NASKAH PUBLIKASI
STUDI KUALITATIF TENTANG SIKAP KELUARGA
TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH
KECAMATAN SUKOHARJO
Oleh :
ESTRIANA MURNI SETIAWATI
J 210 080 129
S-1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PENELITIAN
STUDI KUALITATIF TENTANG SIKAP KELUARGA
TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH
KECAMATAN SUKOHARJO
Estriana Murni Setiawati*
Arif Widodo**
Dewi Listyorini***
Abstrak
Penderita gangguan jiwa tidak mungkin mampu mengatasi masalah kejiwaanya sendiri. Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di sekitarnya, khususnya keluarganya. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Sikap keluarga sangat penting karena berpengaruh terhadap kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Keluarga kerap keliru dalam bersikap terhadap penderita gangguan jiwa, seperti merantai, memasung, atau menyekap penderita gangguan jiwa dengan alasan malu dan tidak memiliki biaya untuk pengobatan. Dari 12 kecamatan yang berada di Wilayah Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo menduduki peringkat pertama dalam hal terjadinya kasus gangguan jiwa, yaitu sebanyak 43 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap keluarga terhadap pasien gagguan jiwa. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif . Teknik penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan Focus Group Disscusion pada keluarga pasien gangguan jiwa yang dilakukan pada bulan Maret-Mei 2012. Analisis data menggunakan content analysis dengan mengkategorikan data verbal untuk tujuan klasifikasi, validasi data dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keluarga mengetahui bahwa pasien menderita gangguan jiwa, dan keluarga mempunyai dan belum mempunyai pengalaman sebelumnya dengan penderita gangguan jiwa. Penyebab pasien menderita gangguan jiwa adalah karena faktor genetik dan psikologis. Sikap masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa adalah menerima, mengucilkan, membicarakan dan memandang pasien berbeda dengan masyarakat. Sedangkan sikap keluarga adalah menerima keadaan pasien dan bersikap positif dengan mengajak pasien berbicara dan mengobrol ketika pasien berbicara sendiri dan berjalan mondar-mandir, mengikat pasien ketika mengamuk dan melepasnya setelah pasien tenang, serta menasehati pasien ketika pasien mengatai orang. Perawatan yang dilakukan oleh keluarga pasien gangguan jiwa adalah membawa pasien berobat ke rumah sakit jiwa, pijat, ruqyah dan dukun.
_____________________________________________________________ Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di Wilayah Kecamatan Sukoharjo
2
QUALITATIVE STUDY ABOUT FAMILLY
’S
ATTITUDE
TOWARD MENTAL ILLNESS PATIENT IN
SUKOHARJO SUBDISTRICT
Abtract
Mental illness patient impossible to able psychic problem alone. They need other people act around them, in particular they family. Family is place where people starting interpersonal relationship with environtment. Family attitude very important because influential toward mental illness patient relapse. Family often mistake within have certain attitude toward mental illness patient, like bound in chain, put in the stocks, or lock mental illness patient with embarrassed reason and don’t have expense to medical treatment. From 12 subdistrict in Sukoharjo District, Sukoharjo Subdistrict occupy first level in concerning occur mental illness case, that is 43 case. This research aims to know overview family attitude toward mental illness patient. This research is descriptive qualitative research. The technique of collecting data uses In-Depth Interview, observation, and Focus Group Discusion toward mental illness’s family that held up to three months. The technique of analyzing data employs content analysis by catagorizing verbal data for classification, validation data, and verification purpose. The result of the research show that family know that patient suffer mental ilness, and family have and
haven’t experiance with mental illness patient. Causes patient suffer mental illness is
genetic and psychologic factor. Community attitude toward mental illness patient is accept,expel, chated up and regard as diffirent with community. Whereas family attitude
is accept patient and positive attitude’s with ask and talking with patient when patient speak alone and walk to and from, binding the patient when patient run amuck and then take down when patient relax, and then advise patient when patient screaming with
other’s. The treatment who choose by family is medical, massage, ruqyah and shaman.
Key word : Mental Illness patient, family’s attitude
PENDAHULUAN
Latar belakang
Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberi dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat. Sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan tersebut. Akibatnya, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global.
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental.
