• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan serta Strategi Pengembangan Kambing Potong pada Kelompok Peternak di Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan serta Strategi Pengembangan Kambing Potong pada Kelompok Peternak di Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Pengembangan Kambing Potong

Populasi ternak kambing di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang berfluktuasi. Populasi kambing tahun 2002 sebesar 12.549.086 ekor dan tahun 2003 hanya mencapai 13.276.214 ekor. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan belum ada penanganan secara khusus (usaha ternak masih merupakan usaha sambilan) atau diduga banyaknya pemotongan kambing yang sedang bunting. Produksi daging kambing di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 61.305 ton (kontribusi kambing terhadap penyediaan daging di Indonesia 3.3% dari total produksi daging. Di satu pihak konsumsi daging pada tahun 2003 sebesar 6.08 kg/kapita/tahun atau 2.87 g/kapita/hari. Konsumsi daging rata-rata/kapita meningkatkan 4,2%/tahun. Kebutuhan ini semakin tinggi dengan adanya permintaan kurban pada hari Raya Idul Adha. Peningkatan konsumsi daging tersebut berakibat terhadap permintaan belum dapat diimbangi oleh peningkatan produksi. Untuk mememuhi tersebut di masa datang, salah satu alternatif adalah dengan mengembangkan ternak kambing secara konsepsional (Ditjennak, 2003).

(2)

Secara umum rata-rata penduduk di Indonesia mampu memelihara ternak apa saja sebagai usaha sambilan, tetapi hanya jenis ternak tertentu yang dapat dikembangkan secara skala ekonomi. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, ternak kambing potensinya cukup besar untuk dikembangkan karena ternak ini telah membudaya dan tersebar hampir disebagian besar wilayah Indonesia. Hal yang perlu harus dikaji lebih intensif adalah pola pengembangan usaha tersebut dari usaha sambilan menjadi usaha pokok sebagai sumber utama masyarakat melalui sistem agribisnis terpadu. Usaha peternakan kambing berwawasan agribisnis membutuhkan lahan yang cukup luas sebagai sumber pakan hijauan bagi ternak (Sitompul et al., 2004).

Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat mengandalkan produksi ternak kambing untuk menghadapi globalisasi hasil pertanian sepuluh tahun kedepan. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki iklim yang sangat sesuai bagi pengembangan ternak ruminansia kecil. Produksi hijauan yang berlimpah, cukup untuk memelihara ternak kambing 100 juta lebih atau 10 kali dari jumlah jumlah populasi ternak ruminansia kecil saat ini (Makka, 2004).

(3)

kambing sebagai usaha di pedesaan merupakan modal usaha yang baik untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat (Elizabeth, 2012).

Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil ternak yang sekaligus meningkatkan pendapatan peternak, menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak. Berdasarkan dan mengacu pada visi pembangunan peternakan, maka telah digariskan Misi Pembangunan Peternakan antara lain: memfasilitasi penyediaan pangan asal ternakyang cukup baik secara kuantitas maupun kualitasnya, memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternakan, membantu menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan dan melestarikan serta memanfaatkan sumber-daya alam pendukung peternakan (Departemen Pertanian, 2002).

Pemerintah telah berupaya untuk terus mendorong pengembangan industri peternakan di Indonesia dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri peternakan di Indonesia menyikapi laju perkembangan produksi ternak kambing nasional yang termasuk lambat dilihat dari pertumbuhan populasi yang hanya mencapai 4,5%. Dengan semakin terbatasnya kemampuan dalam penyediaan dana pembangunan, maka pemerintah akan lebih selektif dalam hal pemilihan bidang apa saja yang akan terus didorong dan difasilitasi agar hasil yang lebih optimal dapat dicapai dalam pembangunan peternakan (Ginting et al., 2005).

(4)

sebagai industri kerajinan. Ternak kambing sebagai sumber devisa karena dapat diekspor ke negara lain yang membutuhkan. Menurut Karo-Karo (2005) negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia merupakan negara importir terbesar didunia untuk ternak ruminansia kecil dengan volume impor lebih dari 30% dari total global impor kambing dan domba. Negara tersebut mengimpor sekitar 5 - 9,3 juta ekor kambing/domba per tahun.

