• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Proto Austronesia Dalam Bahasa Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Proto Austronesia Dalam Bahasa Simalungun"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam KBBI konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang

ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal yang lain. Konsep

berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang mengacu kepada pendapat

para ahli atau kamus. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep yaitu, Refleksi,

Bahasa Proto-Austronesia, dan Bahasa Simalungun.

2.1.1 Refleksi

Menurut KBBI refleksi adalah pantulan atau cerminan dari suatu keadaan. Dalam

merefleksikan bahasa Proto ke dalam bahasa turunan tidak terlepas dari rekonstruksi bahasa.

Rekonstruksi fonem proto adalah proses penemuan unsur-unsur warisan dan kaidah dari

bahasa asal atau bahasa induk (Fernandez, 1996:24) dalam (Lubis 2004:14). Untuk

mengetahui proses apa yang terjadi dari hasil rekonstruksi dapat dilihat dari daftar kosakata

(leksikon) bahasa Proto yang diwariskan pada bahasa turunan. Di dalam merekonstruksi

fonem-fonem Proto ada fonem yang mengalami perubahan dan ada yang tetap

mempertahankan bentuk asalnya. Pewarisan yang tetap mempertahankan bentuk asalnya

dalam bahasa turunannya disebut dengan pewarisan linier. Pewarisan dengan perubahan

disebut dengan inovasi.

2.1.2 Bahasa Proto-Austronesia

Bahasa Proto-Austronesia adalah bahasa asal (induk) yang mengalami perubahan

dalam bahasa turunannya. Bahasa Proto-Austronesia merupakan bahasa asal dari

bahasa-bahasa di Indonesia dan bahasa-bahasa-bahasa-bahasa yang tersebar luas di wilayah kepulauan di Asia

Tenggara. Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang tersebar meliputi

gugusan kepulauan Asia Tenggara dan Lautan Pasifik. Penutur bahasa Austronesia mendiami

kepulauan di Asia Tenggara dan berasal dari Taiwan. Rumpun bahasa Austronesia di bagi

(2)

bahasa-bahasa Melayu) dan Austronesia Timur (bahasa-bahasa Polinesia, di antaranya bahasa

Timor-Ambon, Sula-Bacan, Halmahera Selatan, dan Irian Barat) (Keraf, 1984: 205).

Blust (1981) dalam Ardana (2011) membagi bahasa-bahasa Austronesia atas empat

kelompok utama, yaitu; Atayal, Tsou, Paiwan, Melayu-Polinesia. Tiga kelompok utama,

yaitu; Atayal, Tsou, dan Paiwan terdapat di Formosa. Kelompok Melayu-Polinesia Barat

terdiri atas semua bahasa di Indonesia Barat (bahasa Sulawesi dan bahasa Sundik), Pilipina,

Chamorro, Palau, Chami, dan Malagasi; kelompok Melayu-Polinesia Tengah terdiri atas

semua bahasa di Flores, Timor, Sumba, Sumbawa Timur (bahasa Bima) Maluku tengah dan

Selatan; kelompok Melayu-Polinesia Timur meliputi bahasa-bahasa Halmahera Selatan dan

Iran Jaya. Bahasa-bahasa Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia ditempatkan ke dalam

subkelompok Oseania.

Fonem vokal PAN memiliki empat buah vokal yaitu vokal tinggi depan */i/, vokal

tengah sedang */e/, vokal tinggi belakang */u/ dan vokal rendah tengah */a/ (Blust 2013:

554). Peta fonem vokal PAN dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Posisi Lidah Depan Tengah Belakang

Tinggi *i *u

Sedang *

Rendah *a

Fonem konsonan PAN terdiri atas 26 buah, yaitu */p/, */b/, */m/, */w/, */t/, */d/, */n/,

*/S/, */C/, */l/, */r/, */R/,*/ñ/, */s/, */c/, /z/, */N/, */y/, */D/, */k/, */g/, */j/, */ŋ/, */q/, */h/ dan

(3)

Labial Alveolar Palatal Retroflek Velar Glotal

Voiceless

atop

*p/p/ *t/t/ *k/k/ *q/q/

(?)

