• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spiritualitas Pada Penyintas Bencana Sinabung Yang Dikenai Status Relokasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Spiritualitas Pada Penyintas Bencana Sinabung Yang Dikenai Status Relokasi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Spiritualitas

1. Definisi Spiritualitas

Spiritualitas berasal dari kata latin spiritus, yang memiliki arti nafas

kehidupan, dalam berbagai momen sejarah, dan dalam konteks budaya yang

berbeda, kata spiritus memiliki sinonim kebijaksanaan, kecerdasan, kapasitas

untuk berpikir, dan jiwa atau kekuatan hidup nonfisik (Peterson & Seligman,

2004).

Spiritualitas menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhan serta

berbagai kebajikan yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Kebajikan tersebut

diyakini secara nyata dalam mencapai prinsip dalam kehidupan dan kebaikan di

dalam kehidupan (Peterson & Seligman, 2004).

Meskipun telah banyak perkembangan dalam mendefinisikan spiritualitas

secara baku, spiritualitas tetap merupakan konsep yang sangat subjektif, personal

bahkan individualistik (Coyle, 2002). Spiritualitas dapat berarti kepercayaan pada

suatu hal yang menopang alam semesta dan lebih berkuasa daripada manusia. Di

samping itu, spiritualitas juga didefinisikan sebagai makna saling adanya

keterkaitan antara seluruh makhluk hidup dan kesadaran akan tujuan dan makna

(2)

Fernando (2006) yang mengatakan bahwa spiritualitas juga bisa tentang perasaan

akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain.

Spiritualitas dan religiusitas adalah dua hal yang berbeda. Religiusitas

seperti yang dikemukan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005) adalah

seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun

pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut

seseorang. Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan. Maka dapat

disimpulkan bahwa religiusitas merupakan suatu keyakinan dan penghayatan akan

ajaran agama yang mengarahkan perilaku seseorang sesuai dengan ajaran yang

dianutnya.

2. Aspek-aspek Spiritualitas

Spritualitas merupakan sebuah bentuk multidimensi yang dibangun dari

sembilan aspek utama (Elkins, dkk.1994), yaitu:

a. Dimensi transenden (Transcendent dimension)

Percaya akan adanya dimensi transenden dalam kehidupan dan meyakini

secara lebih dalam dari apa yang dilihat dan dirasakan. Inti dari keyakinan ini

berupa kepercayaan terhadap Tuhan atau apapun yang dipersepsikan oleh individu

sebagai sosok transenden ataupun sesuatu yang lebih besar dan berkuasa dari diri

(3)

b. Makna dan tujuan dalam hidup (Meaning and purpose in life)

Setiap orang memiliki tujuan hidup dalam proses pencarian makna hidup.

Proses pencarian akan makna dan tujuan hidup memunculkan hidup yang lebih

bermakna dan mencapai tujuan. Dalam proses pencarian ini, individu memiliki

makna dan tujuan hidup yang berbeda-beda, namun secara umum individu ingin

mencapai eksistensi dengan hidup yang bermakna dan memiliki tujuan.

c. Misi dalam hidup (Mission in life)

Adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung jawab pada

kehidupan, menyelesaikan misi, memenuhi takdir dengan memahami bahwa

eksistensi diri individu terdiri dari berbagai kewajiban yang harus

dijalani.Individu memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat mencapai misi

hidupnya dan memenuhi misi tersebut.

d. Kesucian hidup (Sacredness of life)

Keyakinan bahwa hidup penuh dengan kesakralan dan pengalaman tentang

rasa kagum, rasa hormat, bahkan dalam setting di luar agama. Percaya bahwa

semua aspek kehidupan sifatnya suci dan kesakralan ada di dalamnya.

e. Nilai-nilai material (Material values)

Ada banyak sumber kebahagiaan manusia, termasuk kebahagiaan yang

bersumber dari kepemilikan material. Individu yang memiliki spiritual tinggi

(4)

material tersebut. Kepuasaan dalam hidup datang bukan dari seberapa banyak

kekayaan yang dimiliki, namun dari hal spiritual.

f. Altruisme (Altruism)