Menurut Sastrapradja (2000) Beberapa permasalahan nyata dalam usaha peternakan kambing yaitu: produktivitas rendah, penerapan teknologi yang rendah, semakin sempitnya lahan untuk pengembalaan dan sistem usaha ternak tradisionil/masih berupa usaha sampingan yang relatif berskala rendah (dibawah 5 ekor induk) akan sulit untuk mentransformasi usaha dari tradisionil menjadi agribisnis yang mampu menopang ekonomi rumah tangga petani. Untuk dapat memperoleh nilai jual ternak yang layak sebagai sumber daging dan bernilai ekonomis (umur diatas 8 bulan) membutuhkan waktu pemeliharaan yang relatif lama terlebih kualitas kambing bibit yang umum digunakan petani adalah bibit lokal karena sulitnya mencari bibit yang berkualitas dengan tampilan tubuh relatif kecil, sehingga pola usaha tradisional sering dikategorikan sebagai usaha ternak yang tidak efisien secara ekonomi.

Kelembagaan Kelompok Peternak

(5)

pendapatan usaha dari peternakan lebih kecil dari 30%, 2) peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan pertanian campuran dengan ternak dan antingkat pendapatan dari usaha ternak mencapai 30 sampai dengan 70%, 3) peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak sebagaiusaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar antara 70 sampai dengan 100%, 4) peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara khusus (specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan bisa mencapai 100%.

(6)

menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi serta kesadaran untuk saling tolong menolong sesama anggota. (Soekanto 2002).

Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan - perubahan (Cyrilla dan Ismail 1998). Berbagai kemudahan yang diperoleh bila dibentuk kelompok peternak, antara lain: (1) dapat dengan mudah membentuk koperasi untuk mendukung berbagai aktivitas kelompok, (2) informasi dapat menyebar secara merata ke setiap anggota kelompok, (3) Inovasi teknologi dapat dimanfaatkan oleh seluruh anggota, baik teknologi pembibitan, pakan, budidaya, pasca produksi dan sebagainya, (4) memudahkan dalam melakukanpenyuluhan karena sudah terbentuk kelompok, (5) memudahkan dalam mengakses berbagai program pemerintah, (6) memudahkan dalam mengakses lembaga keuangan dalam rangka penguatan modal, (7) memudahkan dalam pemeliharaan infrastruktrur atau sarana dan prasarana yang dibangun oleh kelompok.

(7)

kelompok tani yang mencakup: (1) untuk memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumber daya yang tersedia, (2) dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan dan (3) petani-peternak dapat memperoleh informasi terutama informasi teknologi.

Berikut jumlah populasi ternak kambing potong, jumlah kelompok ternak kambing dan jumlah peternak kambing yang bergabung dalam kelompok peternak pada setiap Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Jumlah Populasi Kambing, Jumlah Kelompok dan Jumlah Peternak Kambing yang Tergabung Dalam Kelompok Peternak Sumber : a) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai (2015)

(8)

Menurut data Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Serdang Bedagai (2015) Jumlah kelompok peternak kambing di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2015 ada sebanyak 85 kelompok peternak.

Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai (2015) jumlah populasi ternak kambing potong terbanyak pada tahun 2015 di kabupaten serdang bedagai terdapat pada Kecamatan Dolok Masihul yaitu sebanyak 11.528 ekor, sedangkan jumlah populasi ternak kambing potong paling sedikit terdapat pada Kecamatan Dolok Merawan yaitu sebanyak 1.006 ekor. Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Serdang Bedagai (2015) jumlah kelompok peternak kambing yang terbanyak terdapat pada Kecamatan Pantai Cermin yaitu sebanyak 12 kelompok peternak kambing, sedangkan jumlah kelompok peternak kambing paling sedikit terdapat pada Kecamatan Bandar Khalifah yaitu hanya terdapat 1 (satu) kelompok peternak kambing saja.

(9)

Pendapatan Usaha Tani Ternak

Menurut Soekartawi (1995) Pendapatan tunai usahatani adalah selisih

antara penerimaan tunai danpengeluaran tunai dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Analisis pendapatan usahatani ini bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan.

Usaha ternak ternak telah memberi kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga peternak. Soekartawi (2002), menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga peternak tidak dapat dilepaskan dari cara mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi.

Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasilan apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang 1993).

(10)

Pengertian Usaha Tani

Menurut Rahim dan Diah (2008) usaha tani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Sistem usaha tani merupakan sistem terbuka, dimana berbagai input (unsur hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar dan dalam.

Moehar (2002), menyatakan bahwa usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya. Usaha tani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian.

Struktur Biaya Usahatani

Menurut Soekartawi (1995) biaya produksi atau biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan agar terlaksananya suatu usaha. Biaya produksi yang dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya dikelompokan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

a) Biaya tetap (fixed costs), adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi dan penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi. b) Biaya variabel (variable costs), adalah biaya yang dikeluarkan yang besar

(11)

c) Biaya tunai dimaksudkan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk uang.

d) Biaya diperhitungkan, dimaksudkan biaya yang dikeluarkan petani bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi diperhitungkan dalam perhitungan usahatani.

