Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap ketahanan hidup manusia. Manusia membutuhkan energi untuk menjamin keberlangsungan hidupnya yang diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi yang mengandung berbagai zat gizi. Zat-zat gizi dalam bahan pangan tersebut mengalami proses metabolisme dalam tubuh sehingga menghasilkan energi untuk beraktivitas dan menjalankan proses-proses kimiawi dalam tubuh manusia serta bermanfaat untuk mempertahankan kesehatan (Cakrawati & Mustika NH, 2012).
Menurut Siagian (2008), warna, bau dan konsistensi atau tekstur suatu bahan pangan dapat berubah atau berkurang akibat pengolahan dan penyimpanan. Hal ini dapat diperbaiki dengan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti pewarna, senyawa pembentuk warna, penegas rasa, pemanis, pengental, penstabil, dan lain-lain. Penambahan zat pewarna dalam makanan dan minuman seperti pada saus mempunyai pengaruh terhadap selera dan daya tarik konsumen.
PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012), misalnya Methanyl Yellow dan Rhodamin B. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan disamping harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan (Yuliarti, 2007).
Salah satu jenis produk makanan yang biasanya menggunakan bahan tambahan makanan berupa zat pewarna adalah saus. Saus merupakan cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik yang mempunyai aroma dan rasa yang merangsang dan pedas (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1985).
Badan Pengawas Obat dan Makanan pernah melakukan penelitian terhadap jajanan anak sekolah yang diantaranya adalah 2 sampel saus pada bulan November 2005, dimana hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa 2 sampel saus jajanan tersebut positif mengandung zat pewarna yang dilarang yaitu Rhodamin B (Yuliarti, 2007). Selain itu, penelitian tentang penggunaan zat
pewarna sintetis pada saus cabai yang dipasarkan di Pasar Sentral dan Pasar Simpang Limun Kota Medan tahun 2009 menyatakan bahwa dari 18 sampel yang diuji, terdapat 14 sampel yang positif menggunakan zat pewarna sintetis sedangkan 4 sampel lainnya terbukti tidak menggunakan zat pewarna sintetis. Adapun jenis zat pewarna sintetis yang digunakan adalah Sunset Yellow, Tatrazine, Ponceau 4R, dan Red 2G (Lubis, 2009).
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dalimunthe (2010) tentang analisis Rhodamin B pada jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan
yang menunjukkan bahwa 10,71% dari sampel yang diperiksa mengandung Rhodamin B ( 3 dari 28 sampel). Kadar Rhodamin B pada sampel yang diperiksa
adalah 0,59245 mcg/g untuk Es doger dari SDN 117477 Torgamba, 59,0527 mcg/g untuk kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo, dan 50,5181 mcg/g untuk saus dari SDN 118169 Kampung Rakyat. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa pewarna sintetis yang dilarang berdasarkan PERMENKES RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 (sekarang PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012) masih digunakan sebagai pewarna makanan terutama pada saus (Djarismawati dkk, 2004).
Saus biasanya ditambahkan dalam makanan sebagai pelengkap untuk menambah cita rasa makanan. Saus yang sering dikonsumsi adalah saus cabai yang banyak dijumpai di pasaran sehingga dengan mudah dapat dibeli oleh konsumen. Saus cabai sering ditambahkan pada makanan seperti mie sop, kentang goreng dan bakso bakar. Selain saus cabai, juga ada “saus gejrot” yang ditambahkan pada “tahu dangdut”. “Saus gejrot” ini memiliki rasa pedas manis. Saus ini memang tidak dijual di pasaran, melainkan diracik sendiri oleh para penjual “tahu dangdut” (Wikipedia, 2015).
ditambahkan pada makanan dan minuman untuk menciptakan rasa manis, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sampai saat ini pemanis buatan utama yang digunakan masyarakat adalah gula, namun kemudian berkembang pula bahan pemanis buatan yang ditambahkan ke dalam makanan misalnya sakarin dan siklamat. Sakarin memiliki rasa manis 200-700 kali dari gula dan siklamat memiliki rasa manis 30-300 kali dari gula. Kedua jenis pemanis ini bersifat karsinogenik jika dikonsumsi dengan kadar yang berlebihan (Cahyadi, 2009).
