• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Program Pelayanan Sosial Terhadap Korban Penyalahgunaan Narkoba di LKS Yayasan Nazar Medan Pusat Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba Napza

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Program Pelayanan Sosial Terhadap Korban Penyalahgunaan Narkoba di LKS Yayasan Nazar Medan Pusat Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba Napza"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi mempunyai arti penilaian, Penilaian berarti nilai atau penentuan manfaat dari pada suatu kegiatan. Layaknya sebuah penilaian yang dipahami secara umum, penilaian itu diberikan dari orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik dari jabatan strukturalnya atau orang yang lebih rendah keahliannya. Dalam praktek dunia kerja, evaluasi ini kerap dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari sebuah keputusan yang ditetapkan dan dijalankan.

Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur secara objektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang dari suatu aktifitas atau program yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi umpan balik bagi aktifitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas yang sama dimasa depan (Yusuf dalam Siagian dan Agus,2010:171).

(2)

Evaluasi dapat diartikan sebagai proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu yang telah dicapai dan untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh

diakses tanggal 29

Desember 2015 pukul 20.25 wib).

Dari rumusan pengertian evaluasi yang dikemukakan diatas maka dapat diartikan bahwa evaluasi adalah sebagai suatu proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, postif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dimana hasil dari penilaian yang dilakukan akan menjadi suatu umpan balik untuk perencanaan baru yang akan dilaksanakan.

2.1.2 Fungsi Evaluasi

Evaluasi memenuhi sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain :

1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.

2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.

(3)

memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbangkan pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain (Dunn,1999 :609).

Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi itu, yang intinya masih mencakup evaluasi, yaitu di antaranya :

1. Measurement, pengukuran diartikan sebagai proses kegiatan untuk menentukan luas dan kuantitas sesuatu untuk mendapatkan informasi atau data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai siswa pada periode tertentu dengan menggunakan berbagai teknik dan alat ukur yang relevan. 2. Tes, secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau

latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi prestasi sebagai hasil pembelajaran.

3. Assessment, suatu proses pengumpulan data dan pengolahan data tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan. ( Dunn dalam Suharto 2008 : 8).

2.1.3 Proses Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi terdiri dari dua tahap : 1. Pra Kegiatan

(4)

itu dan dimasa mendatang untuk mengetahui apakah program yang sedang dievaluasi tersebut masih relevan dan diperlukan.

2. Kegiatan Evaluasi

Dalam melakukan kegiatan proses evaluasi ada beberapa etik birokrasi yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi diantaranya adalah :

a. Semua tugas dan tanggung jawab pemberi tugas dan pemberi tugas harus jelas.

b. Pengertian dan konotasi yang tersirat dalam evaluasi yaitu mencari kesalahan harus dihindari.

c. Kegiatan evaluasi dimaksudkan disini adalah membandingkan rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kwantitatif/kualitatif totalitas program secara teknis. d. Team yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat kepada

manajemen, sedangkan pendayagunaan saran/nasehat tersebut serta pembuat keputusan atas dasar nasehat/saran – saran tersebut berada ditangan manajemen program.

e. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah didasarkan atas data/penemuan teknis perlu dikonsultasikan sebaik mungkin karena menyangkut kelanjutan program.

(5)

2.1.4 Jenis Evaluasi

Menurut kelman (1987) terdapat 4 jenis evaluasi sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, yang dapat dicapai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Evaluasi kecocokan menguji dan mengevaluasi hasil kebijakan yang sedang dilakukan apakah layak untuk diteruskan dan bagaimana prospek kebijakan alternatif yang dibutuhkan untuk mengganti kebijakan ini? Elemen yang penting pada jenis evaluasi ini adalah mengkaji aktor pelaksana kebijakan antara pemerintah dan sektor privat.

2. Evaluasi efektifitas menguji dan menilai apakah tindakan kebijakan (program) yang dilakukan menghasilkan dampak yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan apakah yang diraih dapat terwujud, apakah biaya dan manfaatnya sebanding. 3. Evaluasi efisiensi, dengan menggunakan criteria ekonomis dengan melakukan

perbandingan antara input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan, apakah sumberdaya yang digunakan berjalan secara efesien dan mampu mencapai hasil yang optimal.

(6)

2.2 Evaluasi Program

Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993: 297).

Menurut Cronbach dan Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), “Evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan”. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa “Evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan”.

Menurut Endang Mulyatiningsih, evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain.

b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

(7)

dilanjutkan dengan pemberian-pemberian yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis yaitu :

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan.

3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan (Siagian dan Agus,2010:173).

Oleh Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut :

1. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal.

2. Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan akan dilanjutkan.

3. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara baik.

(8)

2.3 Narkoba

2.3.1 Pengenalan Narkoba

Istilah narkoba sesuai dengan surat edaran Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Narkoba yaitu zat-zat alami maupun kimiawi yang jika dimasukkan kedalam tubuh baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik dll dapat mengubah pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang.

A. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Berdasarkan asalnya narkotika terbagi dalam 3 golongan yaitu :

1. Alami, yakni jenis/obat yang timbul dari alam tanpa adanya prose fermentasi, isolasi atau proses produksi lainnya. Contohnya: ganja, opinium, daun koka, dll.

2. Semi sintesis, yakni zat yang diproses sedemikian rupa melalui proses ektrasi dan isolasi. Contohnya: morfin, heroin, kodein,dll.

