• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUNUHAN TERHADAP JIWA Menurut Hukum I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBUNUHAN TERHADAP JIWA Menurut Hukum I"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUNUHAN TERHADAP JIWA

Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

MAKALAH

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayat)

Disusun Oleh:

Sa’adah Yani Handayani

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI

GARUT

Tahun 2013 M/1433 H

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya yang sempurna kepada setiap hambanya, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam selalu terlimpah curahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan dan suri tauladan seluruh umatnya. Kepada beliaulah kita meneladani apa yang diperintahkan Allah untuk mencapai derajat taqwa.

Makalah ini tersusun atas kerjasama anggota kelompok. Untuk membahas dan menyelesaikan proses penyusunan dan penulisan makalah ini. Adapun judul dari makalah ini adalah “Pembunuhan Terhadap Jiwa”, yang merupakan tugas dari mata kuliah Fiqih Jinayat.

Selain itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil. Penyusun sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penyusun menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata penyusun mengucapkan syukur Alhamdullilah. Semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Garut, Februari 2013

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang……….. 1

B. Rumusan Masalah………. 1

C. Tujuan Penulisan………... 2

D. Sistematika Penulisan……… 2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pembunuhan……….. 4

B. Klasifikasi Pembunuhan……….. 5

C. Akibat dari Pembunuhan………. 19

D. Pembunuhan Menurut Hukum Positif………. 24

E. Hikam Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat.. 27

BAB III PENUTUP……… 28

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, Allah menciptakan manusia sebagai sebaik-baiknya makhluk. Allah menjamin segala macam hak-hak yang dibutuhkan manusia, mulai dari hak hidup, hak kepemilikan, hak memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, hak menuntit ilmu pengetahuan, dan hak-hak yang lain.

Hak yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup. Sebab hal itu merupakan hak yang suci dan tidak seorang pun yang dibenarkan secara hukum untuk melanggar hak ini, dengan alasan apapun yang tidak dibenarkan. Allah SWT berfirman:

لا ههللا ممررمحم ىتتلرما سمففنرملااوفلهتهقفتملوم

ق ترقحملفابت

..

.

”dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu alasan yang dibenarkan.”(Q.S. Al-Isra: 33)

Dalam makalah ini, akan diuraikan mengenai masalah pembunuhan, hukumannya, baik dilihat dari perspektif hukum Islam dan juga dilihat dari perspektif hukum positif yang ada di Indonesia.

(5)

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa itu pengertian pembunuhan? 2. Apa saja klasifikasi pembunuhan itu?

3. Apa saja akibat dari pembunuhan menurut hukum Islam?

4. Apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum qishash? 5. Apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan membayar diyat? 6. Bagaimana akibat pembunuhan menurut hukum positif?

7. Apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan pembayaran diyat? C. Tujuan Penulisan

Adapun tujan penulisan makalh ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian pembunuhan.

2. Mengetahui apa saja klasifikasi pembunuhan itu. 3. Mengetahui apa saja akibat dari pembunuhan.

4. Mengetahui apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum

qishash.

5. Mengetahui apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan membayar diyat.

6. Mengetahui bagaimana hukum pembunuhan menurut hukum positif. 7. Mengetahui apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan

pembayaran diyat.

8. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayat. D. Sistematika Penulisan

(6)

BAB III PENUTUP

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan secara etimologi, merupakan bentuk masdar

لتق

, dari fi’il madhi

لتق

yang artinya membunuh.1 Adapun secara terminologi, sebagaimana

dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu perbuatan mematikan; atau perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan bangunan kemanusiaan.2 Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Audah, pembunuhan

didefinisikan sebagai suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa; menghilangkan ruh atau jiwa orang lain.3 Secara sederhana menurut Wojowasito

pembunuhan adalah perampasan nyawa seseorang.4

Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.5 Dari definisi tersebut, maka tindak pidana

pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang.6

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perampasan hak hidup seseorang atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan roh, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.

1 Ahmad Warson, Al-Munawwir, Cet. ke-1,(Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1992), hlm. 172.

2 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Cet. ke-3, ( Damaskus: Dar al-Fikr, 1989, Jilid: VI ), hlm. 217.

