• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK DIMENSI KEADILAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) ANDARINI PRIS K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK DIMENSI KEADILAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) ANDARINI PRIS K"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB

PAJAK BADAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

ANDARINI PRIS K. NIM. C2C006011

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

ii

Nomor Induk Mahasiswa : C2C006011

Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Akuntansi

Judul Skripsi : DAMPAK DIMENSI KEADILAN

PAJAK TERHADAP TINGKAT

KEPATUHAN WAJIB PAJAK

BADAN

Dosen Pembimbing : Endang Kiswara, S.E., M.Si., Akt.

Semarang, 24 Mei 2010

Dosen Pembimbing,

(Endang Kiswara, S.E., M.Si., Akt.)

(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Andarini Pris K.

Nomor Induk Mahasiswa : C2C006011

Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Akuntansi

Judul Skripsi : DAMPAK DIMENSI KEADILAN

PAJAK TERHADAP TINGKAT

KEPATUHAN WAJIB PAJAK

BADAN

Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal………...2010

Tim Penguji :

1. Endang Kiswara, SE, MSi., Akt.

2. Dr. H. Jaka Isgiyarta, MSi., Akt.

3. Herry Laksito, SE, M Ad. Acc., Akt.

(………...……)

(………...……)

(4)

iv

bahwa skripsi dengan judul: DAMPAK DIMENSI KEADILAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendirim dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.

Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang diberikan oleh universitas batal saya terima.

Semarang, 20 Mei 2010

Yang membuat pernyataan,

(5)

v

ABSTRACT

This study aimed to examine the impact of tax fairness dimensions on tax compliance behavior of institutional tax payer. Richardson indentify tax fairness as a multidimensional and national culture issue that impact to tax compliance behavior.

A survey questionnaire was administered to a sample of taxation and accounting staff that represent the institution to manage the tax burden. The impact of tax fairness dimensions (general fairness, exchange with government, self interest, special provisions, and tax rate structures) on tax compliance behavior was assessed by partial least square (PLS) analysis.

The result show that none of tax fairness dimensions is statistically significant. Dimensions of national culture and taxation knowledge explain the different result to the prior study.

(6)

vi

mengungkapkan bahwa keadilan pajak merupakan masalah multidimensional dan masalah budaya nasional yang berdampak pada perilaku kepatuhan pajak.

Penelitian dilakukan dengan metode survei kuesioner pada staf perpajakan dan staf bagian akuntansi yang dianggap mewakili WP Badan dalam pengelolaan pajak di perusahaan. Analisis partial least square (PLS) digunakan untuk mengidentifikasi dimensi keadilan pajak (keadilan umum, pertukaran dengan pemerintah, kepentingan pribadi, ketentuan-ketentuan khusus, dan struktur tarif pajak) yang berpengaruh signifikan pada perilaku kepatuhan pajak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh dimensi keadilan pajak tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap perilaku kepatuhan pajak. Budaya nasional dan tingkat pengetahuan pajak menjelaskan perbedaan hasil penelitian dengan hasil penelitian sebelumnya.

(7)

vii

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul ”PENGARUH DIMENSI KEADILAN PAJAK PADA

PERILAKU KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN”. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada

Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian mengenai dampak dimensi

keadilan pajak pada perilaku kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan

mempertimbangkan diberlakukannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat Undang-Undang No. 7 Tahun 1983.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. M. Chabachib, M.Si., Akt. selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Diponegoro beserta para Pembantu Dekan dan stafnya.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Syafruddin, M.Si., Akt. selaku Ketua Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro beserta staf.

3. Bapak Prof. Dr. H. Arifin, Mcom., Hons., Akt., Ph.D selaku dosen wali.

4. Ibu Endang Kiswara, S.E., M.Si., Akt. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi.

5. Dosen-dosen, staf pengajar, dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas

(8)

viii

Rohman, yang selalu mau direpotkan. Keluargaku Mbak Dian Nurbaity dan

Mas Dwi Afrilianto atas bantuan dan berbagai jawaban-jawaban

pertanyaannya. ”Tim Hore Rakun Family” dan seluruh keluarga besar yang

telah memberikan doa dan dukungannya.

7. Teman-teman terdekatku, Agy Pramunia, Anita Listyani, Eka Febriyanti R,

Winda Frelistiyani, dan Iswatun Khasanah atas semangat dan dukungannya.

8. Teman-teman kost Erlangga Tengah IV/4a yang menjadi pengganti keluarga

dan kawan di tanah rantau.

9. Teman-teman Tim II KKN 2009 Desa Wiru, Kec. Bringin Kab. Semarang,

para perangkat desa, dan warga dusun Kedung Laran yang telah memberikan

pengalaman hidup berharga selama 45 hari.

10.Teman-teman Jurusan Akuntansi Reguler I Fakultas Ekonomi Universitas

Diponegoro angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11.Para responden kuesioner dan pihak-pihak yang telah membantu secara

langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah memberikan balasan berlipat atas semua kebaikan, dukungan,

dan doa yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

(9)

ix

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Mei 2010

(10)

x

HALAMAN JUDUL………..

HALAMAN PERSETUJUAN………....

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN………...

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI……….

Tujuan dan Manfaat Penelitian……….

1

1.4 Sistematika Penulisan………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 8

(11)

xi

2.1.2 Penelitian Terdahulu……… 20

2.2 Kerangka Pemikiran………. 23

2.3 Pengembangan Hipotesis……….. 24

BAB III METODE PENELITIAN……….. 28

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Variabel Penelitian Operasi……….. 28

3.1.1 Variabel Independen……… 28

3.1.1.1 Keadilan Pajak……… 28

3.1.2 Variabel Dependen……….. 29

3.1.2.1 Perilaku Kepatuhan Pajak…………... 29

(12)

xii

Identifikasi Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin……….

Identifikasi Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan……….

Identifikasi Responden Berdasarkan

Pernah/Tidaknya mengisi SPT Pajak…..

Identifikasi Responden Berdasarkan

Perilaku Kepatuhan Pajak………...

Pengujian Outer Model (Measurement

Model)……….

Pengujian Model Struktural (Inner

(13)

xiii

5.3 Saran……… 62

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN-LAMPIRAN………

63

(14)

xiv

Identifikasi Responden Berdasarkan Usia……….

Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……….

Identifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan….

Identifikasi Responden Berdasarkan Pernah/Tidaknya

Mengisi SPT Pajak………

Identifikasi Responden Berdasarkan Perilaku Kepatuhan

Pajak………...

Statistik Deskriptif Perilaku Kepatuhan Pajak………..

Statistik Deskriptif Dimensi Keadilan Umum………...

Statistik Deskriptif Dimensi Timbal Balik dengan

Pemerintah……….………

Statistik Deskriptif Dimensi Kepentingan Pribadi…………

Statistik Deskriptif Dimensi Ketentuan-Ketentuan Khusus..

Statistik Deskriptif Dimensi Struktur Tarif Pajak………….

Hasil Uji Normalitas………..

Outer Loadings.……….………

Outer Loadings Re- Calculate………...

(15)

xv Tabel 4.17

Tabel 4.18

Tabel 4.19

Composite Reliability………

R-square………

Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)………...