Voiced stop *b/b/ *d/d/ *D/ɖ/ *g/g/;

j/gj/

Nasal *m/m/ *n/n/ *ñ/ɳ/ * ŋ/ŋ/

Frikatif *S/s/ *s/ʃ/ *h/h/

Afrikatif *C/ts/ *c/tʃ/

*z/dʒ/

Lateral *l/l/ *N/lj/

Tap/Trill *r/ɾ/;

*R/r/

Approximant *w/w/ *y/j/

2.1.3 Bahasa Simalungun

Bahasa Simalungun adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat Simalungun dalam

kehidupan sehari-hari. Bahasa Simalungun merupakan salah satu anak rumpun bahasa Batak.

Bahasa Simalungun dibagi dua dialek Simalungun, yaitu bahasa Simalungun bawah dan

bahasa Simalungun atas. Simalungun bawah berlokasi di kecamatan Raya dan sekitarnya

sedangkan Simalungun atas berlokasi di kecamatan Silimakuta dan kecamatan Purba. Bahasa

Simalungun bawah biasanya lebih lembut dibandingkan dengan bahasa Simalungun atas.

Bahasa Simalungun masih digunakan oleh penuturnya hingga sekarang. Bahkan bahasa

(4)

Kabupaten Simalungun, Kecamatan, dan sekolah-sekolah nagori atau pedesaan yang ada di

Simalungun.

Situmorang, Rumianita (2003) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Kontrastif Bunyi

Konsonan dan Vokal bahasa Jerman dan bahasa Simalungun menguraikan tentang bunyi

vokal dan konsonan bahasa Simalungun. Vokal dalam bahasa Simalungun ada 9 fonem,

yaitu: /i/, /I/, /e/, /æ/, /Ʌ/, /a/, /u/, /o/, dan /ɔ/. Fonem vokal bahasa Simalungun dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Depan

Fonem konsonan dalam bahasa Simalungun ada 16 fonem, yaitu: /p/, /b/, /m/, /t/, /d/,

/s/, /d/, /n/, /l/, /r/, /k/, /g/, /ŋ/, /Y/, /?/, dan /h/. Fonem konsonan bahasa Simalungun dapat

dilihat pada tabel di bawah:

Bilabial Dental Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat (Tb) p t k ?

Hambat (B) b d g

Frikatif (Tb) s h

(5)

Nasal m n ŋ

Lateral l

Trill/Getar r

Semivokal Y

2.2 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linguistik Historis

Komparatif. Linguistik Historis Komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan

bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam

bidang waktu tersebut (Keraf, 1984 : 22). Bidang ini mempelajari data-data bahasa yang ada,

sekurang-kurangnya lebih dari dua periode, kemudian data-data tersebut diperbandingkan

secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu.

Tujuan Linguistik Bandingan Historis adalah untuk mempersoalkan bahasa-bahasa yang

serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan

kekerabatannya, mengadakan rekonstruksi bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa purba

(bahasa proto) bahasa yangmenurunkan bahasa kontemporer dan mengadakan

pengelompokan (sub- grouping) atau bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun

bahasa (Keraf 1984:22-23). Selain itu, LinguistikHistoris Komparatif juga mempersoalkan

hubungan bahasa dengan bahasa turunan.

Sehubungan dengan tujuan Linguistik Historis Komparatif yaitu mempersoalkan

hubungan bahasa dengan bahasa turunan. Ada dua teori yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu retensi dan inovasi.

1. Retensi

Retensi adalah harkat kebertahanan dan keterwarisan unsur-unsur kebahasaan dari

proto-bahasa (misalnya sejumlah kata dasar inti seperti yang didaftarkan oleh Morris

Swadesh). Dengan kata lain, retensi adalah hasil dari pewarisan protobahasa secara linier.

Pewarisan linier adalah pewarisan sebuah fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan

(6)

fonem-fonem pada kata */abu/ pada PAN diturunkan secara linear menjadi /abu/ pada BS dengan

fonem*/a/ tetap menjadi /a/.