3. Sintesis, yakni jenis obat/zat yang diproduksi secara sintesis untuk keperluan medis dan penelitian yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit. Contohnya: amfetamin, pethidin, methadone, LSD, dll.

B. Psikotropika

(9)

perilaku. Dalam bidang farmakologi, psikotropika dibedakan dalam 3 golongan yaitu :

1. Golongan psikostimulasi, yaitu jenis zat yang menimbulkan rangsangan. Contohnya : amfetamin (lebih popular dikalangan masyarakat sebagai shabu-shabu dan ekstasi), desamfetamine.

2. Golongan psikodepresan, yaitu golongan obat tidur, penenang dan obat anti cemas. Contohnya: amobarbital, phenokarkital, penti karkital.

3. Golongan sedavita, yaitu jenis obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang jelas digunakan dalam terapi. Contohnya: diazepam, klobazam, nitrazeza, dll (Undang-undang No.5 Tahun 1997).

C. Bahan Adiktif

Bahan adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organism hidup menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan. Jenis-jenis adiktif yaitu :

1. Inhalen, yaitu zat yang terdapat pada lem dn pengencer zat. Penggunaan dengan cara dihirup. Efeknya hilang ingatan, tidak dapat berpikir, mudah berdarah, kerusakan hati dan ginjal, kejang-kejang otot.

2. Alkohol, yaitu minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara difermentasi. Efeknya menyebabkan depresi pada sistem saraf pusat, menimbulkan habilutasi, toleransi dan ketagihan, peradangan lambung, melemahkan jantung dan hati menjadi keras.

(10)

Efeknya menyumbat saluran darah, menimbulkan penyakit kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan.

4. Obat penenang, yaitu obat tidur, pil koplo, valium, nipam, dll. Efeknya memperlambat respon fisik, mental dan emosi.

5. Zat yang mudah menguap, yaitu lem, thinner, bensin. Efeknya memperlambat kerja otak, menimbulkan rasa senang, penurunan kesadaran (Karsono, 2004:23).

2.3.2 Jenis Narkoba

Beberapa yang termasuk jenis narkoba yaitu sebagai berikut :

1. Candu adalah zat yang dihasilkan dari tanaman berbunga papa versomniferuml yang berisi berbagai macam zat kimia aktif. Beberapa

diantaranya mempunyai khasiat untuk pengobatan, tetapi sebagian lagi mempunyai zat yang menyebabkan kecanduan yang sangat besar sehingga merugikan kesehatan. Narkoba yang termasuk golongan ini merupakan produk olahan dari zat opiad. Misalnya heroin, kokain, morfin, dll. Heroin adalah zat yang dihasilkan oleh pohon candu yang mempunyai daya adiktif sebesar 30 kali candu kasar. Heroin merupakan narkoba jenis opiad yang paling banyak disalahgunakan. Nama lain heroin adalah putaw, putaw memberi efek senang sesaat karena zat aktif putaw sebenarnya secara ilmiah juga ada didalam otak manusia.

(11)

adanya zat aktif dalam depresan yang memperkuat bagian otak yang memberikan ketenangan sehingga berefek menidurkan atau menenangkan. Karena itu orang tertentu merasa ketika menggunakan depresan sebagai suatu kenikmatan, padahal tanpa sadar hal tersebut dapat pula menimbulkan efek ketergantungan yang sangat merugikan.

3. Stimulan adalah zat yang bila digunakan menimbulkan stimulus atau rangsangan yang bersifat bersemangat, gembira berkhayal tinggi, percaya diri besar dan mempunyai energi tak terbatas, contohnya sabu-sabu, ekstansi dll. Kelompok stimulan mempengaruhi mekanisme rangsangan antara ujung syaraf sehingga beberapa zat terkumpul lebih banyak dari seharusnya. Jenis stimulant yang banyak disalahgunakan adalah pil ekstansi atau ineks dan sabu-sabu.

4. Inhalan adalah zat yang mudah menguap seperti campuran cat, lem dan sejenisnya. Penyalahgunaan inhalan adalah dengan cara menghirup uap dari zat-zat tersebut dikenal dengan istilah “ngelem”. Senyawa aktif dalam zat-zat tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otot, syaraf dan organ lain dan dapat mengakibatkan masalah sumsum tulang. Kematian mendadak akibat menghirup (sudden sniffing death/SSD) dapat terjadi pada si pemakai (Lisa dan Sutrisna 2013).

2.4 Penyalahgunaan Narkoba

(12)

tertentu sangat bermanfaat bagi pengobatan, namun disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dengan standart pengobatan, akan berakibat sangat merugikan bagi sipemakai maupun orang lain di sekitarnya, bahkan masyarakat umum (Departemen Kesehatan RI, 2000).Efek ini dapat mengakibatkan ketergantungan. Tanda–tanda fisik, dapat dilihat dari tanda-tanda fisik si pengguna, seperti :

1. Mata Merah. 2. Mulut kering.

3. Bibir Berwarna Kecoklatan. 4. Perilakunya tidak wajar. 5. Bicaranya Kacau.

6. Daya Ingatannya menurun.

Adapun ciri umum pada penyalahgunaan narkoba : 1. Merokok pada usia remaja dini.

2. Cenderung menarik diri dari acara keluarga dan lebih senang mengurung dikamar.

3. Bergaul dengan teman hingga larut malam bahkan jarang pulang kerumah. 4. Sering bersenang-senang dipesta, diskotik, maupun kumpulan mall.

