Tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. Tanah
yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan
hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang
disebut hak. Tanah adalah sebagian dari bumi yang merupakan dasar menguasai dari
Negara yang terdiri dari hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama
dengan orang lain serta badan hukum. Demikian jelaslah bahwa tanah dalam
pengertian yuridis adalah permukaan bumi.1
Tanah adalah sumber penghasilan yang pokok dan dengan memiliki tanah
berarti masyarakat mempunyai kedudukan social yang terhormat dalam masyarakat
hukum. Setiap manusia tentu memerlukan tanah untuk kehidupan oleh sebab itu tanah
merupakan fungsi social yang pemanfaatannya harus membantu meningkatkan
kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan social. Pemanfaatan tanah
dapat terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara
kelestarian alam dan lingkungan, serta mencegah penggunaan tanah yang merugikan
kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan.2
Tujuan dari pada pembangunan di bidang pertanian ini adalah untuk
mendukung pembangunan di bidang ekonomi, dalam upaya untuk tumbuh dan
berkembang atas kekuatan sendiri sehingga tanah pertanian yang merupakan sumber
daya kehidupan, memegang peran yang sangat penting bagi kehidupan dan
penghidupan masyarakat di Indonesia terutama di pedesaan dalam mencukupi
kebutuhannya.
Tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen,
karena memberikan suatu kemanfaatan untuk dicadangkan bagi kehidupan di masa
mendatang dan pada dasarnya tanah pula yang akan dijadikan sebagai tempat
persemayaman terakhir bagi seseorang yang meninggal dunia.3
Terlepas dari pada keramat atau tidak, menurut hukum adat, manusia dengan
tanahnya mempunyai hubungan kosmis-magis-religius, selain hubungan hukum.
Hubungan ini bukan saja antara individu dengan tanah, tetapi dapat juga antar
sekelompok anggota masyarakat suatu persekutuan hukum adat (
Rechtsgemeenstschap )di dalam hubungan dengan hak ulayat.4
Hubungan antara warga Negara Indonesia dengan tanah tersebut merupakan
hak yaitu hak penguasaan atas tanah. Dalam hukum tanah dikenal ada hubungan yang
abadi antara tanah dengan warga Negara Indonesia, dan ini menjadi hubungan yang
sangatlah sacral, sehingga terjadinya hubungan magis antara tanah dengan
pemiliknya dalam masyarakat.5
3Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Agraria Dalam Pembangunan di Indonesia,( Bandung;Alumni, 1978 ) hlm.1
Dalam rangka untuk melindungi golongan petani yang berekonomi lemah
terhadap praktek-praktek yang mengandung unsur-unsur exploitation dari golongan
berekonomi kuat, maka pemerintah Indonesia telah mengatur perjanjian tersebut
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 ( selanjutnya disingkat menjadi UU
No.2 Tahun 1960 ) tentang Perjanjian Bagi Hasil, yang mulai diberlakukan pada
bulan Januari tanggal 7 Tahun 1960 dan merupakan dasar pembenaran (justification)
bagi berlakunya di masyarakat.
UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Pertanian ini mengatur
perjanjian pengusahaan tanah dengan bagi hasil, agar pembagian hasil tanahnya
antara pemilik dengan penggarap dilakukan atas dasar yang adil dan agar terjamin
pula kedudukan hukum yang layak bagi penggarap itu, dengan menegaskan hak dan
kewajiban baik dari penggarap maupun pemilik.6
Adapun tujuan dilahirkannya Undang-undang yang mengatur tentang
perjanjian bagi hasil ini adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Penjelasan
Undang-undang tersebut, yakni :
1. Agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarapnya dilakukan atas
dasar yang adil,
2. Dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pemilik dan
penggarap agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para
penggarap, yang biasanya dalam perjanjian bagi hasil itu berada dalam
kedudukan yang tidak kuat yaitu karena umumnya tanah yang tersedia tidak
banyak, sedang jumlah orang yang ingin menjadi penggarapnya adalah sangat
besar,
3. Dengan terselenggaranya apa yang tersebut pada angka 1 dan 2, maka akan
bertambahlah kegembiraan bekerja pada para petani penggarap, hal mana
akan berpengaruh baik pada cara memelihara kesuburan dan mengusahakan
tanahnya. Hal itu tentu akan berpengaruh baik pada produksi tanah yang
bersangkutan, yang berarti suatu langkah maju dalam melaksanakan program
yang akan melengkapi sandang pangan rakyat.
