• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Gelombang Tsunami Akibat Gempa Bumi Tektonik Dasar Laut Di Daerah Pulau Nias Dan Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Gelombang Tsunami Akibat Gempa Bumi Tektonik Dasar Laut Di Daerah Pulau Nias Dan Sekitarnya"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BENCANA GEOLOGIS DI INDONESIA

Bencana merupakan hal yang tidak diinginkan oleh semua mahkluk hidup karena menimbulkan penderitaan dalam kehidupan mahkluk hidup. Untuk itu kita perlu memahami terjadinya suatu bencana alam sehingga kita dapat mempersiapkan diri kita dalam menghadapi kejadian tersebut dengan baik dan benar.

Gambar 2.1. Peta sumber gempa di Indonesia

(Seismic-Eruption Maintenance program, Alan Jones. Dept. of Geological SciencesState University of New York at Binghamton)

(2)

terjadinya gempa terutama gempa tektonik. Hal ini dikarenakan letak Indonesia yang berada persis di tepi lempeng bumi yaitu Lempeng Eurasia yang sekarang masih sangat aktif bergerak. Gerakan lempeng ini akan terus terjadi seiring dengan berjalannya siklus pergerakan lempeng Bumi seperti yang terjadi pada jutaan tahun yang silam. 225 juta tahun silam, di bumi ini hanya ada satu benua raksasa yaitu Pangaea. Karena adanya siklus pergerakan lempeng, benua raksasa itu pada akhirnya terbelah seiring dengan berjalannya waktu, dan itu masih terjadi hingga sekarang. Masing-masing daerah yang terbelah, bergerak mengikuti pergerakan lempeng di bawahnya. Lempeng itu sendiri bergerak karena sebenarnya, lempeng bumi ini seperti mengambang di atas lautan batuan cair di dalam bumi.

2.2. SUMATRAN SUBDUCTION ZONE (ZONA SUBDUKSI SUMATRA)

ZONA SUBDUKSI

CAIRAN

PANAS

LITOSFER LAUT

Gambar 2.2. Lapisan Dalam Inti Bumi Pada Zona Subduksi (sumber: Ekspedisi Cincin Api)

(3)

rekahan, ada yang bertumbukan dan menunjam lempeng yang lain sehingga salah satu lempeng terangkat ke atas membentuk struktur bumi seperti pegunungan bukit barisan di Sumatra. Daerah bertemunya 2 lempeng dimana salah satu lempeng menabrak lempeng lain dan menunjam masuk ke bawah lempeng tersebut disebut zona Subduksi. Salah satu zona subduksi di bumi adalah zona subduksi Sumatra. Zona ini adalah salah satu daerah dengan tingkat seismisitas yang tinggi, karena di daerah zona ini dalam kurun waktu telah menyebabkan gempa bumi dan tsunami besar.

2005(8.7)

Gambar 2.3. Kondisi Tektonik Pulau Sumatra Dan Nias (sumber: Kenneth W. Hudnut-USGS survey)

Gambar 2.3. di atas menunjukkan lempeng Australia dan lempeng India bergerak ke arah lempeng Eurasia tepatnya di gugusan pulau di Pantai Barat Sumatra.

(4)

2.3. KONDISI TEKTONIK PULAU NIAS

Pulau Nias terletak di pantai Barat pulau Sumatera. Secara administratif daerah ini adalah bagian dari provinsi Sumatera Utara. Daerah yang dikaji sebagai bahan penelitian diplot pada posisi 0° - 4° N dan 94° E 99° E. Menurut sumber USGS

(United States Geological Survey), bahwa frekuensi terjadinya gempa bumi di daerah yang diplot tersebut cukup tinggi. Pulau Nias juga berada di daerah gugusan cincin api (ring of fire).

Pulau Nias

Gambar 2.4. Zona Subduksi di Pantai Barat Sumatera

Dari gambar 2.4 di atas dapat kita lihat bahwa di daerah tersebut, Nias dan Pulau Sumatera terdapat 2 sumber gempa. Yaitu sumber gempa zona subduksi dan sumber gempa sesar sumatera. Pulau Nias tepat berada di sumber gempa zona subduksi dimana gempa akibat tabrakan lempeng ini berpotensi besar dapat menimbulkan gelombang tsunami.