5. Mudah tersinggung, egois, dan tidak mau di usik oleh orangtua atau keluarga. 6. Menghindar dari tanggung jawab yang sesuai, malas menyelesaikan tugas

rutin di rumah.

7. Prestasi belajar menurun, sering bolos atau terlambat ke sekolah.

(13)

Sementara itu Gordon (2000) membedakan pengertian pengguna, penyalahguna dan pecandu narkoba. Menurutnya pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk bersenang-senang, rileks atau relaksasi. Penyalahguna adalah seseorang mempunyai masalah yang secara langsung berhubungan dengan narkoba. Masalah tersebut bisa muncul dalam ranah fisik, mental, emosional, maupun spiritual. Penyalahgunaan selalu menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya. Sedangkan pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkanya, ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan kesakitan (Afiatin,2008:12-13).

2.4.1 Dampak Negatif Narkoba

Penyalahgunaan narkoba memiliki kegunaan positif dan negatif, tergantung dari tujuan dan siapa yang menggunakannya. Pengguna zat adkitif dan psikotropika oleh dokter dan diawasi dengan ketat merupakan hal positif yang bisa digunakna untuk mendapatkan nilai positif dari zat ini. Namun jika digunakan dengan salah, zat ini akan berbahaya. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan multidimensi dikalangan masyarakat yang sudah tentu akan menimbulkan kerawanan sosial yang tentunya harus segera diwaspadai keberadaannya. Masalah yang bersifat multidimensi itu antara lain :

1. Dimensi Kesehatan

a. Penyalahgunaan narkoba dapat merusak atau menghancurkan kesehatan manusia baik secara jasmani maupun mental dan emosional.

(14)

c. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan gangguan pada perkembangan normal remaja, daya ingat, perasaan, persepsi, dan kendali diri.

d. Penyalahgunaan narkoba merusak sistem reproduksi, seperti produksi sperma menurun, penurunan hormon testosterone, kerusakan kromosom, kelainan seks, keguguran.

e. Infeksi saluran nafas bawah. f. Kematian akibat overdosis. 2. Dimensi Ekonomi

a. Pengeluaran seorang penyalahguna narkoba sangat besar untuk konsumsi narkoba.

b. Pengeluaran yang besar bagi seorang penyalahguna narkoba yang sudah rusak kesehatannya (untuk biaya kesehatan/berobat akibat narkoba).

c. Masyarakat menanggung beban dan kerugian akibat menurunnya tingkat produktivitas sumber daya manusia, biaya pengobatan medis, harta yang dicuri, rusak atau kecelakaan. Para penyalahgunaan narkoba juga lebih cenderung mengalami kecelakaan kerja ditempat kerjanya.

3. Dimensi Sosial dan Pendidikan

a. Penyalahgunaan narkoba mempengaruhi kehidupan dilingkungan masyarakat.

b. Penyalahgunaan narkoba memperburuk kondisi keluarga yang pada umumnya tidak harmonis. Keluarga yang penuh masalah akan mempengaruhi kehidupan di lingkungan masyarakat.

(15)

d. Para penyalahgunaan narkoba menjadi orang yang sosial, antisosial dan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban pada lingkungannya dan merugikan masyarakat.

e. Kerugian dibidang pendidikan juga terjadi yaitu dengan merosotnya prestasi penyalahgunaan narkoba disekolah/kampus ataupun tempat kerja. f. Para penyalahgunaan narkoba biasanya cenderung untuk mengajak atau

mempengaruhi teman-temannya untuk terlibat (Karsono, 2004 : 27-28). Penyalahgunaan narkoba memberikan pengaruh yang menyenangkan bagi si pemakai namun kesenangan itu hanya sesaat, sementara penuh kepalsuan. Seolah-olah hidup bahagia dan menyenangkan, serta indah namun pada kenyataan tidak begitu. Penyalahgunaan narkoba bukan hanya berpengaruh buruk bagi pemakai saja tetapi juga bagi masyarakat dan negara. Bagi pemakai dampak yang akan ditimbulkan terbagi yaitu :

1. Dampak psikis

• Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah. • Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.

• Agiatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.

• Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.

2. Dampak sosial

• Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan. • Merepotkan dan menjadi beban keluarga.

• Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.

3. Dampak Fisik

• Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti :kejang-kejang, halusinasi,

(16)

• Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) : infeksi akut

otot jantung, gangguan peredaran darah (Lisa dan Sutrisna 2013).

• Gangguan pada kulit (dermatologis) : penanahan (abses), alergi, dan eksim.

• Gangguan pada paru-paru (pulmoner) : penekanan fungsi pernapasan,

kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

• Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh

meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

• Akan bisa berakibat fatal ketika over dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi

kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis dapat menyebabkan kematian (Abdalla,2008).

• Bagi kesehatan reproduksinya dapat mengakibatkan terjadinya penurunan

kadar hormon testosteron, penurunan dorongan sex, disfungsi ereksi, hambatan ejakulasi, pengecilan ukuran penis, pembesaran payudara, dan gangguan sperma. Sedangkan pada wanita terjadi penurunan dorongan sex, gangguan pada hormone estrosen dan progesterone, kegagalan orgasme, hambatan menstruasi, pengecilan payudara, gangguan sel telur, serta pada wanita hamil dapat menyebabkan kekurangan gizi, berat badan bayi rendah, bayi cacat serta dapat menyebabkan bayi keguguran (Lin,2007).

