BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fisika sebagai salah mata pelajaran di SMA yang diajarkan kepada siswa,
memiliki tujuan dan peran dalam memenuhi tuntutan kurikulum. Fisika sebagai
bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam, mempelajari gejala dan peristiwa atau
fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hukum
semesta, yang meliputi karakter, gejala dan peristiwa yang dikandungnya, yang
kemudian dituliskan dalam besaran-besaran fisika.
Secara rinci Depdiknas (2003) fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di
tingkat SMA adalah sebagai sarana : i) menyadarkan keindahan dan keteraturan
alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan YME, ii) Memupuk sikap
ilmiah yang mencakup; jujur dan obyektif terhadap data, terbuka dalam menerima
pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu, kritis terhadap pernyataan ilmiah, dan
dapat bekerja sama dengan orang lain, iii) Memberi pengalaman untuk dapat
mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit
instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyusun
laporan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dan lisan, iv)
mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan
menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam
dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, v) Menguasai
pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap ilmiah.
Dari uraian di atas tampak bahwa penyelenggaraan mata pelajaran fisika di
SMA dimaksudkan sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat
menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta memiliki kecakapan ilmiah.
Secara khusus fisika mempelajari fenomena alam yang tak hidup. Fenomena alam
terbentuk ketika ada interaksi antara materi (benda) dengan energi. Jadi
keduanya. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari terdapat fenomena yang
teramati yaitu pertambahan ukuran zat ketika dipanaskan, peristiwa ini
sesungguhnya merupakan interaksi antara zat dengan energi kalor yang berefek
pada meningkatnya suhu bahan tersebut. Hasil penyelidikan empiris menunjukan
bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penambahan
ukuran zat ketika dipanaskan antara lain panjang mula-mula, koefisien muai zat dan
perubahan suhu zat. Secara makroskopis keadaan ini dapat dipahami karena
didasarkan dari hasil pengamatan besaran-besaran terukur. Tetapi, ketika ada
pertanyaan mengapa panjang mula-mula, koefsien mua dan perubahan suhu
berpengaruh kepada besar kecilnya penambahan ukuran suatu zat, data-data hasil
pengamatan tersebut tidak bisa memberikan penjelasan yang memadai karena yang
dipelajari adalah benda dalam tataran makroskopis. Untuk dapat menjelaskan
pertanyaan-pertanyaan di atas diperlukan kajian yang lebih mendasar sehingga pada
tataran mikroskopis dari benda. “… without the need to investigate microscopic structure on the atomic scale and microscopic structure is also the fundamental limitation of the method” (Kelly, J. J., 2002).
Benda-benda yang berukuran makroskopis sesungguhnya tersusun dari
unsur-unsur yang berukuran miskroskopis yang satu sama lain saling berikatan
membentuk struktur benda. Sifat benda secara makroskopis akan ditentukan oleh
sifat-sifat unsur mikroskopis penyusunnya. Contohnya, benda logam memiliki
sifat-sifat yang sesuai dengan sifat unsur penyusunnya yaitu sifat unsur-unsur
logam.
Apabila Fenomena yang bersifat mikroskopis dapat dipahami maka
fenomena makroskopis juga akan mudah dimengerti. Sayangnya karena sifatnya
yang tidak kasat mata maka sulit sekali untuk memahami fenomena mikroskopis
ini. Keterbatasan ini akan berujung pada pemahaman fenomena fisis yang tidak
komprehensif.
Diperlukan media simulasi atau visualisasi atau modeling yang dapat
membuat fenomena mikroskopis yang tidak dapat dilihat menjadi fenomena yang
seolah-olah dapat dilihat. Sebagai contoh, suhu suatu zat itu secara mikroskopis
tinggi suhu suatu benda maka semakin cepat gerak partikel-partikel penyusunya.
Karena ukuran partikel penyusun zat amat kecil dan tidak dapat diamati indera
penglihatan maka pergerakannya pun tidak dapat diamati apalagi dipahami.
Buckley, (2000) menyatakan bahwa “An instructional simulation often involves representations of concrete and abstract objects”. Pembelajaran fisika dengan menggunakan simulasi virtual dapat memvisualisasikan konsep-konsep yang
abstrak menjadi nyata.