3 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami, ( Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t.), Jilid II, hlm. 6.

4 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Cet. ke-2, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 113.

5 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, Cet. ke-1 (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 1.

(8)

Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah qishash-diyat (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash atau diyat). Dan dengan penerapan qishash dan diyat masyarkat akan bersih dari tindakan pidan yang dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu stabilitas masyarakat.

B. Klasifikasi Pembunuhan

Tidak semua tindakan pembunuhan terhadap jiwa membawa konsekuensi untuk dijatuhi hukum qishash. Sebab, di antara tindakan itu ada yang sengaja, ada yang menyerupai kesengajaan, ada yang tidak disengaja sama sekali. Dilihat dari segi motivasi terjadinya pembunuhan, ulama Malikiyyah membagi pembunuhan menjadi dua macam, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak disengaja. Ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an surat An-Nissa: 92 dan 93.7 Sedangkan menurut

ulama Hanafiyyah, Safi’iyyah, dan Hanabilah, membaginya menjadi tiga bentuk, yang apabila diteliti merupakan hasil kompromistis dari kedua bentuk pembunuhan sebelumnya. Adapun ketiga klasifikasi pembunuhan itu adlah sebagai berikut:8

1. Pembunuhan dengan disengaja (qathlul amdi), yaitu pembunuhan yang yang dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap seseorang yang darahnya dilindungi, dengan memakai alat yang pada kebiasaan alat tersebut dapat membuat orang mati. Dalam ajaran Islam, pembunuhan yang dilakukan dengan disengaja terhadap orang-orang yang dilindungi jiwanya, dianggap sebagai suatu jarimah dan juga dosa besar (akbarul kaba’ir). Hukuman

7 Rahmat Hakim, op.cit. hlm.116.

(9)

jarimah ini apabila memenuhi persyaratan dan semua unsur-unsur adalah dibunuh kembali. Adapun unsur-unsur pembunuhan disengaja ada tiga, yaitu:

a. Orang yang dibunuh adalah manusia hidup, maksudnya ketika seseorang membunuh, si terbunuh dalam keadaan hidup. Kerelaan orang yang dibunuh, misalkan karena penyakit yang tak kunjung sembuh dan menyebabkan keputusasaan (mercy killing atau euthanasia), tidak mengurangi hukuman bagi si pelaku. Karena kerelaan untuk dibunuh bukan termasuk kebolehan untuk melakukan pembunuhan, dan bukan hal yang dibenarkan oleh syara’. Oleh sebab itu, ada ulama yang menetapkan sanksi dari perbuatan ini adalah qishash.

صهاصمقتلفا مهكهيفلمعم بمتتكه اوفنهمماا نميفذتلرما اهميرهايا

قىلتفقملاےفت

...

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan orang yang dibunuh…”(Q.S. Al-Baqoroh: 178)

b. Kematian korban merupakan hasil dari perbuatan si pembunuh. Misalkan dengan menggunakan alat-alat yang lazim digunakan untuk membunuh.

c. Adanya niat, karena apabila tidak ada niat, pastinya pelaku tidak akan menyiapkan dan menggunakan alat yang lazim digunakan untuk membunuh.

Dan syarat-syarat pembunuhan dikategorikan sengaja adalah:9

(10)

b. Si terbunuh hendaklah manusia yang darahnya dilindungi.

c. Alat yang digunakan membunuh adalah alat yang pada kebiasaannya dapat mematikan.

2. Pembunuhan tidak disengaja (qathlul ghairul amdi), menurut Sayyid Sabiq, pembunuhan tidak disengaja ketidak sengajaan dalam dua unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Pembunuhan ini disebut juga pembunuhan karena kesalahan. Contohnya, ketika seseorang yang membidik binatang buruan, kemudian salah sasaran dan terkena kepada manusia yang darahnya dilindungi. Adapun unsur-unsur pembunuhan tidak disengaja adalah:

a. Perbuatan ini tidak disengaja atau tidak diniati.

b. Kematian yang ditimbulkan tidak dikehendaki si pelaku. c. Adanya keterkaitan kausalitas antara perbuatan dan kematian.