2. Inovasi

Inovasi adalah gejala perubahan (utamanya perubahan bentuk atau bunyi, unsur

gramatikal, dan makna leksikon) pada bahasa turunannya. Inovasi mengakibatkan terciptanya

kata baru. Dalam (Keraf, 1984: 80) inovasi adalah pewarisan dengan perubahan yang terjadi bila

suatu fonem proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya, fonem PAN *//

dalam kata */bRat/ berubah menjadi fonem /o/ pada kata /borat/ dalam BS. Pewarisan dengan

inovasi dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Perubahan berdasarkan kualitas bunyi

a. Asimilasi yaitu suatu proses bunyi dua fonem yang berbeda dalam bahasa proto

mengalami perubahan dalam bahasa sekarang menjadi fonem yang sama. Misalnya,

fonem PAN */mn/ dalam kata */somnus/ berubah menjadi dua fonem yang sama

yaitu /nn/ dalam kata /sonno/ pada bahasa Italia.

b. Disimilasi yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berwujud perubahan serangkaian

fonem yang sama menjadi fonem-fonem yang berbeda. Misalnya, dalam PAN

terdapat urutan */t....t/ pada kata */tulit/ dan */tunit/. Dalam bahasa Melayu berubah

menjadi /t....s/ pada kata /tulis/ dan /taŋis/.

2. Perubahan berdasarkan tempat

a. Metatesis yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berwujud pertukaran tempat dua

fonem. Misalnya dalam PAN Purba *ktip pətik dalam bahasa Melayu. Proses

metatesis bekerja terus dalam bahasa yang sama sehingga dihasilkan bentuk ganda

untuk suatu pengertian yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau

Melayu berikut: rontal – lontar, peluk – pekul, beting – tebing, apus – usap, dan

sebagainya (Keraf, 1984: 90).

b. Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa

penghilangan sebuah atau beberapa fonem pada awal sebuah kata. Contoh bahasa

Austronesia Purba dan bahasa Melayu seperti pada kata *hubi ubi, dan *hudan

(7)

c. Sinkop adalah perubahan bunyi yang berwujud penghilangan sebuah atau beberapa

fonem di tengah kata. Misalnya, bahasa Austronesia Purba terdapat sejumlah kata

yang mengalami perubahan dalam bahasa Polinesia Purba, misalnya: *urat *ua

„urat‟, *ira *mea (ma-ira) „merah‟, *iya *ia ‘dia‟ dan *tuha *tua „tua‟

(Keraf, 1984: 91).

d. Apokop (apocope) merupakan perubahan bunyi berupa menghilangnya sebuah atau

beberapa fonem pada akhir kata. Misalnya, dalam bahasa Polinesia Purba dalam

Austronesia Purba, *kbar *kopa „kembar‟, *kbut *kofu „dibungkus‟, dan

*klut *kolu „kerut‟ (Keraf, 1984: 91).

e. Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan fonem pada awal

kata. Misalnya katalang, mas, pat, dan pedumenjadiəlang, əmas, əmpat, dan əmpedudalam bahasa Melayu. Begitu pula dari kata Austronesia Purba əmbut diturunkan dalam kata Melayu həmbus (Keraf, 1984: 91).

f. Epentesis atau Mesogog adalah proses perubahan kata berupa penambahan fonem

ditengah kata. Misalnya kata-kata Austronesia Purba berikut akan mengalami

epentesis dalam bahasa Melayu: *kapak kampak, *kapung kampung, dan

*tubuh tumbuh. (Keraf, 1984: 92).

g. Paragog adalah perubahan yang terjadi apabila sebuah kata mengalami perubahan

berupa penambahan fonem pada akhir kata. Seperti pada bahasa Austronesia Purba ke

bahasa Polensia Purba berikut ini *but *futi „menyentak‟, *km „genggam‟ →

*komi „menekan‟dan *bun *funa „tutup‟ (Keraf, 1984: 91-92).

3. Perpaduan (Merger)

Perpaduan adalah suatu proses perubahan bunyi dua fonem proto atau lebih berpadu menjadi

satu fonem baru dalam bahasa sekarang. Misalnya, fonem */ay/ dan */uy/ PAN, dalam kata

*hatay dan */apuy/, menjadi fonem /i/ dalam bahasa Melayu: /hati/, /api/.

4. Pembelahan (Split)

Pembelahan adalah suatu proses perubahan fonem proto membelah diri menjadi dua fonem

baru atau lebih, atau suatu fonem proto memantulkan sejumlah fonem yang berlainan dalam

bahasa kerabat. Misalnya, fonem /k/ bahasa Sunda pada posisi inisial dan medial menurunkan

tiga fonem yang berbeda dalam bahasa Perancis, yaitu fonem /k/, /s/, dan /ṧ/. Fonem /k/ yang

(8)

arang. Fonem /k/ yang menurunkan fonem /k/ dalam kata cor (Latin), berubah menjadi Coeur

(Perancis) yang berarti hati.