2.5 Program Pelayanan Sosial Penyalahgunaan Narkoba

2.5.1 Program

(17)

adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur, karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek seperti :

1. Adanya tujuan yang mau dicapai.

2. Adanya berbagai kebijakan yang di ambil dalam upaya pencapaian tujuan tersebut.

3. Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dilewati.

4. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan.

5. Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab dalam Siagian dan Agus,2012:172).

Menurut Charles O.Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu :

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga didentifikasikan melalui anggaran.

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik (Jones, 1996: 295).

2.5.2 Pelayanan Sosial

(18)

dan tindakan yang mempekerjakan pekerja-pekerja sosial yang professional dan yang berkaitan serta diarahkan pada tujuan-tujuan kesejahteraan sosial.

Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya. Perlu dibedakan dua macam pengertian pelayanan sosial yaitu :

1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992:41).

Disamping itu pelayanan sosial hanya diberikan kepada sekelompok orang atau masyarakat yang memang secara sosial tidak dapat atau terhambat dalam menjalankan fungsinya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut :

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan –perubahan sosial dan penyesuaian. 4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat, untuk tujuan

pembangunan.

(19)

Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun didalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya. Kebutuhan akan program pelayanan akes disebabkan oleh karena :

a. Adanya birokrasi modern.

b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggung jawabnya.

c. Diskriminasi.

d. Jarak geografis antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992 : 44).

2.5.3 Pelayanan Sosial Penyalahgunaan Narkoba

Pemberian pelayanan sosial terhadap korban penyalahgunaan narkoba adalah untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kesehatan dan penyesuaian diri yang baik dalam masyarakat. Banyak yang dapat digunakan dalam memberikan pelayanan sosial terhadap penyalahgunaan narkoba, pelayanan yang paling baik adalah program yang bersifat holistic yaitu:

(20)

dan rehabilitasi sosial. Dalam model rehabilitasi TC, residenakanmenjalanibeberapatahapan, antara lain:

1. Primary Stage, yaitu tahapan program rehabilitasi sosial, di mana residen

ditempauntuk memiliki stabilitas fisik, dan emosi. Residen juga dipacu motivasinya untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 6 hingga 9 bulan. Para residen akan menjalani kegiatan sebagai berikut :

a. Morning Meeting, kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh para residen.

Bentuk kegiatan ini adalah forum untuk membangun nilai dan sistem kehidupan yang baru berdasarkan filosofi TC. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengawali agar hari tersebut jauh lebih baik, meningkatkan kepercayaan diri, melatih kejujuran, dan mengidentifikasi perasaan.

b. General Meeting, program ini diberikan kepada residen agar dapat

menambah pengetahuan dan tidak membuat residen tidak mengalami kebosanan selama mengikuti program yang dilaksanakan oleh lembaga.

c. House Meeting, program yang diberikan kepada responden untuk

melatih kejujuran residen dan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada didalam lembaga ataupun diri sendiri. Dan residen dapat menerima program tersebut untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah diberikan.

d. Wrap Up (Repap), program ini diberikan untuk mengetahui kondisi

(21)

2. Re-Entry Stage, adalah tahapan program rehabilitasidi mana residen

mulai memantapkan kondisi psikologis dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan keterampilan sosial dalam kehidupan masyarakat. tahap ini merupakan lanjutan dari tahap primer, yang tujuannya untuk mengembalikan residen kedalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Tahap ini dilaksanakan selama 3 hingga 6 bulan.

a. Orientasi, tahap ini adalah penyesuaian residen dengan lingkungan re-entry. Pada masa orientasi ini, residen didampingi tidak boleh meninggal panti dan tidak berhak mendapatkan uang jajan bertemu orangtua dan bisa mendapatkan sanksi.

b. Fase, dalam fase ini residen sudah mendapatkan hak-haknya seperti bertemu orangtua setiap waktu. Tujuan agar residen terlatih untuk menghadapi masalah dalam keluarga dan memecahkannya dan melatih kemampuan residen dalam mengatur waktu dan uang.

(22)

pihak yang ragu dan bimbang dalam memperoleh pelayanan medis. Pelayanan BPPS ini terdiri dari :

a. Biologis terdiri dari detoktifikasi yang dimana tahap pertama terapi dari rehabilitasi yaitu melepaskan seseorang dari pengaruh langsung narkoba yang disalahgunakannya. Detoksifikasi diikuti tahap kedua dari proses melepaskan seseorang dari ketergantungan narkoba yaitu rehabilitasi, yang meliputi rehabilitasi fisik, psikologis, sosial, spiritual, okupasional, dan edukasional. Tujuan detoktifikasi untuk merangsang sistem jaringan saraf yang putus.

b. Psikis, program ini diberikan untuk mengenal dirinya, mampu mengenali mampu memecahkan permasalahan tersebut. Diantara program psikologis yang diberikan adalah konseling individu, konseling keluarga, konseling kelompok, pengenalan diri, dan psikologis.

c. Sosial, program ini diberikan untuk mengembangkan sikap positif terhadap kondisi lingkungan sosial sekitar panti. Program ini dirancang untuk memulihkan kemampuan para residen untuk beradaptasi secara wajar/normal dirumah, sekolah, tempat kerja dan masyarakat sehingga meningkatkan kualitas hidup para residen menjadi lebih baik. Program sosial ini adalah terapi mental, komunikasi efektif, sharing kelompok dll.