3. Pembunuhan semi disengaja (qathlu syighlul amdi), atau pembunuhan yang menyerupai kesengajaan adalah tindakan yang sengaja dalam pemukulannya tetapi keliru dalam pembunuhannya. Misalkan seseorang yang memukul dengan alat yang diyakini tidak akan menimbulkan kematian seseorang, tetapi perbuatan tersebut ternyata menyebabkan kematian si korban pemukulan.

(11)

Klasifikasi pembunuhan dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.Kejahatan terhadap nyawa orang lain terbagi atas beberapa jenis, yaitu :

1. Pembunuhan Biasa (Pasal 338 KUHP)

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya.10 Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah :

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun”.11 Sedangkan Pasal 340

KUHP menyatakan: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”12

Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut :

a. Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja

b. Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.

“Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud 10 P.A.F Laminating, op.cit, hlm. 17.

11 Moeljatno, KUHP, hlm. 147.

(12)

dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu.13

Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.14

Berkenaan dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang lain dari si pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku.15 Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain

juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan.16

13 P.A.F Laminating, op.cit, hlm. 30-31.

14 Ibid., hlm. 31.

15 Ibid., hlm. 35.

(13)

2. Pembunuhan Dengan Pemberatan

Pembunuhan dengan pemberatan diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.17

Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan”. Kata “diikuti” dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain. Misalnya :A hendak membunuh B; tetapi karena B dikawal oleh P maka A lebih dahulu menembak P, baru kemudian membunuh B. Kata “disertai” dimaksudkan, disertai kejahatan lain; pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempermudah terlaksananya kejahatan lain itu. Misalnya : C hendak membongkar sebuah bank. Karena bank tersebut ada penjaganya, maka C lebih dahulu membunuh penjaganya. Kata “didahului” dimaksudkan didahului kejahatan lainnya atau menjamin agar pelaku kejahatan tetap dapat menguasai barang-barang yang diperoleh dari kejahatan. Misalnya : D melarikan barang yang dirampok. Untuk menyelamatkan barang yang dirampok tersebut, maka D menembak polisi yang mengejarnya.18

17 Moeljatno, KUHP, hlm.147.

(14)

Unsur-unsur dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan dalam rumusan Pasal 339 KUHP itu adalah sebagai berikut :

a. Unsur subyektif : (1)dengan sengaja; (2)dengan maksud

b. Unsur obyektif : (1)menghilangkan nyawa orang lain; (2)diikuti, disertai, dan didahului dengan tindak pidana lain; (3)untuk menyiapkan/ memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah dilakukan; (4)untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang bersangkutan; (5)untuk dapat menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh secara melawan hukum, dalam ia/mereka kepergok pada waktu melaksanakan tindak pidana.19

Unsur subyektif yang kedua “dengan maksud” harus diartikan sebagai maksud pribadi dari pelaku; yakni maksud untuk mencapai salah satu tujuan itu (unsur obyektif), dan untuk dapat dipidanakannya pelaku, seperti dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP, maksud pribadi itu tidak perlu telah terwujud/selesai, tetapi unsur ini harus didakwakan oleh Penuntut Umum dan harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.

Sedang unsur obyektif yang kedua, “tindak pidana” dalam rumusan Pasal 339 KUHP, maka termasuk pula dalam pengertiannya yaitu semua jenis tindak pidana yang (oleh UU) telah ditetapkan sebagai pelanggaran-pelanggaran dan bukan

(15)

semata-mata jenis-jenis tindak pidana yang diklasifikasikan dalam kejahatan-kejahatan. Sedang yang dimaksud dengan “lain-lain peserta” adalah mereka yang disebutkan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yakni mereka yang melakukan (pleger), yang menyuruh melakukan (doenpleger), yang menggerakkan/membujuk mereka untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan (uitlokker), dan mereka yang membantu/turut serta melaksanakan tindak pidana tersebut (medepleger).20

Jika unsur-unsur subyektif atau obyektif yang menyebabkan pembunuhan itu terbukti di Pengadilan, maka hal itu memberatkan tindak pidana itu, sehingga ancaman hukumannya pun lebih berat dari pembunuhan biasa, yaitu dengan hukuman seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun. Dan jika unsur-unsur tersebut tidak dapat dibuktikan, maka dapat memperingan atau bahkan menghilangkan hukuman.

