• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Program Kesetan, Kesehatan, Dan Keamanan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Nurina Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Program Kesetan, Kesehatan, Dan Keamanan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Nurina Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Kerja

2.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja

Megginson dan Mangkunegara (2004:61), keselamatan kerja didefinisikan

sebagai berikut “Keselamatan Kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat

dari penderitaan kerusakan atau kerugian di tempat kerja”.

Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan

dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga

bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik. Keselamatan

kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah

terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan (Malthis dan Jackson,

2002).

Keselamatan merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow (Gibson, et. al., 1994) yang mana apabila kebutuhan terpenuhi maka termotivasi untuk melakukan

pekerjaan sesuai harapan perusahaan.

2.1.2 Tujuan Keselamatan Kerja

Menurut Suma’mur (2007:2), tujuan dari keselamatan kerja adalah :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta

produktivitasnya.

(2)

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Secara umum, setiap pekerja konstruksi harus mematuhi dan menggunakan

peralatan perlindungan dalam bekerja sesuai dengan peraturan keselamatan dan

kesehatan kerja. Dalam hal ini pihak – pihak yang berkewajiban menambah klausal tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap kontrak kerja yang dibuatnya.

Untuk itu perlu dipertimbangkan dan mengimplementasikan program keselamatan

kerja (Ervianto, 2005 : 196) diantaranya sebagai berikut :

1. Komitmen pimpinan perusahaan untuk mengembangkan program yang

mudah dilaksanakan.

2. Kebijakan pimpinan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya

keselamatan dan kesehatan dalam bekerja.

4. Ketentuan pengawasan selam proyek berlangsung.

5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung.

6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.

7. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.

8. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja, dan

9. Pendokumentasian yang memadai dan pencatatan kecelakaan kerja secara

kontinu.

Semua hal – hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan guna untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang juga dapat

(3)

Kesuksesan keselamatan kerja konstruksi tak lepas dari peran berbagai pihak

yang terlibat, berinteraksi dan kerja sama. Masing – masing pihak mempunyai tanggung jawab bersama yang saling mendukung untuk keberhasilan pelaksanaan

proyek konstruksi yang ditandai dengan evaluasi positif dari pelaksanaan keselamatan

dan kesehatan kerja.

2.1.3 Penyebab Keselamatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2002 :17), indikator penyebab keselamatan kerja

adalah :

1. Keadaan tempat lingkungan kerja.

a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang

kurang diperhitungkan keamanannya.

b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.

c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

2. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.

b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik

Pengaturan penerangan.

2.1.4 Strategi Keselamatan Kerja

Dalam penerapan keselamatan kerja bidang konstruksi, diperlukan adanya

pendidikan dan pelatihan mengenai metode dan prosedur yang benar pemakaian

peralatan keselamatan kerja. Penyediaan peralatan kerja yang memenuhi persyaratan

(4)

merupakan salah satu penerapan keselamatan kerja. Adapun standar peralatan kerja

yang harus disiapkan oleh kontraktor dalam menjaga keselamatan, kesehatan, dan

keamanan kerja adalah:

1. Pakaian kerja

Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia

terhadap pengaruh – pengaruh yang kurang sehat atau dapat melukai badan.

2. Sepatu kerja

Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki untuk mengindari benda – benda tajam.

3. Helm

Digunakan untuk pelindung kepala dan sedauh menjadi keharusan bagi

para pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai

peraturan pemakaian yang dikeluarkan dari pabrik pembuatnya.

4. Sarung tangan

Tujuan dari penggunaan sarung tangan adalah untuk melindungi tangan

dari benda - benda tajam dan keras selama menjalankan kegiatan.

5. Masker

Pelindung pernapasan sangat diperlukan oleh para pekerja konstruksi

(5)

6. Kacamata kerja

Kacamata pengaman digunakan untuk perlindungan terhadap mata dari

debu kayu, batu atau serpihan besi yang bertebangan tertiup angin,

mengingat partikel – partikel debu yang terkadang tidak terlihat oleh mata. 7. Sabuk pengaman

Sudah selayaknya dalam pelaksanaan bangunan gedung bertingkat para

pekerjanya menggunakan sabuk pengaman.

