• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file PENGARUH PERCEIVED PRICE DAN PERCEIVED VALUE PADA PRODUK BUNDLING TERHADAP MINAT BELI (Sebuah Survei Tentang Minat Beli Perangkat Komunikasi Pada Mahasiswa) | Arifin | Jurnal Administrasi Bisnis 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file PENGARUH PERCEIVED PRICE DAN PERCEIVED VALUE PADA PRODUK BUNDLING TERHADAP MINAT BELI (Sebuah Survei Tentang Minat Beli Perangkat Komunikasi Pada Mahasiswa) | Arifin | Jurnal Administrasi Bisnis 1 PB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

168

PENGARUH

PERCEIVED PRICE

DAN

PERCEIVED VALUE

PADA PRODUK

BUNDLING

TERHADAP MINAT BELI

(Survei minat beli handphone BlackBerry-Indosat pada Mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis Angkatan 2008/2009 dan 2009/2010 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya)

Saiful Arifin Suharyono

Wilopo

Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Malang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh variabel perceived price dan perceived value pada produk bundling handphone BlackBerry-Indosat secara parsial dan bersama-sama terhadap minat beli konsumen. Sampel dalam penelitian ini sebanyak116 mahasiswa dan mahasiswi jurusan administrasi bisnis angkatan 2008/2009 dan 2009/2010 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa perceived value mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen.Dari hasil analisis regresi diketahui juga bahwa perceived value yang terdiri atas emotional value, social value, quality/performance, dan price/value for money merupakan variabel dominan terhadap minat beli akan handphone Blackberry-Indosat.

Kata kunci: Perceived Price, Perceived Value, Bundling, Minat Beli

1. PENDAHULUAN

Perkembangan ragam produk yang pesat dan meningginya tingkat persaingan yang sedemikian rupa, telah menyebabkan inovasi dalam strategi persaingan juga mengalami peningkatan. Strategi dalam menjual produk telah memasuki era yang kian bervariasi. Hal ini dapat terlihat dari cara dan strategi perusahaan yang bermacam-macam dalam memasarkan produknya. Salah satunya, perusahaan tidak hanya menjual produknya dalam bentuk single product, atau dalam bentuk tunggal, tetapi sudah merambah sampai penjualan dengan cara bundling

atau sering disebut produk paket. Produk yang diikutsertakan dengan cara sistem paket ini biasanya merupakan produk yang jenisnya komplemen atau saling melengkapi. Strategi bundling ini mulai digunakan dibanyak perusahaan di Indonesia terutama untuk produk elektronik. Strategi ini telah marak dan banyak diterapkan dalam strategi pemasaran saat ini.

Strategi penjualan produk menggunakan

bundling digunakan karena memberikan manfaat bagi penjual dan konsumen sebagai pembeli. Penjual memanfaatkan produk bundling sebagai

competitive strategy untuk meningkatkan

permintaan pada keseluruhan lini produk, untuk membangun pasar baru, untuk meningkatkan posisi produk di pasar, dan untuk membedakan produk tersebut dengan pesaingnya. Berbagai alasan tersebut yang mendasari digunakannya strategi pemasaran produk bundling oleh perusahaan. Sementara bagi konsumen akan diuntungkan dengan membeli barang dengan sistem bundling, sehingga tidak harus mencari dan membeli barang untuk melengkapi barang utama yang dibelinya karena sudah menjadi satu paket dalam penjualan.

Arga (2008:10) berpendapat bahwa bundling

(2)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

169

pencarian barang oleh konsumen (karena barang dengan sistem bundling berada dalam satu tempat penjualan yang sama); Bundling dapat mengurangi biaya distribusi produsen (karena produk dengan sistem bundling didistribusikan secara bersama-sama); biaya transaksi produk bundling lebih rendah (karena pembelian tunggal lebih murah untuk dilaksanakan).