53

53

(16)

xvi Gambar 2.2

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Kerangka Pemikiran Penelitian……….

Model Algoritma PLS………...

Model Algoritma PLS (Re-Calculate)………...

24

48

(17)

xvii

Halaman

Lampiran A

Lampiran B

Lampiran C

Lampiran D

Kuesioner Penelitian………..

Statistik Deskriptif…………...………..

Hasil Uji Normalitas………..

Hasil PLS………...

65

71

73

(18)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk

membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam

Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak

merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan

penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Direktorat

Jenderal (Ditjen) Pajak sebagai instansi pemerintahan di bawah Departemen

Keuangan sebagi pengelola sistem perpajakan di Indonesia berusaha

meningkatkan penerimaan pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem

perpajakan yang lebih modern.

Pajak bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan kehidupan ekonomi

dan sosial sehingga menuntut adanya perbaikan baik secara sistemik maupun

operasional. Perbaikan sistem perpajakan berupa penyempurnaan kebijakan dan

sistem administrasi perpajakan diharapkan dapat mengoptimalkan potensi

perpajakan yang tersedia dengan menjunjung asas keadilan sosial. Salah satu

upaya perbaikan sistem perpajakan di Indonesia adalah dengan disahkannya

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

(19)

mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009. Terdapat lima perubahan penting dalam

peraturan pajak penghasilan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 yang diantaranya (1) perubahan penghasilan tidak kena pajak; (2)

insentif bagi sumbangan wajib keagamaan; (3) insentif bagi perusahaan terbuka di

bursa efek; (4) insentif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah berupa potongan

tariff hingga 50%; serta (5) beberapa poin penerimaan negara bukan pajak

(PNBP) yang dapat menjadi objek pajak.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentunya akan

menimbulkan reaksi yang beragam dari masyarakat, terutama yang terdaftar

sebagai Wajib Pajak, baik Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) maupun Wajib

Pajak Badan (WP Badan). Salah satu bentuk reaksi masyarakat dapat dilihat dari

perilaku kepatuhan pajak. Perilaku kepatuhan pajak menjadi sesuatu yang sangat

penting karena pada saat yang bersamaan akan timbul upaya penghindaran pajak

(tax evasion) yang berdampak pada besarnya penerimaan negara dari pajak.

Menurut Jackson dan Milliron (dalam Richardson, 2006), salah satu variabel

nonekonomi kunci dari perilaku kepatuhan pajak adalah dimensi keadilan pajak.

Menurur Vogel, Spicer, dan Becker (dalam Richardson, 2006) pembayar pajak

cenderung untuk menghindari membayar pajak jika mereka menganggap sistem

pajak tidak adil. Hal tersebut menunjukkan pentingnya dimensi keadilan pajak

sebagai variabel yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pembayar pajak.

Penelitian-peneltian sebelumnya mengenai pengaruh dimensi keadilan pajak

terhadap perilaku kepatuhan menunjukkan ketidakkonsistenan hasil penelitian.

(20)

dikutip Richardson (2006), menyatakan bahwa alasan utama ketidakkonsistenan

ini adalah sifat multidimensi dari keadilan pajak sebagai variabel kepatuhan pajak.

Christensen dkk. (dalam Azmi dan Perumal, 2008) menyatakan bahwa keadilan

sulit didefinisikan karena empat masalah utama: (1) merupakan masalah

dimensional, (2) dapat didefinisikan pada tingkat individu maupun pada

mayarakat luas, (3) keadilan terkait dengan kompleksitas, dan (4) kurangnya

keadilan dapat menjadikan pertimbangan atau menyebabkan ketidakpatuhan.

Penelitian-penelitian mengenai dampak dimensi keadilan terhadap tingkat

kepatuhan pajak pada umumnya banyak dilakukan di negara-negara barat, seperti

Amerika Serikat dan Australia namun hanya sedikit yang dilakukan di

negara-negara Asia, seperti Hong Kong dan Malaysia. Penelitian-penelitian tersebut

umumnya meneliti persepsi individu atas keadilan sistem perpajakan yang

mempengaruhi perilaku keadilan pajak dalam konteks budaya Hofstede. Konteks

budaya Hofstede, seperti kolektivisme/individualisme dan jarak kekuasaan, akan

membentuk pola kecenderungan masyarakat untuk berpikir dan bertindak.

Konteks budaya Hofstede lebih relevan untuk membandingkan budaya antar

negara daripada untuk membandingkan budaya organisasi atau kelompok dalam

suatu negara.

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk meneliti

dan menganalisa pengaruh dimensi keadilan pajak terhadap tingkat kepatuhan

Wajip Pajak di Indonesia dengan perspektif WP Badan. Penelitian dan analisa ini

(21)

KEADILAN PAJAK TERHADAP PERILAKU KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN”.

Sesuai dengan judulnya, penelitian ini akan menganalisis dampak dimensi

keadilan pajak terhadap perilaku kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Tingkat

kepatuhan wajib pajak yang dimaksud dalam penelitian ini terkait dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

dengan mengambil sudut pandang Wajib Pajak Badan.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah kepatuhan pajak merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh

negara di dunia. Penelitian mengenai dampak dimensi keadilan pajak pada

perilaku kepatuhan telah banyak dilakukan di negara-negara barat, namun masih

sedikit sekali penelitian yang dilakukan di Asia. Selain itu, penelitian-penelitian

tersebut pada umumnya dilakukan pada pembayar pajak individu yang kurang

mewakili persepsi keadilan pajak dari sudut pandang perusahaan Berdasarkan

latar belakang dan beberapa alasan tersebut, pokok permasalahan dari penelitian

ini adalah:

1. Apakah tingkat keadilan secara umum (general fairness) sebagai salah

satu dimensi keadilan pajak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan

(22)

2. Apakah timbal balik yang diterima pemerintah (exchanges with

government) sebagai salah satu dimensi keadilan pajak berpengaruh

terhadap perilaku kepatuhan WP Badan di Indonesia?

3. Apakah kepentingan pribadi (self interest) sebagai salah satu dimensi

keadilan pajak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan WP Badan di

Indonesia?

4. Apakah ketentuan-ketentuan yang diberlakukan secara khusus (special

provisions) sebagai salah satu dimensi keadilan pajak berpengaruh

terhadap perilaku kepatuhan WP Badan di Indonesia?

5. Apakah struktur tarif pajak (tax rate structures) sebagai salah satu

dimensi keadilan pajak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan WP

Badan di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat keadilan secara umum (general

fairness) sebagai salah satu dimensi keadilan pajak terhadap perilaku

kepatuhan WP Badan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh timbal balik yang diterima pemerintah

(exchanges with government) sebagai salah satu dimensi keadilan pajak

(23)

3. Untuk mengetahui pengaruh kepentingan pribadi (self interest) sebagai

salah satu dimensi keadilan pajak terhadap perilaku kepatuhan WP

Badan di Indonesia.

4. Untuk mengetahui pengaruh ketentuan-ketentuan yang diberlakukan

secara khusus (special provisions) sebagai salah satu dimensi keadilan

pajak terhadap perilaku kepatuhan WP Badan di Indonesia.

