingga nilainya layak secara ekonomi. Selain itu, budidaya tanaman di dalam

greenhouse memungkinkan untuk tanaman musiman dapat ditanam dan tumbuh sepanjang tahun. Greenhouse di daerah tropis lebih difungsikan sebagai pelindung tanaman dari siraman hujan secara langsung, angin kencang, dan serangan hama atau penyakit.

Bentuk greenhouse yang banyak digunakan adalah standard peak. Atap greenhouse

jenis ini terlihat berbentuk segitiga sama sisi dari tampak depan. Dindingnya tegak dan atapnya miring. Sumarni (2007) menjelaskan bahwa kemiringan atap yang direkomendasikan adalah sebesar 37 oC agar kecepatan angin yang masuk tidak terlalu besar yaitu berkisar 0-1 m/s. Saat greenhouse diperkenalkan di daerah tropis, terjadi adaptasi rancangan atap menjadi modified standard peak. Tipe rumah tanaman tersebut dilengkapi dengan bukaan ventilasi pada atap agar udara greenhouse yang suhunya lebih tinggi dapat mengalir keluar melalui bukaan tersebut (Suhardiyanto, 2009).

2.3.

Daerah Perakaran Tomat

Suhu di daerah perakaran tomat memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat. Soedarya (2009) menjelaskan bahwa tanaman tomat akan tumbuh dengan normal bila suhu di daerah perakarannya tidak lebih dari 32 oC, sedangkan suhu optimum daerah perakaran tomat menurut Diaz-Perez (2007) adalah 26.1 oC. Menurutnya, suhu daerah perakaran tomat akan mempengaruhi kemampuan tanaman tomat dalam hal penyerapan nutrisi, pertumbuhan, serta kualitas dan kuantitas hasil panen.

Hurewitz dan Janes (1983) melakukan percobaan pada tanaman tomat yang ditanam pada beberapa konsisi suhu di daerah perakarannya. Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa tanaman tomat yang ditanam pada suhu perakaran antara 26.1 oC sampai 32.2 oC memiliki akar yang tipis, panjang, dan lebat, serta memiliki percabangan yang banyak. Tetapi bila suhu perakaran tomat lebih dari 32.2 oC, tanaman tomat tidak dapat menyerap nutrisi dan pada akhirnya mati.

2.4.

Zone Cooling

Di daerah tropis, suhu di daerah perakaran cenderung tinggi sehingga tidak baik untuk tanaman. Oleh karena itu, suhu di daerah perakaran dibuat menjadi lebih rendah dari suhu lingkungan, agar pertumbuhan tanaman khususnya tanaman tomat menjadi optimal. Pendinginan di daerah perakaran ini diistilahkan dengan zone cooling.

Zone cooling dilakukan dengan cara mendinginkan daerah di sekitar akar tanaman saja tanpa perlu mendinginkan volume udara seluruh rumah tanaman. Udara dingin di hembuskan melalui pipa-pipa berlubang yang diletakkan di sekitar tanaman mampu mendinginkan udara di sekitar tanaman, yakni 2-6 oC lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang tidak mendapat hembusan angin dingin (Suhardiyanto and Matsuoka, 1992).

Pada hidroponik sistem NFT, zone cooling dapat dilakukan dengan cara mendinginkan larutan nutrisi dalam bak/tangki nutrisi yang selanjutnya disirkulasikan ke daerah perakaran sepanjang bedeng tanaman. Falah (2006) menyatakan bahwa

(3)

pendinginan larutan nutrisi dengan menggunakan deep seawater mampu menghemat 78% konsumsi energi listrik. Zone cooling juga dapat dilakukan dengan meletakkan bak penampung nutrisi berada pada kedalaman 10 m di bawah tanah. Akibatnya suhu larutan nutrisi menjadi rendah mengikuti suhu pada lingkungan bawah tanah.

2.5.

Pindah Panas

Menurut Cengel (2003), panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu sistem ke sistem lain sebagai akibat dari adanya perbedaan suhu. Panas dapat berpindah melalui 3 cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Akan tetapi pada bedeng NFT, perpindahan panas yang terjadi secara dominan hanya konduksi dan konveksi, sedangkan radiasi yang berasal dari surya memiliki nilai yang kecil sehingga dapat diabaikan. Dalam simulasi dengan CFD, radiasi yang digunakan hanya merupakan radasi lingkungan (environment radiation).

2.5.1.

Konduksi

Konduksi adalah proses aliran panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium (padat, cair, dan gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besaran perpindahan panas konduksi tergantung dari nilai konduktivitas panas suatu bahan. Menurut Holman (1997), jika suatu bahan terdapat gradien suhu maka terjadi perpindahan energi atau panas dari bagian yang bersuhu tinggi ke yang lebih rendah. Besarnya laju aliran panas dengan cara konduksi suatu bahan dinyatakan dalam :

𝑄𝑐𝑜𝑛𝑑 = 𝑘𝐴𝑇1∆𝑥−𝑇2= −𝑘𝐴𝑑𝑇𝑑𝑥 (1)

2.5.2.

Konveksi

Aliran fluida yang menyerap panas pada suatu tempat, lalu bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya, disebut sebagai konveksi (Cengel dan Boles, 2003).

Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konvesi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas. Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan berikut:

𝑄𝑐𝑜𝑛𝑣 = 𝑕. 𝐴(𝑇𝑠− 𝑇∞) (2)

2.6.