Analisis R/C Rasio (revenue/cost rasio)

Analisis R/C (revenue/cost rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara penerimaan dengan biaya dalam satu kali periode produksi usahatani. R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan, semakin tinggi nilai R/C maka semakin menguntungkan usaha tani tersebut dilakukan. Analisis R/C ini dibagi dua, yaitu (a) menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) tunai dan (b) menghitung juga atas biaya yang tidak diperhitungkan, dengan kata lain perhitungan total biaya produksi (Soekartawi, 2003).

Kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu, jika R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 menunjukkan maka kegiatan usahatani yangdilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani (Soekartawi, 2003).

Reviews Penelitian Terdahulu

(12)

sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding, karena terdapat beberapa kesamaan prinsip, walaupun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Penggunaan hasil-hasil penelitian sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam kerangka dan kajian penelitian ini yang telah dilakukan oleh : 1. Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Surya Amri Siregar (2009)

dengan judul “Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan

Stabat Kabupaten Langkat” yang menunjukkan bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi) merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Hasil selanjutnya yaitu bahwa umur peternak, motivasi beternak, tingkat pendidikan peternak, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah tenaga kerja peternak tidak berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

2. Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Samin (2012) dengan judul “Analisis Faktor–faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani

Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai

Cermin dan Kecamatan Serba Jadi” yang menunjukkan bahwa pendapatan

(13)

potong tradisional adalah faktor biaya bibit sedangkan peternak sapi potong secara intensif adalah faktor biaya pakan.

3. Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Setyawan (2014) dengan judul “Konstribusi Pendapatan Usaha ternak Sapi Potong Terhadap Pendapatan Rumah tangga Petenak (Studi Kasus Di Desa sukolilo

Kecamatan Jabung Kabupaten Malang)” yang menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga di Sukolilo adalah Rp19.401.055 /tahun atau Rp.53.154/hari yang menghasilkan Rp.18.074.074/tahun atau Rp.49.518 /hari pada pendapatan non sapi potong dan Rp.1.326.981/AU/tahun atau Rp.3.636/AU/hari pada pendapatan sapi potong. Usaha ternak sapi potong skala kecil memberikan kontribusi sekitar 6,8% terhadap total pendapatan rumah tangga. Peningkatan jumlah sapi potong, pengalaman dalam memelihara ternak sapi, pendapatan sapi potong, pendapatan non sapi potong akan meningkatkan pendapatan sapi potong. Sedangkan, pendapatan sapi potong akan berkurang karena peningkatan anggota keluarga.

(14)

Secara Sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan :

= Menyatakan Hubungan

= Menyatakan Pengaruh

Pendapatan Peternak Matrik Evaluasi

Faktor Internal (IFAS)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi 1. Biaya Bibit

2. Biaya Tetap 3. Biaya Variabel

4. Harga Penjualan Ternak

Internal Eksternal (IE)

Analisis SWOT

Matrik Grand Strategi Peternak Kambing Potong

Kelompok Peternak

Pengambilan Keputusan Strategi Melalui Kelompok Peternak

Usaha Ternak Kambing Potong di Kabupaten Serdang Bedagai

Matrik Evaluasi Faktor External

Gambar

Tabel 1. Jumlah Populasi Kambing, Jumlah Kelompok dan Jumlah Peternak Kambing yang Tergabung Dalam Kelompok Peternak
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil akhir penelitian ini mengenai country of origin dan citra merek terhadap minat beli pada smartphone Coolpad yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dan

tentang asupan nutrisi pada anak.. yaitu menggali pengetahuan

Kemudian penelitian sebelumnya yang berjudul Pemanfaatan Teknologi Google Maps Api Untuk Aplikasi Laporan Kriminal Berbasis Android Pada Polrestabes Makasar pada

Sehubungan dengan pelelangan paket pekerjaan Normalisasi Sungai Mereperi Kampung Miei maka perusahaan Saudara dinyatakan lulus evaluasi kualifikasi, untuk itu kami mengundang

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan deskripsi yang jelas dari produsen, penjual dan konsumen tentang berbagai produk dan desain kemasan yang ada saat ini.. Data-data

Modul Pembelajaran Analisis Desain Berbasis Objek Dengan Menggunakan Flash.. Berbasis Web

Berdasarkan telitian ini dapat disimpulkan, bahwa VHB yang menginfeksi penderita hepatitis B kronik aktif di Surabaya adalah genotipe B dan di subtipe adw2 dari penderita

Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang berlawanan,