(23)

2.5.4 Kesejahteraan Sosial

Seperti yang telah dikemukakan bahwa pelayanan sosial diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. kesejahteraan berasal dari bahasa sansekerta ”catera” yang berarti payung. Dalam konteks ini, kesejahteraan yang terkandung dalam arti “catera” (payung) adalah orang yang sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman tenteram, baik lahir maupun batin.

UU No.6 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materiil ataupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan kententeraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila (Adi Fahrudin 2012:9).

Menurut Arthur Dunham, kesejahteraan sosial adalah suatu bidang usaha manusia, di mana didalamnya terdapat berbagai macam badan dan usaha sosial yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial pada bidang-bidang kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberikan perhatian utama terhadap individu, kelompok, komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas, pelayanan ini mencakup perawatan, penyembuhan dan pencegahannya (Nurdin, 1990:28).

(24)

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya. Dimana kesejahteraan sosial itu sebagai suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi dengan lingkungannya secara baik.

Fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosial ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi sosial yang negatif akibat pembangunan serta menciptakan kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain :

1. Fungsi Pencegahan (Preventive) yaitu kesejahteraan sosial ditunjukkan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru. Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta lembaga-lembaga sosial baru.

2. Fungsi Penyembuhan (Curative) yaitu kesejahteraan sosial ditunjukkan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarkat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).

3. Fungsi Pengembangan (Development) yaitu kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.

(25)

2.6 Rehabilitasi Sosial

2.6.1 Pengertian Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat (PP No.39 Tahun 2012 pasal 1 ayat 3). Rehabilitasi sosial yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar (PP No.39 Tahun 2012 pasal 4 ayat 1). Rehabilitasi sosial dilaksanakan persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial (PP No.39 Tahun 2012 pasal 5 ayat 1).

Rehabilitasi sosial merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan kepada pecandu, untuk melepaskannya dari ketergantungannya pada narkoba, sampai ia dapat menikmati kehidupan bebas tanpa narkoba. Rehabilitasi sosial adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan narkoba kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologis, sosial, dan spiritual/agama (keimanan) (martono dan joewana 2002:92).

(26)

para penyandang disabilitas, anak nakal, korban penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya),WTS, dan penderita HIV atau ODHA(Orang dengan HIV/AIDS) (Pedoman penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial, pusat penyuluhan sosial sekretariat jenderal, 2010:5).

Dari rumusan pengertian rehabilitasi sosial yang dikemukakan diatas maka dapat diartikan bahwa rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pelayanan yang terkoordinir untuk memulihkan dan mengembangkan kemauan dan kemampuan penyalahgunaan narkoba agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal, yang mencakup upaya-upaya medis, sosial, edukasional, dan vokasional.

Program dalam kegiatan rehabilitasi meliputi memperbaiki gizi dengan makanan bermutu, memulihkan kesehatan dengan olahraga, menanamkan nilai-nilai luhur dengan pendalaman iman menurut keyakinan imannya masing-masing, meningkatkan konsep diri melalui spikoterapi kognitif behavioral, membangkitkan kembali kepercayaan diri melalui psikoterapi suportif, meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal melalui konseling, dinamika kelompok, terapi kelompok dan bila perlu terapi keluarga dan belajar keterampilan (joewana 2001:25).

2.6.2 Prinsip dalam Terapi dan Rehabilitasi sosial

Untuk melaksanakan prinsip dalam terapi dan rehabilitasi sosial maka dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :

a. Dimungkinkan seseorang pecandu pulih dari ketergantungan narkoba.

b. Program terapi harus memerhatikan berbagai ragam kebutuhan klien agar pulih : fisik, psikologis, spiritual, pendidikan, vokasional, dan hukum.

(27)

d. Keterlibatan keluarga, masyarakat setempat, tempat kerja dan kelompok penduduk akan membantu proses pemulihan pecandu.

e. Klien perlu senantiasa dipantau kebutuhan, masalah dan kemajuannya. f. Pecandu dengan gangguan kesehatan fisik dan gangguan kesehatan jiwa yang

telah ada sebelumnya, perlu diterapi secara bersamaan.

g. Pemulihan bersifat jangka panjang dan relaps selalu mungkin terjadi.

h. Tim yang menolong pecandu (tenga medis, konselor, pecandu yang pulih, yang dipilih dan terlatih) perlu menjalin hubungan dengan klien secara professional, dipercaya dan penuh perhatian, serta mampu menjaga kerahasiaan klien (joewana 2001).

2.6.3 Komponen Rehabilitasi dan Terapi yang Efektif

Ada beberapa komponen dalam program rehabilitasi yang efektif yaitu : a. Asesmen, yaitu menilai masalah dengan mengumpulkan informasi untuk

menetapkan diagnosis dan modalitas terapi yang paling sesuai baginya. b. Rencana terapi, yang didasarkan pada asesmen dan kebutuhan klien dan

meliputi masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual, keluarga dan pekerjaan.

c. Program detoksifikasi, sebagai tahap awal pemulihan untuk melepaskan klien/pasien dari efek langsung narkoba yang disalahgunakan dan mengelola gejala putus zat karena dihentikannya pemakaian narkoba. d. Rehabilitasi, sebagai tahap kedua dalam pemulihan yang meliputi aspek

