• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. Tanah

yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan

hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang

disebut hak. Tanah adalah sebagian dari bumi yang merupakan dasar menguasai dari

Negara yang terdiri dari hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat

diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama

dengan orang lain serta badan hukum. Demikian jelaslah bahwa tanah dalam

pengertian yuridis adalah permukaan bumi.1

Tanah adalah sumber penghasilan yang pokok dan dengan memiliki tanah

berarti masyarakat mempunyai kedudukan social yang terhormat dalam masyarakat

hukum. Setiap manusia tentu memerlukan tanah untuk kehidupan oleh sebab itu tanah

merupakan fungsi social yang pemanfaatannya harus membantu meningkatkan

kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan social. Pemanfaatan tanah

dapat terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara

kelestarian alam dan lingkungan, serta mencegah penggunaan tanah yang merugikan

kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan.2

(2)

Tujuan dari pada pembangunan di bidang pertanian ini adalah untuk

mendukung pembangunan di bidang ekonomi, dalam upaya untuk tumbuh dan

berkembang atas kekuatan sendiri sehingga tanah pertanian yang merupakan sumber

daya kehidupan, memegang peran yang sangat penting bagi kehidupan dan

penghidupan masyarakat di Indonesia terutama di pedesaan dalam mencukupi

kebutuhannya.

Tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen,

karena memberikan suatu kemanfaatan untuk dicadangkan bagi kehidupan di masa

mendatang dan pada dasarnya tanah pula yang akan dijadikan sebagai tempat

persemayaman terakhir bagi seseorang yang meninggal dunia.3

Terlepas dari pada keramat atau tidak, menurut hukum adat, manusia dengan

tanahnya mempunyai hubungan kosmis-magis-religius, selain hubungan hukum.

Hubungan ini bukan saja antara individu dengan tanah, tetapi dapat juga antar

sekelompok anggota masyarakat suatu persekutuan hukum adat (

Rechtsgemeenstschap )di dalam hubungan dengan hak ulayat.4

Hubungan antara warga Negara Indonesia dengan tanah tersebut merupakan

hak yaitu hak penguasaan atas tanah. Dalam hukum tanah dikenal ada hubungan yang

abadi antara tanah dengan warga Negara Indonesia, dan ini menjadi hubungan yang

sangatlah sacral, sehingga terjadinya hubungan magis antara tanah dengan

pemiliknya dalam masyarakat.5

3Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Agraria Dalam Pembangunan di Indonesia,( Bandung;Alumni, 1978 ) hlm.1

(3)

Dalam rangka untuk melindungi golongan petani yang berekonomi lemah

terhadap praktek-praktek yang mengandung unsur-unsur exploitation dari golongan

berekonomi kuat, maka pemerintah Indonesia telah mengatur perjanjian tersebut

dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 ( selanjutnya disingkat menjadi UU

No.2 Tahun 1960 ) tentang Perjanjian Bagi Hasil, yang mulai diberlakukan pada

bulan Januari tanggal 7 Tahun 1960 dan merupakan dasar pembenaran (justification)

bagi berlakunya di masyarakat.

UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Pertanian ini mengatur

perjanjian pengusahaan tanah dengan bagi hasil, agar pembagian hasil tanahnya

antara pemilik dengan penggarap dilakukan atas dasar yang adil dan agar terjamin

pula kedudukan hukum yang layak bagi penggarap itu, dengan menegaskan hak dan

kewajiban baik dari penggarap maupun pemilik.6

Adapun tujuan dilahirkannya Undang-undang yang mengatur tentang

perjanjian bagi hasil ini adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Penjelasan

Undang-undang tersebut, yakni :

1. Agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarapnya dilakukan atas

dasar yang adil,

2. Dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pemilik dan

penggarap agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para

penggarap, yang biasanya dalam perjanjian bagi hasil itu berada dalam

(4)

kedudukan yang tidak kuat yaitu karena umumnya tanah yang tersedia tidak

banyak, sedang jumlah orang yang ingin menjadi penggarapnya adalah sangat

besar,

3. Dengan terselenggaranya apa yang tersebut pada angka 1 dan 2, maka akan

bertambahlah kegembiraan bekerja pada para petani penggarap, hal mana

akan berpengaruh baik pada cara memelihara kesuburan dan mengusahakan

tanahnya. Hal itu tentu akan berpengaruh baik pada produksi tanah yang

bersangkutan, yang berarti suatu langkah maju dalam melaksanakan program

yang akan melengkapi sandang pangan rakyat.