Karakteristik materi fisika yang mikroskopis serta pembelajaran yang
didominasi oleh guru dengan kegiatan sebatas transfer ilmu dengan cara melihat
atau mendengar saja, tentu membuat siswa tidak secara keseluruhan dapat
menerima itu dengan baik dikarenakan karakteristik siswa yang beragam. Hasil
penelitian lainnya menunjukkan bahwa apabila belajar hanya melalui proses
mendengar saja (kuliah) tanpa melakukan hal yang lain seperti mencatat, maka
memberikan andil dalam penguasaan materi hanya sebesar 5%. Jika disusul dengan
membaca, maka memberikan andil dalam penguasaan materi sebesar 10% dan
apabila belajar dengan bantuan audio-visual, maka akan memberikan andil dalam
penguasaan materi sebesar 30 % (The Higher Education Academy, 2008). Sehingga
apabila peserta didik dapat melihat secara visual materi fisika yang bersifat
mikroskopis maka peserta didik akan lebih mudah untuk memahaminya dan akan
terhindar dari terkonstruksinya konsepsi yang keliru.
Materi suhu dan kalor sub konsep pemuaian zat merupakan materi untuk
SMA memiliki karakteristik mikroskopis. Hasil penelitian Wahyudi (2011)
menyampaikan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep
pemuaian zat dengan karakteristik materi yang mikroskopis. Hal senada
diungkapkan oleh Prakoso (2012) banyaknya siswa kelas X yang mengalami
kesulitan dalam memahami karakteristik materi fisika yang mikroskopis salah
satunya materi pemuaian zat.
Keadaan konsepsi yang terbentuk di benak peserta didik sangat bergantung
dari proses pembelajaran yang dilaksanakan. Pembelajaran yang bersifat verbal
tidak akan menghasilkan konsepsi ilmiah di benak peserta didik, malahan dapat
materi-materi fisika yang bersifat mikroskopis. Hasil studi lapangan di salah satu
SMA di Kabupaten Bandung Barat menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran
saat ini dirasakan masih sangat jauh dari yang diharapkan, pembelajaran berpusat
pada guru yang dilaksanakan sebagian besar melalui proses informasi verbal. Efek
pembelajaran yang seperti ini tidak dapat menanamkan pemahaman konsep fisika
yang komprehensif hal ini terlihat dari rata-rata skor hasil tes pemahaman konsep
pemuaian zat yang masih rendah, yaitu hanya mencapai rata-rata sekitar 5,52 dari
skor maksimum 10.Salah satu yang menjadi penyebab mengapa para guru sampai
saat ini masih mempertahankan proses pembelajaran secara verbal adalah akibat
ketiadaan media yang bisa mereka gunakan untuk memodelkan atau memvisualkan
fenomena-fenomena mikroskopis tersebut.
Diperlukan langkah solutif agar tercipta kegiatan pembelajaran yang efektif
dalam mengkonstruksi konsepsi siswa untuk materi-materi yang bersifat
mikroskopis. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan media visualisasi fenomena-fenomena fisika
yang bersifat mikroskopis melalui fasilitas simulasi dan modelling. Pengembangan
media simulasi virtual merupakan salah satu inovasi pembelajaran dalam aspek
media pembelajaran yang menggunakan media komputer.
Berbagai media visualisasi fenomena fisis yang bersifat abstrak dan
mikroskopis yang hingga saat ini telah digunakan untuk kepentingan pembelajaran
fisika, diantaranya; Simulasi tentang hukum gerak newton oleh Savinainen dan
Scotr (2002), Atasoy dan Akdeniz (2007), Spyrtou et al. (2009), Macabebe et al.
(2010), Saglam-Arslan dan Devecioglu (2010). Simulasi tentang Optik oleh Djanett
et al. (2013), dan Kaewkhong et al. (2010). Simulasi tentang thermal expansion
oleh She (2003), simulasi tentang perpindahan panas oleh She (2004b). Simulasi
tentang listrik dan magnet oleh Dega et al. (2013). Simulasi tentang pada perubahan
iklim oleh Miklopoulos dan Natsis (2011), Trundle dan Bell (2010).