3. Pembunuhan Berencana

Pembunuhan berencana diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”21

Pengertian “dengan rencana lebih dahulu” menurut M.v.T. pembentukan Pasal 340 diutarakan, antara lain :“dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika

20 Ibid., hlm. 36. Lihat juga Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana, (Bandung: Armico, 1985), hlm.9.

(16)

si pelaku berpikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya.22

Sedangkan, M.H. Tirtaamidjaja mengutarakan “direncanakan lebih dahulu” antara lain sebagai : “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang.”23 Sedangkan Chidir Ali,

menyebutkan: Yang dimaksud dengan direncanakan lebih dahulu, adalah suatu saat untuk menimbang-nimbang dengan tenang, untuk memikirkan dengan tenang. Selanjutnya juga bersalah melakukan perbuatannya dengan hati tenang.24

Dari rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana adalah sebagai berikut :

a. Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu

b. Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.25

Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP.

4. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya (kinder-doodslag)

22 Leden Marpaung, op.cit, hlm.31.

23 Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Fasco, 1955)

24 Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana , (Bandung: Armico, 1985), hlm. 74.

(17)

Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak dihukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.26 Unsur pokok dalam Pasal 341 tersebut adalah

bahwa seorang ibu dengan sengaja merampas nyawa anaknya sendiri pada saat ia melahirkan anaknya atau tidak berapa lama setelah anak dilahirkan. Sedangkan unsur yang penting dalam rumusan Pasal tersebut adalah bahwa perbuatannya si ibu harus didasarkan atas suatu alasan (motief), yaitu didorong oleh perasaan takut akan diketahui atas kelahiran anaknya.27 Jadi Pasal ini hanya berlaku jika

anak yang dibunuh oleh si ibu adalah anak kandungnya sendiri bukan anak orang lain, dan juga pembunuhan tersebut haruslah pada saat anak itu dilahirkan atau belum lama setelah dilahirkan. Apabila anak yang dibunuh itu telah lama dilahirkan, maka pembunuhan tersebut tidak termasuk dalam kinderdoodslag

melainkan pembunuhan biasa menurut Pasal 338 KUHP.

5. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya Secara Berencana (kinder-moord)

Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”Seorang ibu dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambil sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu dihukum

26 Moeljatno, op.citP., hlm.147.

(18)

karena membunuh bayi secara berencana dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.”28

Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya adalah bahwa Pasal 342 KUHP, telah direncanakan lebih dahulu, artinya sebelum melahirkan bayi tersebut, telah dipikirkan dan telah ditentukan cara-cara melakukan pembunuhan itu dan mempersiapkan alat-alatnya. Tetapi pembunuhan bayi yang baru dilahirkan, tidak memerlukan peralatan khusus sehingga sangat rumit untuk membedakannya dengan Pasal 341 KUHP khususnya dalam pembuktian karena keputusan yang ditentukan hanya si ibu tersebut yang mengetahuinya dan baru dapat dibuktikan jika si ibu tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya.

6. Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri

Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :” arangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.29 Pasal 344 ini membicarakan mengenai pembunuhan

atas permintaan dari yang bersangkutan. Unsur khususnya, yaitu permintaan yang tegas dan sungguh/nyata, artinya jika orang yang minta dibunuh itu permintaanya tidak secara tegas dan nyata, tapi hanya atas persetujuan saja, maka dalam hal ini tidak ada pelanggaran atas Pasal 344, karena belum memenuhi perumusan dari Pasal 344, akan tetapi memenuhi perumusan Pasal 338 (pembunuhan biasa).

28 Moeljatno,op.cit, hlm.147-148.

(19)

Contoh dari pelaksanaan Pasal 344 KUHP adalah jika dalam sebuah pendakian (ekspedisi), dimana kalau salah seorang anggotanya menderita sakit parah sehingga ia tidak ada harapan untuk meneruskan pendakian mencapai puncak gunung, sedangkan ia tidak suka membebani kawan-kawannya dalam mencapai tujuan; di dalam hal ini mungkin ia minta dibunuh saja.