Konsumen mengharapkan produk atau barang yang dibeli bagus, bermanfaat, dan memberikan fungsi yang baik, terutama pada produk elektronik. Pada saat ini manusia tidak bisa lepas dari produk elektronik terutama yang dipakai untuk menunjang kehidupan sehari-hari, semisal komputer dan ponsel. Praktek produk bundling yang cukup gencar saat ini yaitu dalam pasar ponsel. Perusahaan-perusahaan

provider cellular atau operator selular di Indonesia semakin sering memainkan langkah penjualan

bundling. Penjualan bundling yang dimaksud adalah menjual starter pack (nomor perdana) sekaligus dengan ponselnya. Tentunya penjualan starter pack

(nomor perdana) dan sekaligus dengan ponsel dalam satu paket ini juga disertai dengan berbagai bonus dan layanan lain dari para pihak operator yang tidak akan didapatkan jika konsumen membeli hanya satu produk saja. Untuk lebih memantapkan strategi

bundling-nya, para operator selular di Indonesia sangat selektif memilih smartphone yang akan diajak kerja sama dalam strategi bundling mereka.

Strategi bundling handphone merek BlackBerry menawarkan dan memiliki berbagai bonus serta kelebihan yang disediakan oleh pihak provider

sebagai partner dari produsen bundling mereka.

Pemasaran BlackBerry baik melalui cara bundling

atau tidak, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan tersebutlah yang menjadi dasar atas ketertarikan atau persepsi terhadap minat beli konsumen yang selanjutnya akan diteruskan pada keputusan pembelian.

Perkembangan pasar BlackBerry di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun, membuat operator selular melakukan kerjasama dengan Research In Motion (RIM) dalam hal penjualan paket bundling dan layanan BlackBerry. Dengan kerja sama akan didapatkan sebuah usulan tarif paket bundling BlackBerry yang terdiri atas handset

dan layanan BlackBerry. Tetapi dibalik itu semua, terdapat hal yang memegang peranan penting terhadap keberhasilan strategi bundling seperti penetapan harga produk yang telah di bundling.

Harga yang dipersepsikan (perceived price) dan nilai-nilai sebuah produk yang dipersepsikan

(perceived value) oleh konsumen yang merupakan komponen produk bundling adalah kunci utama yang mendorong minat beli konsumen.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. PERSEPSI

Pengertian persepsi yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2000:137), yaitu suatu proses dimana individu memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai “bagaimana kita melihat dunia di

sekeliling kita”. Dua individu mungkin menerima

stimuli yang sama dalam kondisi nyata yang sama, tetapi bagaimana setiap orang mengenal, memilih, mengatur, dan menafsirkannya merupakan proses yang sangat individual berdaarkan kebutuhan, nilai-nilai, dan harapan setiap orang itu sendiri. Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Kotler dalam Siburan (2011:27) yaitu seorang individu yang memilih, mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambaran yang bermakna. Tiga prinsip dasar mengenai pengelompokan persepsi adalah figur dan dasar, pengelompokan, dan pengakhiran (Schiffman dan Kanuk, 2000:151).

2.1.1. Perceived Price

Perceived price adalah persepsi konsumen akan harga atau pengorbanan relatif yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan suatu produk dibandingkan dengan harga atau pengorbanan pada produk lain yang sejenis. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000:160-161) pandangan atau persepsi mengenai harga di ukur dan diwakili oleh dua indikator. Hal ini juga senada dengan apa yang dikemukakan oleh Janiszewski dan Lichtenstein (2004:295). Pengukuran persepsi harga dibentuk oleh dua indikator. Pertama adalah attractiveness, yaitu bagaimana pendapat konsumen mengenai harga yang ditawarkan apakah menarik atau tidak menarik. Dan yang kedua adalah fairness, yaitu bagaimana pendapat konsumen mengenai harga yang ditawarkan apakah wajar atau tidak wajarjika dibandingkan dengan tawaran harga lain. Dalam penelitian ini attractiveness dan fairness digunakan sebagai indikator untuk pengukuran variabel

perceivedprice.

2.1.2. Perceived Value

(3)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

170

berdasarkan persepsi mengenai apa yang telah mereka terima dan apa yang telah mereka berikan (Hauser dan Zeithalm dalam Siburan (2011:30)). Menurut Sweeney dan Soutar (2001:208), pengukuran persepsi nilai dibentuk oleh empat dimensi. Pertama, emotional value yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif /emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi suatu produk. Kedua adalah social value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri (sosial) konsumen. Ketiga, quality/performance yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kualitas kinerja yang diharapkan atas suatu produk. Dan yang keempat yaitu price/value for money, yakni utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan reduksi biaya jangka pendek atau jangka panjang.