5. Untuk mengetahui pengaruh struktur tarif pajak (tax rate structures)

sebagai salah satu dimensi keadilan pajak terhadap perilaku kepatuhan

WP Badan di Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai tambahan literatur penelitian mengenai pengaruh dimensi

pengendalian pajak terhadap perilaku kepatuhan pajak.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas

sistem perpajakan di Indonesia.

3. Sebagai informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan.

1.4 Sistematika Penulisan

(24)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab Tinjauan Pustaka berisi tentang landasan teori, penelitian

terdahulu, kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab Metode Penelitian berisi tentang variabel penelitian dan

variabel penelitian operasi, populasi dan sampel, jenis dan sumber

data, metode pengumpulan data, serta metode analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Bab Hasil Penelitian dan Analisis berisi tentang deskripsi objek

penelitian, analisis data, dan intepretasi hasil.

BAB V : PENUTUP

Bab Penutup berisi tentang kesimpulan hasil penelitian,

(25)

8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Landasan Teori

2.1.1.1 Keadilan Pajak

Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1) sama berat,

tidak berat sebelah, tidak memihak; (2) berpihak kepada yang benar, berpegang

pada kebenaran; dan (3) sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Sedangkan keadilan

adalah sifat (perbuatan atau perlakuan) yg adil. Jadi dapat disimpulkan bahwa

keadilan pajak adalah sifat (perbuatan atau perlakuan) yang tidak

sewenang-wenang atau tidak berat sebelah atas sistem perpajakan yang berlaku.

Persepsi masyarakat mengenai keadilan sistem perpajakan yang berlaku

di suatu sangat mempengaruhi pelaksanaan perpajakan yang baik di negara

tersebut. Persepsi masyarakat ini akan mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak

dan perilaku penghindaran pajak (tax evasion). Masyarakat akan cenderung tidak

patuh dan menghindari kewajiban pajak jika merasa sistem pajak yang berlaku

tidak adil.

Penelitian yang menghubungkan dimensi keadilan pajak dan tingkat

kepatuhan pajak oleh Jackson dan Milliron (1986) serta Richardson dan Sawyer

(2001), dalam Richardson (2006), menunjukkan pentingnya pajak melekat pada

keadilan sebagai sebuah variabel yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan

(26)

variabel nonekonomi kunci yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pajak. Namun,

Richardson (2006) menemukan bahwa hasil dari penelitian-penelitian mengenai

pengaruh dimensi keadilan pajak terhadap tingkat kepatuhan pajak ini tidak

konsisten. Salah satu alasan utama ketidakkonsistenan hasil ini adalah sifat

multidimensional dari keadilan pajak sebagai variabel kepatuhan pajak yang juga

dipengaruhi budaya nasional Hofstede.

Christensen dkk. (dalam Azmi dan Perumal, 2008) menyatakan bahwa

persepsi keadilan sulit didefinisikan karena empat masalah utama: (1) merupakan

masalah dimensional, (2) dapat didefinisikan pada tingkat individu maupun pada

mayarakat luas, (3) keadilan terkait dengan kompleksitas, dan (4) kurangnya

keadilan dapat menjadikan pertimbangan atau menyebabkan ketidakpatuhan.

Gerbing (1988), dalam Richardson (2006), melakukan analisis faktor atas

survei yang dilakukan pada 225 individu pembayar pajak di Amerika dan

mengidentifikasi lima dimensi keadilan pajak, yaitu:

(a) Keadilan Umum dan Distribusi Beban Pajak (General Fairness and

Distribution of the Tax Burden).

(b) Timbal balik Pemerintah (Exchange with Government). Dimensi ini

berhubungan dengan manfaat yang diterima dari pemerintah sebagai imbalan

atas pajak penghasilan yang dibayar.

(c) Sikap Perpajakan dari Orang Kaya (Attittude Towards Taxation of the

Wealthy). Dimensi ini berhubungan dengan pembayar pajak kaya tidak

membayar dari pajak penghasilan secara adil dan adanya ketentuan-ketentuan

(27)

(d) Struktur Tarif Pajak yang dipilih (Preferred Tax Rate Structure). Dimensi ini

berhubungan dengan struktur tarif pajak yang disukai (misalnya struktur tarif

pajak progresif vs struktur tarif pajak flat/proporsional); dan

(e) Kepentingan Pribadi (Self-Interest). Dimensi ini berkaitan dengan jumlah

pajak yang dibayar secara pribadi terlalu tinggi dan dibandingkan dengan

orang lain.

Richardson (2006) melakukan penelitian mengenai dimensi keadilan

pajak sebagai variabel kepatuhan pajak di Hongkong. Richardson (2006) meneliti

apakah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Gerbing (1988) akan

mempengaruhi tingkat kepatuhan di Hong Kong yang memiliki budaya yang

berbeda dengan Amerika Serikat. Richardson (2006) dalam penelitiannya juga

menambahkan satu dimensi baru yaitu, middle income earners tax share/burden.

Penambahan dimensi keadilan ini disesuaikan dengan budaya dan sistem

perpajakan yang berlaku di Hong Kong.

Azmi dan Perumal (2008) meneliti pengaruh dimensi keadilan pajak

terhadap perilaku kepatuhan pajak di Malaysia. Penelitian ini juga

mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Gerbing (1988). Hasil analisis

faktor yang dilakukan terhadap dimensi-dimensi keadilan pajak ini dapat

diketahui bahwa terdapat tiga dimensi keadilan pajak yang berpengaruh

signifikan, yaitu keadilan umum (general fairness), struktur pajak (tax structure),

dan kepentingan pribadi (self interest). Perbedaan hasil ini dipengaruhi dengan

adanya perbedaan pendidikan atau pengetahuan atas perpajakan dan kultur budaya

(28)

2.1.1.2 Tingkat Kepatuhan Pajak

Pajak menurut Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan

definisinya, ciri-ciri pajak antara lain: (1) pajak dipungut berdasarkan

undang-undang, (2) Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan)

yang dapat ditunjukkan secara langsung, (3) Pemungutan pajak diperuntukkan

bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi

pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan, (4) Pemungutan pajak dapat

dipaksakan, (5) Berfungsi mengisi anggaran (budgeter) dan sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam bidang ekonomi dan sosial

(regulasi).

Lembaga pengelola pajak di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak

(Ditjen Pajak atau DJP) yang bernaung di bawah Departemen Keuangan.

Undang-undang terbaru yang mengatur sistem perpajakan di Indonesia, antara lain

Undang No 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut

(29)

kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan

pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003

tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila

memenuhi semua syarat sebagai berikut:

a) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2

(dua) tahun terakhir;

b) Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari

3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;

c) SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu

penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;

d) Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak:

1) kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajak;

2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan

untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;

e) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan

f) Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan

(30)

pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang

pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit

harus:

1) disusun dalam bentuk panjang (long form report);

2) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

g) kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran

pajak;

h) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan

untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;

Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan

publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3

bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk dapat ditetapkan sebagai WP Patuh

sepanjang memenuhi syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat:

a) Dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan

b) Apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan

Pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang

tidak lebih dari 10%.