Tingginya jumlah penderita gangguan jiwa di Wilayah Kecamatan Sukoharjo tidak lepas dari peran orang-orang disekitar penderita. Penderita gangguan jiwa tidak mungkin mampu mengatasi masalah kejiwaanya sendiri. Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di sekitarnya, khususnya keluarganya. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga adalah institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Individu menguji coba perilakunya didalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat (Mubarak, 2009)
Penelitian Wulansih (2008) menyatakan bahwa sikap keluarga sangat berpengaruh terhadap kekambuhan pada pasien skizofrenia. Keluarga kerap keliru dalam bersikap terhadap penderita gangguan jiwa, seperti merantai, memasung, atau menyekap penderita gangguan jiwa dengan alasan malu dan tidak memiliki biaya untuk pengobatan.
Perumusan Masalah
“Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien gangguan jiwa di wilayah Kecamatan Sukoharjo”
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana gambaran sikap keluarga terhadap pasien gangguan jiwa di wilayah Kecamatan Sukoharjo
TINJUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Gangguan Jiwa Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam 2 golongan yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, 2007).
Konsep Keluarga
Bailon dan Maglaya (1978) mendefinisikan keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Setyowati, 2008).
Konsep Sikap
Sikap adalah penilaian seseorang terhadap stimulus-stimulus atau objek (Notoatmojo, 2003).
_____________________________________________________________ Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di Wilayah Kecamatan Sukoharjo
4
KEASLIAN PENELITIAN
1. Wulansih (2008) dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga dengan Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di RSJD Surakarta”. Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia, sedangkan sikap keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia.
2. Riza (2008) dengan judul “Hubungan pengetahuan, Sikap, dan Tindakan keluarga dengan Gangguan Stress pada Pasien Gangguan Jiwa di Poli RS. DR. Ernaldi Bahar Palembang. Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya stress.
3. Ambari (2010) dengan judul “Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Keberfungsian Sosial pada Pasien Skizifrenia Pasca Perawatan di Rumah Sakit”. Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada pasien Skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2002), dengan pendekatan fenomenologi yaitu meneliti pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi informan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup informan (Saryono, 2010).
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012 di Wilayah Kecamatan Sukoharjo.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang anggota keluarganya menderita gangguan jiwa di Wilayah Kecamatan Sukoharjo.
Sampel dalam penelitian kualitatif disebut informan. Penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh yaitu sampel jenuh, yaitu teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, dan snowball sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit kemudian lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2010).
Variabel Penelitian
Instrumen Penelitian
Instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri (Prastowo, 2011). Namun untuk membantu peneliti dalam melakukan pengumpulan data secara efisien digunakan panduan wawancara mendalam, panduan Focus Grup Disscusion, dan alat rekam (Saryono, 2010)
HASIL PENELITIAN
Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini, 4 dari 6 informan adalah orang tua pasien dengan usia diatas 55 tahun dan tingkat informan bekerja swasta.
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa semua keluarga mengetahui penyakit yag diderita oleh pasien adalah gangguan jiwa.
Keluarga memiliki pengalaman dan belum memiliki pengalaman sebelumnya dengan penderita gangguan jiwa.
Masyarakat menerima keadaan pasien, mengucilkan, membicarakan, dan memandang pasien berbeda dengan masyarakat. Masyarakat mengatakan tidak pernah mengucilkan pasien, namun pasienlah yang menutup diri dari masyarakat.
Keluarga sedih dan menerima keadaan pasien meskipun pasien menderita gangguan jiwa.
Keluarga mengetahui dan tidak mengetahui penyebab pasien menderita gangguan jiwa. Keluarga mengetahui penyebab pasien menderita gangguan jiwa adalah karena patah hati, kekecewaan
terhadap pekerjaan, karena tidak disekolahkan, takut dengan teman-teman di sekolah, dan keturunan.
Pengambilan keputusan untuk perawatan pasien dilakukan oleh orang tua pasien, istri pasien, dan anak pasien.
Perilaku yang ditunjukkan pasien sebagai bentuk ketidakwajaran adalah berjalan mondar-mandir, berbicara sendiri, mengamuk, dan mengatai orang
Sikap keluarga ketika pasien berbicara sendiri dan ketika pasien berjalan mondar-mandir adalah keluarga menanyai dan mengajak pasien mengobrol. Ketika pasien mengamuk dan tidak mau diajak untuk berobat keluarga mengikat pasien. Ketika pasien mengatai orang-orang disekitar pasien keluarga menasehati pasien agar tidak mengatai orang. Dan yang terakhir adalah langsung membawa pasien ke rumah sakit jiwa.
Keluarga membawa pasien berobat ke rumah sakit jiwa, dan pengobatan lain seperti pijat, ruqyah, dan dukun.
PEMBAHASAN
Keluarga yang menjadi informan, 4 dari 6 informan adalah orang tua pasien dengan usia diatas 55 tahun, bekerja swasta dengan tingkat pendidikan SD.
