BAB II
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM YANG MEMBUAT AKTA JIKA TERJADI MASALAH PADA AKTA TERSEBUT DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN
2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014
A. Tugas pokok Dan Fungsi Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris
Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris tidak memberikan uraian yang
lengkap mengenai tugas Notaris. Menurut LumbanTobing, bahwa selain akta otentik,
notaris juga ditugaskan untukmelakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau
akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Notaris juga memberikan nasihat hukum dan
penjelasan mengenai peraturan perundang-undang kepada pihak yang bersangkutan.42 Hakikat tugas notaris selaku pejabat umum ialah mengatur secara tertulis dan otentik
hubungan hukum antara pihak yang secara manfaat dan mufakat meminta jasa notaris
yang pada dasarnya adalah sama dengan tugas hakim yang memberikan keadilan di
antara para pihak yang bersengketa. Dalam konstruksi hukum Kenotariatan, salah
satu tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan atau tindakan
penghadap/para penghadap kedalam bentuk akta otentik, dengan memperhatikan
aturan hukum yang berlaku.
Bahwa notaris tidak memihak tetapi mandiri dan bukan sebagai salah satu
pihak dan tidak memihak kepada mereka yang berkepentingan. Itulah sebabnya
dalam menjalankan tugas dan jabatannya selaku pejabat umum terdapat ketentuan
Undang- Undang.43
Tugas pokok notaris ialah membuat akta otentik. adapun kata otentik itu
menurut Pasal 1870 KUHPerdata memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya
suatu pembuktian sempurna. Disinilah letak arti penting dari seorang notaris, bahwa
notaris karena Undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang
sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada
pokoknya dianggap benar sepanjang tidak ada bukti sebaliknya. Dalam UUJN, Tugas
dan Fungsi Notaris sebagai berikut:
a. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus (waarmerking)
b. Membuat fotocopy dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan.
c. Melakukan pengesahan kecocokanfotocopydengan surat aslinya (legalisir)
d. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
e. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.
f. Membuat akta risalah lelang
g. Membetulkan kesalahan tulis atau kesalahan ketik yang terdapat pada
minuta akta yang telah ditandatangani, dengan membuat berita acara dan
memberikan catatan tentang hal tersebut pada akta asli yang menyebutkan
tanggal dan nomor berita acara pembetulan, dan salinan tersebut diberikan
kepada para pihak sesuai dengan Pasal 51 UUJN.
Mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh notaris sebagai pejabat umum
untuk membuat suatu akta otentik, seorang notaris hanya boleh menjalankan di
daerah atau wilayah yang ditentukan baginya dan hanya di dalam daerah atau wilayah
hukum itu ia berwenang Pasal 18 UUJN. Apabila notaris membuat akta di luar
wilayah hukumnya maka akta tersebut adalah tidak sah.
Kewenangan notaris menurut pasal 15 UUJN meliputi:
a. Notaris berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu,
bahwa seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu saja
yaitu yang ditugaskan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan,
dan tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta. Notaris hanya
berwenang membuat akta otentik bidang hukum perdata sepanjang bukan
merupakan wewenang dari pejabat umum lain dan tidak berwenang membuat
akta otentik di bidang hukum publik.
b. Notaris berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat. Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan
setiap orang, seperti yang tercantum dalam Pasal 52 UUJN, bahwa notaris
tidak diperkenankan membuat akta di dalam mana notaris sendiri, isterinya,
keluarga sedarah atau semenda dari notaris itu dalam garis lurus tanpa
pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ke tiga
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat.
Sesuai Pasal 19 UUJN, notaris tidak berwenang membuat akta di luar wilayah
kedudukannya. Apabila dibuat di luar wilayah hukumnya maka akta tersebut
dianggap sebagai akta di bawah tanggan.
d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari
jabatannya dan juga ia tidak boleh membuat akta selama ia memangku
jabatannya (sebelum diambil sumpahnya).
B. Akta Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris
Suatu surat dapat dikatakan sebagai akta otentik adalah sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1 angka 7 Undang- Undang Jabatan Notaris yang
menyebutkan bahwa akta Notaris bentuk dan tata cara yang di tetapkan dalam
Undang-Undang ini.Akta itu sendiri menurut A.Pitlo mengartikannya sebagai
surat-surat yang di tandatangani, dibuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk
dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.44Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang di beri tanda tangan, yang memuat
peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat
sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.45
Menurut Subekti, akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk
membuktikan sesuatu hal peristiwa, karenanya suatu akta harus ditandatangani.
44 H.R. Daeng Naja, Teknik pembuatan akta(Buku wajib kenotariatan), pustaka Yustisia,
Ketentuan Pasal 1 ayat (7) dalam Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan
bahwa akta notaris adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut
bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.46
Dari pengertian akta diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi
wewenang untuk itu, yang sebelumnya telah ditandatangani oleh pihak-pihak yang
berkepentingan tersebut. Tan Thong Kie memberikan beberapa catatan mengenai
definisi akta dan akta otentik yaitu:
1. Perbedaan antara tulisan dan akta terletak pada tanda tangan yang tertera
dibawah tulisan.
2. Pasal 1874 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan bahwa yang termasuk sebagai
tulisan di bawah tanda tangan adalah akta dibawah tangan, surat ,register
atau daftar, surat rumah tangga, serta tulisan lain yang dibuat tanpa
peraturan pejabat umum.