7. Penganjuran Agar Bunuh Diri

Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya bunuh diri.”30 Yang dilarang dalam Pasal ini adalah dengan sengaja

menganjurkan atau memberi daya upaya kepada orang lain, untuk bunuh diri dan kalau bunuh diri itu benar terjadi. Jadi seseorang dapat terlibat dalam persoalan itu dan kemudian dihukum karena kesalahannya, apabila orang lain menggerakkan atau membantu atau memberi daya upaya untuk bunuh diri; dan baru dapat dipidana kalau nyatanya orang yang digerakkan dan lain sebagainya itu membunuh diri dan mati karenanya.

Unsur “jika pembunuhan diri terjadi” merupakan “bijkomende voor-waarde van strafbaarheid”, yaitu syarat tambahan yang harus dipenuhi agar perbuatan yang terlarang/dilarang tadi dapat dipidana.31

8. Pengguguran Kandungan 30 Ibid.

(20)

Kata “pengguguran kandungan” adalah terjemahan dari kata “abortus provocatus” yang dalam Kamus Kedokteran diterjemahkan dengan : “membuat keguguran”. Pengguguran kandungan diatur dalam KUHP oleh Pasal-Pasal 346, 347, 348, dan 349. Jika diamati Pasal-Pasal tersebut maka akan dapat diketahui bahwa ada tiga unsur atau faktor pada kasus pengguguran kandungan, yaitu ;

a. janin

b. ibu yang mengandung

c. orang ketiga, yaitu yang terlibat pada pengguguran tersebut.32

Tujuan Pasal-Pasal tersebut adalah untuk melindungi janin. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat arti “janin” sebagai (1) bakal bayi (masih di kandungan (2) embrio setelah melebihi umur dua bulan. Perkataan “gugur kandungan” tidak sama dengan “matinya janin”. Kemungkinan, janin dalam kandungan dapat dibunuh, tanpa gugur. Namun pembuat undang-undang dalam rumusan KUHP, belum membedakan kedua hal tersebut.33

Pengaturan KUHP mengenai “pengguguran kandungan” adalah sebagai berikut :

1) Pengguguran Kandungan Oleh si Ibu

Hal ini diatur oleh Pasal 346 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :” Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau

32 Leden Marpaung, op.cit., hlm.46.

(21)

menyuruh orang lain menyebabkan itu dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”34

2) Pengguguran Kandungan oleh Orang Lain Tanpa Izin Perempuan yang Mengandung

Hal ini diatur oleh KUHP Pasal 347 yang bunyinya sebagai berikut :(1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seseorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun; (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.35

3) Pengguguran Kandungan dengan Izin Perempuan yang Mengandungnya

Hal ini diatur oleh Pasal 348 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan; (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.36

C. Akibat Dari Pembunuhan Menurut Hukum Islam

34 Molejatno,op.cit, hlm. 148.

35 Ibid.

(22)

Setelah membahas dari klasifikasi pembunuhan menurut Islam, maka dari setiap jenis memiliki akibat atau sanksi yang berbeda, berikut akan diuraikan sanksi pembunuhan menurut Islam.37

1. Sanksi Atas Pembunuhan yang Disengaja

Pembunuhan yang disengaja, akan membawa akibat kepada empat perkara, yaitu:

a. Dosa;

b. Terhlang dari hak waris;

c. Membayar kifarat;

d. Di-qishash atau mendapat amnesti.

Si pembunuh sama sekali tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh, apabila yang membunuh adalah ahli waris, baik membunuh karena disengaja atau karena kesalahan. Ulama ushul fiqh dalam masalah ini menetapkan kaidah: “barang siapa tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum saatnya, maka ia diganjar dengan tidak mendapatkannya.”

Rasulullah SAW, pernah bersabda:

ءءيفشم ثتارميفمتلا نممت لتتتاقملفلت سميفلم

) نباو ىءاسنلا دوادوبا هور هجام)

Artinya: “pembunuh tidak mempunyai hak mewarisi sesuatu….”