Namun dilihat dari tujuan dibuatnya undang-undang ini sebagaimana yang

dikemukakan diatas, maka sudah sepantasnya kedudukan petani penggarap semakin

telindungi dan pengelolaan lahan pertanian juga semakain terjaga.

Meskipun usia dari undang-undang perjanjian bagi hasil ini sudah mencapai

55 tahun, dari beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai daerah khususnya di

Sumatera Utara, ternyata pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil yang dilakukan oleh

masyarakat petani tidak didasarkan pada UU No. 2 Tahun 1960 tersebut, melainkan

masih menggunakan ketentuan hukum adat atau kebiasaan yang berlaku di tempat

tersebut.

Gejala perjanjian bagi hasil hanya dapat muncul dalam masyarakat dimana

sektor pertanian masih mempunyai arti penting dalam menunjang perekonomian

masyarakat yang bersangkutan. Perjanjian bagi hasil yang berlaku di dalam

(5)

kepada sesama anggota masyarakat.7 Demikian yang terjadi pada masyarakat di

Kacamatan Salapian Kabupaten Langkat, dimana pada awalnya perjanjian bagi hasil

lebih bersifat social untuk menolong sesama warga untuk membantu perekonomian

masing-masing.

Desa di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, pihak yang tidak memiliki

lahan pertanian menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah kepunyaan orang

lain, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan perjanjian bagi hasil yang telah

disepakati diantara pihak yaitu pemilik lahan dan penggarap lahan. Perjanjian ini

semula diatur menurut hukum adat setempat dimana perimbangannya pembagian

hasil ditetapkan sesuai dengan perjanjian yang di lakukan oleh kedua belah pihak.

Berdasarkan survey pendahuluan pada bulan Agustus 2015 di Kecamatan

Salapian Kabupaten Langkat khususnya di desa Ujung Terang, dapat diketahui bahwa

sebagian besar anggota masyarakat yang melakukan perjanjian bagi hasil tetap

menggunakan sistem yang mengikuti kebiasaan yang berlaku pada desa tersebut, dan

hasilnya sangat sulit di telaah karena tidak adanya bahan atau perjanjian yang dibuat

secara tertulis yang dapat dijadikan sebagai bukti terjadinya perjanjian bagi hasil.

Berkaitan dengan hal tersebut, Setiap kegiatan dalam masyarakat apalagi yang

menyangkut perekonomian, terutama pertanian harus menunjang keberhasilan

pemerintah dalam membina kehidupan yang lebih baik bagi rakyat kita terutama pada

para petani, dan teristimewa petani tunakisma ataupun petani gurem. Tugas kita

(6)

adalah berusaha agar mereka juga dapat menikmati hasil pembangunan secara layak

dan seimbang sesuai dengan yang dicita-citakan.8

Sebelum di keluarkannya UU No. 2 Tahun 1960 tetang Perjanjian Bagi Hasil,

di daerah padat penduduk seperti di pulau Madura, Bali, Jawa telah mengalami

kondisi dimana jumlah lahan yang tersedia tidak sebanding dengan banyaknya jumlah

pengarap. Biasanya dalam keadaan seperti ini, penggarap secara terpaksa menerima

persyaratan yang diajukan oleh pemilik lahan, walaupun syarat tersebut sangatlah

tidak adil bagi penggarap.

Dalam keadaan seperti ini, tentunya perjanjian bagi hasil yang terjadi pada

masyarakat tidaklah sepenuhnya berlandaskan pada perjanjian antara pemilik lahan

dan penggarap, tetapi lebih dominan diatur oleh hukum kebiasaan atau hukum adat

setempat. Sementara hukum kebiasaan tidak mengatur secara rinci sehingga sering

sekali terjadi dimana kedudukan penggarap selalu dalam posisi yang lemah. Dalam

hal ini sangatlah dimungkinkan terjadinya ketimpangan dalam perjanjian yang

memberatkan pihak penggarap lahan.

Hal ini tentunya tidak dapat dibiarkan karena sangat bertentangan dengan

prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, yang sama sekali

tidak membenarkan penindasan yang dilakukan oleh pihak pemilik lahan terhadap

penggrap lahan. Hal ini tentunya juga sangat bertentangan dengan tujuan nasional

(7)

yang ingin dicapai yaitu mencerdaskan dan memajukan kesejahteraaan umum bagi

rakyat di Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya pada kaum petani.