Rasa tanggung jawab bersama dari masing-masing individu untuk saling

menjaga sesama , baik dari rasa sakit dan penderitaan. Tidak ada manusia yang

dapat berdiri sendiri dan tidak ada seorangpun yang dapat hidup tanpa adanya

interaksi sosial denagn orang lain. Manusia terikat satu sama lain sehingga

bertanggung jawab atas sesamanya. Keyakinan ini dipicu oleh kesadaran akan

penderitaan orang lain. Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya komitmen untuk

melakukan tindakan nyata sebagai perwujudan cinta pada sesama.

g. Idealisme (Idealism)

Memiliki kepercayaan pada potensi-potensi positif manusia yang dapat

diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan bahwa apa

saja yang mereka sukai dan inginkan akan menjadi kenyataan. Berkomitmen pada

sikap ideal yang tinggi dan mengaktualisasinya melalui potensi positif dalam

semua aspek kehidupannya.

h. Kesadaran akan peristiwa tragis (Awareness of the tragic)

Sadar akan tragedi yang terjadi dalam eksistensi manusia. Perduli terhadap

rasa sakit, penderitaan atau kematian. Kesadaran dan keperdulian ini memberikan

(5)

Kesadaran akan peristiwa tragis juga meningkatkan spiritualitas, pengetahuan, dan

makna kehidupan.

i. Manfaat spiritualitas (Fruits of spirituality)

Nilai-nilai spiritualitas merupakan buah dari kehidupan. Spiritualitas yang

nyata dapat dilihat dari efek spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan

hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan, dan apapun yang

dipersepsikannya sebagai aspek transenden.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas (Taylor dkk, 1977), yaitu:

a. Tahapan Perkembangan

Masing-masing individu berbeda dalam pemenuhan spiritualitasnya sesuai

dengan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian mereka. Spiritualitas

merupakan bagian dari kehidupan manusia dan berhubungan dengan proses

perkembangan pada manusia. Semakin bertambah usia, individu akan memeriksa

dan membenarkan keyakinan spiritualitasnya.

b. Budaya

Masing-masing budaya berbeda dalam bentuk pemenuhan spiritualitasnya.

Budaya dan spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam berbuat sesuatu dan

dalam menjalani cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang. Pada

umumnya seorang individu akan mengikuti budaya dan spiritualitas yang dianut

(6)

hubungan keluarga. Dalam budaya Karo, terkandung sebuah nilai daliken si telu,

yang merupakan suatu landasan bagi sistem kekerabatan dan merupakan sistem

pengendalian sosial untuk mengorganisir tingkah laku sosial masyarakat. Pada

prinsipnya, pengendalian sosial menuntun masyarakat kearah sikap tunduk dan

patuh pada norma dengan tujuan agar mencapai keserasian dan keadaan damai

dalam masyarakat itu sendiri (Sembiring, 2004).

c. Keluarga

Keluarga memiliki peran yang besar dalam perkembangan spiritualitas

individu. Keluarga adalah tempat pertama individu mendapatkan pengalaman dan

pandangan hidup. Melalui keluarga juga, individu belajar tentang Tuhan,

kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga sangat dalam memenuhi kebutuhan

spiritualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan paling

banyak berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

d. Agama

Agama memiliki pengaruh yang penting terhadap spiritualitas individu.

Agama adalah sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam

pemenuhan spiritualitasnya. Agama merupakan cara individu dalam memelihara

hidup terhadap segala aspek kehidupan.

e. Pengalaman Hidup

Pengalaman-pengalaman hidup baik itu positif ataupun negatif

(7)

dalam mengartikan kejadian-kejadian yang dialaminya secara spiritual.

Pengalaman hidup yang menyenangkan dapat menyebabkan individu bersyukur

ataupun tidak bersyukur.

f. Krisis dan Perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang.

Krisis sering dialami individu ketika mereka menghadapi penyakit, penderitaan,

penuaan, kehilangan, maupun kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis

yang dialami individu merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat

emosional.