(28)

e. Keterampilan menolong pecandu, dengan keterampilan tidak dimaksudkan gelar akademik/profesi tertentu, tetapi terutama kepekaan memahami kebutuhan klien dan mengerti cara menanggapi kebutuhan itu. f. Konseling, baik individu maupun kelompok, sebagai teknik untuk membantu klien memahami diri, membujuk, serta memberi saran dan keyakinan sehingga klien melihat permasalahannya secara lebih realistis dan memotivasinya agar terampil mengatasi masalah.

g. Pencegahan kekambuhan (relaps) sebagai strategi untuk mendorong klien berhenti memakai narkoba, membantu klien mengenal dan mengelola situasi berisiko tinggi, serta pikiran-pikiran dan kegiatan-kegiatan yang mendorong pemakaian narkoba kembali.

h. Keterlibatan keluarga, sangat penting dalam terapi. Pecandu tidak mungkin pulih sendiri tanpa dukungan keluarga dan orang-orang lain terdekat.

i. Rawat lanjut, sangat penting dalam pemulihan, yang meliputi :

1. Konseling, untuk memotivasi dan meningkatkan keterampilan klien menangkal narkoba, membantu pemulihan hubungan antarsesama dan meningkatkan kemampuan klien agar berfungsi normal dimasyarakat.

2. Kelompok pendukung, yang melengkapi program terapi secara professional.

(29)

4. Latihan vokasional, agar klien dapat bekerja dan berfungsi normal di masyarakat.

5. Pekerjaan, sesuai minat, bakat, keterampilan, dan kesempatan (martono dan joewana 2002:93-94).

2.6.4 Terapi dalam Penyalahgunaan Narkoba

Terapi (Pengobatan) terhadap penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba haruslah rasional serta dapat dipertanggungjawabkan dari setiap segi.

1. Terapi medik-psikiatrik (Detoksifikasi, psikofarmaka, dan psikoterapi).

a. Terapi medik-psikiatrik (detoksifikasi) adalah bentuk terapi untuk menghilangkan racun (toksin) narkoba dari tubuh residen penyalahgunaan narkoba dan ketergantungan narkoba. Terapi detoktifikasi ini memakai sistem block total, artinya pasien penyalahgunaan narkoba tidak boleh lagi menggunakan narkoba atau turunannya, dan juga tidak menggunakan obat-obatan sebagai pengganti.

b. Terapi medik-psikiatrik (psikofarmaka) diberikan untuk mengatasi gangguan mental dan prilaku pasien (proses mental adiktif); artinya rasa ingin (craving) masih belum hilang sehingga kekambuhan dapat terulang lagi.

2. Terapi medik-psikiatrik (psikoterapi) bertujuan untuk memperkuat struktur kepribadian mantan penyalahguna/ketergantungan narkoba, misalnya meningkatkan citra diri, mematangkan kepribadian, dan sebagainya.

(30)

akibat penyalahgunaan narkoba. Bila ditemukan komplikasi medik pada organ tubuh, diberikan terapi medik-somatik yang sesuai dengan kelainan yang ditemukan, misalnya kelainan paru, fungsi lever, hepatitis C, ginjal, dan lain sebagainya. Termasuk terapi medik-somatik ini adalah larangan merokok bagi pasien.

3. Terapi psikososial, upaya untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi penyalahguna/ketergantungan narkoba ke dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan terapi ini diharapkan perilaku anti sosial dapat berubah menjadi prilaku yang secara sosial dapat diterima.

4.

Terapi psikoreligius, terapi keagamanaan terhadap pasien narkoba ini memegang

peranan yang sangat penting, baik dari segi pencegahan, terapi, maupun rehabilitasi. Sesudah pasien penyalahguna dan ketergantungan narkoba menjalani program terapi, maka selanjutnya pasien mengikuti program rehabilitasi (Hawari, 2000:131).

2.6.5 Tahapan dalam Rehabilitasi Sosial

(31)

a. Tahap Transisi

Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang klien seperti : • Latar belakang klien

• Lama ketergantungan

• Jenis obat yang dipakai, akibat ketergantungan dan berbagai informasi

lainnya.

Tahapan ini dijadikan rujukan untuk mencari model rehabilitasi yang paling tepat bagi yang bersangkutan. Pada tahap ini tim rehabilitasi akan membantu klien agar menyadari dirinya sedang menghadapi masalah ketergantungan narkoba. Proses ini dapat dilakukan melalui cara-cara berikut :

1. Cold Turkey (Abrupt withdrawal), yaitu proses penghentian pemakaian

narkoba secara tiba-tiba tanpa disertai dengan substitusi antidotum.

2. Bertahap atau substitusi bertahap, misalnya dengan Kodein, Methadone, CPZ, atau Clocaril selama 1-2 minggu.

3. Rapid Detoxification, dilakukan dengan anestesi umum (6-12 jam). 4. Simtomatik, tergantung gejala yang dirasakan.

b. Rehabilitasi Intensif

(32)

Menurut Romo Lambertus Smar MSC dalam bukunya rehabilitasi pecandu narkoba (Grasindo 2001) pada tahap ini ada tiga titik yang harus dilewati yang lebih dikenal dengan tahap stabilisasi pribadi yaitu :

1. Secara sadar dan tekun melepaskan diri dari berbagai penyakit dan akibat-akibat lainnya. Tahap ini merupakan tahap stabilisasi awal atau tahap konsolidasi (consolidation).