2.2. PRODUK

Menurut Kotler & Keller (2009:4) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide. Sedangkan Surachman (2008:25) menarik kesimpulan sebagai berikut “produk merupakan suatu media yang berfungsi untuk menyampaikan pengalaman kepada konsumen akan penggunaan suatu merek”.

Bundling

Menurut Sari dan Rusli (2009:114) produk

bundling adalah salah satu strategi dalam pemasaran, yang merupakan strategi untuk menggabungkan penjualan beberapa produk menjadi satu paket penjualan dalam satu harga.Saat ini, strategi tersebut sedang marak digunakan oleh produsen-produsen ponsel dan operator seluler. Arga (2008:10) berpendapat bahwa bundling adalah sebuah strategi pemasaran yang melibatkan penawaran dua produk atau lebih untuk dijual sebagai satu kesatuan unit jual. Pada umumnya, harga yang ditawarkan dalam kombinasi produk hasil bundling lebih murah dibandingkan harga per satuan produk apabila dibeli terpisah. Tujuan diterapkannya bundling dalam industri adalah untuk memberikan daya tarik lebih kepada konsumen sehingga dapat meningkatkan penjualan produk perusahaan secara keseluruhan.

2.3. Minat Beli

Menurut Fishbein dan Icek Ajzen (2004:197),

intention (minat) adalah sebuah rencana atas sepertinya seseorang akan berperilaku dari situasi

tertentu dengan cara-cara tertentu baik seseorang akan melakukannya atau tidak. Sementara itu menurut Peter dan Olson (1999:149), intention

adalah sebuah rencana untuk terlibat dalam suatu perilaku khusus guna mencapai tujuan. Menurut Fishbein dan Icek Ajzen (2004:198), minat beli mempunyai empat elemen yang berbeda:

a. Perilaku (The Behaviour)

b. Obyek target dimana perilaku ditujukan c. Situasi dimana perilaku dilakukan d. Waktu dimana perilaku dilakukan

Indikator-indikator dari minat beli dijelaskan oleh komponen dari Schiffman dan Kanuk (2000:470). Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tertarik untuk mencari informasi mengenai produk

b. Mempertimbangkan untuk membeli c. Tertarik untuk mencoba

d. Ingin mengetahui produk e. Ingin memiliki produk.

2.4. Hipotesis

H1 : Terdapat pengaruh secara bersama-sama dari

variabel Perceived Price (X1) dan variabel

Perceived Value (X2) terhadap Minat Beli

Konsumen (Y).

H2: Terdapat pengaruh secara parsial dari variabel

Perceived Price (X1) dan variabel Perceived

Value (X2) terhadap Minat Beli Konsumen

(Y).

H3: Terdapat salah satu variabel yang berpengaruh

dominan terhadap Minat Beli Konsumen (Y) yaitu variabel Perceived Price (X1).

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research. Explanatory research atau penelitian penjelasan adalah penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 2006:5). Penggunaan jenis penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada hubungan kausal antara variabel bebas yaitu

perceived price dan perceived value terhadap variabel terikat yaitu minat beli konsumen.

(4)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

171

belum memiliki handphone BlackBerry dan memiliki ketertarikan atau minat terhadap

handphone BlackBerry. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Machin (1987:89). Berdasarkan pertimbangan bahwa nilai r terendah yang diperkirakan akan diperoleh melalui penelitian ini adalah r = 0,30 ; α = 0,10 pada

pengujian dua arah dan β = 0,05 maka diperoleh n

(minimum) = 116. Sampelnya adalah 116 orang (Hermawati, 2011:61).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) analisis deskriptif, analisis deskriptif adalah metode untuk menganalisis data dengan cara mendesripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. 2) analisis regresi berganda, analisis regresi berganda memungkinkan diperkenalkannya variabel-variabel tambahan, sehingga persamaan yang disusun mencerminkan nilai dari beberapa dan bukan satu variabel prediktor (Churcill, 2005:267).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Asumsi Klasik: 4.1.1. Uji Normalitas

Jika hasil Asymp.Sig > 0,05 maka Ho diterima yang artinya data berdistribusi normal, dan apabila hasi Asymp.Sig < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya data berdistribusi tidak normal. Dari hasil perhitungan didapat nilai Asymp.Sig sebesar 0,878 atau lebih besar dari 0,05; maka ketentuan H0

diterima, yaitu bahwa asumsi normalitas terpenuhi dan data pada penelitian ini berdistribusi normal.