3. Pasal 1867 KUH Perdata selanjutnya menentukan bahwa akta otentik dan
tulisan di bawah tangan dianggap sebagai bukti tertulis.47
Selanjutnya menurut G.H.S Lumban Tobing menyatakan apabila suatu akta
otentik hendak memperoleh stempel autentisitas, hal sama akta notaris yang di buat
46
Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,(PT. Intermesa, Cetakan ke XVIII, Jakarta, 1984), hlm.178
47Tan Thong Kie,Studi Notariat Beberapa pelajaran dan serba serbi praktek notaris Ichtiar
oleh pejabat yang berwenang untuk itu, maka menurut ketentuan pasal 1868 KUH
Perdata mensyaratkan akta itu adalah sebagai berikut :
1. Akta itu harus dibuat “ oleh” atau “ dihadapan “ seorang pejabat
umum.Pejabat umum pembuat akta adalah pejabat yang diberi wewenang
berdasarkan Undang-Undang dalam batas wewenang yang telah di tetapkan
secara tegas, seperti notaris. Suatu akta adalahotentik, bukan karena penetapan
Undang-Undang akan tetapi karena dibuat oleh atau dihadapan seorang
pejabat umum.48
Dari uraian ini kemudian dapat disimpulkan bahwa akta otentik itu dapat
dibedakan atas:
a. Akta relaas : yang termasuk jenis akta ini antara lain akta berita acara
rapat pemegang saham perseroan terbatas, akta berita acara rapat direksi
perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan,
akta berita acara penarikan undian, dan akta lainnya. Isi dari akta berita
acara ini semuanya berupa keterangan atau kesaksian dari notaris yang
membuat akta itu tentang apa yang dilihatnya terjadi dihadapannya atau
yang di saksikannya dilakukan oleh orang lain, dengan kata lain tentang
apa yang di alaminya.49
b. Akta party (akta yang dibuat dihadapan pejabat oleh para pihak yang
memerlukannya).
48G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit hal 48
49M.U. Sembiring,Tehnik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas
Akta ini dinamakan akta pihak-pihak. Isi akta ini ialah catatan notaris
yang bersifat otentik mengenai keterangan- keterangan dari para
penghadap yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta bersangkutan.
Hal ini di tambah pula dengan keterangan notaris dalam akta itu tentang
telah dipenuhinya segala formalitas yang diperintahkan oleh
Undang-Undang agar akta itu memenuhi persyaratan sebagai akta otentik antara
lain keterangan notaris bahwa akta itu telah dibacakan olehnya kepada
para penghadap, dan bahwa kemudian akta itu lantas ditandatangani oleh
para penghadap, saksi-saksi dan notaris serta keterangan lainnya.
Termasuk dalam golongan akta ini antara lain, akta jual beli, akta sewa
menyewa, akta perjanjian pinjam pakai, akta persetujuan kredit dan akta
lainnya.50
Pembuatan akta notaris baik akta yang dibuat oleh maupun akta yang
dibuat di hadapan Notaris yang menjadi dasar utama atau inti dalam
pembuatan akta notaris, yaitu harus ada keinginan atau kehendak dan
permintaan dari para pihak. Jika keinginan dan permintaan para pihak
tidak ada, maka Notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud.
1) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh
Undang-Undang bentuk akta yang ditentukan oleh Undang-Undang-Undang-Undang Jabatan
Notaris terutama dalam Pasal 38.
2) Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.
Mengenai kewenangan sebagai pejabat umum oleh atau di hadapan
siapa akta itu dibuat, dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.51 Kewenangan Notaris tersebut menyangkut 4 hal yaitu:
a. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuatnya
itu
b. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut orang-orang, untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat.
c. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut tempat, dimana akta
itu dibuat.
d. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut waktu pembuatan
akta itu.52
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris
sebagaimana disebutkan diatas tugas ataupun kewenangan utama dari para notaris
adalah membuat akta otentik tentang semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan-51Ibid
penetapan yang oleh peraturan perundang-undangan atau oleh para pihak yang
berkepentingan dikehendaki agar dinyatakan dengan akta otentik, menjamin
tanggalnya, menyimpan akta-akta itu dan mengeluarkan grossenya, salinannnya dan
kutipannya. Grosse akta yang kemudian dikeluarkan oleh notaris dapat bernilai
eksekutorial karena dapat dilakukan eksekusi sehingga grosse akta disamakan dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.53
Dari ketentuan pasal itu dapat diketahui bahwa akta otentik diperbuat
mengenai perbuatan, perjanjian dan penetapan, sehingga akta notaris tersebut dapat
berupa karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yaitu sebagai alat
bukti tertulis dan merupakan syarat untuk terjadinya suatu perbuatan hukum dengan
segala akibatnya apabila perbuatan itu dinyatakan dengan akta Notaris dan akta
Notaris tersebut dapat berupa akta yang bukan karena di perintahkan oleh peraturan
perundang-undangan melainkan karena dikehendaki atau diminta oleh pihak- pihak
yang berkepentingan untuk dipergunakan sebagai alat bukti yang kuat.54
Sebagai akta otentik, akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan
pembuktian yang kuat sepanjang tidak dibantah kebenarannya oleh siapa pun, kecuali
bantahan terhadap akta tersebut dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam artian bahwa
akta yang dibuat oleh notaris tersebut mengalami kebohongan atau cacat, sehingga
akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim sebagai akta yang cacat secara hukum.