Namun dilihat dari tujuan dibuatnya undang-undang ini sebagaimana yang
dikemukakan diatas, maka sudah sepantasnya kedudukan petani penggarap semakin
telindungi dan pengelolaan lahan pertanian juga semakain terjaga.
Meskipun usia dari undang-undang perjanjian bagi hasil ini sudah mencapai
55 tahun, dari beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai daerah khususnya di
Sumatera Utara, ternyata pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil yang dilakukan oleh
masyarakat petani tidak didasarkan pada UU No. 2 Tahun 1960 tersebut, melainkan
masih menggunakan ketentuan hukum adat atau kebiasaan yang berlaku di tempat
tersebut.
Gejala perjanjian bagi hasil hanya dapat muncul dalam masyarakat dimana
sektor pertanian masih mempunyai arti penting dalam menunjang perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Perjanjian bagi hasil yang berlaku di dalam
kepada sesama anggota masyarakat.7 Demikian yang terjadi pada masyarakat di
Kacamatan Salapian Kabupaten Langkat, dimana pada awalnya perjanjian bagi hasil
lebih bersifat social untuk menolong sesama warga untuk membantu perekonomian
masing-masing.
Desa di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, pihak yang tidak memiliki
lahan pertanian menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah kepunyaan orang
lain, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan perjanjian bagi hasil yang telah
disepakati diantara pihak yaitu pemilik lahan dan penggarap lahan. Perjanjian ini
semula diatur menurut hukum adat setempat dimana perimbangannya pembagian
hasil ditetapkan sesuai dengan perjanjian yang di lakukan oleh kedua belah pihak.
Berdasarkan survey pendahuluan pada bulan Agustus 2015 di Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat khususnya di desa Ujung Terang, dapat diketahui bahwa
sebagian besar anggota masyarakat yang melakukan perjanjian bagi hasil tetap
menggunakan sistem yang mengikuti kebiasaan yang berlaku pada desa tersebut, dan
hasilnya sangat sulit di telaah karena tidak adanya bahan atau perjanjian yang dibuat
secara tertulis yang dapat dijadikan sebagai bukti terjadinya perjanjian bagi hasil.
Berkaitan dengan hal tersebut, Setiap kegiatan dalam masyarakat apalagi yang
menyangkut perekonomian, terutama pertanian harus menunjang keberhasilan
pemerintah dalam membina kehidupan yang lebih baik bagi rakyat kita terutama pada
para petani, dan teristimewa petani tunakisma ataupun petani gurem. Tugas kita
adalah berusaha agar mereka juga dapat menikmati hasil pembangunan secara layak
dan seimbang sesuai dengan yang dicita-citakan.8
Sebelum di keluarkannya UU No. 2 Tahun 1960 tetang Perjanjian Bagi Hasil,
di daerah padat penduduk seperti di pulau Madura, Bali, Jawa telah mengalami
kondisi dimana jumlah lahan yang tersedia tidak sebanding dengan banyaknya jumlah
pengarap. Biasanya dalam keadaan seperti ini, penggarap secara terpaksa menerima
persyaratan yang diajukan oleh pemilik lahan, walaupun syarat tersebut sangatlah
tidak adil bagi penggarap.
Dalam keadaan seperti ini, tentunya perjanjian bagi hasil yang terjadi pada
masyarakat tidaklah sepenuhnya berlandaskan pada perjanjian antara pemilik lahan
dan penggarap, tetapi lebih dominan diatur oleh hukum kebiasaan atau hukum adat
setempat. Sementara hukum kebiasaan tidak mengatur secara rinci sehingga sering
sekali terjadi dimana kedudukan penggarap selalu dalam posisi yang lemah. Dalam
hal ini sangatlah dimungkinkan terjadinya ketimpangan dalam perjanjian yang
memberatkan pihak penggarap lahan.