4.1.2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi diantara data pengamatan atau tidak. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini muncul karena residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Masalah ini sering kali ditemukan apabila menggunakan data runtut waktu. Uji autokorelasi ini untuk mengetahui korelasi antara sisaan yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam deret waktu) atau ruang (seperti dalam data cross section). Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa

tidak terdapat autokorelasi dalam sisaan (εi). Hal

ini memperlihatkan bahwa model klasik

mengasumsikan unsur sisaan yang berhubungan dengan pengamatan tidak dipengaruhi oleh sisaan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang mana pun. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan uji Durbin-Watson (DW Test). Ukuran yang digunakan yaitu apabila nilai statistik Durbin-Watson mendekati angka 2, maka dapat dinyatakan bahwa data pengamatan tersebut tidak ada autokorelasi. Berdasarkan perhitungan diketahui nilai uji Durbin Watson sebesar 1,859. Nilai tersebut dapat dinyatakan mendekati angka 2 (dua) maka dapat disimpulkan dari hasil nilai tersebut, bahwa asumsi tidak terdapat autokorelasi telah terpenuhi.

4.1.3. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas ini dilakukan untuk mengetahui bahwa tidak terjadi hubungan yang sangat kuat atau tidak terjadi hubungan linier yang sempurna atau dapat pula dikatakan bahwa antar variabel bebas tidak saling berkaitan. Uji multikolonieritas dilakukan dengan uji regresi, dengan patokan nilai tolorance dan VIF (variance inflation factor) serta koefisien korelasi antar variabel bebas. Kriteria yang digunakan adalah: a. Apabila nilai tolerance < 0,1 maka

terjadi multikolinearitas.

b. Apabila nilai VIF > 10 maka terjadi Multikolinearitas.

Berdasarkan perhitungan, berikut hasil pengujian dari masing-masing variabel bebas;

tolerance untuk Perceived Price (X1) adalah 0,683;

Tolerance untuk Perceived Value (X2) adalah 0,683.

Hasil pengujian didapat bahwa keseluruhan nilai

tolerance > 0,1 sehingga dapat disimpulkan dari hasil perhitungan tersebut bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas.

Uji multikolinearitas dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan nilai VIF (Variance Inflation Faktor) dengan angka 10. Jika nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas. Berikut hasil pengujian masing-masing variabel bebas: VIF untuk Perceived Price (X1) adalah 1,464; VIF untuk

Perceived Value (X2) adalah 1,464. Dari hasil

(5)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

172 4.1.4. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan nilai simpangan residual akibat besar kecilnya nilai salah satu variabel bebas atau adanya perbedaaan nilai ragam dengan semakin meningkatnya nilai variabel bebas. Prosedur uji dilakukan dengan Uji Scatter Plot.

Gambar 1

Diagram Tampilan Scatterplot

Hasil pengujian pada gambar di atas didapat gambaran bahwa diagram tampilan scatterplot

menyebar dan tidak membentuk pola tertentu maka tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan mempunyai ragam homogen (konstan) atau dengan kata lain tidak terdapat gejala heterokedastisitas.

4.2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analsisi regresi linier berganda merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh lebih dari satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari variabel Perceived Price (X1) dan Perceived

Value (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah

variabel Minat Beli Konsumen (Y). Pengujian ini dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 0,05.