Orang tua pasien yang menjadi informan 3 dari 4 informan adalah ibu dari pasien gangguan jiwa. Valerie (2011), mengatakan bahwa perempuan lebih bersikap toleransi terhadap pasien gangguan jiwa dibandingkan dengan laki-laki.
_____________________________________________________________ Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di Wilayah Kecamatan Sukoharjo
6
pendidikan seseorang maka sikapyang ditunjukkannya kepada pasien gangguan jiwa pun semakin positif. Meski tingkat pendidikan informan masih rendah, namun informan mengetahui penyakit yang diderita pasien adalah gangguan jiwa sehingga informan memberikan sikap yang positif terhadap pasien gangguan jiwa saat pasien sedang kambuh. Hal tersebut didukung oleh Valerie (2011) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang mengenai ganggguan jiwa maka level toleransi orang tersebut terhadap pasien gangguan jiwa pun semakin tinggi. Hal serupa disampaikan oleh Fahanani (2011) dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dengan dukungan yang diberikan oleh keluarga.
Keluarga mengetahui penyebab penyakit gangguan jiwa yang diderita oleh pasien adalah karena keturunan. Seperti yang diungkapkan oleh Stuart dan Gail (2007), yang menyatakan bahwa keturunan sangat berpengaruh besar terhadap terjadinya gangguan jiwa. Hal serupa diungkapkan oleh Videbeck (2011) menyatakan bahwa faktor genetik turut menentukan timbulnya gangguan jiwa. Selain faktor genetik atau keturunan, penyebab lainnya adalah karena patah hati, karena tidak disekolahkan, karena kekecewaan terhadap pekerjaan dan takut dengan teman-teman sekolah. Hal tersebut berarti stres psikologis juga turut mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa. Hal tersebut seperti yang di ungkapkan oleh Yosep (2007), bahwa faktor psikologis menjadi salah satu faktor penyebab gangguan jiwa.
Keluarga mempunyai pengalaman dan belum mempunyai
pengalaman sebelumnya dengan anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Adanya pengalaman pribadi membuat keluarga lebih bisa menerima keadaan pasien. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Azwar (2009) bahwa pengalaman pribadi akan meninggalkan kesan yang kuat. Dalam hal ini penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Meski demikian pengalaman bukan merupakan satu-satunya faktor pembentuk sikap. Selanjutnya Azwar (2009), menyebutkan bahwa terbentuknya sikap juga di pengaruhi oleh orang lain yang dianggap penting. Orang yang dianggap penting bisa jadi adalah tokoh masyarakat, orang tua, ataupun tetangga.
Sikap masyarakat menerima, mengucilkan, membicarakan dan menganggap pasien berbeda setelah mengetahui pasien menderita gangguan jiwa. Lauber (2004) menyatakan bahwa pengetahuan yang kurang mengenai gangguan jiwa akan meningkatkan jarak sosial. Hal serupa disampaikan oleh Kapungwe (2010), yang menyatakan
bahwa masyarakat
mendiskriminasikan pasien karena adanya stigma yang salah tentang penyebab pasien sakit dan persepsi masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa berbahaya dan harus dijauhi. Hal tersebut berbeda dengan yang disampaikan oleh masyarakat dalam wawancara mendalam, yang mengatakan bahwa masyarakat tidak pernah mengucilkan pasien, namun pasien sendirilah yang menutup diri dari masyarakat.
pasien adalah merupakan sikap yang positif, dimana tempat terbaik bagi pasien adalah berada di tengah– tengah keluarga dan orang-orang yang menyayanginya. Perhatian dan kasih sayang yang tulus dari keluarga dan orang-orang terdekatnya akan sangat membantu proses penyembuhan kondisi jiwanya (Tarjum, 2004).
Salahuddin (2009) dalam penelitiannya menjelaskan peran keluarga adalah memberikan bantuan utama terhadap penderita gangguan jiwa, pengertian dan pemahaman tentang berbagai manifestasi gejala-gejala sakit jiwa yang terjadi pada penderita, membantu dalam aspek administratrif dan finansial yang harus dikeluarkan selama proses pengobatan penderita. Perilaku yang ditunjukkan pasien sebagai bentuk ketidakwajaran atau merupakan manifestasi gejala-gejala sakit jiwa adalah berjalan mondar-mandir, berbicara sendiri, mengamuk, dan mengatai orang. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Kusumawati (2011), yang mengatakan bahwa tanda dan gejala dari gangguan jiwa diantaranya adalah gangguan afek dan emosi, gangguan di pikiran, dan gangguan asosiasi.