(23)

Apabila seseorang melakukan pembunuhan maka diwajibkan kepadanya hukuman qishash, namun apabila wali si terbunuh atau korban memberikan ampunan, hendaklah membayar diyat pada keluarga korban. Dan dikenakan

diyat berat yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina usia 3-4 tahu, 30 ekor unta betina usia 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang hamil. Diyat ini wajib dibayar tunai oleh orang yang membunuh. Dan alangkah utamanya apabila wali korban memaafkannya. Ini didasarkan pada ayat Q.S Al-Baqoroh: 178

...

هتيفلماتءءاادماموم فتوفرهعفمملابت عءابمترتافم ءءيفش هتيفختا نفمت ههلم يمفتعه نفممفم

ق نناسمحفاتبت

...

“…maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat), kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)…” (Al-Baqoroh: 178)

Serta pembunuh diwajibkan membayar kifarat ini didasarkan pada hadits Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Wa’ilah bin Ashaqa bahwa pada suatu hari dating kepada nabi SAW sekolompok orang dari kalangan bani Salim. Mereka mengadukan permasalahan yang sedang mereka hadapi kepada beliau, “ada seseorang di antara kami yang wajib atasnya membayar diyat.”Rasulullah SAW menjawab:

)

رتانرملا نممت ههنفمت اووضفغهاهمنفمت ونضفغه لرتكبت هللا يدتففيم ةوبقمرم قفتتعفيهلففم

هاور

(24)

Artinya: “hendaknya ia memerdekakan maka kelak Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak tersebut, sehingga ia selamat dari neraka.”(H.R Ahmad)

Adapun bila wali si korban menuntut qishash, maka pembunuh tidak diwajibkan atasnya membayar kifarat, karena qishash itu sendiri sebagai kifaratnya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nua’aim dalam kitab Al-Ma’rifah bahwa Nabi SAW, bersabda

ةهرمافرمكم لهتفقملفا

Artinya: “Qishash itu adalah kifarat”

2. Sanksi Pembunuhan Tidak Sengaja

Pembunuhan karena tidak sengaja atau karena suatu kesalahan membawa kepada dua konsekuensi, ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang mmenerangkan Q.S An-Nissa: 92.

ى اىلا ةءمملرمسممره ةءيمدتورم ةننممتؤفمره ةنبمقمرم رهيفرتحفتمفم أطمخم انومتؤفمه لمتمقم نفمموم

ىهلتهام

...

“…dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga si terbunuh…”(Q.S. An-Nissa: 92)

(25)

a. Diyat ringan, yang dibebankan atas keluarga pembunuh untuk membayarnya dan boleh membayar secara berangsur-angsur sampai tiga tahun. Diyatnya berupa 100 ekor unta, dengan perincian: 20 ekor unta betina usia 1-2 tahun, 20 ekor unta betina usia 2-3 tahun, 20 ekor unta jantan usia 2-3 tahun, 20 ekor unta betina usia 3-4 tahun, 20 ekor unta betina usia 4-5 tahun. Dan tiap-tiap akhir tahun harus dibayar sepertiganya.

b. Kifarat, yaitu memerdekakan budak muslim tanpa cacat , bilamana pelaku tidak dapat memenuhinya maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

3. Pembunuhan Semi Disengaja

Pembunuhan semi disengaja atau serupa dengan kesengajaan mengharuskan pembunuhnya untuk membayar diyat berat, yaitu: seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina usia 3-4 tahu, 30 ekor unta betina usia 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang hamil. Diyat ini wajib dibayar tunai oleh orang yang membunuh.

Adapun hukum qishash diwajibkan apabila orang yang membunuh memenuhi syarat-syarat dikenakannya seseorang hukum qishash. Adapun syaratnya adalah sebagai berikut:38

(26)

pembunuh tidak dikenakan hukum qishash ataupun keharusan membayar

diyat, ini dikarenakan yang dibunuh adalah orang yang tersia-siakan darahnya dan tidak dilindungi. Rasulullah Saw bersabda:

رنفاكبت

مءلتسمه

لهتمقفيهل

) ىراخبلاهاور)

Artinya: “Orang Islam tidak dibunuh sebab ia membunuh orang kafir.”