53 Salim Hs, Peekembangan hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004, hal 189.
54Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Seri Hukum Harta Kekayaan Kebendaan Pada
Begitu pentingnya keterangan yang termuat dalam akta tersebut sehingga setiap
penulisannya harus jelas dan tegas. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 42
Undang- Undang jabatan Notaris dinyatakan bahwa akta Notaris dituliskan dengan
jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak
mempergunakan singkatan. Oleh karena itu ruang dan sela kosong dalam akta digaris
dengan jelas sebelum ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk
formulir berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, semua
bilangan untuk menentukan banyaknya dan jumlahnya sesuatu yang disebut dalam
akta, seperti penyebutan tanggal, bulan dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus
didahului dengan angka.55
Dalam sebuah perjanjian ataupun kontrak harus dipenuhi unsur essensialia
karena tanpa adanya kesepakatan unsur tersebut maka sebuah perjanjian dapat batal
demi hukum.56Menurut M.U. Sembiring dalam bukunya Tehnik Pembuatan Akta, menyebutkan bahwa bentuk essensialia dari sebuah akta dapat dibedakan dalam dua
jenis yaitu:
1. Essensialia Umum
Essensialia umum akta adalah hal essensial yang harus dimasukkan dalam
setiap akta Notaris, artinya setiap akta Notaris tanpa mengindahkan nama dan
jenisnya harus dimuat hal-hal tertentu yang diperitahkan oleh peraturan
55Supriadi,Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2006, Hal 39.
56Ahmadi Miru,Hukum kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
perundangan. Dan apabila perintah tersebut tidak dilaksanakan maka akta itu
menjadi tidak sempurna sifatnya atau ada cacatnya bahkan dapat
mengakibatkan akta itu kehilangan sifat otentiknya, satu dan lain tergantung
dari jenis pelanggarannya.Adapun essensialia umum yang harus dimuat dalam
akta notaris antara lain sebagai berikut:
a) Tanggal dan tempat akta dibuat harus dicantumkan dalam akta.
Berdasarkan Pasal 38 ayat 2 dan 3 Undang- Undang Jabatan Notaris
bahwa menyebutkan bahwa setiap akta harus memuat tempat dimana akta
tersebut dilangsungkan, begitu pula hari, tanggal, bulan, dan tahun akta
itu di perbuat.
b) Nama dan tempat kedudukan notaris harus dicantumkan dalam akta.
Pasal 38 ayat 2 huruf d Undang- Undang jabatan Notaris menyebutkan
bahwa setiap akta harus memuat nama lengkap dan tempat kedudukan
notaris.
Pencantuman tempat kedudukan notaris adalah mutlak karena hal ini erat
kaitannya dengan pengawasan apakah notaris bersangkutan memang
berwenang membuat akta di tempat dimana akta tersebut dibuat ataupun
dengan kata lain apakah tempat dimana akta tersebut di buat masih
termasuk dalam wilayah kerja notaris bersangkutan.
c) Nama, pekerjaan, kedudukan penghadap dan saksi-saksi harus
dicantumkan dalam akta. Dalam pasal 38 ayat 3 huruf a, b, c dan d
memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,
pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal dan para penghadap dan
dari tiap-tiap saksi pengenal.
d) Pembuatan akta harus dihadiri oleh para saksi.
Dalam pasal 38 ayat 4 huruf b Undang- Undang Jabatan Notaris
menyatakan bahwa setiap akhir atau di bagian penutup akta harus di
uraikan tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan akta jika ada, selanjutnya dalam pasal 38 ayat 4 huruf c
menyebutkan bahwa pada bagian penutup akta juga diharuskan
mencantumkan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap- tiap saksi.
Hal diatas menunjukkan bahwa atas perintah Pasal 38 ayat 4
Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa setiap akta yang dibuat oleh seorang
Notaris harus dihadiri dan ditandatangani oleh saksi- saksi yang
sebelumnya telah dibacakan dihadapan penghadap dan saksi – saksi
dengan membuat keterangan di bagian penutupnya berupa “segera setelah
saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi-saksi, maka
ditandatanganilah akta ini oleh para penghadap, saksi-saksi dan saya
notaris.57
57Herlina Suyati Bachtiar, Contoh Akta Notaris dan Akta Di Bawah Tangan ( buku II Bagian
e) Para penghadap harus dikenal atau di perkenalkan kepada Notaris, juga
merupakan bagian essensialia umum dari setiap akta ialah hal-hal yang
sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 2 Undang- Undang Jabatan
Notaris yang menyatakan penghadap harus dikenal oleh Notaris atau
diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang paling
rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan
perbuatan hukum atau di perkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
f) Larangan bagi notaris membuat akta tertentu.
Pada dasarnya semua jenis akta yang terletak dalam bidang perdata boleh
dibuat oleh notaris, namun dalam hal tertentu ada larangan khusus bagi
notaris untuk membuat akta bagi orang-orang tertentu. Larangan tersebut
diatur dalam Pasal 52 ayat 1 Undang- Undang Jabatan Notaris yang
menyatakan bahwa notaris tidak di perkenankan membuat akta untuk diri
sendiri, isteri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan
darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan atau tanpa pembatasan
derajat,serta dalam garis kesamping sampai derajat ketiga, serta menjadi
pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan
perantaraan kuasa.
g) Larangan membuat akta yang memberi keuntungan kepada Notaris
pembuat akta, saksi dan sebagainya. Dalam Pasal 53 Undang- Undang
penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan keuntungan
bagi :
a. Notaris, istri atau suami notaris
b. Saksi, istri atau suami saksi
c. Orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris atau
saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai
derajat ketiga.