4.2.1. Pengujian Secara Bersama-Sama (uji F)

Pada analisis regresi linier berganda ini menggunakan uji F. Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel Perceived Price (X1)

dan Perceived Value (X2), secara bersama-sama

terhadap variabel Minat Beli Konsumen (Y). Analisis regresi linier berganda ini menggunakan program SPSS 18 for windows. Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 1. Hasil Analisis Regresi Berganda

Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai F hitung sebesar 36,391 dengan Signifikansi F sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga Ho ditolak. Karena Ho ditolak maka hipotesis pertama (H1) yang

menyatakan bahwa variabel Perceived Price (X1)

dan Perceived Value (X2) secara bersama-sama

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Minat Beli Konsumen (Y) dapat diterima. Hal ini menandakan juga bahwa hipotesis pertama (H1)

mengenai terdapat pengaruh secara bersama-sama dari variabel Perceived Price (X1) dan variabel

Perceived Value (X2) terhadap Minat Beli

Konsumen (Y) adalah terbukti.

Besarnya pengaruh secara bersama-sama atau kontribusi dari variabel Perceived Price (X1) dan

Perceived Value (X2) dapat dilihat dari nilai

Adjusted R Square sebesar 0,381. Nilai ini berarti bahwa kemampuan variabel-variabel Perceived Price (X1) dan Perceived Value (X2) secara

bersama-sama memberikan kontribusi kepada Minat Beli Konsumen (Y) sebesar 38,1% sedangkan sisanya sebesar 61,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Kontribusi yang diberikan oleh variabel-variabel

Perceived Price (X1) dan Perceived Value (X2)

tergolong lemah, yang berarti bahwa konsumen tidak begitu memperhatikan semua variabel

perceived price dan perceived value secara bersamaan dalam minat beli mereka. Koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya hubungan

(6)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

173

antara variabel bebas yaitu variabel Perceived Price

(X1) dan Perceived Value (X2) dengan variabel

terikat, yaitu Minat Beli Konsumen (Y), dapat dilihat dari nilai R (koefisien korelasi) sebesar 0.626, nilai korelasi ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bebas yaitu Perceived Price (X1) dan Perceived Value (X2) dengan Minat

Beli Konsumen (Y) termasuk dalam kategori kuat karena berada pada selang 0,6 - 0,8. Hubungan antara variabel bebas yaitu Perceived Price (X1) dan

Perceived Value (X2) dengan Minat Beli Konsumen

(Y) bersifat positif, artinya jika variabel bebas semakin ditingkatkan maka minat beli konsumen juga akan mengalami peningkatan.

4.2.2. Pengujian Secara Parsial (Uji t)

Konstanta sebesar 0,963 menunjukkan bahwa jika tidak ada variabel bebas berupa Perceived Price

(X1) dan Perceived Value (X2) maka besarnya Minat

Beli Konsumen (Y) terhadap objek penelitian yaitu

handphone BlackBerry yang bundling dengan operator selular Indosat adalah sebesar 0,963.

Hasil dari perhitungan secara parsial (dapat dilihat di tabel), menunjukkan bahwa variabel bebas

Perceived Price (X1) tidak mempunyai pengaruh

terhadap minat beli konsumen pada tingkat

signifikansi 0,005 (α=0,05), dengan asumsi bahwa

variabel lain dianggap konstan. Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya nilai probabilitas atau signifikasi t sebesar 0,084 (p<0,05), sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh dari variabel Perceived Price (X1) terhadap Minat Beli

(Y). Nilai koefisien beta yang dimiliki variabel

perceived price sebesar 0,155 dengan nilai thitung

sebesar 1,745. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh dari variabel bebas Perceived Price (X1) terhadap variabel terikat Minat Beli

Konsumen (Y).

Hasil dari perhitungan secara parsial, menunjukkan bahwa variabel Perceived Value (X2)

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel Minat Beli Konsumen (Y) pada tingkat signifikansi 0,05 (p<0,05) dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan, hal ini dapat dibuktikan denga besarnya koefisien beta sebesar 0,526 dengan nilai thitung sebesar 5,921 dan

probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil pengujian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel Perceived Value (X2) terhadap

variabel Minat Beli Konsumen (Y).

4.3. Pembahasan

4.3.1. Perceived Price (X1)

Variabel perceived price dalam penelitian ini tidak mempunyai pengaruh namun tetap positif terhadap minat beli konsumen. Hal ini dikarenakan calon konsumen tetap memperhatikan segi

perceived price, namun porsinya lebih sedikit dibandingkan dengan perceived value berkenaan dengan minat beli pada handphone BlackBerry yang

bundling dengan Indosat. Harga memang memegang peran penting pada sebuah produk, namun fakta dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa calon konsumen lebih mempertimbangkan indikator-indikator dari perceived value dalam minat beli mereka.