Perubahan bunyi yang terjadi pada fonem bahasa induk terhadap bahasa turunannya dapat

digambarkan dalam empat kaidah (Schane, 1992:65-73) dalam Lubis (2004:15-18), yaitu:

1. Kaidah perubahan ciri

2. Kaidah pelesapan dan penyisipan

3. Kaidah permutasi dan perpaduan

4. Kaidah bervariabel

1. Kaidah perubahan ciri

Dalam penulisan kaidah terhadap perubahan segmen, ada tiga hal yang harus diketahui,

yaitu (1) segmen mana yang berubah, (2) bagaimana segmen itu berubah, dan (3) dalam

kondisi apa segmen itu berubah. Segmen yang mengalami perubahan digambarkan dengan

perangkat ciri yang minimal untuk identifikasi yang unik. Perubahan itu diungkapkan dalam

notasi ciri. Segmen yang berubah dan cara perubahannya dihubungkan dengan tanda panah

yang menunjukkan arah perubahan itu. Misalnya fonem vokal *a menjadi ∂ pada posisi final

kata silabel penultima, pada kata */b∂lah/ menjadi /bolah/ pada BS. Penulisan kaidahnya

adalah sebagai berikut:

*/∂/ > /o/ #K_

2. Kaidah pelesapan dan penyisipan

Dalam penulisan kaidah pelesapan dinyatakan dengan ø, simbol nol. Segmen yang

mengalami pelesapan muncul di sebelah kiri tanda siku, dan ø di sebelah kanan. Misalnya

fonem konsonan *h menjadi ø pada posisi inisial kata bersilabel dua kata pada *hujan

menjadi udan pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*h >ø /#_

Dalam kaidah penyisipan dinyatakan dengan meletakkan simbol ø di sebelah kiri

tanda siku dan segmen yang disisipkan muncul di sebelah kanan. Hal ini merupakan

kebalikan dari kaidah pelesapan. Kaidah penyisipan sejajar dengan kaidah penambahan.

(9)

kata (Paragog). Misalnya fonem /h/ menyisip pada posisi final kata silabel ultima pada kata

*walu menjadi waluh pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*ø>h / _#

3. Kaidah permutasi dan perpaduan

Kaidah permutasi ini dinyatakan dengan A > B / > C yaitu AC > BC yang lingkungannya

disebutkan di kedua sisi tanda itu. Misalnya fonem konsonan *j menjadi fonem /j/, dan /d/

pada posisi inisial silabel penultima pada kata-kata *jahit menjadi jait, , *jalan menjadi dalan

dalam BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*j > j /# _

d

Sedangkan kaidah perpaduan merupakan kebalikan dari permutasi, yaitu dua segmen

menjadi satu dan juga dinyatakan dalam format transformasional. Kaidahnya dinyatakan

dengan:

/A/

/C/

/B/

Misalnya fonem */ay/, */uy/ dalam kata *hatay dan */apuy/ menjadi fonem /i/ pada kata

/hati/, /api/, dalam bahasa Melayu. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*ay

i

*uy

4. Kaidah bervariabel

Dalam kaidah bervariabel, proses perubahan bunyi hanya dapat terjadi apabila ada

variabel yang mempengaruhinya. Variabel-variabel tersebut dapat menjadikan bunyi yang

berubah itu mengalami dua proses yaitu asimilasi dan disimilasi.

(10)

Dalam penulisan kaidah asimilasi dinyatakan dengan AB > BB. Misalnya fonem /mn/

pada kata somnus yang berarti ‘tidur’ dalam bahasa Latin menjadi fonem /nn/ pada kata

sonn

b. Disimilasi

o dalam bahasa Italia sebagai bahasa tuturannya.

Dalam penulisan kaidah disimilasi dinyatakan dengan BB > AB. Misalnya fonem

/t...t/ menjadi /t...s/ pada kata *t’ambut menjadi s’ambut dalam bahasa Melayu.