2.1.1.3 Reformasi Perpajakan

Pajak bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan kehidupan ekonomi

dan sosial. Berbagai perbaikan atas sistem perpajakan dilakukan dalam rangka

(31)

Perbaikan sistem perpajakan berupa penyempurnaan kebijakan dan sistem

administrasi perpajakan diharapkan dapat mengoptimalkan potensi perpajakan

yang tersedia dengan menjunjung asas keadilan sosial.

Perubahan mendasar dalam setiap aspek perpajakan dapat disebut

sebagai reformasi perpajakan. Menurut Pandiangan (dalam Sofyan, 2006),

reformasi perpajakan, yang meliputi: (1) formulasi kebijakan dalam bentuk

peraturan, dan (2) pelaksanaan dari peraturan, umumnya diarahkan untuk dapat

mencapai beberapa sasaran. Pertama, menghasilkan penerimaan dalam jumlah

yang cukup, stabil, fleksibel dan berkelanjutan. Kedua, mengurangi beban

inefisiensi dan pembebanan berlebihan (excess burden). Ketiga, meringankan

beban kelompok kurang mampu dengan mendesain struktur pajak yang lebih adil.

Dan keempat, memperkuat administrasi perpajakan dan meminimalisasi biaya

administrasi dan kepatuhan.

Salah satu bentuk reformasi perpajakan di Indonesia adalah dengan

disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan

keempat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ini disahkan pada tanggal 23 September

2008 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009. Pokok pikiran yang terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat

Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan antara lain:

(1) Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh)

Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh

(32)

daya saing dalam negeri, mengurangi beban pajak, dan dapat meningkatkan

kepatuhan Wajib Pajak (WP).

(a) Tarif tertinggi PPh WP Orang Pribadi sebesar 35% diturunkan menjadi

30% dan lapisan tarif disederhanakan dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan

namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak

(income bracket).

(b) Tarif PPh WP Badan diubah menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan

25% di tahun 2010. Bagi WP Badan yang telah go public, diberikan

pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40%

saham dimiliki oleh sedikitnya 300 pemegang saham.

(c) Bagi WP Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berbentuk

badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal

terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar.

(2) Pembebasan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri atas WP yang telah

memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

(3) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi

ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan

untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta

menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga.

(4) Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang

tidak memiliki NPWP.

(a) Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21

(33)

tarif normal.

(b) Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23

yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari

tarif normal.

(c) Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai

NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.

(5) Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

(a) Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan

infrastruktur sosial.

(b) Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan

pengembangan yang dilakukan di Indonesia.

(c) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang

sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.

(6) Pengecualian dari objek PPh

(a) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan

pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu

4 tahun tidak dikenai pajak.

(b) Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak

dikenai pajak.

(c) Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan

(34)

2.1.1.4 Teori Budaya Nasional

Hofstede (1980) mendefinisikan budaya sebagai pemrograman pola pikir

yang secara kolektif membedakan anggota suatu kelompok atau kategori dengan

anggota kelompok lainnya, yang mengacu pada pola pikir (thingking), perasaan

(feeling), dan tindakan (action). Kelompok atau kategori yang dimaksud dapat

merujuk pada negara, daerah atau regional di dalam suatu negara (within-nations)

atau di seluruh negara (across-nations), suku bangsa atau etnis, agama, pekerjaan,

organisasi, atau jenis kelamin. Definisi budaya yang lebih sederhana adalah aturan

tidak tertulis dari permainan sosial.

Berdasarkan analisis faktor yang dilakukan hampir di seluruh negara di

dunia, termasuk Indonesia, Hofstede (1980) mengelompokkan budaya nasional

menjadi lima dimensi utama, yaitu:

1. Jarak Kekuasaan (Power Distance)

Jarak kekuasaan menunjukkan sejauh mana anggota, yang

kekuatannya lemah, organisasi dan lembaga (seperti keluarga) dapat menerima

dan mengharapkan bahwa kekuasaan didistribusikan secara tidak merata.

Dimensi ini menggambarkan konsekuensi dari ketidakseimbangan kekuasaan

dan hubungan otoritas (wewenang) dalam suatu organisasi atau lembaga.

2. Penghindaran Ketidakpastian (Uncertainty Avoidance)

Dimensi penghindaran ketidakpastian menunjukkan sifat anggota

organisasi atau masyarakat dalam menghadapi lingkungan budaya yang tidak

terstruktur, tidak jelas, dan tidak dapat diramalkan. Ketidakpastian dalam

(35)

organisasi. Anggota organisasi atau masyarakat dapat melakukan

penghindaran ketidakpastian ini dengan menggunakan teknologi, hukum, dan

agama.

3. Individualisme vs Kolektivisme (Individualism vs Collectivism)

Individualisme/kolektivisme menggambarkan hubungan antar individu

pada suatu kelompok, organisasi, ataupun masyarakat. Dimensi ini juga

menunjukkan cara pandang individu dalam mengutamakan kepentingan

pribadi atau kepentingan bersama. Dalam masyarakat yang kolektif,

ketergantungan emosional antar anggota masyarakat akan lebih besar

dibandingkan dengan masyarakat individualis yang lebih mementingkan

kebebasan diri.

4. Maskulinitas vs Femininitas (Masculinity vs Femininity)

Maskulinitas/femininitas merupakan dimensi budaya nasional yang

menunjukkan bahwa tiap masyarakat terdapat peran yang berbeda-beda

tergantung jenis anggotanya. Nilai yang dominan pada masyarakat maskulin

adalah kinerja, prestasi dan keberhasilan materialitas. Hal ini berbeda pada

masyarakat feminin dimana hubungan antar manusia, kepedulian pada sesama

dan kualitas hidup yang lebih mendominasi.

5. Orientasi Jangka Panjang vs Jangka Pendek (Long/Short Term Orientation)

Dimensi orientasi jangka panjang/pendek didefinisikan sebagai

gambaran masa yang akan datang yang berorientasi pada penghargaan

(reward) dan hukuman (punishment). Pada masyarakat yang berorientasi

(36)

ketekunan, dan rasa malu yang tinggi. Sebaliknya pada masyarakat yang

berorientasi jangka pendek, nilai yang mendominasi adalah penghargaan atas

tradisi dan pemenuhan kewajiban sosial.

Gambar 2.1

Peringkat Dimensi Budaya Indonesia

Sumber: www.geerthofstede.com

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peringkat dimensi

jarak kekuasaan (power distances/PDI) dan penghindaran ketidakpastian

(uncertainty avoidance/UAI) yang mendominasi, yaitu peringkat 78 dan 48.

Tingginya peringkat dimensi jarak kekuasaan ini mengindikasikan tingginya

ketidakseimbangan kekuasaan dan kekayaan dalam masyarakat.

Ketidakseimbangan ini diterima oleh masyarakat sebagai bagian dari budaya

Indonesia. Dimensi penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidances/UAI)

menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat toleransi penghindaran

ketidakpastian yang rendah, yaitu masyarakat tidak siap menerima perubahan dan

tingkat resiko yang tinggi. Upaya penghindaran ketidakpastian ini ditunjukkan

(37)

diadopsi dan diimplementasikan. Kombinasi dari kedua dimensi tersebut

menciptakan masyarakat yang berorientasi pada hukum, peraturan, dan

pengawasan untuk menghindari ketidakpastian, sementara ketidaksetaraan

kekuasaan dan kekayaan tumbuh di masyarakat yang ditunjukkan dengan

kecenderungan mengikuti sistem kasta.