Beberapa peneliti telah mempublikasikan hasil-hasil penyelidikannya
terkait penggunaan media virtual dalam pembelajaran fisika yang berorientasi pada
konstrusi dan rekonstruksi konsepsi, diataranya: (1) Hasil penelitian yang dilakukan
mengubah konsepsi peserta didik yang mengalami miskonsepsi melalui
restrukturisasi konsepsi secara mendalam. Selain itu media virtual juga dapat
memberi jalan bernalar ilmiah dalam mempelajari konsep thermal expansion and
heat transver; (2) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jimoyiannis A., Komis B.
V. (2000), dan Finkelstein, N. D. et al. (2005) menunjukkan bahwa penggunaan
media virtual dapat membantu peserta didik dalam membangun konsepsi terkait
kecepatan dan percepatan pada gerak proyektil; (3) Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Atasoy dan Akdeniz (2007) menunjukkan bahwa pengunaan simulasi
komputer pada pembelajaran hukum gerak newton dapat membantu mereduksi
miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik; (4) Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Miklopoulos and Natsis (2011) dan Trundle & Bell (2010) menunjukkan
bahwa penggunaan media simulasi pada materi perubahan iklim dapat
memfasilitasi terjadinya transformasi dalam konstruksi konsepsi di benak peserta
didik; (5) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djanett et al. (2013) dan Kaewkhong
et al. (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan media simulasi dapat
menurunkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi optik; (6) Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dega et al. (2013) menyatakan bahwa pembelajaran
fisika yang menggunakan media simulasi listrik magnet dapat mengubah konsepsi
mahasiswa yang tidak ilmiah menuju konsepsi yang ilmiah; (7) Hasil penelitian
yang dilakukan Zacharia Z. Olympiou dan de Jong (2013) menunjukkan bahwa
penggunaan media simulasi cahaya dan dispersi warna efektif dalam membantu
mahasiswa dalam mengkonstruksi konsepsinya sehingga kemampuan memahami
dapat ditingkatkan; (8) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Srisawasdi dan
Kroothkean (2014) menunjukkan bahwa penggunaan media simulasi virtual pada
konsep gelombang cahaya dapat meningkatkan pemahaman konsep gelombang dan
proses pengubahan konsepsi (Conceptual Change) mahasiswa menuju konsepsi
ilmiah.
Beberapa media virtual terkait materi ajar fisika sebagian telah
dikembangkan di University of Collorado dalam bentuk PhET Simulation yang
dapat diakses dan diunduh secara gratis oleh khalayak umum. PhET Simulation
level sekolah menengah maupun level perguruan tinggi. Meskipun demikian tidak
semua media virtual yang dibutuhkan untuk pembelajaran fisika terkait
fenomena-fenomena abstrak dan mikroskopis tersedia, masih banyak media virtual terkait
materi fisika mikroskopis yang belum dikembangkan, seperti simulasi tentang
pemuaian zat, perubahan wujud zat, simulasi tentang mekanisme kerja baterai
dalam rangkaian listrik, simulasi tentang penghantaran kalor, simulasi tentang
hambatan listrik pada penghantar, simulasi tentang kemagnetan, simulasi tentang
penjalaran gelombang bunyi di udara, simulasi tentang efek Doppler, dan lain-lain.
Diyakini bahwa ketersedian media virtual untuk materi-materi tersebut akan
sangat membantu dalam proses konstruksi konsepsi dalam pembelajaran fisika
khususnya unutuk meteri ajar yang bersifat mikroskopis, oleh karena itu peneliti
tertarik untuk mengembangkan media virtual yang saat ini belum dikembangkan
peneliti lain dengan harapan dapat memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan
kualitas pembelajaran fisika di berbagai level sekolah menengah maupun level
perguruan tinggi melalui penyediaan salah satu perangkat pendukung pembelajaran
fisika yaitu media pembelajaran.