Variabel perceived price yang terdiri dari

attractiveness dan fairness yang positif akan berpengaruh bagi konsumen ketika memiliki minat atau ketertarikan terhadap produk handphone

BlackBerry yang bundling dengan Indosat.

Perceived price yang diterima oleh calon konsumen diperoleh atas persepsi atau pandangan dan pendapat mengenai harga (berdasar atas menarik dan wajarnya harga yang ditawarkan) yang didapat dari iklan maupun pengaruh dan pendapat dari orang lain semisal teman dan keluarga. Harga yang ditawarkan produk handphone BlackBerry yang

bundling dengan Indosat merupakan harga gabungan atas beberapa produk, yaitu sebuah

handset handphone BlackBerry, kartu perdana Indosat, garansi, dan berbagi bonus sms, telpon, layanan BBM, dan akses data dari Indosat. Dengan diterapkannya bundling produk tersebut, calon pembeli akan merasakan menariknya harga yang ditawarkan beberapa produk yang dijual didalam satu paket penjualan, asal harga yang ditawarkan dapat dikatagorikan wajar dan dapat dijangkau konsumen. Dalam penetapan strategi bundling,

harga adalah sebuah komponen yang penting. Harga dalam strategi bundling harus tepat dan sesuai dengan tingkat kewajaran agar mampu menarik minat beli konsumen.

4.3.2. Perceived Value (X2)

Variabel perceived value mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen. Pengaruh positif dan signifikan perceived value

terhadap minat beli ini dikarenakan nilai-nilai yang ditawarkan oleh produk bundling handphone

(7)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

174

BlackBerry yang bundling dengan Indosat dipengaruhi oleh perceived value yang terdiri atas indikator emotional value, social value, quality/performance, dan price/value for money. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi-persepsi yang baik

atas emotional value, social value,

quality/performance, dan price/value for money

yang ditawarkan oleh produk handphone

BlackBerry yang bundling dengan Indosat akan meningkatkan minat konsumen untuk membeli produk tersebut.

Variabel perceived value yang terdiri dari

emotional value, social value, quality/performance,

dan price/value for money yang positif akan berpengaruh bagi konsumen ketika memiliki minat atau ketertarikan terhadap produk handphone

BlackBerry yang bundling dengan Indosat.

Perceived value yang diterima oleh calon pembeli produk handphone BlackBerry yang bundling

dengan Indosat diperoleh atas persepsi atau pandangan dan pendapat mengenai nilai-nilai yang dipersepsikan (berdasar atas emotional value, social value, quality/performance, dan price/value for money yang ditawarkan) yang didapat dari iklan dan program-program promo tertentu maupun pengaruh dan pendapat dari linkungan sekitar semisal teman dan keluarga.

Perceived value dibentuk oleh empat dimensi. Pertama, emotional value yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif / emosi positif yang ditimbulkan dari keinginan mengkonsumsi suatu produk. Kedua adalah social value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri (sosial) konsumen. Ketiga, quality/performance yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kualitas kinerja yang diharapkan atas suatu produk. Dan yang keempat yaitu price/value for money, yakni utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan reduksi biaya jangka pendek atau jangka panjang. Keempat dimensi tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sweeney dan Soutar dalam journal of retailing (2001:208).

Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa

perceived value memberikan pengaruh secara parsial, bahkan pengaruh tersebut signifikan terhadap minat beli konsumen. Hal ini juga menunjukkan bahwa hipoteis kedua (H2) mengenai

terdapat pengaruh secara parsial dari variabel

perceived value terhadap minat beli konsumen adalah terbukti. Dari hasil analisis regresi ini juga menunjukkan bahwa variabel perceived value

memberikan pengaruh yang dominan terhadap

minat beli konsumen. Hal ini berarti juga membantah hipotesis ketiga (H3) bahwa variabel

perceived price sebagai variabel yang berpengaruh

dominan terhadap minat beli konsumen.