2. Essensialia khusus
Essensialia khusus adalah hal- hal utama yang bersifat essensial yang mana
harus dicantumkan khusus untuk akta –akta tertentu sedangkan untuk akta
lainnya hal tersebut tidak perlu atau bahkan sama sekali tidak boleh
dicantumkan.
Misalnya sebagaimana yang terdapat dalam akta jual beli dan akta pendirian
perseroan terbatas. Essensialia umum dari kedua jenis akta tersebut adalah
sama dan serupa antara lain hal-hal yang telah dijelaskan diatas, namun
essensialia khusus dari kedua jenis akta tersebut sangat berbeda yaitu :
a. Essensialia khusus dari akta jual-beli ialah bahwa dalam akta tersebut
harus di uraikan secara khusus benda yang di jual dan harga jual-beli
artinya dalam akta jual-beli bersangkutan harus di uraikan secara
terperinci barang-barang yang dijual dengan akta tersebut. Jika yang di
jelas jenis kendaraan tersebut apakah berupa kendaraan, truck, minibus,
otobis atau lainnya. Juga harus diuraikan nomor mesin, nomor landasan,
dan tahun pembuatannya, dan nomor polisinya.
Demikian pula harga jual beli adalah essensial dan mutlak harus
dicantumkan. Jika harga tersebut tidak disebutkan maka akibatnya ialah
tidak terjadi jual beli, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1465
KUHPerdata. Sifat essensial dari dicantumkannya benda yang dijual dan
harga jual beli dapat dipahami sebenuhnya karena keharusan
pencantuman ini adalah merupakan akibat logis dari makna jual-beli
seperti yang dicantumkan dalam pasal 1457 KUH Perdata. Tanpa
menyebutkan benda dan harga dalam akta jual-beli berarti akta itu tidak
dapat dijalankan. Kemutlakan pencantuman jenis benda yang dijual dan
harga jual memang hanya berlaku khusus untuk akta jual beli dan karena
itu tidak perlu dicantumkan dalam akta-akta lainnya.
b. Essensialia akta pendirian PT (Perseroan Terbatas) antara lain adalah
nama perseroan terbatas yang didirikan, jumlah modal dasar perseroan,
formasi susunan dan personalia dewan direksi dan dewan komisaris dan
lain-lainya.58
Kemudian dalam membuat sebuah perjanjian pada umumnya haruslah
memuat mengenai badan, isi perjanjian, dan penutup perjanjian yang kemudian
ditandatangani oleh para pihak,59selanjutnya mengenai akta yang dibuat oleh Notaris haruslah dalam bentuk dan tata cara yang di tetapkan dalam Undang- Undang Jabatan
Notaris yaitu sebagaimana yang di tetapkan dalam pasal 38 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 dari
Undang- Undang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa setiap akta terdiri atas :
awal akta, badan akta, akhir akta atau penutup akta, dimana dari setiap bentuk akta
tersebut dapat dijelaskan di bawah ini :
1. Awal akta/ Kepala Akta
Berdasarkan pasal 38 ayat 2 Undang-Undang Jabatan Notaris awal akta
terdiri judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan, tahun dan nama
lengkap dan tempat kedudukan notaris.
a) Judul akta walaupun judul tidak merupakan syarat sahnya suatu akta atau
dengan kata lain tidak mempengaruhi keabsahan suatu kontrak, judul
adalah mutlak adanya. Dengan adanya judul maka setiap orang akan
dengan mudah mengetahui jenis akta apa yang sedang mereka baca/lihat.
Judul akta harus dapat mengakomodasi seluruh akta. Artinya, antara judul
dengan isi akta harus ada korelasi dan relevansinya, karena judul akta
akan menentukan ketentuan peraturan hukum mana yang mengatur isi
atau apa yang di perjanjikan dalam akta tersebut.60 b) Nomor akta
59Gamal Komandoko, kumpulan contoh surat kontrak dan perjanjian resmi, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2007, hal 7
Setiap akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris haruslah diberi
nomor. Esensi dari ketentuan ini sebenarnya lebih pada keteraturan atau
tertib administrasi protokoler notaris. Setiap minuta (juga salinannya)
diberi nomor dari nomor 1 (satu) pada permulaan bulan demikian
seterusnya sampai akhir bulan. Minuta-minuta tersebut dikumpulkan dan
dijilid menjadi satu buku yang berjumlah paling banyak 50 ( lima puluh)
minuta setiap bukunya. Apabila seorang Notaris membuat tidak sampai
50 (lima puluh) akta, maka ia hanya membukukan minutanya tersebut
dalam satu buku. Sebaliknya apabila seorang Notaris dapat membuat
lebih dari 50 (lima puluh) akta, maka ia membukukan lebih dari satu buku
minuta. Biasanya, setiap buku minuta tersebut diberi sampul dan pada
sampul tersebut diberi catatan berapa jumlah minuta dan nomor
masing-masing minuta yang ada dalam buku tersebut. Sedangkan untuk jam, hari,
tanggal, bulan, tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris
telah dijelaskan dalam penjelasan esensialia umum dari suatu akta
diatas.61 2. Badan Akta
Dalam pasal 38 ayat (3) Undang- Undang Jabatan Notaris menyatakan
bahwa badan akta itu terdiri atas :
a) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,
pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap
dan/atau orang yang mereka wakili.
b) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap.
c) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan.
d) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
3. Akhir akta/ penutup akta
Dalam pasal 38 ayat 4 Undang-Undang Jabatan Notaris dikatakan bahwa
yang harus dimuat pada setiap akhir akta adalah sebagai berikut:
a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7)
Tentang pembacaan akta oleh Notaris, di dalam pasal 16 Ayat (1)
huruf m Undang-Undang Jabatan Notaris di tegaskan bahwa dalam
menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban membacakan akta di
hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat
dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi dan Notaris.
Dari ketentuan tersebut jelaslah bahwa setiap akta Notaris, sebelum
penghadap dan saksi-saksi. Pembacaan akta tersebut merupakan
bagian dari pembuatan atau peresmian suatu akta. Dan oleh karena
akta tersebut dibuat oleh (yang berwenang) Notaris, maka
membacakannya pun harus oleh Notaris yang bersangkutan.62
Esensi dari ketentuan ini adalah bahwa hanya apabila Notaris sendiri
yang membacakan akta tersebut, maka para penghadap yang memang
berniat untuk membuat akta otentik akan mempunyai jaminan bahwa,
akta tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang, memenuhi syarat
formal akta, meyakini isi akta sesuai dengan yang diharapkan oleh
para penghadap dan mengeliminasi adanya kesalahan-kesalahan yang
tidak perlu, baik yang akan mempengaruhi otensitas akta, maupun
kesalahan pengetikan, yang bisa jadi akan menimbulkan masalah di
kemudian hari.63
Namun dalam Pasal 16 ayat (7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
selanjutnya disebutkan bahwa pembacaan akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika
penghadap menghendaki agar tidak dibacakan karena penghadap
telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan
ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta
pada setiap halaman Minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
Berdasarkan pejelasan pasal 16 ayat (1) huruf m dan ayat (7)
Undang-Undang Jabatan Notaris dapat kita simpulkan bahwa
pelaksanaan pembacaan akta yang dibuat oleh Notaris mutlak
diperlukan kecuali para penghadap telah membaca sendiri atau telah
mengetahui dan memahami dari isi akta tersebut, dengan ketentuan
bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta dan dalam setiap
halaman Minuta akta diparaf oleh para penghadap, saksi dan Notaris.
b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatangan atau
penerjemahan akta jika ada, Dari uraian ketentuan diatas terdapat tiga
hal yang di perhatikan pada uraian ini, yaitu mengenai uraian tentang
penandatanganan, uraian tempat penandatangan, dan uraian tentang
penerjemahan akta jika ada.
A. Uraian tentang penandatanganan
Ketentuan mengenai penandatanganan akta disebutkan pada
Pasal 44 Undang-Undang Jabatan Notaris yang secara lengkap
berbunyi sebagai berikut:
1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani
oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila
ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan
2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
secara tegas pada akhir akta.
3. Akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (3)
ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan
penerjemah resmi.
4. Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan
penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) serta dalam pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara
tegas pada akhir akta.
5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), (2), (3), dan (4) mengakibatkan suatu akta
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang
menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti
rugi, dan bunga kepada Notaris.
Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan lima hal yang
pertama bahwa waktu penandatanganan akta adalah segera
setelah akta dibacakan. Ketentuan ini juga sekaligus menegaskan
bahwa pembacaan dan penandatanganan akta merupakan suatu
rangkaian perbuatan yang tidak terbagi-bagi dengan suatu
hubungan yang tidak terpisah-pisah. Dengan kata lain, tidak
itu pada hari ini sedangkan penghadap lainnya pada hari yang
berbeda. Kedua bahwa yang bertandatangan pada setiap
pembuatan akta yaitu para penghadap, saksi-saksi, dan Notaris,
kemudian apabila dalam pembuatan akta tersebut dibutuhkan
kehadiran seorang penerjemah resmi, maka akta tersebut turut
pula ditandatangani oleh penerjemah resmi yang bersangkutan.
Ketiga bahwa dalam pembuatan akta dapat saja terjadi seorang
bahkan lebih penghadap tidak dapat membubuhkan tanda
tangannya, dan untuk itu harus disebutkan alasannya. Keempat
bahwa penandatanganan akta tersebut harus disebutkan secara
tegas dalam setiap pembuatan akta, termasuk apabila terdapat
penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya, dan
kelima bahwa apabila ketentuan diatas tidak dilaksanakan, maka
akan mengakibatkan suatu akta otentik hanya mempunyai
kekuatan pembuktian di bawah tangan, tentunya hal ini akan
menjadi alasan para penghadap untuk menggugat Notaris apabila
dikemudian hari ditemukan kejanggalan didalam pembuatan akta
dan penghadap merasa dirugikan oleh akta yang dibuat oleh
Notaris tersebut.