2.1.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menjadi acuan utama dalam penyusunan usulan penelitian

ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Richardson (2006) dengan judul “The

Impact of Tax Fairness Dimensions on Tax Compliance Behaviour in an Asian

Juridiction: The Case of Hong Kong.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menyelidiki dampak dimensi keadilan pajak pada perilaku kepatuhan pajak di

Hong Kong yang kemudian akan dibandingkan dengan hasil penelitian yang

dilakukan di Amerika Serikat untuk mempertimbangkan setiap kesamaan atau

perbedaan perilaku kepatuhan pajak lintas-budaya.

Penelitian Richardson (2006) dilakukan dengan survey kuesioner yang

dilakukan pada 302 mahasiswa pascasarjana jurusan bisnis di dua universitas di

Hong Kong. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dimensi-dimensi keadilan

pajak yang terkait dengan General Fairness, Exchange with Government, dan

middle income earners tax share/burden memiliki hubungan positif yang

signifikan dengan perilaku kepatuhan pajak di Hong Kong. Namun,

dimensi-dimensi keadilan pajak lainnya, seperti Self Interest, Tax Rate Structure, dan

(38)

signifikan. Hasil temuan Richardson (2006) ini tidak konsisten dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan di Amerika Serikat.

Penelitian yang dilakukan oleh Azmi dan Perumal (2008) merupakan

penelitian yang mereplikasi penelitian Richardson (2006) dengan menggunakan

Malaysia sebagai tempat penelitiannya. Berdasarkan hasil analisis faktor, Azmi

dan Perumal (2008) menemukan bahwa hanya tiga dimensi keadilan pajak, yaitu

General Fairness, Tax Structure, dan Self Interest yang memiliki hubungan positif

signifikan terhadap perilaku kepatuhan pajak. Hal ini dikarenakan orang-orang

Malaysia menganggap bahwa dimensi Exchange with Government bukanlah

bagian yang terpisah dari dimensi General Fairness dan dimensi Tax Rate tidak

terpisah dari dimensi Special Privileges for the Wealthy. Penelitian ini dilakukan

dengan survey kuesioner terhadap 309 pembayar pajak.

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh dimensi keadilan pajak

terhadap tingkat kepatuhan pajak dapat diringkas sebagai berikut.

Tabel 2.1

Variabel Hasil Penelitian Richardson (2006) Penelitian

(39)

timbal balik pemerintah

(exchange with the government),

(40)

pemerintah (general fairness), struktur tarif pajak (general fairness), struktur pajak (tax rate structures), dan kepentingan pribadi (self interest).

Sumber: Penelitian terdahulu yang diolah

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan telaah pustaka yang telah dipaparkan, peneliti menggambarkan

hubungan antara dimensi keadilan pajak, keadilan pajak dan perilaku kepatuhan

(41)

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran Penelitian

2.3 Pengembangan Hipotesis

Menurut Jackson dan Milliron (1986), dalam Richardson (2006), dimensi

keadilan pajak merupakan variabel nonekonomi kunci yang mempengaruhi

perilaku kepatuhan pajak. Namun pengaruh dari dimensi keadilan pajak pada

perilaku kepatuhan pajak ini berbeda pada setiap penelitian. Christesen (1994),

dalam Azmi dan Perumal (2008), mengungkapkan empat masalah utama yang

menyebabkan perbedaan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu

Keadilan Pajak (Tax Fairness)

Perilaku Kepatuhan Pajak (Tax Compliance

Behavior)

Variabel Dummy (1,0) Struktur Tarif Pajak

(Tax Rate Structure) 4 Indikator

Kepentingan Pribadi (Self Interest)

3 Indikator Timbal Balik Pemerintah (Exchange with Government)

3 Indikator Keadilan Umum (General Fairness)

5 Indikator

Ketentuan-ketentuan Khusus (Special Provisions)

(42)

keadilan pajak (1) merupakan masalah dimensional, (2) dapat didefinisikan pada

tingkat individu maupun pada mayarakat luas, (3) keadilan terkait dengan

kompleksitas, dan (4) kurangnya keadilan dapat menjadikan pertimbangan atau

menyebabkan ketidakpatuhan. Selain keempat masalah tersebut, tidak dapat

dihindari adanya pengaruh demografis yang mempengaruhi budaya masyarakat.

Hasil penelitian di Hong Kong oleh Richardson (2006) menunjukkan beberapa

hasil yang berbeda dengan penelitian Gerbing (1988) yang menunjukkan bahwa

kependudukan kolonial Inggris tidak mempengaruhi persepsi keadilan pajak

masyarakat Hong Kong atau adanya budaya yang berbeda telah mengurangi

pengaruh kolonial Inggris.

Azmi dan Perumal (2008) mengidentifikasi lima dimensi keadilan pajak

yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak, yaitu:

1. Keadilan Umum (General Fairness). Dimensi ini terkait dengan keadilan

menyeluruh atas sistem perpajakan dan distribusi pajak.

2. Timbal balik Pemerintah (Exchange with Government). Dimensi ini terkait

dengan timbal balik yang secara tidak langsung diberikan pemerintah atas

pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak.

3. Kepentingan Pribadi (Self-Interest). Dimensi ini terkait dengan apakah jumlah

pajak yang dibayarkan Wajib Pajak secara pribadi terlalu tinggi dan jika

dibandingkan dengan Wajib Pajak lainnya.

4. Ketentuan-ketentuan khusus (Special Provisions). Dimensi ini terkait

ketentuan-ketentuan khusus yang diberikan kepada Wajib Pajak tertentu,

(43)

UMKM. Dimensi ini merupakan penyederhanaan dua dimensi yang telah

diidentifikasi oleh Richardson (2006), yaitu Attittude Towards Taxation of the

Wealthy dan middle income earners tax share/burden.

5. Struktur Tarif Pajak (Tax Rate Structure). Dimensi ini terkait dengan struktur

tarif pajak yang disukai (misalnya struktur tarif pajak progresif vs struktur tarif

pajak flat/proporsional).

Berdasarkan pengelompokkan budaya nasional Hofstede, Indonesia

diidentifikasikan sebagai negara yang memiliki peringkat dimensi jarak kekuasaan

yang tinggi dan peringkat dimensi penghindaran ketidakpastian yang rendah.

Kombinasi dari kedua dimensi tersebut menciptakan masyarakat yang berorientasi

pada hukum, peraturan, dan pengawasan untuk menghindari ketidakpastian,

sementara ketidaksetaraan kekuasaan dan kekayaan tumbuh di masyarakat yang

ditunjukkan dengan kecenderungan mengikuti sistem kasta. Orientasi masyarakat

pada hukum menunjukkan bahwa setiap perubahan undang-undang secara tidak

langsung akan menciptakan berbagai persepsi masyarakat atas perubahan tersebut.