2. Menemukan jati diri, menguasai kiat-kiat dan keterampilan-keterampilan untuk menyehatkan serta mengisi hidup secara lebih bermakna dan bermutu. 3. Dengan inisiatif pribadi, orang secara sadar mulai berpikir dan bertindak

untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu, sehingga disebut juga tahap positive thinking and doing. Tahap ini merupakan tahap stabilisasi akhir.

c. Tahap Rekonsiliasi

Tahap yang paling penting dalam tahap ini adalah pembinaan mental spiritual, keimanan dan ketakwaan serta kepekaan sosial kemasyarakatan. Proses ini bisa meliputi program pembinaan jasmani dan rohani, sampai ketahap ini yang bersangkutan masih terikat dengan rehabilitasi formal, namun sudah mulai membiasakan diri dengan masyarakat luar sehingga merupakan proses resosialisasi (reentry) atau penyesuaian (reconciliation). Proses ini melewati tiga titik penting juga yaitu :

1. Tinggal lebih sering dan lebih lama dilingkungan keluarga sebagai tempat tinggal tetap ataupun tempat tinggal transit untuk resosialisasi, sambil melanjutkan kegiatan pilihan sebagai penunjang masa selanjutnya.

(33)

3. Kontak awal dengan kelompok-kelompok atau program-program pemeliharaan lanjut (aftercares).

d. Pemeliharaan Lanjut

Tahap ini dipersiapkan sungguh-sungguh agar dapat melewati dan mengatasi situasi rawan ini dengan melewati tiga titik ini yakni :

1. Mengubah, menghilangkan atau menjauhi hal-hal yang bersifat nostalgia kesenangan narkoba.

2. Setia mengikuti program-program dan acara-acara aftercare (pemeliharaan lanjut).

3. Dapat juga melibatkan diri dalam gerakan atau kelompok bersih narkoba dan peduli penanggulangannya (Visimedia 2006:28-34).

2.7 Panti Rehabilitasi Sosial

Panti sosial adalah lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kondisi residen yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar (PP No 39 Tahun 2012 pasal 38). Menurut M. Fadhil Nurdin (1990) panti sosial merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk pelayanan sosial yang bervariasi. Penanganan kesejahteraan penyalahgunaan narkoba ini adalah pelayanan yang dilakukan dalam panti sosial dimana panti berfungsi sebagai lembaga untuk memperhatikan perkembangan klien.

(34)

narkoba agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya program pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkoba adalah memberikan pelayanan sosial kepada korban penyalahgunaan narkoba agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Proses pelayanan panti rehabilitasi sosial meliputi beberapa tahap antara lain tahap pendekatan awal, assessment, perencanaan program pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan rujukan, pemulangan dan penyaluran serta pembinaan lanjut (Peraturan Menteri Sosial RepubliK Indonesia “standarisasi rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktiflainnya 2012).

Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus. Stadar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Mencakup aspek kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pembiayaan, pelayanan sosial dasar, dan monitoring evaluasi. Sedangkan standar khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karekteristik panti sosial. Adapun yang menjadi standar umum panti sosial adalah

A. Kelembagaan, meliputi :

1. Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya.

2. Visi dan misi, memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi tersebut. 3. Organisasi dan Tata kerja, memiliki struktur organisasi dan tata kerja dalam

rangka penyelenggaraan kegiatan. B. Sumber Daya Manusia

(35)

1) Unsur pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada dibawahnya.

2) Unsur operasional, meliputi pekerja sosial, tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial adiksi, instruktur, pembimbing rohani, dan pejabat fungsional lainnya.

3) Unsur penunjang, meliputi Pembina asrama, pengasuh, juru masak, petugas kebersihan, satpam dan sopir.

C. Sarana dan Prasarana, mencakup :

1. Pelayanan teknis, mencakup peralatan assessment, bimbingan sosial, keterampilan fisik dan mental.

2. Perkantoran, memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamar mandi, ruang assessment, ruang keterampilan, peralatan kantor seperti alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen. 3. Umum, memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, ruang

perpustakaan, ruang cek kesehatan dan peralatannya serta ruang perlengkapan.

D. Pembiayaan memiliki anggaran yang berasal dari sumber dana tetap maupun tidak tetap.

E. Pelayanan sosial dasar memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari penerima manfaat meliputi makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan dan kesehatan.

F. Monitoring dan Evaluasi, meliputi:

1) Money Process, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan

(36)

2) Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap penerima manfaat, untuk melihattingkat pencapaian dan keberhasilan penerima manfaat setelah memperoleh proses pelayanan (Asmadi 2008).

Adapun Standar Khusus Panti Sosial, berupa kegiatan pelayanan yang terdiri dari tahapan sebagai berikut :

a. Tahap Pendekatan Awal, kegiatan yang mengawali keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan penyampaian informasi program kepada masyarakat, instansi terkait, dan organisasi lain guna memperoleh dukungan dan data awal calon residen dengan persyaratan yang telah ditentukan mencakup :

1. Sosialisasi Program

2. Penjaringan /penjangkauan calon penerima manfaat 3. Seleksi calon penerima manfaat

4. Penerimaan dan registrasi 5. Konferensi kasus

b. Tahap Pengungkapan dan Pemahaman masalah (assessment), kegiatan penelahaan dan pengungkapan masalah untuk mengetahui seluruh permasalahan residen, menetapkan rencana dan pelaksanaan revisi, mencakup :