B. Uraian tempat penandatanganan
Uraian tempat penandatanganan sangat penting, esensinya adalah
untuk membuat akta di tempat itu oleh karena menurut
Undang-Undang jabatan Notaris seorang Notaris hanya berwenang untuk
membuat akta di dalam daerah jabatannya. Dan suatu akta akan
hanya akan mempunyai kekuatan otentik apabila akta itu dibuat
di dalam daerah jabatannya itu. Bahkan termasuk apabila suatu
akta tidak mencantumkan tempat dimana akta itu dibuat dan
ditandatangani, maka akta itu pun kehilangan sifat otentiknya,
Dengan kata lain akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian
lahiriah.
C. Uraian tentang penerjemahan akta
Ketentuan mengenai penerjemahan akta dinyatakan secara tegas
dalam Pasal 43 Undang-Undang Jabatan Notaris yang
menyatakan bahwa:
1. Akta wajib dibuat dalam bahasa indonesia
2. Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan
dalam akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan
isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.
3. Jika para penghadap menghendaki, akta dapat dibuat dalam
bahasa asing.
4. Dalam hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Notaris wajib menerjemahkannya kedalam bahasa
5. Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau
menjelaskannya, akta tersebut di terjemahkan atau di
jelaskan oleh seorang penerjemah resmi.64
6. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi akta
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka yang digunakan
adalah akta yang dibuat dalam bahasa indonesia.
Hal diatas juga dinyatakan dalam pasal 44 ayat (4) yang
menyatakan pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan
penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) serta dalam pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada
akhir akta.
D. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,
kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta.
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan baik dengan
lisan maupun secara tertulis (dalam hal yang disebut terakhir ini
dengan menandatanganinya, yakni menerangkan apa yang ia
saksikan sendiri, baik berupa perbuatan atau tindakan dari orang
lain atau suatu keadaan ataupun suatu kejadian.
Para saksi ikut serta dalam pembuatan terjadinya akta itulah
sebabnya mereka dinamakan saksi instrumentair(instrumentaire
64Penerjemah resmi dalam ketentuan ini antara lain penerjemah tersumpah yang bersertifikat
getuigen). Mereka dengan jalan membubuhkan tanda tangan
mereka, memberikan kesaksian tentang kebenaran adanya
dilakukan dan di penuhinya formalitas-formalitas yang
diharuskan oleh Undang-Undang yang disebutkan dalam akta itu
dan disaksikan oleh para saksi itu.
Tugas dari para saksi instrumentair ialah :
a) Sepanjang yang mengenai akta Partij (party-akte),mereka
harus hadir pada pembuatan akta itu, dalam arti pembacaan
dan penandatanganan dari akta itu
b) Turut menandatangani akta itu
E. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam
pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang
dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta
jumlah perubahannya. Sangat penting diuraikan dalam akta
mengenai ada tidaknya perubahan yang terjadi dalam pembuatan
akta dapat berupa penambahan, pencoretan ataupun penggantian.
Tindakan ini lazimnya disebutrenvoi. Dari renvoi ini kemudian
akan terlihat kejadian yang sebenarnya dalam pembuatan,
pembacaan, dan penandatanganan akta. Isi dari pada akta
tentunya tidak boleh dirubah atau ditambah, baik berupa
penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan
penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam akta hanya sah
apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi pengesahan lain
oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Hal ini dinyatakan dalam
pasal 48 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Jabatan Notaris, dan
selanjutnya dalam ayat (3) dinyatakan bahwa pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
penggantian biaya ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Selanjutnya setiap perubahan atas akta dibuat dari sisi kiri akta.
Apabila suatu perubahan tidak dapat dibuat dari sisi kiri akta,
maka perubahan tersebut dibuat pada akhir akta, sebelum
penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan
menyisipkan lembar tambahan. Dan perubahan yang dilakukan
tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan
tersebut batal.
Pembuatan akta sebagaimana perintah dari pasal 38 ayat (1), (2), (3), (4) dan
(5) Undang-Undang Jabatan Notaris sebagaimana telah dijelaskan diatas harus
diperhatikan secara seksama oleh setiap Notaris yang hendak membuat akta otentik,
hal ini mengingat bahwa akta otentik yang dibuat oleh Notaris akan dipergunakan
diantara para pihak yang terlibat dalam akta otentik yang dibuat oleh Notaris tersebut,
sehingga pembuatan akta otentik yang berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris
mutlak harus diperhatikan oleh Notaris khususnya pasal 38 Undang-Undang Jabatan
Notaris.
Pelanggaran terhadap pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris akan
mengakibatkan sebuah akta otentik akan mempunyai kekuatan pembuktian di bawah
tangan, suatu akta yang mempunyai kekuatan dibawah tangan sebagaimana telah
dijelaskan diatas nilai pembuktiannya tidak sama dengan akta otentik, dalam akta
dibawah tangan pembuktiannya hanya terbatas pada daya kekuatan pembuktian
formil dan materil dengan bobot kualitas yang jauh lebih rendah dibandingkan
dengan akta otentik yang juga mempunyai kekuatan pembuktian luar.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka apabila terjadi sengketa dimana salah
satu pihak mengajukan akta dibawah tangan misalnya, surat perjanjian jual-beli atau
sewa menyewa yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh pihak kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian itu. Jika pihak yang menandatangani surat perjanjian itu
mengakui atau tidak menyangkal tandatangannya, yang berarti ia mengakui atau tidak
menyangkal kebenaran apa yang tertulis dalam perjanjian itu, maka akta dibawah
tangan tersebut memperoleh suatu kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta
resmi. Akan tetapi jika tangan itu disangkal, maka pihak yang mengajukan surat
perjanjian tersebut diwajibkan untuk membuktikan kebenaran penandatanganan atau
isi akta tersebut. Ini adalah suatu hal yang sebaliknya dari apa yang berlaku terhadap
diwajibkan membuktikan bahwa tanda tangan itu palsu dengan kata lain, pejabat
umum atau Notaris yang membuat akta tersebut telah melakukan pemalsuan surat.65 C. Pertanggungjawaban Notaris Sebagai Pejabat Umum yang membuat Akta
Jika Terjadi Masalah Pada Akta Tersebut di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik
hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa
Notaris. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang
memiliki unsur-unsur sebagai berikut :66 1. Memiliki integritas moral yang mantap.