(H.R Bukhari)

b. Orang yang membunuh sudah baligh dan berakal, hukum qishash tidak dikenakan pada anak keci, orang gila, dan orang yang berkebutuhan khusus atau perkembangan akalnya terganggu, karena mereka bukan orang yang terkena talif syar’i.

c. Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari orang yang membunuh atau sederajat. Dan hendaklah ia membayar kifarat. Ini didasarkan pada Q.S Al-Baqaroh : 178

دهبفعملفاوم ررتحهلفاب ررهحهلفام ىلتفقملاےفت صهاصمقتلفا مهكهيفلمعم بمتتكه اوفنهمماا نميفذتلرما اهميرهايا

دتبفعملفابت

(27)

d. Pembunuh adalah orang tua dari si korban, ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw, bersabda:

دتلوملفابت دهلتوملا لهتهقفيمل

)

ىذمرتلا هاور )

Artinya: Orang tua tidak diqishash oleh sebab membunuh anaknya.” (H.R Tirmidzi)

e. Pembunuh dalam kondisi bebas memilih, karena bila pembunuh dalam kondisi dipaksa, maka ia tidak memiliki hak memilih dicabut, dan tanggung jawab tidak dibebankan kepada orang yang tidak memiliki hak pilih.

Qishash dilaksanakan setelah ada kesepakatan dengan wali korban, qishash

dirasakan perlu kepada seseorang yang kemungkinan besar akan melakukan kejahatan yang sama apabila tidak dijatuhi hukum qishash. Qishash hendaknya dilakukan setelah ada wali dari pihak korban, dan hukuman qishash dilaksanakan sama dengan kejahatan yang dilakukan pada korban, karena qishash menuntut persamaan. Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nahl: 126:

Dan hukum qishash menjadi hak hakim, dan qishash dapat gugur apabila ada ampunan dari pihak wali korban, atau pembunuh telah mati terlebih dahulu sebelum di qishash.

D. Pembunuhan Menurut Hukum Positif

(28)

1. Pembunuhan biasa, menurut pasal 338 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun

2. Pembunuhan dengan pemberatan, menurut 339 diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun

3. Pembunuhan berencana, menurut 340 diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun

4. Pembunuhan bayi oleh ibunya, menurut pasal 341 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun

5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, menurut pasal 342 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun

6. Pembunuhan atas permintaan sendiri, menurut pasal 344 bagi orang yang membunuh diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun

7. Penganjuran agar bunuh diri, menurut pasal 345 jika benar-benar orangnya membunuh diri pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun

(29)

a. Pengguguran kandungan oleh si ibu, menurut pasal 346 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun

b. Pengguguran kandungan oleh orang lain tanpa izin perempuan yang mengandung, menurut pasal 347 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya : (1)dua belas tahun;(2) lima belas tahun, jika perempuan itu mati.

c. Pengguguran kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya, menurut pasal 348 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya :(1) lima tahun enam bulan;(2)tujuh tahun, jika perempuan itu mati

Adapun alasan-alasan yang menghilangkan sifat tindak pidana dibedakan dalam dua kategori, yaitu :

1. Alasan yang membenarkan atau menghalalkan perbuatan pidana, adalah :

a. Keperluan membela diri atau noodweer (Pasal 49 ayat 1 KUHP)

b. Melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP)

c. Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh seorang penguasa yang berwenang (Pasal 51 ayat 1 KUHP)

(30)

2. Alasan yang memaafkan pelaku, hal ini termuat dalam :

a. Pasal 44 ayat 1 KUHP, yang menyatakan seseorang tidak dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya, disebabkan jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing)

b. Pasal 48 KUHP, yang menyatakan seseorang yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana

c. Pasal 49 ayat 2 KUHP, menyatakan bahwa pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

d. Pasal 51 ayat 2 KUHP, menyatakan terhapusnya pidana karena perintah jabatan tanpa wenang, jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan pelaksanaanya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya.

Ketentuan-ketentuan tentang alasan dan hal-hal yang mempengaruhi pemidanaan ini bersifat umum, sehingga berlaku juga pada kejahatan terhadap nyawa.

E. Hikmah Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat

(31)

akan menghapuskan kejahatan pembunuhan, atau paling tidak mengurangi pembunuhan.