Hal ini tentunya tidak dapat dibiarkan karena sangat bertentangan dengan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, yang sama sekali
tidak membenarkan penindasan yang dilakukan oleh pihak pemilik lahan terhadap
penggrap lahan. Hal ini tentunya juga sangat bertentangan dengan tujuan nasional
yang ingin dicapai yaitu mencerdaskan dan memajukan kesejahteraaan umum bagi
rakyat di Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya pada kaum petani.
Upaya yang dapat dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan dalam pembagian
hasil yang merata dan memperluas kesempatan kerja yaitu dengan melaksanakan
ketentuan bagi hasil atas tanah pertanian sesuai dengan keadaan kondisi para pihak
dan tentunya secara adil sehingga tidak merugikan kedua belah pihak. Dengan
demikian, maka tidak terjadi kerugian diantara para pihak dan lapangan pekerjaan di
sektor pertanian juga dapat semakin meningkat.
Sesuai dengan apa yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan maksud dan tujuan untuk menguraikan bagaimana
pelaksanaan perjanjian bagi hasil dalam lapangan di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten langkat di tinjau dari segi hukum. Dengan latar belakang yang
telah diuraikan, penulis menyusun dan mengajukan judul penelitian thesis yang
berjudul ; “Efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang
perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat”.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang
Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat?
2. Bagaimana Pembagian Bagi Hasil Tanah Pertanian yang di lakukan oleh
3. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1960 di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun
1960 di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
2. Untuk mengetahui pembagian hasil tanah pertanian yang dilakukan oleh
masyarakat di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat tidak terlaksananya
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menyumbang pemikiran di bidang
hukum yang mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin
ilmu hukum yang berkaitan dengan hukum perjanjian.
2. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan
untuk para praktisi hukum, masyarakat, pemerintah, akademisi tentang tata cara
melaksanakan perjanjian bagi hasil.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran yang dilakukan pada
Universitas Sumatera Utara terhadap hasil-hasil penelitian yang ada, ternyata di
Kabupaten Langkat Khususnya pada Kecamatan Salapian belum ada yang melakukan
penelitian mengenai pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang sesuai dengan UU No. 2
Tahun 1960. Oleh sebab itu, penulisan dan penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan secara akademisi berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan
kejujuran.
Adapun penelitian yang menyerupai, di perpustakaan Sekolah Pascasarjana
khususnya pada Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yakni;
1. Analisis pelaksanaan perjanjian bagi hasil ( mudharabah ) antara Debitur dan
bank dengan sitem syari’ah ( penelitian di bank BNI syari’ah Medan), Thesis
oleh Panataran Simanjuntak, Sekolah Pascasarjana USU, Program Magister
Kenotariatan, Medan, Tahun 2005.
2. Prinsip bagi hasil pada perjanjian pembiayaan perusahaan modal ventura (
Suatu penelitian di Kota Medan ), Thesis oleh Diana Febriana Lubis, Sekolah
Pascasarjana USU, Program Magister Kenotariatan, Medan Tahun 2001.
3. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian ( Studi Di Kecamatan
Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara ), Thesis oleh Sanggul Maria
Hutagalung, Sekolah Pascasarjana USU, Program Magister Kenotariatan,
Medan, Tahun 2002.
4. Pelaksanaan undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi
Thesis oleh Malem Ginting, Sekolah Pascasarjana USU, Program Magister
Ilmu Hukum, Medan, Tahun 2006.