Sikap keluarga terhadap pasien sebagai wujud sikap positif keluarga terhadap penerimaan pasien ketika pasien menunjukkan perilaku yang tidak wajar adalah mengajak pasien berbicara dan berusaha mengajak pasien mengobrol ketika pasien berjalan mondar-mandir dan berbicara sendiri, serta mengikat pasien ketika pasien mengamuk dan juga menasehati pasien ketika pasien mengatai orang.
Melihat perilaku pasien yang tidak wajar tindakan selanjutnya untuk merawat pasien adalah keluarga membawa pasien berobat
ke rumah sakit jiwa dan pengobatan lain seperti pijat, ruqyah, dan dukun. Jurgen (2000), mengatakan bahwa pengobatan yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa adalah pengobatan konvensional (rumah sakit) dan alternatif. Selanjutnya Jurgen juga menyatakan bahwa pengobatan alternatif di pilih karena pengobatan konvensional tidak bisa memberikan perawatan seperti yang dibutuhkan oleh pasien gangguan jiwa. Berbeda dengan Lin (2007), yang menyatakan bahwa penggunaan gabungan antara pengobatan alternatif dengan pengobatan konvensional dapat membantu pengobatan konvensional dan pelayanan kesehatan jiwa. Lin (2007), menyatakan bahwa terapi pijat dan terapi agama merupakan pengobatan alternatif untuk pasien gangguan jiwa. Dan menurut Ariyanto (2007), bahwa selain untuk mengusir jin, ruqyah dapat digunakan untuk terapi fisik dan psikis. Berbeda dengan Toshiyuki (2006), yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya gangguan jiwa adalah karena pengaruh kekuatan supranatural sehingga dalam perawatannya tidak bisa menerima pengobatan dari medis. Hal tersebut di dukung oleh Syaharia (2008), yang menyatakan bahwa penyebab dari gangguan jiwa adalah adanya kekuatan supranatural sehingga dalam perawatan pasien gangguan jiwa mengesampingkan perawatan medis dan psikiatri.
_____________________________________________________________ Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di Wilayah Kecamatan Sukoharjo
8
tanpa banyak input dari darianggota-anggota keluarga yang lain. Dalam budaya Jawa orang tua memiliki kedudukan atau status yang lebih tinggi dan harus dihormati, begitu pula dengan anak sulung.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Keluarga mengetahui bahwa pasien menderita gangguan jiwa, dan keluarga memiliki pengalaman dan belum memiliki pengalaman sebelumnya dengan penderita gangguan jiwa
2. Penyebab pasien menderita gangguan jiwa adalah karena faktor genetik dan psikologis. 3. Sikap masyarakat terhadap
pasien gangguan jiwa adalah menerima, mengucilkan, membicarakan dan memandang pasien berbeda dengan masyarakat. Sedangkan keluarga menerima keadaan pasien dan bersikap positif dengan mengajak pasien berbicara dan mengobrol ketika pasien berbicara sendiri dan berjalan mondar-mandir, mengikat pasien ketika mengamuk dan melepasnya setelah pasien tenang, serta menasehati pasien ketika pasien mengatai orang.
4. Perawatan yang dilakukan oleh keluarga pasien gangguan jiwa adalah membawa pasien berobat ke rumah sakit jiwa, pijat, ruqyah dan dukun.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1.
Bagi Puskesmas SukoharjoPuskesmas Sukoharjo dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang sikap yang seharusnya ditujukan kepada pasien gangguan jiwa kepada masyarakat.
2. Bagi Keluarga
Dalam memberikan perawatan kepada pasien diharapkan mampu mengurangi terjadinya kekambuhan pada pasien gangguan jiwa akibat dari sikap yang salah.
