• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Pemimpin dan Komitmen Pegawai pada Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perilaku Pemimpin dan Komitmen Pegawai pada Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Teoritis 2.1.1 Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen.

Kepemimpinan mempunyai peran menentukan kegagalan dan keberhasilan

organisasi dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. (Ali, 2012:66)

Kepemimpinan (leadership) yaitu kemampuan untuk memengaruhi suatu

kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.

(Robbins, 2007:49)

2.1.2 Fungsi Utama Kepemimpinan

Menurut Yukl (2005:34), agar suatu kelompok dapat dipimpin dengan

efektif seorang pemimpin paling sedikit harus menjalankan 2(dua) fungsi

utama, yaitu :

1. Fungsi Pemecahan Masalah (problem solving function). Fungsi ini

berhubungan dengan tugas atau pekerjaan yatu memberikan jalan

keluar, pendapat, dan informasi terhadap masalah yang dhadapi

kelompok.

(2)

2.1.3 Teori Kepemimpinan

2.1.3.1Teori Perilaku Pemimpin

1. Kajian dari Ohio State Universtity

Teori ini membagi dan mendeskripsikan tentang perilaku kepemimpinan

menjadi 2 (dua) bagian yaitu struktur awal dan tenggang rasa. (Robbins,

2008:54)

Struktur awal (initiating structure) merujuk pada tingkat sampai mana seorang pemimpin akan menetapkan serta menyusun perannya dan peran

anak buahnya dalam usaha mencapai tujuan. Dalam struktur ini tercakup

perilaku yang berusaha mengatur pekerjaan, hubungan-hubungan kerja, dan

tujuan. Pemimpin yang memiliki struktur awal yang tinggi dideskripsikan

sebagai seseorang yang memberi perintah kepada anggota-angoota kelompok

untuk mengerjakan tugas tertentu, mengaharap para pekerja untuk

mempertahankan standar kinerja yang nyata, dan menekankan terpenuhinya

tenggang waktu.

Tenggang rasa (consideration) dideskripsikan sebagai tingkat sampai mana seorang pemimpin akan memiliki hubungan-hubungan pekerjaan yang

ditandai oleh kesalingpercayaan, rasa hormat terhadap ide-ide bawahan, dan

rasa hormat terhadap perasaan-perasaan mereka. Pemimpin seperti ini sangat

memerhatikan kesenangan, kesejahteraan, status, dan kepuasan bawahannya.

Seorang pemimpin yang memiliki tenggang rasa tinggi bisa dideskripsikan

(3)

pribadi, ramah, dan bisa didekati, dan memperlakukan semua karyawan dengan

adil.

2. Kajian dari University of Michigan

Menurut Robbins (2008:55), kelompok Michigan juga menghasilkan

dua dimensi perilaku kepemimpinan yang dinamai berorientasi karyawan

(employee oriented) dan berorientasi produksi (production oriented).

Pemimpin yang berorientasi karyawan menekankan hubungan antar

personal, mementingkan kebutuhan para karyawan, dan menerima

perbedaan-perbedaan individual diantara para anggota. Sedangkan pemimpin yang

berorientasi produksi yaitu seorang pemimpin yang menekankan aspek-aspek

teknis atau tugas dari suatu pekerjaan tertentu.

2.1.3.2Teori Sifat

Teori sifat kepemimpinan adalah teori-teori yang mempertimbangkan

berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan para pemimpin

dari mereka yang bukan pemimpin. (Robbins, 2008 : 49)

Teori sifat kepemimpinan berfokus pada berbagai karakteristik pribadi

seorang pemimpin. Sifat seorang pemimpin yang efektif adalah salah

satunya dilihat dati kecerdasan emosional (emotional intelligence). Salah

satu komponen initi dari emotional inteligence adalah empati.

Pemimpin-pemimpin dengan sifat empati bisa merasakan kebutuhan orang lain,

mendengarkan apa yang dikatakanoleh bawahannya, dan mampu

(4)

2.1.3.3Teori Kemungkinan

Menurut Robbins (2008:58) bahwasanya Teori Kemungkinan terdiri dari:

1. Model Fiedler

Model pertama yang menyeluruh tentang kepemimpinan telah

dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model ini menyatakan bahwa kinerja

kelompok yang efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya pemimpin dan

sejauh mana situasi tersebut memberikan kendali kepada pemimpin tersebut.

2. Teori Path Goal

Inti dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk

memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang

dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan

mereka. Istilah path goal berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang

efektif semestinya bisa menunjukkan jalan guna membantu pengikut-pengikut

mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan

kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai

rintangannya.