Berdasarkan paparan yang telah dikemukanan di atas, penulis telah
melakukan penelitian dengan judul pengembangan media virtual (MEVIAL)
pemuaian zat dan penggunaannya dalam pembelajaran fisika yang berorientasi
konstruksi konsepsi siswa SMA. Keberhasilan mengembangkan media virtual baru
pada materi fisika bersifat mikroskopis dan gambaran efeknya dalam membantu
kontruks konsepsi, dapat diklaim sebagai unsur kebaruan dari penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan seperti berikut:
“Apakah Media Simulasi Virtual (MEVIAL) yang Dikembangkan Efektif
Digunakan sebagai Alat Bantu dalam Pembelajaran Fisika yang Berorientasi
Konstruksi Konsepsi pada Materi Suhu dan Kalor Subkonsep Pemuaian Zat yang
Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik media simulasi virtual (MEVIAL) yang
dikembangkan untuk pembelajaran fisika ?
2. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep siswa sebagai efek dari
implementasi media simulasi virtual pada pembelajaran fisika materi
pemuaian zat ?
3. Bagaimana konsistensi konsepsi siswa sebagai efek dari implementasi
media simulasi virtual pada pembelajaran fisika materi pemuaian zat ?
4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap media simulasi virtual yang
dikembangkan untuk pembelajaran fisika berorientasi konstruksi konsepsi
ilmiah pada materi pemuaian zat ?
5. Apakah kekuatan dan keterbatasan media simulasi virtual yang
dikembangkan berdasarkan penggunaanya dalam pembelajaran fisika
berorientasi konstruksi konsepsi ilmiah pada materi pemuaian zat ?
C. Batasan Masalah
Agar lingkup masalah yang diteliti lebih fokus, maka dilakukan pembatasan
masalah sebagai berikut:
1. Pengembangan media simulasi virtual materi pemuaian zat pada
pembelajaran fisika materi suhu dan kalor menggunakan program komputer
Macromedia Flash 8.
2. Untuk melihat efek penggunaan media simulasi virtual terhadap
pemahaman konsep pemuaian zat, dalam penelitian ini digunakan tes
pemahaman konsep. Instrumen tes ini berbentuk pilihan ganda yang
mencakup indikator pemahaman (C2), aspek menjelaskan, membandingkan
dan mengintepretasi.
3. Model pembelajaran yang digunakan pada tahap uji implementasi MEVIAL
adalah model pembelajaran konseptual interaktif (ICI) yang merupakan
ini memiliki karakteristik 1).Conceptual focus, 2). Classroom Interaction,
3). Research-based material, dan 4). Use of text.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menghasilkan media simulasi virtual
(MEVIAL) pemuaian zat yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
pembelajaran fisika yang berorientasi kontruksi konsepsi siswa SMA.
Tujuan utama penelitian tersebut dijabarkan dalam tujuan penelitian
khusus yang meliputi:
1. Mendapatkan gambaran tentang karakteristik media simulasi virtual yang
dikembangkan untuk pembelajaran fisika materi pemuaian zat yang bersifat
mikroskopik.
2. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan pemahaman konsep pemuaian
zat sebagai efek implementasi media simulasi virtual dalam pembelajaran
fisika.
3. Mendapatkan gambaran tentang tanggapan siswa terhadap media simulasi
virtual yang dikembangkan untuk pembelajaran fisika yang bersifat
mikroskopik.
4. Mendapatkan gambaran tentang kekuatan dan keterbatasan media simulasi
virtual yang dikembangkan berdasarkan penggunaannya dalam
pembelajaran fisika berorientasi konstruksi konsepsi ilmiah pada materi
pemuaian zat.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Media simulasi virtual yang dikembangkan dapat digunakan secara
langsung oleh pengajar fisika dalam pembelajaran fisika materi pemuaian
2. Manfaat Teoritis
Memperkaya khasanah media simulasi virtual yang dibutuhkan dalam
pembelajaran fisika terutama pembelajaran untuk materi suhu dan kalor
subkonsep pemuaian zat yang bersifat mikroskopik.