Upaya yang dapat dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan dalam pembagian

hasil yang merata dan memperluas kesempatan kerja yaitu dengan melaksanakan

ketentuan bagi hasil atas tanah pertanian sesuai dengan keadaan kondisi para pihak

dan tentunya secara adil sehingga tidak merugikan kedua belah pihak. Dengan

demikian, maka tidak terjadi kerugian diantara para pihak dan lapangan pekerjaan di

sektor pertanian juga dapat semakin meningkat.

Sesuai dengan apa yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut dengan maksud dan tujuan untuk menguraikan bagaimana

pelaksanaan perjanjian bagi hasil dalam lapangan di Desa Ujung Teran Kecamatan

Salapian Kabupaten langkat di tinjau dari segi hukum. Dengan latar belakang yang

telah diuraikan, penulis menyusun dan mengajukan judul penelitian thesis yang

berjudul ; “Efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang

perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian

Kabupaten Langkat”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang

Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian

Kabupaten Langkat?

2. Bagaimana Pembagian Bagi Hasil Tanah Pertanian yang di lakukan oleh

(8)

3. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1960 di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten

Langkat?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun

1960 di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui pembagian hasil tanah pertanian yang dilakukan oleh

masyarakat di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat tidak terlaksananya

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian

Kabupaten Langkat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menyumbang pemikiran di bidang

hukum yang mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin

ilmu hukum yang berkaitan dengan hukum perjanjian.

2. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan

untuk para praktisi hukum, masyarakat, pemerintah, akademisi tentang tata cara

melaksanakan perjanjian bagi hasil.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran yang dilakukan pada

(9)

Universitas Sumatera Utara terhadap hasil-hasil penelitian yang ada, ternyata di

Kabupaten Langkat Khususnya pada Kecamatan Salapian belum ada yang melakukan

penelitian mengenai pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang sesuai dengan UU No. 2

Tahun 1960. Oleh sebab itu, penulisan dan penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan secara akademisi berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan

kejujuran.

Adapun penelitian yang menyerupai, di perpustakaan Sekolah Pascasarjana

khususnya pada Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yakni;

1. Analisis pelaksanaan perjanjian bagi hasil ( mudharabah ) antara Debitur dan

bank dengan sitem syari’ah ( penelitian di bank BNI syari’ah Medan), Thesis

oleh Panataran Simanjuntak, Sekolah Pascasarjana USU, Program Magister

Kenotariatan, Medan, Tahun 2005.

2. Prinsip bagi hasil pada perjanjian pembiayaan perusahaan modal ventura (

Suatu penelitian di Kota Medan ), Thesis oleh Diana Febriana Lubis, Sekolah

Pascasarjana USU, Program Magister Kenotariatan, Medan Tahun 2001.

3. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian ( Studi Di Kecamatan

Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara ), Thesis oleh Sanggul Maria

Hutagalung, Sekolah Pascasarjana USU, Program Magister Kenotariatan,

Medan, Tahun 2002.

4. Pelaksanaan undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi

(10)

Thesis oleh Malem Ginting, Sekolah Pascasarjana USU, Program Magister

Ilmu Hukum, Medan, Tahun 2006.

5. Perjanjian bagi hasil lahan pertanian (Al-Muzara’ah) dari perspektif fiqih

islam dan adat aceh (Studi di Kecamatan Semadam Kabupaten Aceh

Tenggara), Thesis oleh M.Furqan, Sekolah Pascasarjana USU, Program

Magister Kenotariatan, Medan Tahun 2013.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Secara umum dapat diartikan bahwa kerangka teori adalah merupakan garis

besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan

mengenai sesuatu peristiwa, sedangkan konsepsi adalah rancangan yang telah ada

dalam pikiran.9

1. Kerangka Teori

Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik

tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara

rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan

suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu

penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris

untuk dapat dinyatakan benar.10

Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana

mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.11

9 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua ( Jakarta;Balai Pustaka, 1995 ) hlm. 520 &1041

(11)

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Teori Efektivitas”

sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah

bahwa suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-benar berfungsi, senantiasa

dapat dikembalikan kepada paling sedikit ada empat factor yaitu;

a. Kaidah Hukum atau peraturan itu sendiri

b. Petugas yang menegakkan atau menetapkan

c. Fasilitas yang dikerjakan akan dapat mendukung pelaksanaan kaidah hukum

d. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.12

Selanjutnya Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum dikatakan efektif

kalau warga masyarakat berperilaku sesuai yang diharapkan atau dikehendaki oleh

hukum itu sendiri.13 Berarti bahwa efektifitasnya suatu peraturan hukum, sangat

tergantung pada norma hukum itu sendiri.