2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri.
3. Sadar akan batas-batas kewenangannya.
4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang atau materi.
Sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan untuk mengemban
sebagian tugas negara, notaris harus dapat menjalankan tugas profesi dengan sebaik
mungkin sesuai dengan hukum agamanya dan hukum serta peraturan yang berlaku
oleh karena itu jika Notaris berbuat melanggar hukum, sanksinya tidak hanya berupa
sanksinya tidak hanya berupa sanksi hukum positif saja, melainkan sanksi moral dari
masyarakat dan sanksi spiritual menurut hukum agamanya. Sebagai pejabat umum
65M. Yahya Harahap,Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 590-591
66
yang diberikan kepercayaan untuk mengemban tugas negara, Notaris tidak bisa
menghalalkan segala cara untuk mencapai profesionalnya.67
Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang selanjutnya telah diganti dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, selain itu Notaris juga harus tunduk
pada Kode Etik Notaris dan peraturan lainnya yang menyangkut dengan proses
pembuatan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris.
Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan jabatannya yaitu berperan secara
tidak memihak dan bebas. Sangat bahaya jika kemudian dikatakan bahwa Notaris
tersebut telah membantu menyalahgunakan keadaan dalam pembuatan aktanya dan
tentunya lebih bahaya lagi kalau notaris itu dimanfaatkan oleh klienya.68
Hal ini sebisanya dihindarkan dan harus kita memperlihatkan sikap memang
demikian keadannya bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya itu mandiri dan
tidak memihak, yaitu dengan jalan memberikan penjelasan dan informasi yang
lengkap, baik mengenai hak dan kewajiban maupun akibat hukum dari para pihak
mengenai akta yang akan ditandatanganinya sehingga masing-masing pihak telah
berada dan mendapat hak yang sama dalam pembuatan akta.69
67Anke Dwi Saputro, Op.Cit hal 182
68Harlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya
Mengenai tentang apa yang menjadi tanggung jawab Notaris terhadap akta
yang dibuatnya, Habib Adjie membaginya dalam dua bagian yaitu:
a. Tanggung jawab Notaris dalam hal yang bersifat perdata
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 702 K/Sip/1973
tertanggal 5 September 1973 menyatakan Notaris fungsinya hanya
mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh
para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi
Notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa yang dikemukakan oleh
penghadap dihadapan Notaris tesebut. Berdasarkan substansi atau makna
putusan Mahkamah Agung tersebut, jika akta yang dibuat di hadapan atau
oleh Notaris bermasalah oleh para pihak sendiri, maka hal tersebut menjadi
urusan para pihak itu sendiri, Notaris tidak perlu dilibatkan, dan dalam akta.
Jika dalam kasus seperti ini, yaitu akta dipermasalahkan oleh para pihak
sendiri, dan akta tidak bermasalah dari aspek lahir, formil dan materil, maka
sangat bertentangan dengan kaidah hukum tersebut diatas.70
Notaris dapat saja dituntut atau digugat oleh para pihak jika para pihak yang
menghadap Notaris (para pihak/ penghadap yang namanya tersebut tercantum
dalam akta) ingin melakukan pengingkaran (atau ingin mengingkari)
terhadap:71
a) Hari, tanggal, bulan dan tahun menghadap
70 Habib Adjie, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan (kumpulan Tulisan),
b) Waktu (jam) menghadap
c) Tanda tangan yang tercantum dalam minuta akta
d) Merasa tidak pernah menghadap
e) Akta tidak ditandatangani dihadapan Notaris
f) Akta tidak dibacakan
g) Alasan lain berdasarkan formalitas belaka.
Pengingkaran atas hal-hal tersebut dilakukan dengan cara menggugat
Notaris (secara perdata) ke pengadilan Negeri, maka para pihak tersebut
wajib membuktikan hal-hal yang di ingkarinya, dan Notaris wajib
mempertahankan aspek-aspek tersebut, sehingga dalam kaitan ini perlu
dipahami dan diketahui Kaidah Hukum Notaris yaitu: Akta Notaris
sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna sehingga
jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut
tidak benar maka orang/pihak yang menilai atau yang menyatakan
tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan
hukum.72
b. Tanggung jawab dalam hal yang bersifat pidana
Dalam praktik Notaris ditentukan kenyataan, jika ada akta notaris
dipermasalahkan oleh para pihak atau para pihak lainya maka sering pula
notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu
melakukan suatu tindak pidana, yaitu membuat dan memberikan keterangan
palsu ke dalam akta notaris. Hal ini pun menimbulkan kerancuan, apakah
mungkin Notaris secara sengaja atau khilaf bersama-sama para
penghadap/pihak untuk membuat akta yang diniatkan sejak awal untuk
melakukan suatu tindak pidana.