Keamanan makanan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan makanan yang berbahaya (Syah dkk, 2005).
Kawasan USU yang terdiri dari Sumber, Pajus, Pintu 1 sampai Pintu 4 merupakan tempat umum yang banyak menjual berbagai macam makanan termasuk
bakso bakar dan “tahu dangdut” yang dapat dibeli oleh semua golongan masyarakat
terutama mahasiswa USU. Kedua jenis makanan ini menjadi jajanan favorit di
kalangan mahasiswa. Penjual biasanya menambahkan saus cabai pada bakso bakar
dan “saus gejrot” pada “tahu dangdut” tersebut agar jajanan tersebut lebih nikmat
untuk dikonsumsi. Dari hasil survei pendahuluan penulis di kawasan USU, terdapat 5
penjual bakso bakar dan 7 penjual “tahu dangdut” yang berada di beberapa tempat,
yaitu di Sumber terdapat 1 penjual bakso bakar dan 1 penjual “tahu dangdut”; di
Pajus terdapat 4 penjual bakso bakar dan 1 penjual “tahu dangdut”; di Pintu 1 terdapat
1 penjual “tahu dangdut”; di Pintu 2 tidak ada yang menjual bakso bakar ataupun
“tahu dangdut”; di Pintu 3 terdapat 1 penjual “tahu dangdut”; dan di Pintu 4 terdapat
3 penjual “tahu dangdut”, yang diduga masih menggunakan produk saus yang tidak
mencantumkan jenis zat pewarna yang digunakan pada saus tersebut dan dijual dalam
bentuk kemasan plastik dengan harga yang sangat murah sehingga dikhawatirkan
makanan pada saus tersebut. Begitu juga dengan “saus gejrot” yang diproduksi
sendiri oleh penjual “tahu dangdut” kemungkinan meggunakan zat pemanis buatan
karena rasa manis yang tinggi namun tidak seperti rasa gula pasir ataupun gula merah,
ditambah lagi harga gula yang mahal dan banyaknya jumlah yang dibutuhkan.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis pewarna dan pemanis buatan (sakarin dan siklamat) pada saus cabai bakso bakar dan saus gejrot tahu dangdut yang dijajakan di kawasan USU tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat bahan pewarna buatan dan bahan pemanis buatan (sakarin dan siklamat) pada saus cabai bakso bakar dan “saus gejrot tahu dangdut” yang dijajakan di kawasan USU tahun 2015 dan berapa kadar yang digunakan serta apakah pewarna dan pemanis tersebut diizinkan berdasarkan PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui jenis zat pewarna dan zat pemanis buatan yang terdapat pada saus cabai bakso bakar dan “saus gejrot tahu dangdut” yang dijajakan di kawasan USU tahun 2015, diizinkan atau tidak berdasarkan PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. 2. Mengetahui kadar zat pewarna dan zat pemanis buatan yang terdapat pada
saus cabai bakso bakar dan “saus gejrot tahu dangdut” yang dijajakan di
kawasan USU tahun 2015
1.4 Manfaat Penelitian
1. Masyarakat
Sebagai informasi atau bahan masukan bagi masyarakat dalam memilih makanan jajanan yang aman untuk dikonsumsi serta meningkatkan kesadaran produsen tentang bahaya bagi kesehatan jika memproduksi pangan yang tidak aman.
2. Pemerintah
Memberi masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM Kota Medan untuk lebih memperhatikan penggunaan bahan pewarna buatan dan bahan pemanis buatan yang disalahgunakan ke dalam makanan khususnya pada saus yang sering ditambahkan pada makanan jajanan.
3. Penulis