(5)

dimana lempeng samudra Hindia bergerak ke arah dan menunjam ke bawah lempeng benua (Sumatra). Bagian lempeng yang menunjam di bawah Kep.Mentawai dan Nias umumnya melekat kuat pada tubuh batuan di atasnya, sehingga pergerakan ini memampatkan tubuh batuan (Gambar.2.4). Akumulasi tekanan ini akan meningkat dari waktu kewaktu sampai pada suatusaat melampaui daya rekat dua lempeng tersebut. Maka ibarat sebuah per pegas raksasayang sudah ditekan maksimal dan kemudian dilepaskan, Pulau Nias akan terpental ke atas dan ke arah luar secara tiba-tiba menimbulkan guncangan bumi yang sangat keras, yaitu gempabumi yang terjadi pada zona subduksi.

Lempeng samudra ini menabrak Sumatra agak miring, sehingga menyebabkan ada tekanan yang mendorong daerah Sumatra ke arah utara. Dorongan ke utara ini tidak bisa diserap oleh zona subduksi dan Pulau Nias dan Kep.Mentawai, tapi harus ditanggung oleh sebuah jalur patahan besar di sepanjang Peg. Bukit Barisan Sumatra yang disebut Patahan (besar) Sumatra. Sama halnya dengan zona subduksi, Patahan Sumatra menahan tekanan lempeng

dari hari ke hari sampai melampaui kekuatan batuan yang merekatkan bumi di barat dan timur jalur patahan ini.

Pada saat itulah terjadi gempa besar dimana akumulasi tekanan akan dilepaskan tiba-tiba menyebabkan bumi di bagian barat bergerak tiba-tiba ke arah utara dan yang di bagian timur bergerak ke arah selatan. Begitulah tentang kenapa di Sumatra banyak gempa terjadi tidak hanya di bawah lautan tapi juga di sepanjang Bukit Barisan.

2.4. LEMPENG TEKTONIK

Teori tektonika adalah

untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh menggantikan

(6)

pada tahun 1960-an. Teori ini dikemukakan oleh Alfred Wegener pada tahun 1912.

Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.

Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik. Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, bai

(7)

Gambar 2.5. Peta Lempeng Tektonik Bumi (Sumber: USGS)

Tabel 2.1. Tabel Nama Lempeng yang Membentuk Litosfer.

No. Nama Lempeng Keterangan

1 Lempeng Antartik Lempeng Besar

2 Lempeng Pasifik Lempeng Besar

3 Lempeng lndo-Australia Lempeng Besar

4 Lempeng Eurasia Lempeng Besar

5 Lempeng Afrika Lempeng Besar

6 Lempeng Amerika Selatan Lempeng Besar 7 Lempeng Amerika Utara Lempeng Besar

8 Lempeng Filipina Lempeng Kecil

9 Lempeng India Lempeng Kecil

10 Lempeng Narca Lempeng Kecil

11 Lempeng Cocos Lempeng Kecil

12 Lempeng Arab Lempeng Kecil

Sumber : USGS

2.5. RING OF FIRE

(8)

samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, sepertiPacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas. Indonesia secara keseluruhan termasuk dalam wilayah zona cincin api ini. Hal ini berakibat seringnya daerah – daerah di Indonesia di landa Gempa, dari Sabang sampai Merauke, kecuali Kalimanta yang jarang dilanda bencana gempa bumi.

Gambar 2.6. Peta Ring Of Fire / Cincin Api (sumber : USGS)

Cincin api adalah suatu zona gempa bumi dan letusan gunung api. Tempat ini mengelilingi cekungan samudra pasifik. Cincin ini berbentuk seperti tapal kuda dengan panjang 40.000 km. 81 % kejadian gempa bumi terjadi di sepanjang

cincin api tersebut. Terbentuknya cincin api ini adalah akibat langsung dari pergerakan dan tabrakan lempeng tektonik.