4. Dampak-dampak Spiritualitas

Spiritualitas dapat menjadi sumber penting harga diri, informasi,

persaudaraan dan memberikan bantuan praktis yang memungkinkan orang untuk

mengatasi stres dan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa kehidupan yang

negatif. Loewenthal (dalam Swinton, 2001) menjelaskan beberapa cara spesifik

spritualitas dalam memberikan dukungan, diantaranya:

a. Melindungi seseorang dari isolasi sosial.

b. Menyediakan dan memperkuat keluarga dan jaringan sosial.

c. Memberikan individu rasa memiliki dan harga diri.

(8)

B. Penyintas

1. Definisi Penyintas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata sintas berarti terus

bertahan hidup, mampu mempertahankan keberadaannya. Penyintas berarti orang

yang terus bertahan hidup dan mampu mempertahankan keberadaannya. Dalam

penelitian ini, istilah penyintas ditekankan pada orang yang mampu bertahan atau

selamat dari bencana Gunung Sinabung.

2. Hal-hal yang Dialami Penyintas

Bencana alam datang tanpa peringatan, meskipun kebanyakan orang

memiliki kesempatan untuk mempersiapkan bencana yang datang, tetapi tetap

saja, datangnya bencana dapat membawa perubahan yang dramatis dan traumatis.

Pada korban bencana alam yang selamat atau yang disebut sebagai

penyintastentunya merasa bersyukur. Akan tetapi, bagi mereka pribadi bencana

tentunya menyisakan kepedihan dan cidera bahkan bisa mengalami depresi dan

gangguan emosional. Peristiwa bencana alam ini pun bisa berdampak pada

kondisi emosi, psikologis, spiritual, finansial, dan sosial para penyintas (Carmen,

2011).

Setelah bencana yerjadi, penyintas mungkin mengalami perasaan yang

campur aduk. Tentu saja akan ada perasaan sukacita dan lega karena selamat dari

bencana. Tetapi begitu adrenalin mereda, penyintas mungkin mengalami gejala

negatif, seperti kecemasan, kesulitan tidur, sensitif, depresi, masalah konsentrasi,

(9)

dirasakan penyintas bencana.Selain gejala psikologis tersebut, para penyintas juga

dapat mengalami gejala fisik seperti kram, pusing, reaksi alergi serta adanya

keluhan-keluhan yang berhubungan dengan syaraf dan sakit kepala (Carmen,

2011). Dampak sosial yang dialami penyintas antara lain membatasi dan menarik

diri dari pergaulan, menghindari relasi-relasi sosial, meningkatnya konflik dalam

berhubungan dengan orang lain (Agustin, Kartini, & Pratiwi, 2010).

C. Relokasi

1. Definisi Relokasi

Definisi relokasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) relokasi

berarti pemindahan tempat.Jika dikaitkan dalam konteks permukiman, relokasi

dapat diartikan pemindahan suatu lokasi permukiman kelokasi permukiman yang

baru.

Relokasi atau resettlement merupakan salah satu alternatif untuk

memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh,

status lahannya tidak legal (illegal) atau bermukin di lingkungan yang rawan

bencana untuk menata kembali dan melanjutkan kehidupannya di tempat yang

baru (Yudohusodo, 1991). Menurut World Bank (OD 4.30, June 1990),

resettlement pada umumnya dilakukan pada kondisi “terpaksa” karena tidak ada

pilihan lain kecuali harus bersedia dimukimkan pada tempat yang baru.

2. Penyebab Relokasi

Hasil studi Asian Development Bank (November 1995) menunjukkan

(10)

dilaksanakannya relokasi adalah: (1) proyek pemerintah yang memerlukan

pembebasan lahan untuk keperluan pengembangan dan pembangunan sarana

prasarana kota, pembuatan jalan tol dan rel kereta api atau untuk keperluan

jaringan listrik dan telepon; (2) kondisi force majour seperti kebakaran,

kerusuhan, perang dan bencana alam.