Persepsi ini tentunya akan mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam

merespon perubahan. Oleh karena itu, penelitian ini mempertimbangkan disahkan

undang-undang perpajakan yang baru, yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2008

tentang Perubahan Keempat Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan yang mulai berlaku per tanggal 1 Januari 2009. Salah satu perubahan

atas undang-undang perpajakan yang dirasa akan sangat mempengaruhi perilaku

kepatuhan pajak adalah perubahan struktur tarif pajak menjadi tarif flat bagi WP

(44)

Berdasarkan landasan teori, kerangka pemikiran, dan uraian di atas, maka

hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0&Ha: Keadilan pajak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib

(45)

28

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Variabel Penelitian Operasi 3.1.1 Variabel Independen

3.1.1.1 Keadilan Pajak

Variabel independen dari penelitian ini adalah keadilan pajak. Penelitian

ini menggunakan lima dimensi keadilan pajak yang digunakan dalam penelitian

Azmi dan Perumal (2008), yaitu:

1. Keadilan Umum/General Fairness (GENF)

Dimensi keadilan umum terkait dengan keadilan menyeluruh atas sistem

perpajakan dan distribusi pajak.

2. Timbal Balik dengan Pemerintah/Exchange with Government (EXCH)

Dimensi ini terkait dengan timbal balik yang secara tidak langsung diberikan

pemerintah atas pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak.

3. Kepentingan Pribadi/Self-Interest (SELF)

Dimensi ini terkait dengan apakah jumlah pajak yang dibayarkan Wajib Pajak

secara pribadi terlalu tinggi dan jika dibandingkan dengan Wajib Pajak

lainnya.

4. Ketentuan-ketentuan khusus/Special Provisions (SPEC)

Dimensi ini terkait ketentuan-ketentuan khusus yang diberikan kepada Wajib

Pajak tertentu, misalnya insentif pengurangan tarif untuk perusahaan go public

(46)

telah diidentifikasi oleh Richardson (2006), yaitu Attittude Towards Taxation

of the Wealthy dan middle income earners tax share/burden.

5. Struktur Tarif Pajak/Tax Rate Structure (TRATE)

Dimensi ini terkait dengan struktur tarif pajak yang disukai (misalnya struktur

tarif pajak progresif vs struktur tarif pajak flat/proporsional).

Variabel keadilan pajak diukur dengan menggunakan skala ordinal, yaitu

responden diminta menjawab kuesioner yang jawabannya diukur menggunakan

skala likert 1 sampai 5.

3.1.2 Variabel Dependen

3.1.2.1 Perilaku Kepatuhan Pajak

Variabel dependen dari penelitian ini adalah perilaku kepatuhan pajak

(TCOMP). Pengelompokkan perilaku kepatuhan pajak ini menggunakan dua

kriteria kepatuhan, yaitu (1) tidak pernah mengalami keterlambatan membayar

dan melapor pajak dalam 2 tahun terakhir dan (2) tidak pernah dikenakan

sanksi/denda dalam 2 tahun terakhir.

Variabel dependen penelitian ini diukur dengan menggunakan skala

nominal, yaitu ketika salah satu atau kedua kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka

Wajib Pajak diasumsikan tidak patuh sehingga diberi nilai 0. Sebaliknya, jika

seluruh kriteria tersebut terpenuhi Wajib Pajak dianggap patuh dan diberi nilai 1.

Penjelasan terperinci mengenai definisi operasional variabel dapat dilihat

(47)

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

Variabel Dimensi Indikator Skala

Pengukuran

(48)

(EXCH3). 3. Wajib Pajak yang

(49)

5. Pengurangan tarif

3. Tarif pajak yang adil harus sama untuk

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar di Indonesia.

Wajib Pajak terdaftar ditandai dengan kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP). Wajib Pajak di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yaitu Wajib Pajak

Orang Pribadi (WP OP) dan Wajib Pajak Badan (WP Badan).

Sampel dalam penelitian ini adalah WP Badan. WP Badan dapat berupa

Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Komanditer (CV), yayasan, ataupun

(50)

staf akuntansi dan perpajakan. Pemilihan WP Badan sebagai sampel penelitian ini

didasari oleh beberapa alasan sebagai berikut:

1. Kesadaran WP Badan akan pentingnya perpajakan lebih besar dari pada

WP OP. Pengelolan pajak internal WP Badan umumnya lebih terorganisir

dengan adanya staf akuntansi maupun perpajakan. Di Indonesia, peraturan

yang mengatur perusahaan untuk melakukan pemotongan dan pemungutan

pajak penghasilan tenaga kerja menjadikan banyak perusahaan atau badan

(WP Badan) turut mengelola pajak dari tenaga kerjanya (WP OP). Kondisi

tersebut secara tidak langsung menjadikan kesadaran WP OP akan

perpajakan di Indonesia kecil.

2. WP Badan lebih memperhatikan berbagai isu mengenai perpajakan, seperti

undang-undang, peraturan-peraturan dan tarif pajak, dibandingkan dengan

WP OP.

3. WP Badan umumnya diwakili oleh staf akuntansi atau staf perpajakan

yang khusus mengelola pajak, sehingga diharapkan memiliki pengetahuan

mengenai kondisi perpajakan di Indonesia cukup atau lebih baik daripada

WP OP.

Sampel di ambil dengan menggunakan metode acak (random sampling)

sehingga setiap anggota populasi memiliki probabilitas yang sama untuk dipilih

(51)

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer berupa

kuesioner yang diisi oleh sampel yang dipilih secara acak. Pengisian kuesioner

dilakukan oleh staf akuntansi atau staf perpajakan.yang mewakili Wajib Pajak

Badan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan survei kuesioner terhadap Wajib

Pajak Badan. Survei kuesioner yang diberikan merupakan modifikasi dari

kuesioner yang digunakan pada penelitian Azmi dan Perumal (2008). Kuesioner

terdiri atas 20 pertanyaan yang mewakili 5 dimensi keadilan pajak dengan

menggunakan skala likert interval 1 sampai 5. Pada 15 pertanyaan awal, diukur

dengan interval 1-sangat tidak setuju sampai 5-sangat setuju. Sedangkan 5

pertanyaan berikutnya, diukur dengan interval 1-sangat setuju sampai 5-sangat

tidak setuju.

3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Statistik yang digunakan

dalam penelitian ini, antara lain nilai minimum, maksimum, nilai rata-rata (mean),

(52)

3.5.2 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model pengujian,

variabel pengganggu (residual) terdistribusi normal. Salah satu alat uji statistik

yang digunakan dalam menguji normalitas residual adalah uji statistik

non-parametrik Kolmogorov-Smirnov. Data dapat dikatakan terdistribusi normal

apabila nilai absolute (D) dan Kolmogorov-Smirnov Z lebih dari 0,05 (5%).

3.5.3 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian Partial Least Square

(PLS). PLS merupakan factor indeterminacy matode analisis yang powerful

karena tidak mengasumsikan data harus menggunakan skala pengukuran tertentu

dan jumlah sampel yang kecil. Pendekatan PLS lebih cocok digunakan untuk

tujuan prediksi (Wold, 1982). PLS dapat dianggap sebagai model alternatif dari

covariance based SEM. Dengan pendekatan PLS, diasumsikan bahwa semua

ukuran variance digunakan untuk penjelasan. PLS digunakan untuk causal

predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori

yang rendah.