3. Model Leader Participation

Teori ini dikaitkan dengan perilaku dan peran, serta kepemimpinan

dalam pembuatan keputusan. Menyadari bahwa struktur tugas memiliki

beraneka tuntutan untuk aktivitas-aktivitas rutin dan nonrutin, perilaku

(5)

2.1.4 Gaya Kepemimpinan

Menurut Kartono (2003 : 69) beberapa gaya kepemimpinan adalah sebagai

berikut:

1. Gaya Kepemiminan Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan

bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi

pekerjaan pada semua bawahan dengan penekanan pada rasa tanggung

jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan

kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu

pemimpin akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari

setiap warga kelompok.

Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau

mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan, juga bersedia mengakui

keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing, mampu

memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat

dan kondisi yang tepat.

2. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan otoriter ini menghimpun sejumlah perilaku atau

gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin

(sentralistik) sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali

anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan

(6)

Kepemimpinan otokratis ini mendasar padaa kekuatan dan paksaan

yang mutlak harus dipatuhi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan

tanpa berkonsultasi dengan bawahannya.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)

Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak

memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat

semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi dalam kegiatan

kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan oleh

bawahannya.

2.1.5 Sifat Pemimpin

Menurut Ordway Tead dalam Kartono (2003 : 37) mengatakan ada 10

sifat pemimpin yaitu sebagai berikut:

1. Energi jasmaniah dan mental (physical and nervous energy).

Hampir setiap pribadi pemimpin memiliki tenaga jasmani dan rohani

yang luar biasa yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan atau

tenaga yang istimewa yang tampaknya seperti tidak akan pernah habis.

Hal ini ditambah dengan kekuatan-kekuatan mental berupa semangat

juang, motivasi kerja, disiplin, kesabaran, ketahanan batin dan kemauan

yang luar biasa untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi.

2. Kesadaran akan tujuan dan arah (a sense of purpose and direction).

Pemimpin memiliki keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan

(7)

yang akan ditujunya serta memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun

bagi kelompok yang dipimpinnya.

3. Antusiasme

Pekerjaan yang dilakukan dan tujuan yang akan dicapai itu harus sehat,

berani, bernilai, memberikan harapan-harapan yang menyenangkan,

menimbulkan sukse dan memberikan semangatkepada para anggota.

4. Keramahan dan kecintaan (friendliness and affection)

Kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa menjadi tenaga penggerak

yang positif untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyenangan

bagi semua pihak. Keramahan juga memberikan pengaruh mengajak, dan

kesediaan untuk menerima pengaruh pemimpin untuk melakukan sesuatu

secara bersama-sama mencapai sasaran tertentu.

5. Integritas

Pemimpin harus bersifat terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa dan

seperasaan dengan anggotanya dalam satu perjuangan yang sama.

Dengan segala ketulusan hati dan kejujuran, pemimpin memberikan

ketauladanan, agar dia dipatuhi dan diikuti oleh anggotanya.

6. Penguasaan Teknis (technical mastery)

Setiap pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis

tertentu agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin

kelompoknya.

(8)

Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara tepat,

tegas, dan cepat, sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya.

Selanjutnya ia mampu meyakinkan anggotanya akan kebenaran

keputusannya.

8. Kecerdasan (intelligence)

Kecerdasan yang perlu dimiliki oleh pemimpin adalah kemampuan untuk

melihat dan memahami dengan baik, mengerti sebab dan akibat kejadian,

menemukan hal-hal yang krusial, dan cepat menemukan cara

penyelesaiaannya dalam waktu singkat.

9. Keterampilan mengajar (teaching skill)

Pemimpin yang baik dapat juga menuntun, mendidik, mengarahkan,

mendorong dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu.

10. Kepercayaan (faith)

Keberhasilan para pemimpin pada umumnya selalu didukung oleh

kepercayaan para bawahannya dalam mencapai tujuan secara

bersama-sama.

George R Terry dalam Kartono (2003:41) menyebutkan 10 sifat pemimpin yang

unggul, yaitu:

1. Kekuatan

Kekuatan jasmani dan rohani merupakan syarat pokok bagi pemimpin

yang harus bekerja lama dan berat pada waktu yang lama dan tidak teratur,

(9)

daya tahan untuk mengatasi berbagai rintangan adalah syarat yang harus

ada pada pemimpin.

2. Stabilisasi emosi

Pemimpin yang baik memiliki emosi yang stabil, artinya tidak mudah

marah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak-ledak secara emosional.