3. Dampak Relokasi

Asian Development Bank dalam dalam salah satu studinya mengemukakan

beberapa dampak negatif yang mungkin muncul akibat pelaksanaan relokasi yaitu,

perumahan, struktur, dan sistem masyarakat, hubungan sosial dan pelayanan

sosial dapat terganggu.Sumber-sumber produktif termasuk lahan, pendapatan dan

mata pencaharian dapat hilang.Kultur budaya dan kegotongroyongan dalam

masyarakat dapat menurun.Kehilangan sumber kehidupan dan pendapatan dapat

mendorong timbulnya eksploitasi ekosistem, kesulitan hidup, ketegangan sosial,

dan kemiskinan (ADB, November 1995).

D. Bencana Gunung Sinabung

Gunung Sinabung adalah gunung api yang terletak di Dataran Tinggi

Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Gunung Sinabung adalah

puncak tertinggi di provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian 2.460 meter.

Gunung Sinabung tidak pernah meletus sejak 400 tahun yang lalu yaitu tahun

1600 tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010 dan tercatat

dua orang warga meninggal dunia dan 30.000 orang kehilangan tempat tinggal

(11)

meletus pada Senin malam (30/12) dan memaksa lebih dari 19.000 orang

mengungsi (BBC, 2013).

Pada Sabtu, 3 Januari 2015, Gunung Sinabung kembali mengamuk disertai

awan panas yang menjalar empat kilometer ke arah selatan.. Jumlah pengungsi

mencapai 2.443 jiwa atau 795 kepala keluarga yang ditempatkan di tujuh titik

pengungsian. (Ananda, 2015). Gunung Sinabung kembali mengeluarkan awan

panas dan debu vulkanik, Kamis, 3 April 2015 sekitar pukul 20.00 WIB

(Permana, 2015). Pada Selasa 2 Juni 2015, status Gunung Sinabung dinaikkan

menjadi awas seiring dengan peningkatan aktivitas gunung yang terus meningkat

tajam. Volume kubah lava juga meningkat menjadi lebih dari tiga juta meter

kubik dan labil. Terdapat tujuh desa yang tidak memungkinkan untuk ditinggali

lagi dan masyarakatnya direkomendasikan untuk segera direlokasi. Mereka terdiri

dari masyarakat yang berada di dalam radius 3 km, yaitu yang bermukim di

Kecamatan Payung (Desa Sukameriah) dan Kecamatan Naman Teran (Desa

Bekerah, Desa Simacem), dan masyarakat yang tinggal di luar radius 3 km dari

Kawah Gunung Sinabung dan berada di depan bukaan kawah, berpotensi

terancam oleh guguran lava dan luncuran awan panas, yaitu: Kecamatan Payung

(Desa Gurukinayan), Kecamatan Naman Teran (Desa Kutatonggal), Kecamatan

Simpang Empat (Desa Berastepu dan Dusun Sibintun serta Desa Gamber)

(12)

E. Penyintas Bencana Gunung Sinabung yang Dikenai Status Relokasi Bencana Gunung Sinabung menyisakan berbagai kondisi yang

memprihatinkan. Bencana ini telah menyebabkan kerusakan di desa-desa

sekitarnya dan menyebabkan ribuan penyintas kehilangan tempat tinggalnya. Para

penyintas tidak hanya kehilangan rumah dan tempat tinggal, tetapi juga lahan

pertanian yang menjadi sumber utama lahan pencaharian mereka. Rumah-rumah

penyintas dan lahan pertanian telah rusak karena abu vulkanik dan lahar dingin.

Oleh karena itu, para penyintas terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka dan

harus mengungsi. Pengungsi yang tempat tinggalnya tidak layak huni lagi akan

segera direlokasi. Pengungsi yang akan direlokasi adalah keluarga-keluarga yang

berasal dari Desa Sukameriah, Desa Bekerah dan Desa Simacem. Lahan relokasi

berada di Desa Siosar, Kecamatan Tiga Panah. Dari 103 unit rumah yang akan

diserahkan bagi warga Desa Bekerah, baru 50 unit yang sudah memasuki tahap

penyelesaian akhir. Sisanya baru pengerjaan tahap awal (Damanik, 2015).