2.6. TSUNAMI

(9)

pelabuhan setelah mereka selesai melaut. Mereka menemukan bahwa daerah pantai sudah hancur karena hantaman gelombang yang tinggi dan yang besar. Padahal ketika mereka berada di tengah lautan, mereka tidak merasakan adanya gelombang tersebut. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang tsunami sangat panjang. Setelah itu mereka menyimpulkan bahwa gelombang tsunami hanya timbul di sekitar pantai saja. Jadi pengertian tsunami adalah rangkaian gelombang yang terjadi secara tiba-tiba dimana sejumlah massa air naik secara vertikal dari laut menuju pantai dalam waktu yang singkat.

Tsunami merupakan gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh berbagai macam gangguan di di dasar laut. Adapun gangguan yang dapat menyebabkan gelombang tsunami adalah gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus di dasar laut. Tsunami dapat juga terjadi jika ada meteorit yang jatuh ke atas permukaan lautan. Namun hal ini masih perkiraan para ahli, belum pernah terjadi peristiwa dimana meteor besar jatuh ke atas permukaan laut.

(10)

Gambar 2.7. Zona Ancaman Bencana Tsunami Di Indonesia (sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB)

Pada Gambar 2.7 di atas, hampir semua pantai di wilayah pantai Barat pulau Sumatera, pantai Selatan pulau Jawa, pantai Kepulauan Nusa Tenggara, pantai Barat Papua, pantai pulau Sulawesi dan Kepulaun Maluku merupakan daerah yang rawan terhadap tsunami. Hal ini terbukti dengan banyaknya gempa dan tsunami yang telah terjadi di Indonesia. Selama kurun waktu tahun 1600 sampai dengan 1999 telah terjadi 105 tempat kejadian tsunami yang mana 90% di antaranya disebabkan gempa tektonik, 9% oleh gunung meletus dan 1% oleh

(11)

meninggal dunia. Sebanyak 400.000 orang kehilangan tempat tinggal dan tinggal di barak pengungsian. Setelah gempa Aceh, giliran Pulau Nias pada 2005 gempa dengan magnitude 8,7 SR merupakan gempa dangkal berjarak 30 km dari dasar laut yang menyebabkan sekitar 1000 orang menjadi korban meninggal dunia dan lebih dari 3000 orang kehilangan tempat tinggal. Daerah-daerah di Indonesia yang rawan dan menjadi titik gempa adalah titik lempeng Indo-Australia yang berada sejak dari pantai barat Sumatera mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, selatan Jawa, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur terus ke Bali, Nusa Tenggara bagian selatan terus naik ke atas, merupakan satu blok atau satu lempeng Indo-Australia.

Lempeng lain yaitu lempeng Eurasia, dimulai dari Sulawesi Utara, terus ke bawah sebelah timur Sulawesi, Nusa Tenggara di samping lempeng selatan juga kena dengan lempeng utara. Ada pula istilah Pacific Plate yang meliputi daerah utara dari Papua, terus ke Halmahera dan sekitarnya. Jadi ketiga lempeng ini bertemu di Indonesia dan pulau Buru sebagai pusatnya. Indonesia merupakan

salah satu negara yang memiliki tingkat gempa yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali tingkat gempa di Amerika Serikat.

(12)

2.7. PENYEBAB TERJADINYA GELOMBANG TSUNAMI

Tsunami merupakan gelombang panjang dan stabil, dengan kecepatan tinggi, akibat gerakan lempeng dasar laut yang signifikan. Gerakan lempeng yang tiba – tiba itu mengakibatkan gangguan keseimbangan massa air di atasnya. Air laut bergejolak lalu timbul energi, ketika sampai di pantai membentuk gelombang besar tsunami. Pada beberapa kasus, tsunami juga bisa terjadi karena meletusnya gunung api bawah laut dan jatuhnya meteor ke laut.

2.7.1. Gempa Bumi Bawah Laut ( Undersea Earthquake )

Gempa bumi dasar laut ini menimbulkan gangguan air laut akibat berubahnya profil dasar laut. Profil dasar laut inidapat berubah karena gerakan tanah yang tegak lurus dengan permukaan air atau permukaan bumi.

Gambar 2.8. Proses Terjadinya tsunami (Unesco, 2007)

(13)

pesisir pantai. Batas lempeng (patahan) bergerak karena ada tekanan yang besar, yang akan menciptakan gelombang. Gelombang kemudian menyebar sampai ke permukaan. Ketika mendekati daratan, maka gelombang akan menjadi ketinggian karena dasar laut mengalami pendangkalan.