3. Bagi Profesi keperawatan
Menggali dan mengembangkan pengetahuan tentang sikap keluarga pada pasien gangguan jiwa serta dapat memberikan konseling atau pendidikan kesehatan tentang sikap yang seharusnya ditujukan kepada pasien gangguan jiwa baik kepada keluarga maupun masyarakat. 4. Bagi Peneliti lain
Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya memperlebar wilayah penelitian dengan menambah jumlah variabel penelitian dan jumlah sampel penelitian sehingga tidak hanya sikap keluarga saja yang diteliti namun juga bagaimana dukungan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Ambari
. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Keberfungsian Sosial pada Pasien Skizifrenia Pasca Perawatan di Rumah Sakit. Skripsi.Ariyanto, M. Darojat. 2007. Terapi Ruqyah terhadap Penyakit Fisik, Jiwa, dan Gangguan Jin. SUHUF, Vol. 19, No. 1, 48 – 59
Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap
Manusia.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Dinkes. 2011. Arsip Data Gangguan
Jiwa 2011. Tidak
dipublikasikan
Fahanani. 2011. Hubungan Pengetahuan tentang Ganggguan Jiwa dengan Dukungan keluarga yang mempunyai Anggota Keluarga Skizofrenia di RSJD Surakarta. Skripsi. http://etd.eprints.ums.ac.id/94 79/
Geldrad, David. 2011. Ketrampilan
Praktik Konseling
Pendekatan Integratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Jürgen Unützer; Ruth Klap; Roland
Sturm; Alexander S. Young; Tonya Marmon; Jess Shatkin; Kenneth B. Wells. 2000. Mental Disorders and the Use of Alternative Medicine: Results From a National MhaPP Research Programme Consortium. 2010. Mental illness - stigma and discrimination in Zambia. African Journal of Psychiatry, vol. 13 192-203 Kusumawati, Farida; hartono, Yudi.
2011. Buku Ajar keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Lauber, Christoph; Nordt, Carlos; Falcato, Luis; Rossler, Wulf. 2004. Factors Influencing Social Distance
Toward People with Mental Illness. Community Mental Health Journal 40. 3 : 265-74 Li Yu Song, Li Yun Chang, Chaiw Yi,
Shih, Chih Yuan, Lin, Ming Jeng, Yang. 2005. Community Attitude Toward The Mentally Ill: The Result of A National Survey of The Taiwanese Population. International Journal of Social Psychiatry, vol 51 (2) 174-188
Lin Fang and Steven P. Schinke. 2007. Complementary Alternative Medicine Use Among Chinese Americans: Findings From a Community Mental Health Service Population. Psychiatric Services, Vol. 58 No. 3 Maramis. 2009. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press
Moleong, J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi
Revisi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mubarak, Iqbal; Chayatin, Nurul.
2009. Ilmu Keperawatan
Komunitas Konsep dan
Aplikasi Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan
dan perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam
Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Riza, Muchlis. 2008. Hubungan pengetahuan, Sikap, dan Tindakan keluarga dengan Gangguan Stress pada Pasien Gangguan Jiwa di Poli RS. DR. Ernaldi Bahar
Palembang. Skripsi.
_____________________________________________________________ Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di Wilayah Kecamatan Sukoharjo
10
.net/data/download/20100414130151.pdf
Salahuddin, Muhammad. 2009. Peran keluarga terhadap Proses Penyembuhan Pasien Gangguan Jiwa. Skripsi. http://eprint.UINM.ac.id/Skripsi /pdf
Saryono; Anggraeni, Mekar Dwi. 2010. Metodologi Penelitian
Kualitatif dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Setyowati, Sri; Murwani, Arita. 2008.
Asuhan Keperawatan
Keluarga. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press
Stuart, Gail. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Syaharia, Anita Rahmi. 2008. Stigma
Gangguan Jiwa Perspektif Kesehatan Mental Islam. Skripsi.
http://eprints.UIN.ac.id/10956/ 1/RINGKASAN_skripsi.pdf Tarjum. 2004. Keluarga dan
Penderita Gangguan Jiwa.
Yogyakarta: Graha Ilmu Toshiyuki, Kurihara; Kato, Matoichiro;
Reverger, Robert; I Gusti Rai, Tirta. 2006. Belief about Causes of Schizophrenia among Family Members: A Community-Based Survey in Bali. Psychiatric Services, Vol. 57 No. 12
Valerie Smith, Jairus Reddy, Kenneth Foster, Edward T. Asbury, Jennifer Brooks. (2011). Public perceptions, knowledge and stigma towards people with schizophrenia. Journal of Public Mental Health, Vol. 10 Iss: 1 pp. 45 – 56
Videbeck, Sheila L. 2011.
Psychiatric
Mental Health Nursing (5rd
ed)
. Lippincot Williams and
Wilkins
Wulansih. 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga dengan Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di RSJD Surakarta. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surakarta: UMS
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
*Estriana Murni Setiawati
Mahasiswa S1 Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura.
**Arif Widodo,
Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A. Yani Tromol Post 1 Kartasura.
***Dewi Listyorini, S.Kep., Ns. Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A. Yani Tromol Post 1 Kartasura
Estriana Murni Setiawati Universitas Muhammadiyah
Surakarta Purwodadi-Grobogan