5. Perjanjian bagi hasil lahan pertanian (Al-Muzara’ah) dari perspektif fiqih
islam dan adat aceh (Studi di Kecamatan Semadam Kabupaten Aceh
Tenggara), Thesis oleh M.Furqan, Sekolah Pascasarjana USU, Program
Magister Kenotariatan, Medan Tahun 2013.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Secara umum dapat diartikan bahwa kerangka teori adalah merupakan garis
besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan
mengenai sesuatu peristiwa, sedangkan konsepsi adalah rancangan yang telah ada
dalam pikiran.9
1. Kerangka Teori
Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik
tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara
rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan
suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu
penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris
untuk dapat dinyatakan benar.10
Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana
mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.11
9 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua ( Jakarta;Balai Pustaka, 1995 ) hlm. 520 &1041
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Teori Efektivitas”
sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah
bahwa suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-benar berfungsi, senantiasa
dapat dikembalikan kepada paling sedikit ada empat factor yaitu;
a. Kaidah Hukum atau peraturan itu sendiri
b. Petugas yang menegakkan atau menetapkan
c. Fasilitas yang dikerjakan akan dapat mendukung pelaksanaan kaidah hukum
d. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.12
Selanjutnya Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum dikatakan efektif
kalau warga masyarakat berperilaku sesuai yang diharapkan atau dikehendaki oleh
hukum itu sendiri.13 Berarti bahwa efektifitasnya suatu peraturan hukum, sangat
tergantung pada norma hukum itu sendiri.
Menurut “ Teori Keberlakuan” (Geltungsslehre),14bahwa dalam pembentukan
hukum tersebut hendaklah memenuhi tuntutan, yang berlaku secara filosofis, yuridis
dan sosiologis. Artinya masing-masing bahwa secara filosofis sesuai dengan
diterimanya oleh norma. Secara yuridis artinya bahwa hukum itu sesuai dengan
system yang dianut oleh Negara dan karenanya aturan dan keputusan hukumnya itu
legal sehingga dapat dibenarkan dan dilindungi. Secara sosiologis artinya bahwa
hukum itu dijalankan secara sewajarnya oleh anggota masyarakat tanpa ada perasaan
12Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat ( Jakarta;Rajawali, 1982 ) hlm.14
13Soerjono Soekanto,Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat ( Bandung; Alumni, 1982 ) hlm.88
terpaksa atau dipaksakan. Karena hal itu dianggap oleh masyarakat sebagai suatu
kewajaran bila dilaksanakan dalam hidup sehari-hari, dan masyarakat ikut membantu
mempertahankan pelaksanaannya.
Substansi dari pada hukum adalah hak dan kewajiban. Tujuan ketertiban
untuk memelihara dan mempertahankan hak dan kewajiban subjek hukum itu dalam
masyarakat. Salah satu hukum yang mengatur hak dan kewajiban dalam hubungan
hukum antara subjek hukum terhadap sesuatu objek diatur melalui suatu perjanjian
dan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih.15
Dalam pelaksanaan hukum tidak selalu dipatuhi oleh masyarakat atau diterima
oleh para pihak, ada kalanya pelaksanaan hukum mengalami hambatan yang
diakibatkan oleh factor internal dan factor eksternal. Dimana factor internal, hukum
adalah kesadaran hukum masyarakat itu sendiri yang terdapat dalam budaya hukum
masing-masing, sedangkan faktor eksternal, dimana tidak tersedianya sarana dan
prasarana hukum serta para petugas hukum itu sendiri.
2. Konsepsi
Dalam penelitian ini, penulis akan menguraikan beberapa konsep yang
berkenaan dengan hal-hal yang akan diteliti. Konsep ini diberikan batasan dimana
yang telah di atur dalam undang-undang maupun di dalam referensi yang dijadikan
suatu rangkuman sebagai berikut;
a. Tanah adalah lahan pertanian yang dijadikan objek perjanjian bagi hasil
b. Pemilik ialah orang atau badan hukum yang berdasarkan sesuatu hak
menguasai tanah;16
c. Penggarap ialah seseorang yang melakukan suatu usaha atau mengelola
tanaman diatas tanah pertanian milik orang lain.