2.3Tinjauan Pustaka

Kajian tentang Refleksi fonem vokal dan konsonan sudah pernah diteliti. Namun,

RefleksiFonem Vokal dan Konsonan Proto Austronesia Dalam Bahasa Simalungun belum

pernah diteliti. Widayati (2001) dalam jurnalnya ”Refleksi Fonem Vokal Bahasa Melayu Purba

dalam Bahasa Melayu Asahan”. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah fonem-fonem

turunan dalam bahasa Melayu Asahan (BMA) ada yang merupakan refleksi langsung dari Proto

Melayu (PM) dan tetap sebagai retensi dan ada pula yang telah mengalami inovasi bentuk. PM *a

menjadi a pada silabel final, penultima, dan antepenultima merupakan bentuk retensi yang tetap

ada dalam BMA sementara o pada silabel penultima dan ә pada silabel antepenultima merupakan

bentuk inovatif; PM *i pada silabel final, penultima, dan antepenultimamenjadii merupakan

bentuk retensi dalam BMA sementara variasinya e, ә, dan a adalah bentuk inovatif; *u pada

silabel final, penultima, dan antepenultima menjadi u merupakan bentuk retensi dan o pada

silabel final, penultima, dan ә, a, i antepenultima adalah bentuk inovatif. PM *ә pada silabel final

menjadi a, pada silabel penultima menjadi o, dan pada silabel antepenultima menjadi a dan i

merupakan bentuk inovatif.

Lubis (2004) dalam skripsinya “Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Proto

Austronesia dalam Bahasa Mandailing”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data tulis

adalah metode simak dengan teknik sadap dan dilanjutkan dengan teknik catat. Data lisan

diperoleh menggunakan metode cakap dengan teknik pancing dilanjutkan dengan teknik cakap

semuka dan teknik catat. Pengkajian data menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur

penentu dengan daya pilah pembeda organ wicara, dilanjutkan dengan teknik hubung banding

menyamakan (HBS) dan hubung banding memperbedakan (HBB). Hasil penelitian ini

menemukan adanya retensi dan inovasi fonem vokal dan konsonan dalam BM, yaitu *a menjadi

/a/ dan /o/ dengan variasi /i/, /u/, dan /e/; *I menjadi /i/ dengan variasi /e/; *u menjadi /o/ dan /e/

(11)

/j/; *g menjadi /g/; *h menjadi /ø/; *ɔ menjadi /j/ dengan variasi /d/; *k menjadi /k/ dan /h/; *l

menjadi /l/; *m menjadi /m/ dengan variasi /n/; *n menjadi /n/; *p menjadi /p/; *r menjadi /r/; *R

menjadi /r/ dengan variasi /k/; *s menjadi /s/ dengan variasi /c/; *t menjadi /t/; *ŋ menjadi /ŋ/; *?

Menjadi /ø/; *z menjadi /ɔ/.

Sari (2011) dalam tesisnya “Refleksi Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa

Melayu Dialek Langkat” mengemukakan tujuan dari penelitiannya adalah untuk melihat

perubahan bunyi vokal Proto Austronesia Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat.

Dasar analisis digunakan adalah konsep perubahan bunyi dan pendekatan dari atas ke bawah

(top down approach) dengan menggunakan metode padan.Hasil analisis disimpulkan bahwa

refleksi fonem vokal PAN dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat terjadi

secara linear dan inovasi. Fonem vokal PAN berubah menjadi lima fonem vokal dalam

Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Perbandingan perbedaan perubahan fonem

vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu: perbedaan perubahan fonem PAN *a dalam BA dan

BMDL terlihat pada fonem vokal /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Pada fonem PAN *i dalam BA dan

BMDL terlihat pada fonem vokal /a/, /e/, /o/ dan /E/. Pada fonem PAN *u dalam BA dan

BMDL terlihat pada fonem vokal /i/, /o/, /|/, dan /E/. Pada fonem PAN *ә dalam BA dan

BMDL terlihat pada fonem vokal /a/ dan /o/. Sedangkan perbandingan persamaan perubahan

fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu: fonem PAN *i dalam BA dan BMDL

sama-sama berubah menjadi fonem vokal /e/ dan /o/; fonem PAN *u sama-sama-sama-sama berubah menjadi

fonem vokal /o/; fonem PAN *ә sama-sama berubah menjadi fonem vokal /a/.