8. P3K

Apabila terjadi kecelakaan kerja baik ringan ataupun berat pada pekerja

konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek.

Menurut Mangkuprawira (2007:133) strategi untuk program keselamatan

kerja dilakukan melalui pendekatan :

1. Pendekatan keorganisasian:

a. Merancang pekerjaan.

b. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program.

c. Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja.

d. Mengoordinasikan investigasi kecelakaan.

2. Pendekatan teknis:

a. Merancang kerja dan peralatan kerja.

b. Memeriksa peralatan kerja.

(6)

3. Pendekatan individu:

a. Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

b. Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja.

c. Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program

intensif.

Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua unsur

konstruksi terutama dalam pekerjaan konstruksi, yaitu :

1. Lokasi pekerjaan, kebersihan tempat bekerja di lokasi pekerjaan ikut

menentukan produktivitas kerja para pekerja konstruksi. Secara rasional,

seseorang bekerja di lingkungan yang bersih tentu akan mendapatkan

kualitas kerja yang baik bila dibandingkan dengan tempat kerja yang kotor

dan acak – acakan. Selain tempat kerja, kebersihan alat – alat kerja juga memberikan konstribusi yang cukup pada kualitas hasil kerja.

2. Bahaya merokok, untuk menghindari bahaya kebakaran, sebaiknya semua

pekerja konstruksi tidak merokok pada saat bekerja terutama di lokasi

yang mudah terbakar. (Ervianto, 2005 : 200)

Menurut Ramli (2010:33) kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi

ketika ada kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana dia

berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik

atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang

(7)

melampaui ambang batas. Disamping itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari

manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material.

Menurut Suma’mur (2007:5) Kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan

tidak diharapkan. Tak terduga karena dilatar belakangi pristiwa yang tidak terdapat

unsur kesengajaan. Kecelakaan kerja bukanlah hal yang diharapkan karena akan

mendatangkan kerugian material dan mendatangkan penderitaan yang paling ringan

dan paling berat kepada penderitanya.

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan

perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi

dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melakukan pekerjaan. Maka dalam hal

ini terdapat dua masalah penting, yaitu :

1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.

2. Kecelakaan terjadi pada suatu pekerjaan yang sedang dilakukan.

Kecelakaan dan sakit ditempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak

korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Kecelakaan kerja tidak harus dilihat

sebagai takdir, karena kecelakaan itu tidaklah terjadi begitu saja. Kecelakaan pasti

ada penyebabnya, kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada

keuntungan dan kegagalan pemerintah untuk meratifikasi konvensi keselamatan

internasional atau melakukan pemeriksaan buruh, merupakan dua penyebab besar

kematian terhadap pekerja.

Proses penerapan terhadap penyebab yang menimbulkan kecelakaan

(8)

penyebab kecelakaan, misalnya karena kurang hati-hati, keteledoran, kurang

pengetahuan, kurang pengalaman, kurang latihan, pengawasan yang kurang, dan

faktor lainnya yang berhubungan erat dengan sistem kerja.

Menurut Fathoni (2006:158) fakor penyebab kecelakaan dapat dilihat dari

dimensi pokok, yaitu :

1. Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dari

kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi baik dikantor

maupun dipabrik atau di tempat kerja lainnya.

2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia biasa, yang dalam hal

akibat sistem kerja, tetapi bisa juga terjadi kelalaian dari manusianya

selaku pekerja.

Sistem kerja yang merupakan faktor penyebab suatu kecelakaan karena

akibat:

1. Tempat yang tidak baik.

2. Alat atau mesin yang tidak punya sistem pengamanan yang sempurna.

3. Pembuatan alat atau mesin yang tidak aman.

4. Kerusakan tempat kerja, (pabrik), bahan-bahan, kondisi kerja yang kurang

tepat.