Computational Fluid Dynamic

(CFD)

CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). CFD mampu memprediksi aliran berdasarkan model matematika (persamaan diferensial parsial), metode numerik (teknik solusi dan diskritasi)

(4)

dan tools perangkat lunak (solvers, pre-processing, dan post-processing). Secara garis besar penggunaan CFD meliputi konsep dari desain baru, pengembangan produk secara detil, analisis kegagalan, dan desain ulang (Tuakia, 2008 diacu dalam Niam, 2008). CFD terbentuk berdasarkan algoritma numerik dari permasalahan fluida yang terjadi sehingga dibutuhkan solusi permasalahan berdasarkan parameter-parameter yang mempengaruhi sifat fluida tersebut. Di dalam CFD, terdapat 3 tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam melakukan proses yaitu pra pemrosesan ( pre-processor), pencarian solusi (solver), dan pasca pemrosesan (post-processor) (Versteeg dan Malalasekera, 1995 diacu dalam Niam, 2008).

2.6.1.

Pra pemrosesan (

pre-processor

)

Pra pemrosesan merupakan tahapan dimana dilakukan pendefinisian masalah. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) diacu dalam Ni’am (2008) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam pra pemrosesan, yaitu:

a. Membentuk geometri (computational domain) dua dimensi atau tiga dimensi. b. Membentuk geometri menjadi sejumlah bagian yang lebih kecil (grid). Grid

merupakan bagian yang akan dicari solusinya karena tingkat keakuratan hasil CFD didasarkan pada jumlah grid yang dibentuk. Bila jumlah grid lebih banyak maka hasil komputasi menjadi lebih akurat tetapi proses komputasi menjadi lebih lama sehingga dibutuhkan perangkat komputer yang lebih baik. Sebaliknya, bila jumlah grid lebih sedikit maka hasil komputasi kurang akurat tetapi proses komputasi berjalan dengan cepat.

c. Mendefinisikan fenomena-fenomena yang terjadi (fisik dan kimia) karena dibutuhkan dalam permodelan.

d. Mendefinisikan karakteristik fluida.

e. Mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada model geometri.

2.6.2.

Pencarian solusi (

solver

)

Pencarian solusi merupakan tahapan dimana seluruh kondisi pra pemrosesan telah terpenuhi. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) diacu dalam Ni’am (2008), terdapat tiga teknik solusi teknik numerik dalam mencari solusi CFD, antara lain difference, finite element, dan spectral method.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencari solusi pada CFD meliputi:

a. Memperkirakan variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana.

b. Diskritasi hasil prakiraan tersebut dengan mensubstitusi ke dalam persamaan aliran fluida tersebut dan memanipulasinya secara matematis.

c. Membuat solusi dengan persamaan aljabar.

Perbedaan yang mendasari teknik solusi di atas adalah pada proses memperkirakan dan diskritasi aliran tersebut. Pencarian solusi yang sering digunakan saat ini adalah finite volume yang merupakan perkembangan dari finite difference. Finite volume didasarkan pada algoritma numerik dimana dilakukan pembangunan persamaan berdasarkan integrasi variabel-variabel secara keseluruhan.

(5)

2.6.3.

Pasca pemrosesan (

post-processor

)

Tahapan pasca pemrosesan merupakan tahapan terakhir dalam proses CFD yang bertujuan untuk menyajikan hasil dari analisis fluida. Hasil analisis didasarkan pada visualisasi warna yang meliputi:

a. Hasil dari geometri dan grid yang telah dibentuk. b. Plot berdasarkan vektor.

c. Plot berdasarkan kontur.

d. Plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi).

Visualisasi solusi ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman solusi yang dihasilkan dari CFD. Dalam proses ini dilengkapi dengan melakukan animasi dari solusi yang didapat.

Referensi

Dokumen terkait

2 Agung, “Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia”, Official Website of Agung.. punah atau mati. Hal ini berarti bahwa pondok pesantren merupakan bagian yang tidak terpisahkan

Encode random merupakan proses memilih jumlah titik tree yang akan diacak kemudian diubah menjadi sebuah tree dan mendapatkan kode Blob dari tree yang telah dirandom

Batang luar memiliki persentase bebas cacat sebesar 59% dan batang dalam sebesar 70%, dengan nilai bebas cacat penyerutan rata-rata kayu punak sebesar 64,5% yang berarti

Final Rendering merupakan tahap akhir dari pembuatan video Animasi 3D pada aplikasi Adobe Premiere Pro CS5 dengan output Animasi 3 Dimensi Pencegahan Cyber

Uji hipotesis menunjukkan nilai signifikan variabel terpaan berita curanmor di internet sebesar 0,880, dan nilai signifikansi variabel frekuensi word of mouth curanmor

• Operasional perusahaan telah berjalan secara teratur  , dievaluasi untuk perbaikan dan telah terjadi pembelajaran bersama serta terjadi kolaborasi untuk melakukan

Hipotesis kedua (H2) yang diuji dalam penelitian ini adalah “terdapat hubungan positif antara intensitas komunikasi dengan tenaga ahli bidang kesehatan dan minat

kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan ( discrepancy view ) kondisi nyata ( reality ) dengan kondisi yang diharapkan ( ideality ). Dengan kata lain evaluasi