Pendekatan PLS digunakan sebagai alat pengukuran dengan pertimbangan

bahwa skala pengukuran untuk variabel terikat dan variabel bebas yang digunakan

dalam penelitian merupakan skala nominal dan skala ordinal sehingga bersifat non

parametrik. Berbeda dengan SEM yang digunakan pada penelitian yang

menggunakan skala interval, PLS merupakan alat ukur yang dapat digunakan

(53)

Pertimbangan lain dalam penggunaan PLS sebagai alat pengukuran adalah

bahwa indikator-indikator yang membentuk konstruk-konstruk dalam penelitian

ini bersifat refleksif. Model refleksif mengasumsikan bahwa variabel laten

mempengaruhi indikator yang arah hubungan kausalitasnya dari konstruk ke

indikaor atau manifest. Model indikator refleksif dikembangkan berdasarkan pada

classical test theory yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran

merupakan fungsi dari skor sesungguhnya ditambah error. Model indikator

refleksif harus memiliki internal konsistensi karena semua ukuran indikator

diasumsikan valid dan dua ukuran indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling

dipertukarkan. Ketika reliabilitas suatu konstruk akan rendah jika hanya sedikit

indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika salah satu indikator

dihilangkan (Ghozali, 2008).

Langkah analisis yang digunakan dalam pendekatan PLS antara lain:

1. Pengujian Outer Model

Outer model (outer relation atau measurement model) mendefinisikan

bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya.

Model pengukuran atau outer model dengan indikator-indikator refleksif

dievaluasi dengan covergent dan discriminant validity dari indikatornya

dan composite reliability untuk block indicator.

a. Convergent validity dapat dinilai berdasarkan korelasi antara nilai

komponen/indikator dengan nilai konstruknya. Ukuran refleksif

(54)

bernilai lebih dari 0,70. Namun pada tahap awal penelitian, nilai

loading 0,50 sampai 0,60 dapat dianggap cukup (Chin, 1998).

b. Discriminant validity indikator refleksif dapat dilihat pada

crossloading antara indikator dengan konstruknya. Jika korelasi

konstruk dengan item pengukuran (indikator) lebih besar daripada

konstruk lainnya, maka dapat dikatakan bahwa konstuk laten

memprediksi ukuran pada bloknya lebih baik daripada ukuran pada

blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity dengan

membandingkan square root of average variance extracted (AVE)

untuk setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk

lainnya dalam model. Jika akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih

besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya,

maka nilai discriminant validity-nya baik (Fornell dan Larcker, 1981).

Pengukuran discriminant validity dengan melihat nilai AVE ini dapat

digunakan untuk mengukur reliabilitas nilai komponen variabel laten

dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan composite reliability.

Nilai AVE yang direkomendasikan adalah lebih besar dari 0,50.

c. Composite reliability digunakan untuk mengukur reliabilitas konstruk.

Pengukuran composite reliability terdiri dari 2 jenis, yaitu internal

consistency dan cronbach’s alpha. Cronbach’s alpha cenderung lower

bound estimate reliability, sedangkan internal consistency merupakan

(55)

Internal consistency hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan

indikator refleksif.

2. Pengujian Model Struktural (Inner Model)

Inner model (inner relation, structural model, atau substantive theory)

menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada

substantive theory. Model struktural dinilai dengan menggunakan

R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square untuk relevansi

prediktif, dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur

struktural. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai

pengaruh substantif variabel laten independen tertentu terhadap variabel

laten dependen. Q-square digunakan untuk mengukur seberapa baik nilai

observasi dihasilkan oleh model dan estimasi parameternya. Nilai

Q-square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai

nilai relevansi prediktif, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol)

(56)

39 4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Deskripsi Responden

Deskripsi responden dalam penelitian dapat dilihat melalui usia, jenis

kelamin, dan pendidikan terakhir, dan pernah/tidaknya mengisi SPT Pajak.

Penelitian dilakukan dengan menyebarkan 125 kuesioner kepada staf akuntansi

dan perpajakan yang mewakili Wajib Pajak Badan. Dari 125 kuesioner yang

disebar, sebanyak 78 (62,4%) kuesioner kembali dan 77 (61,6%) kuesioner yang

dapat diolah.

Tabel 4.1

Hasil Penyebaran Kuesioner

Kuesioner yang disebar 125

Kuesioner yang kembali 78

Tingkat pengembalian kuesioner 62,4% Kuesioner yang tidak dapat diolah 1

Kuesioner yang diolah 77

Persentase kuesioner yang diolah 51,6% Sumber: Data primer yang diolah

4.1.1.1 Identifikasi Responden Berdasarkan Usia

Pengidentifikasian responden kuesioner berdasarkan usia dapat dijelaskan

pada Tabel 4.2. Berdasarkan pengelompokkan usia, responden yang mendominasi

berusia 31-40 tahun sebesar 40,26%. Hal ini disebabkan karena usia 31-40 tahun

(57)

Tabel 4.2

Identifikasi Responden Berdasarkan Usia

Usia (tahun) Jumlah Persentase

21-30 15 19,48%

31-40 31 40,26%

41-50 23 29,87%

≥51 8 10,39%

Total 77 100%

Sumber: Data primer yang diolah

4.1.1.2 Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengidentifikasian responden berdasarkan jenis kelamin dapat diringkas

pada Tabel 4.3. Berdasarkan pengelompokkan responden menurut jenis kelamin,

dapat diketahui bahwa responden laki-laki mendominasi, yaitu sebesar 59,74%.

Tabel 4.3

Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-Laki 46 59,74%

Perempuan 31 40,26%

Total 77 100%

Sumber: Data primer yang diolah

4.1.1.3 Identifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pengidentifikasian responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 4.4

Identifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase

SMA/Sederajat 14 18,18%

DIII 15 19,48%

DIV/S1 34 44,16%

S2 14 18,18%

Total 77 100%

(58)

Berdasarkan pengelompokkan responden menurut tingkat pendidikan

bahwa sebanyak 44,16% responden merupakan lulusan DIV/S1. Hal ini

dikarenakan bahwa lulusan DIV/S1 akan berpeluang untuk bekerja sebagai staf

perpajakan maupun bagian akuntansi.

4.1.1.4 Identifikasi Responden Berdasarkan Pernah/Tidaknya Mengisi SPT Pajak

Pengidentifikasian respoden berdasarkan pernah/tidaknya mengisi SPT

Pajak (Tabel 4.5) menunjukkan bahwa 100% responden pernah melakukan

pengisian SPT Pajak.

Tabel 4.5

Identifikasi Responden Berdasarkan Pernah/Tidaknya mengisi SPT Pajak

Keterangan Jumlah Persentase

Pernah 77 100%

Tidak 0 0

Sumber: Data primer yang diolah

4.1.1.5 Identifikasi Responden Berdasarkan Perilaku Kepatuhan Pajak Pengidentifikasian responden berdasarkan perilaku kepatuhan pajak (Tabel

4.6) menunjukkan bahwa sebanyak 58 (75,3%) responden merupakan Wajib Pajak

Patuh dan 19 (24,7%) responden lainnya bukan merupakan Wajib Pajak patuh.