5. Kondisi kebersihan yang kurang baik, kemacetan dan pengaturan

pembuangan kotoran yang kurang lancar, fasilitas penyimpanan yang

kurang baik, dan tempat kerja yang sangat kotor.

(9)

7. Saluran udara atau pembuangan asap yang kurang baik dan kondisi

ruangan yang sangat pengap.

8. Fasilitas pengamanan pakaian atau peralatan lainnya yang kurang

mendukung terhdap pengamanan kerja.

Menurut Suardi (2005 :8) faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu :

1. Fakor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat

rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.

2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan

benda-benda padat.

3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan.

4. Faktor fisiologis, seperti kontruksi mesin, sikap, dan cara kerja.

5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan diantara pekerja

atau dengan pengusaha, pemelihara kerja, dan sebagainya.

Menurut Suma’mur (2007: 11) kecelakaan kerja dapat dicegah dengan :

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan

mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi,

perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja,

peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, supervisi medis, dan

pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau

tak resmi mengenai syarat-syarat keselamatan, jenis-jenis peralatan,

(10)

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan

perundang-undangan yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang

berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat

perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu,

atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain yang paling tepat untuk

tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset medis, yang meliputi penelitian tentang efek-efek psikologis dan

patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan-keadaan

fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan.

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang

terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa

sebab-sebabnya.

8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum

teknik.

9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga

kerja yang baru, dan keselamatan kerja.

10.Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan

(11)

11.Asuransi, yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan

kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayarkan

oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

12.Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran

utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah

kecelakaan-kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu

perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan

kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

Menurut Mangkuprawira (2007: 133) kecelakaan kerja dapat dikurangi atau

dikurangi melalui :

1. Telaah personal.

Telaah personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan

tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian

keselamatan kerja:

a. Faktor usia : apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih

aman dibandingkan yang lebih muda atau sebaliknya.

b. Ciri-ciri fisik karyawan, seperti potensi pendengaran dan penglihatan

cenderung berhubungan dengan derajat kecelakaan karyawan yang

kritis.

c. Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya

pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan

(12)

siapa saja karyawan yang potensial mengalami kecelakaan kerja. Lalu,

sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.

2. Program keselamatan kerja.

Program keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh

perusahaan. Fokus pelatihan umunya pada segi-segi bahaya atau resiko

pekerjaannya, aturan dan peraturan keselamatan kerja serta perilaku kerja

yang aman dan berbahaya.

3. Sistem intensif.

Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan

karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antar unit

tentang keselamatan kerja. Paling rendah dalam kurun waktu, misalnya

selama enam bulan sekali siapa karyawan yang mampu menekan

kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan.

Bentuk lainnya adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang

mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok

karyawan di unitnya.

4. Peraturan keselamatan kerja.

Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan

aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh

karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk

bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai

(13)

kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan

serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui

pemantauan, penumbuhan kedisiplinan, dan tindakan tegas kepada

karyawan yang cendrung melakukan kelalaian berulang-ulang.

2.2 Kesehatan Kerja

2.2.1 Pengertian Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau

rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2001).

Menurut Sastradipoera (2002:10) kesehatan kerja adalah spesialisasi

transdisipliner antara ilmu manajemen (khususnya manajemen personalia) dan ilmu

dari praktek kesehatan atau kedokteran.

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar

masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,

rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit

atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja

maupun penyakit umum.

Menurut Justine (2006:266) kesehatan kerja terbagi dua yaitu:

1. Kesehatan fisik, meliputi :

1. Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali

diterima kerja.

(14)

3. Pemeriksaan kesehatan secara suka rela untuk semua karyawan

secara periodik.

4. Tersedianya peralatan dan staf medis yang cukup.

5. Pemberian perhatian yang sistematis dan preventif terhadap

masalah ketegangan industri.

2. Kesehatan mental, meliputi :

1. Tersedianya psychiatrist untuk konsultan.

2. Kerjasama dengan psychiatrist di luar perusahaan atau yang ada di lembaga-lembaga konsultan.

3. Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya

kesehatan mental.

4. Mengembangkan dan memelihara program-program human relation

yang baik.