Simanjorang (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Refleksi Fonem dan Leksikon

Bahasa Proto Austronesia dalam Bahasa Karo”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan

data scara lisan adalah metode cakap dengan teknik dasar teknik pancing. Selanjutnya

digunakan teknik cakap semuka. Untuk data tulis digunakan metode simak yang

dikembangkan dengan teknik sadap. Kemudian data lisan dan tulis diklasifikasikan

berdasarkan silabel dan posisinya serta silabel terbuka dan tertutupnya. Penganalisisan data

menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu dan daya pilah pembeda

organ wicara yang dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan

teknik hubung banding membedakan (HBB). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

fonem vokal *u, dan ∂ tetap muncul sebagai /u/, dan /∂/. Vokal *a dan *i mengalami split

sehingga muncul sebagi /a, i, e, u, ∂/. Fonem *(b, d, g, k, l, m, p, r, s, t, w, ŋ) PAN mengalami

pewarisan linier, sedangkan fonem *(h, j, n, z, ?) mengalami proses inovasi. Fonem diftong

(12)

Siregar (2015) dalam skripsinya “Perubahan Bunyi Bahasa Proto Austronesia ke dalam

bahasa Melayu Riau Dialek Kampar” mendeskripsikan perubahan dan pewarisan bunyi vokal

dan konsonan PAN ke dalam BMRDK. Data yang digunakan adalah 200 kosakata daftar

Swadesh dan menggunakan metode simak dengan teknik dasar berupa teknik sadap. Data

lisan diperoleh dengan metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing yang

dilanjutkan dengan teknik catat. Dalam pengkajian data digunakan metode padan dengan

teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu.Hasil penelitian ditemukan perubahan bunyi

PAN ke dalam BMRDK, yaitu metatesis, aferesis, sinkop, apokop, protesis, epentesis, dan

paragog. Pewarisan bunyi vokal dan konsonan PAN ke dalam BMRDK terjadi secara linear

dan inovasi. Pewarisan bunyi vokal PAN ke dalam BMRDK secara linear yaitu: */a/ → /a/,

*/i/ → /i/, dan */u/ → /u/ ditemukan pada posisi terbuka dan tertutup, sedangkan *// → /∂/

hanya ditemukan pada posisi terbuka. Pewarisan bunyi konsonan PAN ke dalam BMRDK

secara linear yaitu: */b/ → /b/, */d/ → /d/, */k/ → /k/, */m/ → /m/ dan */n/ → /n/ ditemukan

pada posisi terbuka dan tertutup. Sedangkan, */l/ → /l/ dan */?/ → /?/ hanya ditemukan pada

posisi tertutup dan sebaliknya pada bunyi */p/ → /p/ dan */t/ → /t/. Pewarisan bunyi vokal ke

dalam BMRDK secara inovasi yaitu: */a/ → (i, o, u), */u/ → (o, i, a), */i/ → (a,o,e,u), dan

Referensi

Dokumen terkait

Demikian juga pada umur 16 bulan perlakuan pupuk kandang 2 kg dan bokashi 2 kg tidak berbeda nyata terhadap persentase tumbuh tanaman, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda

Musikk som terapi har ikke noen slik gitt forståelsesramme å basere seg på i utgangspunktet, men er henvist til å utvikle egen teori som grunnlag for praksis, hvor det unike

Masa  manfaat  dari  masing‐masing  aset  tetap  Entitas  diestimasi  berdasarkan  jangka  waktu  aset  tersebut  diharapkan  tersedia  untuk  digunakan. 

Son yıllarda yaşanan gelişmeler sonucunda bir ihtiyaç olarak ortaya çıkan adli muhasebecilik; öncelikle çok sağlam bir muhasebe bilgisine, bunun yanı sıra, denetim, risk

Bukan tidak mungkin nasabah pindah ke lain bank karena pelayanan yang kurang, sehingga diperlukan hubungan yang baik antara bank dengan nasabah agar nasabah

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun

Menurut ulama Hanafiyah hadis terse- but dijadikan pelarangan ijbar (pemaksaan) bagi ayah maupun wali terhadap anak perem- puan atau janda yang sudah dewasa, karena

Supervision and assessment conducted by the principle of free and fair is a learning management for school personnel and school institutions, as well as the hidden curriculum