Menurut “ Teori Keberlakuan” (Geltungsslehre),14bahwa dalam pembentukan

hukum tersebut hendaklah memenuhi tuntutan, yang berlaku secara filosofis, yuridis

dan sosiologis. Artinya masing-masing bahwa secara filosofis sesuai dengan

diterimanya oleh norma. Secara yuridis artinya bahwa hukum itu sesuai dengan

system yang dianut oleh Negara dan karenanya aturan dan keputusan hukumnya itu

legal sehingga dapat dibenarkan dan dilindungi. Secara sosiologis artinya bahwa

hukum itu dijalankan secara sewajarnya oleh anggota masyarakat tanpa ada perasaan

12Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat ( Jakarta;Rajawali, 1982 ) hlm.14

13Soerjono Soekanto,Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat ( Bandung; Alumni, 1982 ) hlm.88

(12)

terpaksa atau dipaksakan. Karena hal itu dianggap oleh masyarakat sebagai suatu

kewajaran bila dilaksanakan dalam hidup sehari-hari, dan masyarakat ikut membantu

mempertahankan pelaksanaannya.

Substansi dari pada hukum adalah hak dan kewajiban. Tujuan ketertiban

untuk memelihara dan mempertahankan hak dan kewajiban subjek hukum itu dalam

masyarakat. Salah satu hukum yang mengatur hak dan kewajiban dalam hubungan

hukum antara subjek hukum terhadap sesuatu objek diatur melalui suatu perjanjian

dan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri

terhadap satu orang lain atau lebih.15

Dalam pelaksanaan hukum tidak selalu dipatuhi oleh masyarakat atau diterima

oleh para pihak, ada kalanya pelaksanaan hukum mengalami hambatan yang

diakibatkan oleh factor internal dan factor eksternal. Dimana factor internal, hukum

adalah kesadaran hukum masyarakat itu sendiri yang terdapat dalam budaya hukum

masing-masing, sedangkan faktor eksternal, dimana tidak tersedianya sarana dan

prasarana hukum serta para petugas hukum itu sendiri.

2. Konsepsi

Dalam penelitian ini, penulis akan menguraikan beberapa konsep yang

berkenaan dengan hal-hal yang akan diteliti. Konsep ini diberikan batasan dimana

yang telah di atur dalam undang-undang maupun di dalam referensi yang dijadikan

suatu rangkuman sebagai berikut;

a. Tanah adalah lahan pertanian yang dijadikan objek perjanjian bagi hasil

(13)

b. Pemilik ialah orang atau badan hukum yang berdasarkan sesuatu hak

menguasai tanah;16

c. Penggarap ialah seseorang yang melakukan suatu usaha atau mengelola

tanaman diatas tanah pertanian milik orang lain.

d. Perjanjian Bagi Hasil ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang

diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum

pada lain pihak yang dalam undang-undang ini disebut “penggarap”

berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut

untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan

pembagian hasilnya antara kedua belah pihak;17

e. Hasil tanah ialah usaha pertanian yang diselenggarakan oleh penggarap

setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupuk, ternak serta biaya untuk menanam

dan panen;18

f. Petani ialah orang, baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai tanah

yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk

pertanian;19

g. Hak ialah sesuatu yang diterima oleh pemilik dan penggarap berdasarkan

perjanjian bagi hasil;

(14)

h. Kewajiban adalah suatu tugas yang harus dilaksanakan oleh pemilik dan

penggarap sesuai ketentuan perjanjian bagi hasil;

i. Sarana ialah sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan peraturan tertulis

atau undang-undang.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara atau jalan atau proses pemeriksaan atau

penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis

(Logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori suatu ilmu atau

beberapa cabang ilmu tertentu, untuk menguji kebenaran atau mengadakan verifikasi

suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa social

atau peristiwa hukum tertentu.20

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, dengan

alasan bahwa di lokasi ini, lahan pertanian masih cukup luas dan mata pencaharian

penduduk umumnya bertani, termasuk petani penggarap dengan system perjanjian

bagi hasil.