F. Definisi Operasional
Untuk memberikan konsep yang sama dalam upaya menghindari kesalahan
penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu
dijelaskan definisi operasionalnya sebagai berikut:
1. Pengembangan didefinisikan sebagai kegiatan yang diawali dengan analisis
kebutuhan, perancangan produk, pembuatan produk, validasi dan uji coba
produk.
2. Media simulasi virtual merupakan salah satu bentuk tiruan/analogi keadaan
nyata ke dalam keadaan buatan melalui program media komputer. Secara
definisi di jelaskan sebagai software hasil penggabungan berbagai media
(teks, gambar, suara dan animasi atau simulasi) menggunakan computer
program macromedia flash 8, yang digunakan untuk memvisualisasikan
konsep fisika yang bersifat mikroskopik untuk membantu siswa dalam
membangun atau mengkonstruksi konsepsi pada materi pemuaian zat yang
bersifat mikroskopik. Pada pembelajaran, media simulasi virtual digunakan
sebagai alat bantu untuk memfasilitasi siswa dalam memahami konsep
fisika yang mikroskopis salah satunya materi pemuain benda, sehingga
siswa mampu melihat secara simulasi bagaimana proses yang terjadi.
3. Pembelajaran berorientasi konstruksi konsepsi merupakan salah satu
kegiatan membangun pemahaman pengetahuan siswa menjadi konsep yang
dapat diterima secara ilmiah. Pembelajaran fisika yang berorientasi
konstruksi konsepsi didefinisikan sebagai proses membangun (penguatan
dan pengubahan) konsepsi fisika siswa dari keadaan awal menuju konsep
ilmiah. Pembelajaran dalam penelitian ini merupakan proses belajar
mengajar yang dilaksanakan guru di dalam kelas. Konstruksi konsepsi
kognitif yang terjadi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu konsep baru. Sementara itu, pembelajaran fisika yang
berorientasi pembentukan konsep dalam penelitian ini mengacu pada
pembelajaran fisika dengan model ICI, yang memiliki tahapan yaitu 1).
tahap Orientasi, guru melakukan pendemostrasian fenomena-fenomena fisis
yang berkaitan dengan pokok bahasan yang akan dipelajari. 2). Tahap
Penanaman konsep, guru mengembangkan gagasan melalui proses berpikir.
3). Tahap penguatan konsep, guru mengembangkan pemahaman siswa. 4).
Tahap pengulangan konsep, guru mengulang konsep yang dipelajari dan
tidak lanjut. Penggunaan model pembelajaran konseptual interaktif
dilakukan pada tahap aplikasi media simulasi virtual yang dikembangkan.
Dalam penelitian ini, media diaplikasikan pada tahap Penanaman konsep
untuk mengkonstruksi konsepsi siswa.
4. Pemahaman konsep siswa merupakan kemampuan siswa dalam memahami
fisika secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Seorang siswa dikatakan telah menguasai konsep
apabila ia mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi
contoh, atau bukan contoh dari konsep, sehingga dengan kemampuan ini ia
bisa membawa suatu konsep dalam bentuk lain. Konstruksi konsepsi siswa
pada konsep pemuaian zat dianalisis dari hasil pre-test dan post-test
menggunakan tes pemahaman konsep pada tahap uji implementasi media
simulasi pemuaian zat
5. Konsistensi konsepsi siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keajegan jawaban siswa dalam menjawab setiap pertanyaan yang
menanyakan konsep yang sama. Konsepsi siswa dapat dikatakan konsisten
jika siswa dapat mengaplikasikannya ke dalam peristiwa atau fenomena
yang berbeda-beda. Konsistensi konsepsi siswa menunjukkan bahwa siswa
telah benar-benar dibangun konsepnya dalam memahami pembelajaran.
Konsistensi konsepsi siswa diidentifikasi dari hasil posttest menggunakan
tes pemahaman konsep pada tahap uji implementasi media simulasi
kedalam tiga tingkat kekonsistenan, yaitu konsisten, cukup konsisten, dan
tidak konsisten.
6. Materi Pemuaian zat yang diteliti dalam penelitian ini merupakan materi
ajar pada topik Suhu dan Kalor yang dipelajari di SMA kelas X pada
semester genap. Materi pemuaian zat yang ditinjau meliputi pemuaian zat