1. Analisa kondisi penerima manfaat, keluarga, dan lingkungan 2. Karakteristik masalah, sebab dan implikasi masalah

(37)

c. Tahap Penyusunan rencana intervensi, kegiatan yang dilakukan untuk merencanakan penanganan kasus atau masalah sesuai dengan hasil pengungkapan dan pemahaman masalah meliputi :

1. Penetapan tujuan pelayanan

2. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan penerima manfaat 3. Sumber daya yang akan digunakan

d. Tahap pemecahan masalah dan intervensi terdiri dari : 1. Bimbingan fisik

2. Bimbingan mental dan sosial 3. Bimbingan secara holistic 4. Bimbingan keterampilan

e. Tahap Resosialisasi, kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabilitasi yang diarahkan untuk menyiapkan kondisi residen akan kembali kepada keluarga dan masyarakat.

f. Tahap Terminasi, kegiatan ini berupa pengakhiran dan pemutusan program pelayanan dan rehabilitasi bagi residen yang telah mencapai target program g. Tahap penyaluran dan bimbingan lanjut (After care) dalam penyaluran

dilakukan pemulangan residen kepada orangtua/wali, disalurkan kesekolah maupun instansi perusahaan dalam rangka penempatan kerja (Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia “standarisasi rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya diakses tanggal 27 februari 2016).

2.8 Kerangka Pemikiran

(38)

pertolongan terhadap seseorang. Baik secara individual maupun di dalam kelompok/keluarga dan masyarakat, agar individu mampu mengatasi masalah-masalahnya (Muhidin, 1992:44). Pada konteks ini pelayanan sosial yang akan menjadi fokus penelitian adalah pelayanan sosial yang ditujukan terhadap korban penyalahgunaan narkoba.

Adapun yang termasuk dalam program pelayanan sosial terhadap penyalahgunaan narkoba itu antara lain progam soft theraupeutic community dan program BPSS (Bio, Psiko, Sosio, Spritual). Dimana program BPSS merupakan pelayanan terpadu dan menyeluruh (holistic) yang diterima oleh korban penyalahgunaan narkoba (residen) yang direhabilitasi di suatu lembaga meliputi penanganan biologis (detoksifikasi), psikologis (konseling), sosial (sharing kelompok) dan spiritual (mengikuti pengajian/kebaktian). Sedangkan program soft theraupetic

community ini merupakan program yang hanya menekankan pada pemulihan proses

sosialisasi para residen. Jenis kegiatan yang terdapat dalam pogram soft theraupetic community ini antara lain seperti morning meeting, house meeting (seminar), general

meeting (pembahasan issue)dan wrar-up (repap)

(39)

atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan dalam rangka program pelayanan sosial terhadap penyalahgunaan narkoba.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat digambarkan bagan alur pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.8 Bagan Alur Pemikiran

2.9 Definisi Konsep dan Definisi Operasional

2.9.1 Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, obyek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa

Evaluasi Program Pelayanan Sosial TerhadapPenyalahgunaan Narkoba yaitu :

1. Penilaian atas perencanaan 2. Penilaian atas pelaksanaan

3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan.

Soft Theraupetic Community

1.Morning Meeting

2.General Meeting (Seminar)

3.House Meetting (Evaluasi Kegiatan) 4.wrar-up (Repap)

BPPS (BioPsikoSosioSpiritual)

1. Biologis (Detoktifikasi) 2. Psikologis (Konseling) 3. Sosial (Sharing Kelompok) 4. Spiritual (Keagamaan)

(40)

yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamarkan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009 :112).

Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan definisi konsep. Secara sederhana definisi disini diartikan sebagai batasan arti (Siagian,2011:138).

Oleh karena itu, untuk menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Evaluasi adalah sebagai proses penilaian akan efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan Yayasan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya. 2. Evaluasi Program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja

untuk melihat tingkat keberhasilan program.

(41)

4. Narkoba adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.

5. Rehabilitasi sosial adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan narkoba kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual/agama (keimanan).

6. LKS Yayasan Nazar adalah Yayasan yang memberikan pelayanan sosial kepada penyalahgunaan Narkoba untuk proses pemulihan berupa bimbingan biologis, bimbingan psikososial dan bimbingan spiritual.

Dengan demikian kita ambil definisi konsep secara keseluruhan yang dimaksud dengan evaluasi program pelayanan sosial terhadap penyalahgunaan narkoba di LKS Yayasan Nazar panti rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba adalah tercapainya tujuan dari seluruh program yang dilakukan oleh LKS Yayasan Nazar terhadap perkembangan fisik, mental sosial dan spiritual.

2.9.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Definisi operasional bertujuan untuk memudahkan penelitian dilapangan. Sehingga peneliti dapat mengetahui baik atau buruknya pengukuran dan mengetahui ukuran suatu variabel.

(42)

maupun fenomena yang diteliti maka perumusan operasional ditunjukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat di observasi (Siagian,2011:141).

Adapun yang menjadi definisi operasional dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti dari keberhasilan program dan tujuan dari LKS Yayasan Nazar, sebagai berikut :

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan.

Gambar

Gambar 2.8 Bagan Alur Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Tokoh dalam teori belajar kognitivisme dari Gestalt yang memandang bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi, teori belajar

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

[r]

[r]

[r]

 Melakukan pengamatan dengan cara mem- baca dan menyimak dari kajian literatur/ media tentang proses produksi (teknik, bahan, alat, jenis, dan kualitas

[r]

[r]