Bagi para penyintas, kehilangan rumah bukan hanya berarti kehilangan

fisik bangunan semata, akan tetapi juga kehilangan kenangan dan kehidupan lama

mereka. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, penyintas bencana

Gunung Sinabung yang akan direlokasi menghadapi berbagai masalah seputar

kondisi mereka sekarang. Diantaranya mereka harus menerima kenyataan bahwa

desa yang selama ini mereka tinggali tidak dapat dihuni lagi dan mereka harus

meninggalkan desa yang selama ini menjadi tempat mereka tinggal. Lokasi

tempat tinggal mereka yang baru pun masih sangat asing dan jauh dari

(13)

jauh dari jangkauan. Tidak tersedianya lahan pertanian juga menjadi masalah bagi

mereka karena karena sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai petani.

F. Spiritualitas pada Penyintas Bencana Gunung Sinabung yang Dikenai

Status Relokasi

Spiritualitas berasal dari kata latin spiritus, yang memiliki arti nafas

kehidupan, dalam berbagai momen sejarah, dan dalam konteks budaya yang

berbeda, kata spiritus memiliki sinonim kebijaksanaan, kecerdasan, kapasitas

untuk berpikir, dan jiwa atau kekuatan hidup nonfisik (Peterson & Seligman,

2004). Spiritualitas bukan hanya semata-mata mengenai hubungan antara individu

dan Tuhan. Hubungan terbentuk secara harmonis dari berbagai unsur-unsur di

antaranya diri sendiri, sesama dan Tuhan. Spiritualitas juga dialami dan dirasakan

melalui adanya keterhubungan dengan alam, bumi, lingkungan dan kosmos

(Young, 2007). Spiritualitas dapat berarti kepercayaan pada suatu hal yang

menopang alam semesta dan lebih berkuasa daripada manusia. Di samping itu,

spiritualitas juga didefinisikan sebagai makna saling adanya keterkaitan antara

seluruh makhluk hidup dan kesadaran akan tujuan dan makna hidup (Walton,

1999).

Taylor dkk (1977) menyatakan bahwa tingkat spiritualitas seseorang

dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu tahapan perkembangan, budaya, keluarga,

agama, pengalaman hidup, serta krisis dan perubahan. Latar belakang para

penyintas yang berbeda-beda tentunya akan mempengaruhi kondisi spiritualitas

para penyintas. Ditambah lagi dengan adanya berbagai situasi tidak

(14)

mengungsi dalam waktu yang lama, sampai harus direlokasi karena tempat tinggal

mereka terdahulu sudah tidak layak huni. Situasi seperti ini tentunya sedikit

banyak akan mempengaruhi kondisi mental psikologis para penyintas bencana

Gunung Sinabung yang akan direlokasi.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, penyintas bencana

Gunung Sinabung yang dikenai status relokasi sedang dihadapkan dalam berbagai

masalah seperti mereka harus menerima kenyataan bahwa desa yang selama ini

mereka tinggali tidak dapat dihuni lagi dan mereka harus meninggalkan desa yang

selama ini menjadi tempat mereka tinggal. Kehilangan rumah, desa, dan lahan

pekerjaan tentunya menyebabkan tekanan bagi para penyintas. Ditambah lagi

lokasi yang akan menjadi tempat tinggal mereka yang baru pun masih sangat

asing dan jauh dari pemukiman. Fasilitas-fasilitas umum seperti pasar, tempat

ibadah dan sekolah jauh dari jangkauan. Tidak tersedianya lahan pertanian juga

menjadi masalah bagi mereka karena karena sebagian besar dari mereka

berprofesi sebagai petani. Untuk menghadapi masalah-masalah seperti ini

tentunya mereka harus memiliki kesehatan mental psikologis yang baik. Memiliki

kondisi spiritualitas yang baik akan membantu mereka dalam persiapan

menghadapi masalah-masalah tersebut.

Spiritualitas para penyintas bencana Gunung Sinabung dapat dilihat dari

beberapa dimensi spiritualitas yang diungkapkan Elkins dkk (1994), diantaranya

yaitu dimensi transenden (transcendent dimension) yaitu rasa percaya yang

dimiliki para penyintas pada Tuhan atau sosok transenden yang memiliki kuasa

(15)

life), adanya tujuan dan makna hidup dari penyintas sebagai proses mencapai

eksistensi dalam hidup. Misi dalam hidup (mission in life), ada adanya rasa

tanggung jawab dalam diri penyintas dalam menyelesaikan misi hidup dan

memenuhi takdir dengan adanya kewajiban dalam hidup yang harus dipenuhi.

Kesucian hidup (sacredness of life), adanya keyakinan pada penyintas bahwa

hidup penuh dengan kesakralan dan percaya bahwa semua aspek kehidupan

sifatnya suci dan sakral. Nilai-nilai material (material values), adanya rasa yakin

dalam diri penyintas bahwa sumber kebahagiaan berasal tidak hanya berasal dari

materi, dan percaya bahwa kepuasaan hidup dapat didapat dari hal spiritual.

Altruisme (altruism), adanya rasa ingin saling menjaga dan adanya rasa saling

bertanggung jawab dengan sesama dan menyadari bahwa manusia tidak dapat

hidup sendiri dalam diri para penyintas. Idealisme (idealism), keyakinan dalam

diri penyintasakan potensi-potensi positif manusia dan yakin bahwa hal-hal yang

mereka inginkan dapat direalisasikan melalui potensi positif tersebut. Kesadaran

akan peristiwa tragis (awareness of the tragic), kesadaran dalam diri penyintas

pada adanya tragedi yang terjadi dalam hidup manusia sehingga individu sadar

bahwa hidup itu bernilai. Terakhir adalah manfaat spiritualitas (fruits of

spirituality), yang mengacu pada keyakinan penyintas bahwa nilai-nilai

spiritualitas dapat diwujudkan dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain,

dan alam.

Penyintas bencana Sinabung sebagian besar merupakan masyarakat

bersuku Batak karo. Masyarakat Karo percaya bahwa segala sesuatu yang ada di

(16)

merupakan ciptaan Dibata (Tuhan) (Pranata, 2016). Dalam budaya Karo,

terkandung sebuah nilai daliken si telu, yang merupakan suatu landasan bagi

sistem kekerabatan dan merupakan sistem pengendalian sosial untuk

mengorganisir tingkah laku sosial masyarakat. Pada prinsipnya, pengendalian

sosial menuntun masyarakat kearah sikap tunduk dan patuh pada norma dengan

tujuan agar mencapai keserasian dan keadaan damai dalam masyarakat itu sendiri

(Sembiring, 2004). Spiritualitas adalah bagaimana memaknai hidup dengan

percaya bahwa seluruh manusia di bumi memiliki keterkaitan serta percaya bahwa

hubungan-hubungan dapat terbentuk secara harmonis dari berbagai unsur-unsur,

tidak hanya diri sendiri tetapi juga orang lain dan Tuhan. Masyarakat Karo

memiliki budaya yang menekankan pada keserasian sosial dan menjalankan

kebaikan terhadap sesama serta percaya bahwa segala yang ada di dunia ini ada di

Referensi

Dokumen terkait

Ajat

bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2016, perlu menunjuk Pengguna Anggaran,

Padahal tandon air saya menggunakan otomatis berupa pelampung bandul merk ͞ Radar ͟ , dimana pompa air otomatis mengisi tandon kalau air tinggal separoh.. Langsung saya naik ke

Berdasarkan Keputusan Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pendidikan Kabupaten Pati tanggal 15 Juli 2011 Nomor : 88-7/SK-Pem /2011 tentang Penetapan Pemenang

Membuat laporan memang gampang- gampang susah, bagi pemula yang baru pertama kali mendapat tugas memang terasa membingungkan karena terdapat aturan yang mengatur dalam pembuatan

Berdasarkan Keputusan Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pendidikan Kabupaten Pati tanggal 15 Juli 2011 Nomor : 88-8/SK-Pem /2011 tentang Penetapan Pemenang

Sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peranan besar dalam mendukung pembangunan nasional, maka siswa diharapkan dapat menjadi sumber daya yang berkualitas, tidak hanya

Penelitian yang dilakukansebelumnyaterkait keberadaan logam berat Kadmium (Cd) di wilayah mangrove Percut Sei Tuan adalah kandungan logam berat Kadmium (Cd) pada air yang