ىفنفام

لهتفقملفا

لهتفقمللت

“Membunuh itu akan menghapus pembunuhan.”

Karena, bila seseorang pembunuh hanya sekedar di penjara, dikhawatirkan setelah ia terbebas dari penjara, masih memiliki dendam dan hendak membunuh kembali. Atau bahkan si pembunuh karena ia memang ingin tinggal di penjara tanpa harus memikirkan persoalan hidup. 39

Adapun diyat dimaksudkan agar jangan sampai terjadi kejahatan yang serupa sekaligus melindungi jiwa jangan sampai dianggap remeh. Melihat kenyataan ini, maka denda dengan pembayaran yang memberatkan dirasa harus, agar si pelaku menjadi jera. Dengan demikian diyat dianggap sebagai pembalasan yang mencakup hukuman dan penggantian. 40

Dan dengan penerapan qishash dan diyat, masyarakat akan bersih dari tindakan pidana yang dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu stabilitas masyarakat

BAB III

PENUTUP

39 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, (Semarang; Toha Putra, 1984), Juz II, hlm. 112.

(32)

Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, manusia memilki hak yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup, yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun. Dan pembunuhan merupakan suatu jalan untuk melanggar hak tersebut. Pembunuhan adalah perampasan hak hidup seseorang atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan roh, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah qishash-diyat (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash atau diyat).. Pembunuhan menurut Islam dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu:

a. Pembunuhan disengaja (qathlul amdi), yang dihukumi qishash, dan apabila diampuni oleh wali korban hendaklah membayar diyat dan kifarat. b. Pembunuhan tidak disengaja (qathlul ghairul amdi), pembunuhan ini

dihukum diyat ringan atau kifarat.

c. Pembunuhan semi disengaja (qathlul syighrul amdi), pembunuhan ini dihukumi diyat berat.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Chidir. 1985. Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidan. Bandung: Armico.

Al-Maraghi , Ahmad Mustafa, 1984. Terjemahan Tafsir Al-Maraghi. Semarang; Toha Putra. Juz II.

‘Audah, Abdul Qadir. at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi. t.t. Jilid II.

Az-Zuhaili, Wahbah. 1989. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Damaskus: Dar al-Fikr. Jilid: II. Cet. 3.

Bassar, M. Sudradjat. 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP.

Bandung: Remaja Rosda Karya. Cet. 2.

Hakim, Rahmat. 2010. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia. Cet. 2. Lamintang, P.A.F. 1986. Delik-Delik Khusus. Bandung: Bina Cipta. Cet.1.

Marpaung, Leiden. 1991. Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum. Jakarta: Grafika.

Moeljatno. KUHP.

Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Cet. 41.

Sabiq , Sayyid, Ter. H. A. Ali. 1997. Fikih Sunnah. Bandung: Al-Maarif. Jilid 10. Cet. ke-8.

Sabiq, Sayyid. Ter. Nor Hasanuddin, dkk. 2006. Fiqhus Sunnah. Jakarta: Pena Budi Aksara. Jilid. III. Cet. 1.

Tirtaatmadja. 1955. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Fasco.

(34)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan rendah hati dan rasa syukur dalam dada di peruntukkan kepada Allah yang membimbing penulis dengan petunjukNya, sehingga dengan lancar menyelesaikan skripsi

Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa analisis jalur pengaruh langsung memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan pengaruh tidak langsung, hal ini menunjukkan dengan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Perumahan. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

ƞ ij g jt = Komponen spesifik wilayah yang dapat terkait dengan kesamaan struktur ekonomi, kondisi pasar tenaga kerja, kebijakan fiskal daerah, kondisi geografis, dan

Peralatan hanyalah penunjang bila ada dapat membantu pemeriksaan bila tidak semua tersedia, pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan membantu pemeriksaan bila tidak

Persyaratan untuk bisa terdaftar sebagai WB adalah mereka tidak bisa baca tulis atau tidak pernah sekolah, atau warga yang putus sekolah, tidak menamatkan pendidikan tingkat

masalah aktual” yaitu mengungkap konsep riba dalam ekonomi Islam yang digali dari beberapa ayat Al Quran dan hadits Nabi saw dengan pendekatan integratif melewati.. suatu

[r]