3. Pengetahuan tentang relasi insani

Salah satu tugas pokok pemimpin adalah memajukan dan mengembangkan

semua bakat serta potensi anak buah untuk bisa bersama-sama maju dan

mengecap kesejahteraan.

4. Kejujuran

Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi yaitu pada diri

sendiri dan pada orang lain.

5. Objektif

Pertimbangan pemimpin harus berdasarkan hati nurani yang bersih, agar

objektif. Pemimpin akan mencari bukti-bukti nyata dan sebab setiap

kejadian dan memberikan alasan yang kuat terhadap penolakannya.

6. Dorongan pribadi

Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin harus muncul dari

dalam diri sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat hasrta untuk

memberikan pelayanan dan pengabdian diri kepada kepentingan orang

banyak.

(10)

Pemimpin diharapkan mampu berkomunikasi dengan baik, mahir

mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk

mencapai keseimbangan.

8. Kemampuan mengajar

Peimpin yang baik diharapkan bisa menjadi guru yang baik.

9. Keterampilan sosial

Pemimpin juga diharapkan memiliki kemampuan untuk mengelola

manusia agar mereka dapat mengembangkan bakat dan pontensi nya.

10. Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial

Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran teknis

tertentu juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana,

mengelola, menganalisa keadaan, membuat keputusan,mengarahkan,

mengontrol,dan memperbaiki situasi yang tidak mapan. Tujuan semuanya

adalah tercapainya efektifitas kerja.

2.1.6 Komitmen Pegawai

2.1.6.1 Defenisi Komitmen Pegawai

Menurut Panggabean (2004:132) komitmen adalah kuatnya pengenalan

dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Di lain pihak,

komitmen sebagai kecenderungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang

konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan lain.

Menurut Sunarto (2005:25), komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan,

(11)

untuk tetap berada dalam organisasi dan kesediaan untuk bekerja keras atas

nama organisasi.

Komitmen karyawan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih

baik dari sekedar kesetiaan yang pasif, melainkan menyiratkan hubungan

pegawai dengan perusahaan secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan

komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung

jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan

organisasinya.

2.1.6.2 Jenis Komitmen Pegawai

Menurut Munandar (2004:75), komitmen karyawan terbagi atas tiga

komponen, yaitu:

1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan

keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Pegawai dengan afektif

tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk

tetap menjadi anggota organisasi.

2. Komponen normatif merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban

yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif

berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari

(12)

3. Komponen continuance yaitu komponen yang berdasarkan persepsi

pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika meninggalkan

organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut disebabkan

karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi. Pegawai yang

memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah

laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Pegawai

yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk berusaha

sesuai dengan tujuan organisasi.

Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan

menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan

seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi, karena sudah punya komitmen, maka

dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya

ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya.

Semakin tinggi derajat komitmen pegawai semakin tinggi pula kinerja yang

dicapainya. Suatu komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian

pada organisasi. Namun dalam prakteknya tidak semua karyawan

melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada

pula yang sangat rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen

adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik pegawai yang bersangkutan.

Faktor-faktor instrinsik dapat meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi

keluarga pegawai, usia, pendidikan, pengalaman kerja, kestabilan kepribadian,

(13)

tertentu adalah keteladanan pihak manajemen atau pemimpin khususnya

manajemen puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi.

Dukungan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia lainnya tidah

boleh diabaikan. Apabila tidak diprogramkan secara terencana, maka

pengingkaran pada komitmen sama saja memperlihatkan adanya kekurangan

suatu organisasi. Penurunan kredibilitas atau kepercayaan terhadap karyawan

pada gilirannya akan mengakibatkan hancurnya kredibilitas organisasi itu

sendiri.

2.1.7 Kinerja

Kinerja adalah hasil yang dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata

cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai

sasaran perusahaan yang ditetapkan (Mangkunegara, 2005:43). Kinerja

merupakan istilah yang berasal dari kata job performance yang diartikan sebagai

hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai karyawan dalam melaksanakan

tugasnya per satuan periode waktu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu program kegitan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,

dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu

(14)

dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan,

kemampuan, dan sifat-sifat individu.

Dharma (2010:25), Manajemen kinerja adalah sebuah proses untuk

menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan

pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan

kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu

tertentu baik pendek maupun panjang.

2.1.8 Penilaian Kinerja

Menurut Sofyandi (2008:122), penilaian kinerja (performance appraisal)

adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan.

Dalam penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode

tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa

baik bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi. Apabila penilaian

kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan

akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan

memberikan kontribusi yang memuaskan pada organisasi.

Penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku

prestasi kerja keryawan serta menetapkan kebijakan selanjutnya (Hasibuan,

2007:87). Adapun tujuan dan kegunaan penilaian kerja adalah sebagai berikut:

1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi,

(15)

2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa

sukses dalam pekerjaannya.

3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam

perusahaan.

4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan

jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan,

kondisi kerja dan peralatan kerja.

5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi

karyawan yang berada dalam organisasi.

6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga

dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa

hanya sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan

pantas digunakan. Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu akan menghasilkan

peningkatan yang diperlukan dalam sumber daya manusia.

2.1.9 Evaluasi Kinerja

Moeheriono (2009:63), mengemukakan bahwa evaluasi kinerja itu dapat

diartikan dalam :

1. Sebagai alat yang baik untuk menentukan apakah karyawan telah

memberikan hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas

(16)

2. Sebagai cara untuk menilai kinerja karyawan dengan melakukan penilaian

tentang kekuatan dan kelemahan karyawan.

3. Sebagai alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat

rekomendasi perbaikan dan pengembangan selanjutnya.

Keberhasilan suatu organisasi dalam berbagai ragam kinerja tergantung

kepada kinerja seluruh anggota organisasi. Unsur individu manusialah yang

memegang peranan penting dan sangat menentukan keberhasilan organisasi

ataupun perusahaan.

Evaluasi kerja diperusahaan atau di instansi pemerintah sebaiknya

dibedakan evaluasinya terhadap pimpinan dan bawahan, serta penilai harus

mengumpulkan data terlebih dahulu melalui pengamatannya terhadap kinerja

karyawan sebagai bukti awal dalam memecahkan permasalahan karyawan yang

bersangkutan dan dapat melindunginya. Selain itu, juga apabila diperlukan

pelaksanaan pelatihan terlebih dahulu dalam memberikan penilaian pada evaluasi

kinerja agar lebih berhasil, evaluasi kinerja sebaiknya menggunakan metode yang

cocok dan tepat dengan organisasi yang bersangkutan karena sebuah metode yang

tepat di suatu tempat belum tentu cocok dengen tempat lainnya.

Menurut Paul (2001:10), jenis-jenis evaluasi kerja adalah:

1. Evaluasi Kinerja Pengenalan

Evaluasi kinerja pengenalan sering dilakukan antara satu sampai dengan

enam bulan sejak tanggal pengangkatan karyawan untuk menentukan

apakah karyawan tersebut cocok dengan pekerjaannya.

(17)

Evaluasi kinerja tahunan adalah evaluasi yang hampir diperoleh oleh

semua orang yang bekerja diorganisasi. Dokumentasi formal tahunan

mengenai hal-hal yang menonjol ini sangat mempengaruhi keputusan

kepesonaliaan dan akan berakhir menjadi berkas kinerja karyawan (sekali

dan selamanya)

3. Evaluasi Kinerja Khusus

Evaluasi kinerja khusus sama dengan evaluasi kinerja tahunan,

perbedaannya adalah evaluasi ini dilakukan “sesuai kebutuhan” atas

permintaan ketua atau anggota tim. Biasanya, evaluasi ini digunakan

untuk mendukung perubahan status karyawan, seperti untuk meninjau

peran karyawan, perubahan supervisior atau pengarahan, penyesuaian gaji,

promosi, dan sebagainya.

4. Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi sering disebut sebagai “peringatan”, evaluasi ini

merupakan bentuk disiplin progresif.

5. Sesi Umpan Balik

Sesi umpan balik merupakan evaluasi merupakan evaluasi kinerja

ditempat kerja yang bersifat informal, dilakukan selama proses pembinaan

sehari-hari antara ketua dengan anggota tim. Catatan yang diperoleh

selama sesi ini sering dimasukkan dalam berkas karyawan yang terus

dipelihara oleh ketua tim.

(18)

Laporan status adalah laporan periodik (misalnya, mingguan, bulanan,

kuartalan) yang biasanya disampaikan kepada manajemen untuk

mendokumentasikan kinerja penting yang menonjol dari individu dan tim.

Dari uraian diatas, dapat dsimpulkan bahawa evaluasi kinerja sangat

penting untuk memfokuskan dan mengarahkan karyawan terhadap tujuan strategi

pada penempatan, penggantian perencanaan, dan tujuan pengembangan sumber

daya manusia.

2.2Penelitian Terdahulu

Sukma (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya

Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat Ruang Rawat Inap pada

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.M. Djoelham Binjai”. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian asosiatif. Populasi dalam penelitiannya adalah

seluruh perawat ruang rawat inap pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.M

Djoelham Binjai yang berjumlah 84 orang. Dan seluruhnya dijadikan sampel.