d. Perjanjian Bagi Hasil ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang
diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum
pada lain pihak yang dalam undang-undang ini disebut “penggarap”
berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut
untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan
pembagian hasilnya antara kedua belah pihak;17
e. Hasil tanah ialah usaha pertanian yang diselenggarakan oleh penggarap
setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupuk, ternak serta biaya untuk menanam
dan panen;18
f. Petani ialah orang, baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai tanah
yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk
pertanian;19
g. Hak ialah sesuatu yang diterima oleh pemilik dan penggarap berdasarkan
perjanjian bagi hasil;
h. Kewajiban adalah suatu tugas yang harus dilaksanakan oleh pemilik dan
penggarap sesuai ketentuan perjanjian bagi hasil;
i. Sarana ialah sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan peraturan tertulis
atau undang-undang.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau jalan atau proses pemeriksaan atau
penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis
(Logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori suatu ilmu atau
beberapa cabang ilmu tertentu, untuk menguji kebenaran atau mengadakan verifikasi
suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa social
atau peristiwa hukum tertentu.20
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, dengan
alasan bahwa di lokasi ini, lahan pertanian masih cukup luas dan mata pencaharian
penduduk umumnya bertani, termasuk petani penggarap dengan system perjanjian
bagi hasil.
2. Spesifikasi Penelitian
Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian ini adalah jenis, sifat dan
pendekatan penelitian.
a. Jenis
Jenis penelitian yang dipakai dalam pembuatan thesis ini adalah penelitian
hukum empiris, dimana penelitian ini merupakan suatu metode penelitian
hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti
bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.
b. Sifat
Penelitian ini bersifat analitis deskriptif dimana dalam penelitian ini
menguraikan atau mendeskripsi datan yang diperoleh secara normative dan
empiris, lalu diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut secara
sistematis.
c. Pendekatan
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian thesis ini adalah pendekatan yuridis
sosiologis dimana model dari penelitian yuridis sosiologis mempunyai objek
kajian mengenai perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dikaji dalam
perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan system norma yang ada.
Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya
sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula dilihat dar perilaku
masyarakat sebagai bentuk aksi dalam mempengaruhi pembentukan sebuah
ketentuan hukum positif.21
3. Sumber Data
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan diperoleh dari
sumber data yang meliputi data primer dan sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer adalah UUD Republik Indonesia Tahun 1945,
Buergerlijk Wetbook, UU No.2 Tahun 1960, UU No. 5 Tahun 1960, Instruksi
Presiden Republik Indonesia No. 13 Tahun 1980, Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Pertanian No. 211 Tahun 1980, sedangkan bahan hukum
sekunder terdiri dari hasil penelitian, dokumentasi dan literature. Bahan hukum tersier
adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.
Keseluruhan data sekunder ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan,
sedangkan data primer melalui penelitian lapangan di Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat.
4. Alat Pengumpulan Data
Adapun alat pengumpulan data dilakukan dengan cara library research dan
field research,yaitu meliputi;
a. Studi dokumen yaitu dilakukan terhadap dokumentasi berupa buku-buku,
literature, data dari Statistik Kecamatan dan laporan hasil penelitian.
b. Kuisioner yaitu dilakukan dengan menyusun daftar pertanyaan secara
terstruktur yang ditanyakan langsung kepada para responden pada saat
pengambilan data.
c. Wawancara yaitu dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang
bertujuan untuk memperoleh data yang lebih mendalam berkaitan dengan
maslah yang diteliti. Terhadap narasumber dilakukan pula wawancara untuk
5. Penetapan Sampel dan Responden
Sampel diperoleh dengan cara teknik non random sampling secara purposive,
sedangkan sebagai responden adalah para warga masyarakat yang terlibat dalam
perjanjian bagi hasil, Kepala Desa dan Camat.
Responden yang dimaksud adalah:
a. Camat Kepala Wilayah Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
b. Kepala Desa di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
c. Para warga masyarakat sebanyak 50 (lima puluh) orang yang terlibat langsung
dalam perjanjian bagi hasil, yakni pemilik lahan sebayak 25 (dua puluh lima)
Kepala Keluarga dan penggarap lahan sebanyak 25 (dua puluh lima) Kepala
Keluarga yang tersebar dalam desa.
6. Analisis Data
Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang ralistis atau fenomenal social yang
bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan keragaman.22selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan
penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal
yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.23
22Burhan Bungin,Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi,( Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003 ) hlm. 53