2.2.2 Tujuan Kesehatan Kerja

Menurut Sastradipoera (2002: 10 ) tujuan umum kesehatan kerja adalah agar

karyawan memperoleh derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang

setinggi-tingginya baik dengan cara preventif maupun kuratif terhadap terhadap setiap

gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan, lingkungan kerja,

dan penyakit-penyakit umum. Segala upaya tersebut mengharapkan agar karyawan

(15)

2.3 Keamanan Kerja

2.3.1 Pengertian Keamanan Kerja

Menurut Mathis dan Jackson (2002:245), keamanan adalah perlindungan

terhadap fasilitas pengusaha dan peralatan yang ada dari akses-akses yang tidak sah

dan untuk melindungi karyawan ketika sedang bekerja atau sedang melaksanakan

penugasan pekerjaan.

Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya

suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril.

2.3.2 Tujuan Keamanan Kerja

Keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau kesehatan

jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.

2.3.3 Strategi Keamanan Kerja

Strategi keamanan kerja dibentuk oleh:

1. Buku petunjuk penggunaan alat

2. Rambu-rambu dan isyarat bahaya.

3. Himbauan-himbauan

4. Petugas keamanan

2.3.4 Prosedur Keamanan Kerja

Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation

Procedure) wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan

kesalamatan kerja. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja adalah melindungi

(16)

Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahwa

keamanan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Pedoman itu antara lain:

1. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari

pekerjaan dan lingkungan kerja.

2. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya

3. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para

pekerja.

Pentingnya suatu hal dalam perusahaan terutama dalam hal keselamatan

kesehatan, dan keamanan kerja karyawannya. Oleh karena itu betapa pentingnya

peraturan atau undang-undang mengenai keselamatan, kesehatan, dan keamanan

kerja. Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan, kesehatan, dan keamanan

kerja diantaranya yaitu :

Undang-undang nomor 1 tahun 1970 dalam pasal 3 ayat 1 yaitu :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

(17)

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,

sinar radiasi, suara dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja

baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10.Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

11.Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

12.Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

13.Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,

cara dan proses kerjanya.

14.Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,

tanaman atau barang.

15.Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16.Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,

perlakuan dan penyimpanan barang.

17.Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

18.Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan

yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan

keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam

(18)

adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga

kerja untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.

2.4 Kinerja

2.4.1 Pengertian Kinerja

Menurut Moeheriono (2009 : 61) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai

oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif

maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab

masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Menurut Yuli (2005:89), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Hasibuan (2005:94), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang atas

kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Menurut Mathis dan Jackson (2002:78), kinerja mempengaruhi seberapa

banyak mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk:

1. Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan diatas kondisi normal.

2. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak

mengabaikan volume pekerjaan.

3. Pemanfaatan waktu : penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan

(19)

4. Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam kerja.

2.4.2 Penilaian Kinerja Karyawan

Menurut Dessler (2006:322) penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja

karyawan saat ini dan di masa lalu relatif terhadap standar kinerja. Saat penilaian

kinerja biasanya terlintas alat penilaian khusus seperti formulir penilaian pengajaran.

Penilaian kinerja juga selalu mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar

kinerja mereka dan penyelia juga memberikan karyawan umpan balik,

pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang

bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang

baik.

Menurut Dessler (2006:327) proses penilaian kinerja melalui beberapa

tahapan sebagai berikut :

1. Pendefenisian pekerjaan berarti memastikan bahwa anda dan bawahan

anda setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya.

2. Penilaian kinerja membandingkan kinerja sesungguhnya dari bawahan

anda dengan standar yang telah ditetapkan, ini biasanya melibatkan

beberapa jenis formulir peringkat.

3. Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan balik.

Menurut Moeheriono (2009 : 106), ada empat aspek penilaian kinerja yaitu :

1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan pegawai dalam pelaksanaan kerja (output)

(20)

dan berapa besar kenaikannya, misalkan, omset pemasaran, jumlah

keuntungan dan total perputaran asset, dan lain-lain.