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan menggunakan

kuesioner. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan

analisis kuantitatif yaitu dengan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel gaya kepemimpinan dan motivasi secara

bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perawat.

Inggrid (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Disiplin

Kerja dan Komitmen Karyawan terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT Tonga Tiur

(19)

penelitian yang menghubungkan dua variabel atau lebih untuk melihat pengaruh

disiplin kerja dan komitmen karyawan berpengaruh terhadap prestasi kerja. Skala

pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Teknik pengambilan sampel

dengan metode simple random sampling. Jenis data yang digunakan adalah data

primer dan sekunder dengan kuesioner, wawancara, studi dokumentasi. Teknik

yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda.

Pengolahan data menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasilnya disiplin kerja

dan komitmen karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi

kerja.

2.3Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang

disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiono, 2008:89).

Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai

objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti.

Kerangka konseptual yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah perilaku

pemimpin dan komitmen pegawai sebagai variabel X dan kinerja pegawai sebagai

variabel Y.

Kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen.

Kepemimpinan mempunyai peran menentukan kegagalan dan keberhasilan

organisasi dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Seorang pemimpin

(20)

pemimpin di dalam suatu organisasi sangat berperan penting dalam jalannya

kegiatan organisasi. Apabila seorang pemimpin memiliki kemampuan memimpin

yang baik dan peduli terhadap bawahannya, akan lebih mudah bagi para pegawai

untuk menyelesaikan tugas yang diberikan karena tidak adanya tekanan dari

pemimpin, sehingga semua tugas dapat diselesaikan dengan baik oleh pegawai

dan target kerja dapat tercapai yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja di

organisasi tersebut.

Menurut Sunarto (2005:25), komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan, terdiri

dari penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan, keinginan untuk tetap

berada dalam organisasi dan kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi.

Komitmen dapat ditandai dengan tiga hal yaitu yang pertama adalah komponen

afektif dengan indikator keterlibatan kerja dan rasa kebanggaan. Yang kedua

komponen normatif dengan indikator keikutsertaan dan tanggung jawab. Dan

yang ketiga adalah komponen continuance, indikatornya adalah kerja sama,

keterikatan, kesetiaan, dan rasa memiliki. Komitmen karyawan mengandung

pengertian sebagai suatu hal yang lebih baik dari sekedar kesetiaan yang pasif,

melainkan menyiratkan hubungan pegawai dengan organisasi secara aktif. Karena

pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk

memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong

kesejahteraan dan keberhasilan organisasinya. Dengan adanya komitmen pegawai

untuk tetap menjalankan tugas dengan baik sesuai dengan target dan yang

diharapkan pemimpin maka akan dapat meningkatkan kinerja di dalam organisasi

(21)

Dari uraian pemikiran tersebut diatas dapat diperjelas melalui variabel perilaku

pemimpin dan komitmen pegawai, secara skematis digambarkan seperti pada

gambar dibawah ini:

Gambar 1 Kerangka Konseptual Sumber: Kartono (2003), Sunarto (2005), Diolah

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu penjelasan tentang perilaku, fenomena, atau

keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan

pernyataan penelitian tentang hubungan antara variabel - variabel dalam

peneliatian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik

(Situmorang,2008:100). Dengan kata lain, hipotesis merupakan jawaban

sementara yang disusun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji

kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan.

Sehubungan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan Perilaku Pemimpin

(X1)

Kinerja Pegawai

(Y)

Komitmen Pegawai

(22)

“Perilaku Pemimpin dan Komitmen Pegawai berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Koperasi Perindustrian

Gambar

Gambar 1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di lapangan dan di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana untuk seluruh jenis pajak ( all taxes ) atau jenis-jenis pajak

[r]

FIK Universitas Negeri Yogyakarta.

Pelaksanaan grouting yang disarankan adalah dilakukan di tiga area longsor dengan dimensi 20 meter, dengan jarak antar titik grouting adalah 3 meter. Sehingga

Unauthorized access to the administrative console can be used to send commands over the management VLAN or compromised home network that modify IPTV usage information stored in the

[r]

Peran Bawaslu sangat urgen dalam verifikasi partai politik yang ada di Provinsi Jambi sebagai calon peserta pemilu tahun 2019, disini untuk memastikan apakah telah

Dengan hasil signifikansi sebesar 0.000 tersebut menunjukkan bahwa model regresi 1 dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi kualitas audit yang dengan