Dominannya pengaruh perceived value terhadap minat beli konsumen akan handphone BlacBerry yang bundling dengan operator selular Indosat dikarenakan calon konsumen tidak begitu memperhatikan variabel perceived price yang terdiri atas attractivness dan fairness. Para calon konsumen cenderung memperhatikan quality/performance dan

price/value for money dalam perceived value. Quality/performance terdiri atas kualitas tetap, dibuat dengan benar, dan kualitas standar. Sedangkan price/value for money terdiri atas harga murah, kesesuaian produk dengan harga, dan harga terjangkau. Pendapat ini berdasarkan atas hasil dari penyebaran kuisioner kepada responden yang menyatakan setuju akan indikator dan item-item

tersebut serta hasil dari analisis regresi yang menunjukkan bahwa perceived value memberikan kontribusi yang signifikan dan dominan terhadap minat beli konsumen.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ada pengaruh yang positif dari variabel

Perceived Price (X1) dan Perceived Value (X2)

secara bersama-sama terhadap Minat Beli Konsumen (Y). Besarnya pengaruh secara bersama-sama atau kontribusi dari variabel Perceived Price

(X1) dan Perceived Value (X2) dapat dilihat dari

nilai Adjusted R Square sebesar 0,381. Nilai ini berarti bahwa kemampuan variabel-variabel

Perceived Price (X1) dan Perceived Value (X2)

secara bersama-sama memberikan kontribusi kepada Minat Beli Konsumen (Y) sebesar 38,1% sedangkan sisanya sebesar 61,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya hubungan antara variabel bebas yaitu variabel

Perceived Price (X1) dan Perceived Value (X2)

dengan variabel terikat, yaitu Minat Beli Konsumen (Y), dapat dilihat dari nilai R (koefisien korelasi) sebesar 0.626, nilai korelasi ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bebas yaitu Perceived Price (X1) dan Perceived Value (X2) dengan Minat

Beli Konsumen (Y) termasuk dalam kategori kuat karena berada pada selang 0,6 - 0,8. Hubungan antara variabel bebas yaitu Perceived Price (X1) dan

Perceived Value (X2) dengan Minat Beli Konsumen

(8)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

175

semakin ditingkatkan maka minat beli konsumen juga akan mengalami peningkatan.

Besarnya pengaruh variabel bebas Perceived Price (X1) terhadap variabel terikat Minat Beli

Konsumen (Y) dapat dilihat dari nilai t hitung 1,745.

Sig. penelitian sebesar 0,084 (< α 0,05)

menunjukkan bahwa variabel bebas Perceived Price

(X1) tidak mempunyai pengaruh namun tetap positif

terhadap variabel terikat Minat Beli Konsumen (Y) akan handphone BlackBerry yang bundling dengan operator selular Indosat. Besarnya pengaruh variabel bebas Perceived Value (X2) terhadap Minat Beli

Konsumen (Y) dapat dilihat dari nilai t hitung 5,921.

Sig. penelitian sebesar 0,000 (< α 0,05)

menunjukkan bahwa variabel bebas Perceived Value (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap Minat Beli Konsumen (Y). Nilai koefisien regresi (B) variabel bebas Perceived Value (X2)

sebesar 0,354 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel bebas Perceived Value (X2) akan

mempengaruhi variabel terikat Minat Beli Konsumen (Y) sebesar 0,354 dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lainnya yaitu Perceived Price

(X1) dianggap konstan. Hasil dari analisis regresi dalam penelitian ini diketahui bahwa variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap Minat Beli Konsumen (Y) adalah variabel Perceived Value

(X2). Pengaruh dominan Perceived Value (X2) ini

dapat diketahui berdasarkan koefisien beta tertinggi yaitu 0,526 dan nilai thitung terbesar yaitu 5,921 dan

probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05).