2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan

pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap

sesama pegawai maupun kepada pelanggan.

3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan pegawai sesuai

tuntutan jabatan, pengetahuan, ketrampilan dan keahliannya, seperti

kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja pegawai dengan pegawai

lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales

berapa besar omset penjualannya selama satu bulan.

Selain itu beberapa prinsip penilaian kinerja diantaranya :

1. Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian.

2. Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati pegawai.

3. Realibility, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur pegawai secara nyata.

(21)

2.4.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Dessler (2006 : 325 ) penilaian kinerja dilakukan untuk :

1. Evaluasi hasil setelah melakukan pelatihan

Penilaian harus memberikan peran yang terintegrasi dalam proses

manajemen kinerja pengusaha, penilaian kinerja memberikan manfaat

setelah melakukan pelatihan.

2. Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai

Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah

rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam

penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan

benar oleh bawahan.

3. Penunjang perencanaan karir

Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan

kesempatan meninjau rencana karir pegawai dengan memperhatikan

kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

2.4.4 Metode Penilaian Kinerja

Menurut Moeheriono (2009:108) beberapa metode penilaian kinerja yang

dapat diterapkan adalah :

1. Metode skala peringkat (Rating scale)

Sistem ini terdiri atas dua bagian yaitu bagian suatu daftar karakteristik dan

bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan bagian skala. Kekuatan sistem

(22)

mungkin. Kelemahan dari sistem ini adalah subjektif karena kriteria penilaian

yang digunakan amat samar dan kurang tepat, khususnya pada skala yang

digunakan.

2. Metode daftar pertanyaan (Checklist)

Hasil metode ini adalah bobot nilai pada lembar Checklist, tetapi checklist

dapat dijadikan sebagai gambaran hasil kerja pegawai yang akurat.

Keuntungannya adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai

hanya membutuhkan waktu pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

Kelemahannya terletak pada penyimpangan penilai yang lebih

mengedepankan kriteria pribadi pegawai dalam menentukan kriteria hasil

kerja, kesalahan menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen Sumber Daya Manusia.

3. Metode pilihan terarah (Forced Choice Method)

Sistem ini menggunakan evaluasi dalam lima skala yaitu, berkinerja sangat

tinggi, berkinerja rata-rata tinggi, berkinerja rata-rata, berkinerja rata-rata

rendah, dan berkinerja sangat rendah. Kekuatan sistem ini adalah dapat

mengidentifikasikan pegawai yang memiliki prestasi tinggi dan luar biasa

serta dapat mengurangi penyimpangan penilaian. Kelemahannya adalah tidak

realistis mendorong pimpinan yang memiliki hanya empat atau lima pegawai

(23)

4. Metode peristiwa kritis (Critical Incident Method)

Pada sistem ini dilaksanakan dengan membuat catatan-catatan contoh yang

luar biasa baik atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan dengan

kerja seorang pegawai dan meninjaunya bersama pegawai lain pada waktu

yang telah ditentukan sebelumnya. Keuntungan metode ini adalah menyajikan

fakta-fakta keras yang spesifik untuk menjelaskan evaluasi dan memastikan

bahwa pimpinan berfikir tentang evaluasi, serta mengidentifikasikan

contoh-contoh khusus tentang kinerja yang baik dan jelek dan merencanakan

perbaikan terhadap kemerosotan. Kelemahannya adalah sulit untuk menilai

atau memeringkatkan pegawai yang berhubungan dengan satu sama lain.