Tabel 4.6

Identifikasi Responden Berdasarkan Perilaku Kepatuhan Pajak

Keterangan Jumlah Persentase

Patuh 58 75,3%

Tidak Patuh 19 24,7%

Total 77 100%

(59)

4.2 Analisis Data 4.2.1 Statistik Deskriptif

Deskripsi statistik untuk keseluruhan variabel meliputi nilai minimal, nilai

maksimal, range, nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median), dan simpangan

baku (standar deviasi).

Tabel 4.7

Statistik Deskriptif Perilaku Kepatuhan Pajak

Kisaran Data Kisaran Praktis Range Mean Median Standar Deviasi

Min Max Min Max

TCOMP 0 1 0 1 1 0,75 1,00 0,434

Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS 17

Tabel 4.7 menunjukkan TCOMP memiliki nilai minimum 0 dan nilai

maksimum 1. Range jawaban responden adalah 1. Nilai standar deviasinya adalah

0,434. Nilai rata-rata dan median TCOMP sebesar 0,75 dan 1 menunjukkan

bahwa perilaku kepatuhan pajak responden tinggi.

Tabel 4.8

Statistik Deskriptif Dimensi Keadilan Umum

Kisaran Data Kisaran Praktis Range Mean Median Standar Deviasi Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS 17

Tabel 4.8 menunjukkan kisaran jawaban responden atas GENF1, GENF2,

GENF3, GENF4, GENF5, dan GENF dengan nilai terendah adalah 1, 1, 1, 1, 2,

dan 6. Jawaban responden yang tertinggi untuk GENF1, GENF2, GENF3,

GENF4, GENF5, dan GENF adalah 5, 5, 5, 5, 5, dan 23. Range jawaban

(60)

4, 4, 4, 4, 3, dan 17. Nilai standar deviasi untuk GENF1, GENF2, GENF3,

GENF4, GENF5, dan GENF sebesar 0,834; 0,784; 0,703; 0,703; 0,620; dan 3,127.

Nilai rata-rata GENF1, GENF2, GENF3, GENF4, GENF5, dan GENF adalah

3,83; 3,87; 3,92; 3,93; 3,90; dan 19,44. Sedangkan nilai median GENF1, GENF2,

GENF3, GENF4, GENF5, dan GENF adalah 4, 4, 4, 4, 4, dan 20. Berdasarkan

hasil statistik deskriptif dapat dikatakan bahwa pembebanan dan distribusi pajak

secara umum menurut responden dapat dikatakan adil.

Tabel 4.9

Statistik Deskriptif Dimensi Timbal Balik dengan Pemerintah

Kisaran Data Kisaran Praktis Range Mean Median Standar Deviasi Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS 17

Tabel 4.9 menunjukkan kisaran jawaban responden atas EXCH1, EXCH2,

EXCH3, dan EXCH dengan nilai terendah adalah 2, 1, 2 dan 5. Jawaban

responden yang tertinggi untuk EXCH1, EXCH2, EXCH3, dan EXCH adalah 5,

5, 5, dan 14. Range jawaban responden untuk EXCH1, EXCH2, EXCH3, dan

EXCH adalah 3, 4, 3, dan 9. Nilai standar deviasi untuk EXCH1, EXCH2,

EXCH3, dan EXCH sebesar 0,812; 0,955; 0,736; dan 1,622. Nilai rata-rata

EXCH1, EXCH2, EXCH3, dan EXCH adalah 3,62; 2,73; 3,53; dan 9,88.

Sedangkan nilai median EXCH1, EXCH2, EXCH3, dan EXCH adalah 4, 2, 4, dan

10. Berdasarkan hasil statistik deskriptif dapat dikatakan bahwa timbal balik yang

(61)

Tabel 4.10

Statistik Deskriptif Dimensi Kepentingan Pribadi

Kisaran Data Kisaran Praktis Range Mean Median Standar Deviasi Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS 17

Tabel 4.10 menunjukkan kisaran jawaban responden atas SELF1, SELF2,

SELF3, dan SELF dengan nilai terendah adalah 1, 2, 2 dan 6. Jawaban responden

yang tertinggi untuk SELF1, SELF2, SELF3, dan SELF adalah 5, 5, 5, dan 13.

Range jawaban responden untuk SELF1, SELF2, SELF3, dan SELF adalah 4, 3,

3, dan 7. Nilai standar deviasi untuk SELF1, SELF2, SELF3, dan SELF sebesar

0,938; 0,823; 0,925; dan 2,07. Nilai rata-rata SELF1, SELF2, SELF3, dan SELF

adalah 2,74; 3,35; 2,99; dan 9,08. Sedangkan nilai median SELF1, SELF2,

SELF3, dan SELF adalah 2, 4, 2, dan 8. Berdasarkan hasil statistik deskriptif

dapat dikatakan bahwa kepentingan/keuntungan pribadi yang diperoleh responden

dengan membayar pajak dapat dikatakan cukup adil.

Tabel 4.11

Statistik Deskriptif Dimensi Ketentuan-Ketentuan Khusus

Kisaran Data Kisaran Praktis Range Mean Median Standar Deviasi Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS 17

Tabel 4.11 menunjukkan kisaran jawaban responden atas SPEC1, SPEC2,

(62)

9. Jawaban responden yang tertinggi untuk SPEC1, SPEC2, SPEC3, SPEC4,

SPEC5, dan SPEC adalah 5, 5, 5, 5, 5, dan 25. Range jawaban responden untuk

SPEC1, SPEC2, SPEC3, SPEC4, SPEC5, dan SPEC adalah 3, 4, 4, 3, 3 dan 16.

Nilai standar deviasi untuk SPEC1, SPEC2, SPEC3, SPEC4, SPEC5, dan SPEC

sebesar 0,801; 0,796; 0,821; 0,788; 0,865; dan 2,829. Nilai rata-rata SPEC1,

SPEC2, SPEC3, SPEC4, SPEC5, dan SPEC adalah 3,87; 3,84; 3,78; 3,48; 3,32;

dan 18,3. Sedangkan nilai median SPEC1, SPEC2, SPEC3, SPEC4, SPEC5, dan

SPEC adalah 4, 4, 4, 4, 4, dan 19. Berdasarkan hasil statistik deskriptif dapat

dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku dapat dikatakan cukup

adil oleh responden.

Tabel 4.12

Statistik Deskriptif Dimensi Struktur Tarif Pajak

Kisaran Data Kisaran Praktis Range Mean Median Standar Deviasi Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS 17

Tabel 4.12 menunjukkan kisaran jawaban responden atas TRATE1,

TRATE2, TRATE3, TRATE4, dan TRATE dengan nilai terendah adalah 1, 1, 1,

1, dan 8. Jawaban responden yang tertinggi untuk TRATE1, TRATE2, TRATE3,

TRATE4, dan TRATE adalah 4, 5, 5, 5, dan 14. Range jawaban responden untuk

TRATE1, TRATE2, TRATE3, TRATE4, dan TRATE adalah 3, 4, 4, 4, dan 6.

Nilai standar deviasi untuk TRATE1, TRATE2, TRATE3, TRATE4, dan TRATE

sebesar 0,664; 0,649; 0,805; 0,805; dan 1,109. Nilai rata-rata TRATE1, TRATE2,

Gambar

Gambar 2.1 Peringkat Dimensi Budaya Indonesia
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait