64 David Pakaya, Inna A., Ira Cinta L., Gambaran Variasi Gen... GAMBARAN VARIASI GEN SEX HORMONE BINDING PROTEIN GLOBULIN
(SHBG) MENGGUNAKAN PCR-RFLP
David Pakaya1,2, Inna Armadhari 3, Ira Cinta Lestari 1,4
1
Prodi Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2 Bagian Histologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako, Palu 3 Bagian Histologi dan Biologi Sel Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
4 Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Medan
Korespondensi: davidpakaya@ymail.com
ABSTRACT
Background: Sex hormone binding globulin (SHBG) are glycoprotein plasma that binding human sex steroid hormone. SHBG coded by gene at short arm 12-13 chromosome 17. SHBG variety are the product of mutation at exons 8 ca using a single base substitution on codon 327 that coding the amino acid conversion and the addition of N-glycosylation group. Objective: To know the SHBG gene variation at the DNA from peripheral blood sample, using PCR-RFLP with BbsI restricted enzyme. Methods: DNA extraction from 5 peripheral blood sample and doing an amplification SHBG gene with PCR. The product are we do RFLP using restricted enzyme BbsI that visualized by electrophoresis at 3% agarose gel with EtBr. Result: 1 sample sliced at 290 bp and 4 sliced at 290 bp, 223 bp and 67 bp. Conclusion: There are found the genotip variation, homozygotes AA genotype and hetezygotes GA and homozygote AA genotype not founded.
65 David Pakaya, Inna A., Ira Cinta L., Gambaran Variasi Gen... ABSTRAK
Latar belakang: Sex hormone binding globulin (SHBG) merupakan glikoprotein plasma yang mengikat hormon steroid seks manusia. SHBG dikode oleh gen pada lengan pendek 12-13 kromosom 17. Adanya varian SHBG disebabkan mutasi titik pada ekson 8, menyebabkan substitusi basa tunggal pada kodon 327 (GACAAC) yang mengkode perubahan asam amino (Asp327Asn) serta menyebabkan penambahan gugus N-glikosilasi. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran variasi gen SHBG pada DNA dari sampel darah tepi dengan menggunakan teknik PCR-RFLP menggunakan enzim BbsI. Metode: Dilakukan ekstraksi DNA dari 5 sampel darah tepi dan dilakukan amplifikasi gen SHBG dengan PCR, hasilnya dilakukan RFLP menggunakan enzim restriksi BbsI yang divisualisasikan dengan elektroforesis pada gel agarose 3% dengan EtBr.
Hasil: Didapatkan 1 sampel terpotong pada 290 bp dan 4 sampel yang terpotong pada 290 bp, 223 bp dan 67 bp. Kesimpulan: Adanya variasi genotip homozigot AA dan heterozigot GA dan tidak ditemukan genotip homozigot GG.
Kata Kunci: gen SHBG, variasi, PCR-RFLP
PENDAHULUAN
Sex hormone binding globulin
(SHBG) merupakan glikoprotein plasma
yang disintesis oleh hepatosit. Selain
diproduksi oleh hepatosit, SHBG juga
diproduksi oleh sel-sel sertoli. SHBG
memiliki kemampuan spesifik dalam
mengikat hormon-hormon steroid seks
(testosteron, estrogen dan progesteron)
maupun kortisol. Kadar SHBG normal
dalam plasma adalah 10-73 nmol/L
dengan berat molekul sekitar 85-100
kDa.1,2 SHBG manusia dikode oleh suatu gen autosom tunggal dengan dua alel
autosom kodominan yaitu alel normal dan
alel varian. Gen pengkode SHBG ini
berlokasi pada lengan pendek 12-13 dari
kromosom 17 dan terdiri dari 8 ekson
yang dipisahkan oleh 7 intron. Polipetida
SHBG terdiri dari 373 residu asam amini
dengan 2 ikatan disulfide yang
menghubungkan cys-164 dengan cys-188
dan cys-333 dengan cys-361.3
Adanya variasi sekuens DNA
ditimbulkan oleh proses yang
berhubungan dengan mutasi, seleksi alam
dan penyimpangan genetik secara acak.
Variasi ini menyebabkan perubahan
fungsi protein dalam tubuh, namun tubuh
66 David Pakaya, Inna A., Ira Cinta L., Gambaran Variasi Gen... mempertahankan fungsinya. Alel varian
ini dapat diwariskan dan terdistribusi
dalam populasi. Varian SHBG (rs6259)
yang muncul dikarenakan adanya mutasi
titik pada ekson 8 gen pengkode SHBG.
Mutasi ini menyebabkan terjadinya
substitusi basa tunggal pada kodon 327
dari GAC menjadi AAC yang mengkode
perubahan asam amino aspartat menjadi
asparagin (Asp327Asn) serta
menyebabkan penambahan gugus
N-glikosilasi. Penambahan waktu paruh
selanjutnya dianggap dapat
mempengaruhi kadar SHBG.1,2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
variasi gen SHBG dari sampel DNA darah
tepi dengan teknik PCR-RFLP
menggunakan enzim restriksi BbsI.
METODE
Sampel dan Ekstraksi DNA
Digunakan 5 sampel darah tepi
koleksi Laboratorium Biologi Molekuler
FK UGM, Dilakukan Ekstraksi DNA dari
sampel darah dalam EDTA dengan
metode salting out.
Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Amplifikasi Gen SHBG
Amplifikasi dilakukan dengan
teknik PCR, volume pereaksi amplifikasi
DNA adalah 20µl (KAPA Taq ready mix
PCR Kit). Sekuen primer yang digunakan
adalah forward [F] 5’
CTGGATCCGAGCCACCTTAA 3’ dan
primer reverse [R] 5’
GCCTGGTACATTGCTAGTGC 3’.
Inkubasi dilakukan pada mesin
thermocycler Biorad T100TM dengan
program denaturasi awal pada suhu 95°C
selama 3 menit, 35 siklus yang terdiri dari
denaturasi pada suhu 95°C selama 30
detik, annealing pada suhu 61,35°C
selama 30 detik, dan tahap elongasi pada
suhu 72°C selama 1 menit. Elongasi akhir
pada suhu 72°C selama 1 menit.
Digesti Restriction F ragment Length Polymorphism (RFLP) Gen SHBG
Hasil amplifikasi (produk PCR),
didigesti dengan enzim restriksi BbsI.
Total volume untuk digesti sebanyak 20μl
diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam.
Produk digesti dielektroforesis pada gel
agarose 3% dan dirunning pada tegangan
100 volt selama 40 menit. Gel hasil
67 David Pakaya, Inna A., Ira Cinta L., Gambaran Variasi Gen... Gel diperiksa di bawah sinar UV dan
didokumentasikan menggunakan kamera
digital. RFLP dengan enzim restriksi BbsI
akan mengidentifikasi substitusi basa G
menjadi A. Wild-type homozigot GG
diidentifikasi dengan adanya pita pada
223 bp dan 67 bp, varian homozigot AA
Metode PCR-RFLP adalah
kombinasi metode PCR dengan metode
restriksi. Salah satu kegunaannya adalah
untuk mendeteksi SNP (single nucleotide
polymorphism). Pada penelitian ini
dilakukan metode PCR-RFLP untuk
mengetahui adanya gambaran genotip
polimorfisme gen SHBG dengan enzim
restriksi BbsI, seperti tampak pada gambar
1.
Gambar 1. Hasil digesti produk PCR dengan enzim restriksi BbsI. Tampak hasil elektroforesis 5 sampel DNA, Sebagai
kontrol Uncuting (UC) tampak tidak
terlihat adanya pita yang terpotong karena tidak diberikan enzim restriksi.
Gambar 1, menunjukan hasil
PCR-RFLP dengan enzim restriksi Bbs I. Pada
sampel DV1 memperlihatkan 1 pita pada
290 bp menunjukan varian homozigot
AA. Sampel DV2, DV3, DV4 dan DV5
terbentuk 3 pita potongan basa pada 290
bp, 223 bp dan 67 bp menunjukan
keempat sampel heterozigot GA.
Dari berbagai penelitian
didapatkan frekuensi variasi alel dan
distribusi genotipe GG, merupakan yang
paling tinggi jumlahnya, antara 60-80%,
kemudian heterozigot GA 15-30%,
homozigot AA yang terdistribusi kurang
dari 1% [2,4,5]. Polimorfisme SNPs
SHBG rs6259 ini bervariasi. Dari berbagai
penelitian pada ras Kaukasia kejadian
polimorfisme ini berkisar antara 7-12%.
Frekuensi tertinggi ditemukan pada
perempuan di China sebesar 18% serta
frekuensi terendah didapati pada
orang-orang Afro-Amerika (2%).5
Adanya ikatan SHBG dengan
68 David Pakaya, Inna A., Ira Cinta L., Gambaran Variasi Gen... hormon pada sel target yang akan
memberikan fungsi fisiologisnya.
Perubahan tingkat serum SHBG ini
berperan dalam perkembangan beberapa
gangguan fisiologis. Gangguan ini
disebabkan oleh perubahan regulasi
biologi karena berubahnya produksi atau
metabolisme protein sebagai akibat variasi
genotip (polimorfisme).1,6
Variasi genotip yang muncul
berpengaruh terhadap tingkat serum
SHBG dalam darah. Polimorfisme SHBG
(D327N) pada laki-laki tidak berhubungan
dengan tingkat konsentrasi serum SHBG
dalam tubuh, sedangkan polimorfisme
TAAAA genotip homozigot menyebabkan
peningkatan kadar serum SHBG secara
signifikan.2,5 Sedangkan pada perempuan postmenopause, variasi alel SHBG sangat
berpengaruh pada tingkat serum SHBG,
utamanya wild type homozigot GG.
Genotipe AA ditemukan berhubungan
dengan tingkat SHBG lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipe GG baik
pada pria dan perempuan menopause.7
Pengaruh SNPs SHBG rs6259
berhubungan dengan bioavailabilitas
estrogen dan alel A pada perempuan.