2.5 Penelitian Terdahulu

Andi Wijayanto (2012) Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap

Prestasi Kerja Karyawan pada PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang. Penelitian ini

bertujuan untuk membuktikan pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

terhadap prestasi kerja karyawan yang dimediasi variabel motivasi kerja. Berdasarkan

hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja dan kesejahteraan

(K3) berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan yang dimediasi oleh variabel

motivasi kerja. PT. PLN (Persero) APJ Semarang seharusnya untuk meningkatkan K3

bagi karyawan agar motivasi kerja mereka menjadi lebih tinggi, sehingga mereka

(24)

Tarry Sulistiya Ningrum (2013) Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PELABUHAN INDONESIA I Cabang

DUMAI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Keselamatan, dan

Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang

Dumai. . Metode analisis data menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif

yaitu analisis Regresi Linear Berganda dengan tingkat signifikan 0,05. Hasil uji F

variabel bebas (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) secara bersama-sama memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Kinerja Karyawan),

Berdasarkan uji t bahwa variabel kesehatan yang paling dominan berpengaruh

terhadap kinerja karyawan. Pada pengujian koefisien determinasi (R2) menunjukkan

bahwa hubungan antara variabel keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja

karyawan mempunyai hubungan yang erat.

2.6 Kerangka Konseptual

Keselamatan menurut Suma’mur (2007: 1) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,

landasan kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan

kerja adalah tugas semua orang yang bekerja.

Kesehatan kerja menunjukkan kondisi yang bebas dari gangguan fisik,

mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko

kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang dapat membuat

stress emosi atau gangguan fisik berupa kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi

(25)

pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan

dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga

pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja. Menurut Leon dan Mathis

(dalam Yuli, 2005:211).

Menurut Mathis dan Jackson (2002:245), keamanan adalah perlindungan

terhadap fasilitas pengusaha dan peralatan yang ada dari akses-akses yang tidak sah

dan untuk melindungi karyawan ketika sedang bekerja atau sedang melaksanakan

penugasan pekerjaan.

Menurut Mathis dan Jackson (2002:78), kinerja mempengaruhi seberapa

banyak mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk:

1. Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan diatas kondisi normal.

2. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak

mengabaikan volume pekerjaan.

3. Pemanfaatan waktu: penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan

kebijaksanaan perusahaan.

4. Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam kerja.

Program Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan kerja (K3) yang diberikan

kepada karyawan diharapkan perusahaan dapat berdampak positif terhadap kemajuan

kinerja karyawan. Sedangkan pengawasan program keselamatan, kesehatan, dan

keamanan kerja yang ada diperusahaan mempengaruhi pola kinerja para pegawainya,

karena pengawasan terlaksananya program keselamatan, kesehatan, dan keamanan

(26)

keinginan perusahaan dalam hal ini juga mempengaruhi pencapaian tujuan

perusahaan terutama kinerja perusahaan yang sangat terkait terhadap keberlanjutan

perusahaan kedepannya. Kinerja yang menjadi acuan akhir dalam pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dalam sebuah perusahaan.

Berdasarkan teori-teori dan penjelasan yang telah dituliskan sebelumnya,

penelitian ini membahas mengenai pengaruh Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan

Kerja (K3) terhadap kinerja karyawan pada CV. Nurina di Medan. Melihat teori dan

penjelasan tersebut, maka dibentuklah kerangka konseptual yang menunjukkan

gambaran hubungan antara variabel keselamatan kerja (X1), kesehatan kerja (X2),

dan keamanan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y), disajikan pada Gambar 2.1

Sumber: Suma’mur (2007: 1), Leon dan Mathis (dalam yuli 2005:211), Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002:245), dan Mathis dan Jackson (2002 : 78)

Gambar 2.1: Kerangka Konseptual Keselamatan Kerja

(X1)

Kesehatan Kerja (X2)

Kinerja Karyawan

(Y)

(27)

2.7Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan dirumuskan hipotesis

Gambar

Gambar 2.1: Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Lingkungan Hidup untuk SD/MI Kelas IV PERANGKAT PEMBELAJARAN..

[r]

Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang

pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka

bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 263 Tahun 2004 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Murung Raya Nomor 21 Tahun 2003 tentang Retribusi Ijin Keselamatan dan

Dengan segera terbitnya Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi tentang 145 Capaian Pembelajaran (CP) program studi, maka melalui surat ini kami sampaikan

bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 2004 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Murung Raya Nomor 22 Tahun 2003 tentang Retribusi Pelayanan

Membuat baligo dengan tema “Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” untuk ditempatkan pada posisi strategis di lingkungan perguruan tinggi