2. Spesifikasi Penelitian

Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian ini adalah jenis, sifat dan

pendekatan penelitian.

a. Jenis

(15)

Jenis penelitian yang dipakai dalam pembuatan thesis ini adalah penelitian

hukum empiris, dimana penelitian ini merupakan suatu metode penelitian

hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti

bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.

b. Sifat

Penelitian ini bersifat analitis deskriptif dimana dalam penelitian ini

menguraikan atau mendeskripsi datan yang diperoleh secara normative dan

empiris, lalu diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut secara

sistematis.

c. Pendekatan

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian thesis ini adalah pendekatan yuridis

sosiologis dimana model dari penelitian yuridis sosiologis mempunyai objek

kajian mengenai perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dikaji dalam

perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan system norma yang ada.

Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya

sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula dilihat dar perilaku

masyarakat sebagai bentuk aksi dalam mempengaruhi pembentukan sebuah

ketentuan hukum positif.21

3. Sumber Data

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan diperoleh dari

sumber data yang meliputi data primer dan sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

(16)

Bahan hukum primer adalah UUD Republik Indonesia Tahun 1945,

Buergerlijk Wetbook, UU No.2 Tahun 1960, UU No. 5 Tahun 1960, Instruksi

Presiden Republik Indonesia No. 13 Tahun 1980, Keputusan Bersama Menteri Dalam

Negeri dan Menteri Pertanian No. 211 Tahun 1980, sedangkan bahan hukum

sekunder terdiri dari hasil penelitian, dokumentasi dan literature. Bahan hukum tersier

adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

Keseluruhan data sekunder ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan,

sedangkan data primer melalui penelitian lapangan di Kecamatan Salapian Kabupaten

Langkat.

4. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data dilakukan dengan cara library research dan

field research,yaitu meliputi;

a. Studi dokumen yaitu dilakukan terhadap dokumentasi berupa buku-buku,

literature, data dari Statistik Kecamatan dan laporan hasil penelitian.

b. Kuisioner yaitu dilakukan dengan menyusun daftar pertanyaan secara

terstruktur yang ditanyakan langsung kepada para responden pada saat

pengambilan data.

c. Wawancara yaitu dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang

bertujuan untuk memperoleh data yang lebih mendalam berkaitan dengan

maslah yang diteliti. Terhadap narasumber dilakukan pula wawancara untuk

(17)

5. Penetapan Sampel dan Responden

Sampel diperoleh dengan cara teknik non random sampling secara purposive,

sedangkan sebagai responden adalah para warga masyarakat yang terlibat dalam

perjanjian bagi hasil, Kepala Desa dan Camat.

Responden yang dimaksud adalah:

a. Camat Kepala Wilayah Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

b. Kepala Desa di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

c. Para warga masyarakat sebanyak 50 (lima puluh) orang yang terlibat langsung

dalam perjanjian bagi hasil, yakni pemilik lahan sebayak 25 (dua puluh lima)

Kepala Keluarga dan penggarap lahan sebanyak 25 (dua puluh lima) Kepala

Keluarga yang tersebar dalam desa.

6. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk

memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan

metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang ralistis atau fenomenal social yang

bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun

penuh dengan keragaman.22selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan

penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal

yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.23

22Burhan Bungin,Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi,( Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003 ) hlm. 53

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel kehandalan dengan kepuasan pasien di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum GMIM Pancaran Kasih Manado

Didasari dengan kebutuhan fungsional sistem yang ditunjukkan pada Gambar 1, sistem akan mengelola data diri pencari kerja, daftar kompetensi diri, riwayat pendidikan,

Sebagai instalasi tenaga listrik yang dialiri arus maka pada transformator akan terjadipanas yang sebanding dengan arus yang mengalir serta temperatur udara

Keunikan pada film kartun serial ini antara lain: mengajak penonton (anak- anak) untuk berinteraksi dengan Dora sebagai tokoh utama dengan cara Dora bertanya kepada anak-anak yang

Tabel 4.9 Perbandingan efisiensi transformator tiga fasa dengan belitan tersier. dengan transformator tiga fasa tanpa

Pajak Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan yang

Penilaian Tingkat Kinerja Bank Umum memakai pendekatan Risiko ( Risk-based Bank Rating/RBBR) , sedangkan Penilaian Tingkat Kinerja Bank Perkreditan Rakyat menggunakan

Hasil pengujian dengan menggunakan program SPSS menunjukkan bahwa variabel bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati berpengaruh terhadap kepuasan