Dalam kaitan ini tidak berarti notaris tidak dapat dihukum atau kebal hukum.
Notaris bisa saja dihukum pidana, jika dibuktikan dipengadilan, bahwa secara
sengaja atau tidak sengaja Notaris bersama-sama dengan para pihak/
penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap lainya. Jika hal ini
terbukti, Maka Notaris tersebut dapat dihukum.73Dalam hal ini Notaris bisa saja dipidanakan dengan tuduhan ikut serta memberikan keterangan palsu
dalam sebuah akta yang dibuatnya berdasarkan Pasal 263, Pasal 264, dan
Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dengan demikian Pemidanaan terhadap Notaris dapat saja dilakukan dengan
batasan :74
a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahir, formal, dan
materil akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta
direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh
Notaris bersama-sama (sepakat) para penghadap untuk dijadikan dasar
untuk melakukan suatu tindak pidana.
b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta di hadapan atau
oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan peraturan jabatan Notaris.
c. Tindakan Notaris tersebut juga tidak sesuai menurut Instansi yang
berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis
Kehormatan Notaris.
Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang
batasan-batasan sebagaimana tersebut diatas dilanggar, artinya disamping
memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris dan Kode Etik Jabatan Notaris juga harus memenuhi
rumusan tersebut dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.
sanksi pidana merupakanultimum remedium, yaitu jalan terakhir, apabila
sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak bisa
mengatasinya atau dianggap tidak ada jalan lain. Oleh karena itu
penggunaan sanksi pidana harus dibatasi.75
Berkaitan dengan ini menurut Meijers di perlukan adanya kesalahan besar
untuk perbuatan yang berkaitan dengan pekerjaan dibidang ilmu
pengetahuan seperti Notaris. Notaris bukan sekedar membuat akta atau
orang yang mempunyai pekerjaan membuat akta, tapi Notaris dalam
menjalankan jabatannya didasari atau dilengkapi berbagai ilmu
pengetahuan hukum dan ilmu-ilmu lainnya yang harus dikuasai secara
terintegrasi oleh Notaris dan akta yang dibuat dihadapan Notaris
mempunyai kedudukan sebagai alat bukti, dengan demikian Notaris harus
mempunyai pengetahuan yang luas yang baik dalam menjalankan tugas
jabatannya. Pemeriksaan terhadap Notaris kurang memadai jika dilakukan
oleh mereka yang belum mendalami dunia Notaris, artinya mereka yang
akan memeriksa Notaris harus dapat membuktikan kesalahan besar yang
dilakukan oleh Notaris yang mempunyai kekuatan logika hukum yang
diperlukan dalam memeriksa Notaris, bukan logika kekuatan (kekuasaan)
yang diperlukan dalam memeriksa Notaris.76
Akta merupakan bagian yang terpenting dari dunia kenotariatan, berdasarkan
Undang-Undang Jabatan Notaris kemudian akta yang dibuat oleh Notaris menjadi
alat pembuktian yang kuat dan sempurna, sehingga bagi mereka yang kemudian
menyangkalnya harus dapat membuktikannya di pengadilan bahwa akta yang dibuat
oleh Notaris tersebut cacat hukum, atau tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati
oleh para pihak atau penghadap.
Akta Notaris berisi keterangan dan pernyataan para pihak, dibuat diatas
kehendak atau permintaan para pihak, dan Notaris membuatnya dalam bentuk yang
sudah ditentukan menurut Undang-Undang. Notaris bukan pihak dalam akta tersebut,
pencantuman nama notaris dalam akta karena perintah Undang-Undang, selanjutnya
membatalkan akta notaris berarti secara lahiriah tidak mengakui akta tersebut, dengan
demikian akta tersebut bukan akta notaris. Penilaian akta Notaris secara lahiriah
bukan akta Notaris, maka harus dibuktikan dari awal sampai akhir akta, bahwa ada
syarat yang tidak dipenuhi mengenai bentuk suatu akta Notaris. Jika dapat dibuktikan
bahwa akta Notaris tersebut tidak memenuhi syarat sebagai sebuah akta Notaris,
maka akta tersebut akan mempunyai nilai pembuktian sebagaimana akta dibawah
tangan, yang penilaian pembuktiannya tergantung kepada pengakuan para pihak dan
hakim.77
Berdasarkan penjelasan diatas Pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang
dibuatnya adalah secara perdata notaris hanya bertanggung jawab kepala akta, berarti
yang berisikan terhadap kewenangan para penghadap dalam menandatangani akta,
selanjutnya terhadap penutup akta yang berisi kewenangan saksi-saksi kemudian
dihadapkan oleh para penghadap untuk menandatangani akta, sedangkan terhadap isi
akta notaris hanya bertanggung jawab bahwa akta yang dibuatnya tidak melanggar
klausul-klausul yang dilarang oleh Undang-Undang dan norma kepatutan yang ada di
dalam masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Secara pidana sendiri Notaris dapat dituntut ke pengadilan apabila dikemudian
hari aparat yang berwenang seperti kepolisian dan jaksa penuntut umum dapat
membuktikan bahwa Notaris secara sadar meyakinkan telah memasukkan
keterangan-keterangan yang menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak
lainnya.