Saran

Diharapkan pihak perusahaan dapat

mempertahankan serta meningkatkan

pengembangan mengenai strategi-strategi penjualan melalui bundling agar tidak kalah saing dengan produk yang dijual dengan sistem tunggal. Selain itu, kerja sama antara perusahaan yang melakukan strategi bundling harus selalu memberikan penawaran-penawaran menarik dan eksklusif semisal pemberian bonus-bonus tertentu dalam paket penjualan agar dapat meningkatkan minat dan penjualan produk. Perusahaan yang melakukan strategi bundling harus senantiasa menciptakan persepsi-persepsi yang positif dan harus memberikan pelayanan yang maksimal agar minat beli konsumen akan produk yang dijual dengan sistem bundling juga meningkat. Mengingat variabel bebas dalam penelitian ini merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi minat beli konsumen diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya

untuk mengembangkan penelitian ini dengan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang merupakan variabel lain di luar variabel yang sudah masuk dalam penelitian ini.

6 . DAFTAR PUSTAKA

Arga, D. N. Filia Dewi. 2008. Penerapan Strategi Bundling pada Industri Televisi Berlangganan di Indonesia: Analisa Profitabilitas dan Dampaknya Terhadap Welfare Masyarakat. Skripsi tidak

dipublikasikan, Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Churchill, Gilbert A. 2005. Dasar-Dasar

Riset Pemasaran. Alih Bahasa: Dwi Kartini Yahya. Jakarta: Erlangga.

Fishbein, Martin, and Icek Ajzen. 2004. Attitudes, Personality and Behavior.New York: Open University Press.

Hermawati. 2011. Analisis Faktor Pembentuk Store Atmosphere dan Pengaruhnya terhadap Minat Beli (Survei pada Pengunjung Hypermart

Malang Town Squre). Universitas Brawijaya, Malang: Skripsi tidak Dipublikasikan.

Janiszewski, Chris and Marcus Cunha. 2004. The Influence of Price Discount Framing on The Evaluation of a Product Bundle. Journal of Consumer Research.

Kotler, P., & Keller, K.L. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi Ketigabelas Jilid 1. Alih Bahasa: Bob Sabran. Jakarta: Erlangga.

Machin, David & Michael Campbell.1987.

Statistical Table for the Design of Clinical Trial. London: Blackwell Scientific Publication.

Peter J. Paul, and Jerry C. Olson. 1999. Consumer Behavior: Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Alih bahasa: Damos Sihombing, Sumarti, Yati, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Schiffman, Leon G, and Leslie Lazar Kanuk. 2000.

Consumer Behaviour 7e, Int Edition. New Jersey: Prenhallindo.

Siburan, J. H. 2011. Analisis Persepsi terhadap Niat Beli Pada Produk Otomotif. Skripsi tidak

dipublikasikan, Fakultas Ekonomi

(9)

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 1 No. 2 April 2013| administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

176

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendy.2006.

Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi.

Cetakan Kedelapanbelas. Jakarta: LP3ES.

Surachman. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Merek.

Edisi Pertama. Malang: Bayumedia

Publising.

Sweeny, & Soutar. (2001). Consumer perceivedvalue:Thedevelopmentofa

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pendapat diatas yang dimaksud dengan penggunaan internet sebagai media belajar adalah mempergunakan internet sebagai alat bantu belajar yang digunakan untuk

Hasil evaluasi pelaksanaan program revitaliasi pertanian yang didukung oleh kondisi profil kelembagaan petani di daerah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kinerja

Menganalisis bagaimana pengaruh penggunaan input produksi ( bibit, luas lahan, pupuk dan tenaga kerja) terhadap tingkat produksi usahatani padi sawah di daerah

 Penjelasan prinsip pengambilan sampel tanah dan tanaman  Penjelasan persiapan tanah dan tanaman Kemampuan membedakan metoda pengambilan sampel tanah dan tanaman. 2

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan terbaik rotifera terdapat pada perlakuan dengan pemberian media ikan tongkol dengan pertumbuhan rotifera mencapai 158

Dengan sirip ekor yang lembut dan lebih kecil pada ikan baung itu, maka ikan ini harus dapat mengibaskan ekornya lebih cepat untuk mengimbangi kekuatan arus dalam

 Sebagai prevensi primer : direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung simtomatik (NYHA II – III) dan EF &lt; 35% walaupun sudah mendapat terapi optimal lebih adri 3

Bergantinya status Kota Administratif Tasikmalaya menjadi Daerah Kota berdasarkan UU No. 10 Tahun 2001 yang diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2001 bukan berarti