Adanya variasi alel dikaitkan dengan
tingkat SHBG yang lebih tinggi
(menunjukkan estrogen dengan
bioavailabilitas rendah).1,2
Adanya perbedaan tingkat serum
SHBG pada perempuan ini menyebabkan
perbedaan fisiologis. Beberapa perubahan
pada perempuan utamanya yang telah
menopause dengan tingkat SHBG yang
tinggi berhubungan dengan penurunan
bone mineral density (BMD) sehingga
berisiko menyebabkan osteoporosis.7
Selain itu peningkatan tingkat SHBG ini
juga berpengaruh terhadap peningkatan
kanker payudara, sekalipun dibeberapa
penelitian lain menghasilkan kesimpulan
yang berbeda.1,8 Perbedaan tingkat serum SHBG ini juga merupakan suatu prediktor
DM tipe 2 pada laki-laki dan perempuan.
Tingkat serum plasma SHBG yang tinggi
ternyata menurunkan risiko terjadinya DM
tipe2 sehingga wild-type GG lebih
berisiko DM tipe2 dibandingkan varian
AA/GA.9 Selain itu, pada laki-laki yang heterozigot dalam polimorfisme ini yang
ditemukan peningkatan risiko keadian
terhadap kanker prostat.1
Variasi yang terjadi pada gen
SHBG dapat menyebabkan berbagai
69 David Pakaya, Inna A., Ira Cinta L., Gambaran Variasi Gen...
varian genetik SHBG dalam
mempengaruhi risiko timbulnya penyakit
belum sepenuhnya dipahami. Namun, hal
ini menunjukkan bahwa varian genetik
SHBG dapat mempengaruhi tingkat
SHBG utamanya pada perempuan dan
berkontribusi dalam mengekspresikan
fenotipik penyakit manusia.6
KESIMPULAN
Ditemukan adanya variasi gen
SHBG dengan gambaran genotip
homozigot AA yang ditunjukkan adanya 1
pita (290 bp) dan genotip heterozigot GA
yang ditunjukkan oleh adanya 3 pita (290
bp, 223 bp dan 67 bp) serta tidak
ditemukan genotip homozigot GG.
DAFTAR PUSTAKA
1. Xita, N. dan Tsatsoulis, A. Genetic
variants of sex hormone-binding
globulin and their biological
consequences. Mol Cell
Endocrinol.2010;5;316(1):60-5.
2. Bendlova, B. Zavadilova, J. Vankova,
M. Vejrazkova, D. Lukasova, P.
Vcelak, J. et al. Role of D327N sex
hormone-binding globulin gene
polymorphism in the pathogenesis of
polycystic ovary syndrome. J Steroid
Biochem Mol Biol.
2007;104(1-2):68-74.
3. Chen, C. Smothers, J.C. Lange, A.
Nestler, J.E. Strauss, J.F. dan
Wickman, E.P. Sex Hormone-Binding
Globulin Genetic Variation:
Associations with Type 2 Diabetes
Mellitus and Polycystic Ovary
Syndrome. Minerva Endocrinol.
2010;35(4): 271–80.
4. Haring, R. Schurmann, C. Homuth, G.
Steil, L. Völker, U. Völzke, H. et al.
Associations between Serum Sex
Hormone Concentrations and Whole
Blood Gene Expression Profiles in the
General Population. PLoS ONE. 10(5):
e0127466.
5. Turk, A. Kopp, P. Colangelo, L.A.
Urbanek, M. Wood, K. Liu, K. et al.
Associations of Serum Sex Hormone
Binding Globulin (SHBG) Levels with
SHBG Gene Polymorphisms in the
CARDIA Male Hormone Study. Am J
Epidemiol.2008; 167(4):412-8.
6. Canoy, D. Barber, T.M. Pouta, A.
Hartikainen, A.L. McCarthy, M.I.
Franks, S. et al. Serum sex
70 David Pakaya, Inna A., Ira Cinta L., Gambaran Variasi Gen... relation to cardiovascular disease risk
factors in young men: a
population-based study. Eur J Endocrinol. 2014;
170(6):863-72.
7. Riancho, J.A. Valero, C. Zarrabeitia,
M.T. GarcíaUnzueta, M.T. Amado,
J.A. dan González-Macías, J. Genetic
polymorphisms are associated with
serum levels of sex hormone binding
globulin in postmenopausal women.
BMC Med Genet. 2008; 17(9):112.
8. Thompson, D.J. Healey, C.S. Baynes,
C. Kalmyrzaev, B. Ahmed, S.
Dowsett, M. et al. Identification of
common variants in the SHBG gene
affecting sex hormone binding
globulin levels and breast cancer risk
in postmenopausal women. Cancer
Epidemiol Biomarkers Prev. 2008;
17(12): 3490–8.
9. Ding, El. Song, Y. Manson, J.A.
Hunter, D.J. Lee, C.C. Rifai, N. et al.
Sex Hormone–Binding Globulin and Risk of Type 2 Diabetes in Women
and Men. N Engl J Med.
2009;361(12): 1152–63.