2.7.2. Longsoran Lempeng Bawah Laut ( Undersea Landslides)

Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan antar lempeng tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut sesar (fault). Sebagai contoh, di sekeliling tepian samudera pasifik, yang sering disebut lingkaran api (ring of fire), lempeng samudera yang lebih padat menghujam masuk ke bawah lempeng benua. Proses ini dinamakan dengan penghunjaman (subduction). Gempa subduksi sangat efektif membangkitkan gelombang tsunami.

2.7.3. Aktivitas Vulkanik ( Volcanic Activities )

Meletusnya gunung berapi yang terletak di dasar laut dapat juga menaikkan air laut dan membangkitkan gelombang tsunami. Seperti letusan gunung Krakatau yang berada di selat sunda yang membangkitkan tsunami yang besar.

2.7.4. Tumbukan Benda Angkasa Yang Jatuh

(14)

Gambar 2.9. Asteroid Jatuh Ke Samudra (comet program)

2.8. GEMPA BUMI PENYEBAB GELOMBANG TSUNAMI

Dari keempat jenis penyebab tsunami, gempa bumi dasar laut merupakan penyebab paling banyak peristiwa tsunami di bumi ini. Ciri – ciri gempa yang paling berpotensi menimbulkan tsunami adalah:

1. Episenter ( Pusat Gempa) terjadi di dasar laut

2. Kedalaman Fokus (sumber pusat gempa) dangkal kurang dari 60 km 3. Kekuatan magnitudo gempa lebih dari M= 6.5 SR

4. Gerak lempeng atau sesar vertikal (thrust fault-Reverse)

5. Topografi kelandaian dan bentuk pantai yang sesuai

2.9. BESAR SKALA TSUNAMI 2.9.1. Magnitudo Tsunami

(15)

Tabel 2.2 Magnitudo Tsunami dan ketinggian Tsunami Magnitudo

Tsunami (m)

Ketinggian Tsunami (h)

kerusakan

-1 <0.5 Tidak ada

0 1 Sangat sedikit

1 2 Rumah di pantai rusak

Kapal terdampar ke pantai 2 4-6 Kerusakan dan korban di daerah

tertentu di pantai

3 10-30 Kerusakan sampai 400 km dari garis pantai

4 >30 Kerusakan sampai sepanjang 500 km dari garis pantai

2.9.2. Intensitas Tsunami

Ukuran dari tsunami yang didasarkan pada pengamatan makroskopis terhadap dampak tsunami terhadap manusia, benda-benda termasuk kapal laut berbagai ukuran, dan pada bangunan.

i = log2

dimana

(√2 h ) (2.1)

i = intensitas tsunami h = tinggi tsunami rata-rata log2 = logaritma basis 2

2.9.3. Hubungan magnitudo Gempa dengan magnitudo Tsunami

(16)

Tabel 2.3. Skala Tsunami No Skala Nilai skala

1 Amat Kecil ( skala 0 )

2 Kecil ( skala 1 )

3 Menengah ( skala 2 )

4 Besar ( skala 3 )

5 Amat Besar ( skala 4 )

Ukuran skala kecil biasanya tidak terasa tetapi masih dapat diamati. Ukuran

kecil mulai terasa dan amat besar mulai merusak. Berdasarkan klasifikasi itu lida mengamati hubungannya dengan gempa bumi dan memperoleh hubungan linear antara magnitude gempa bumi dengan besaran tsunami. Gempa bumi dengan magnitudo 7 Skala Richter dapat menimbulkan tsunami dalam skala 0 sedangkan magnitude gempa 8 dapat menghasilkan skala 1 sampai 2 dan gempa 8 sampai 9 bisa menghasilkan tsunami yang dahsyat dapat mencapai skala 3. gempa bumi bermagnitudo kurang dari 7 pada umumnya tidak menghasilkan tsunami yang merusak dan berskala minus.

Hubungan empiris antara magnitudo tsunami dengan magnitudo gempa bumi yang menimbulkannya diturunkan oleh Iida (1963) sebagai berikut :

m = 2,61 M – 18,44 ( 2.2) Dimana :

• m = magnitudo tsunami dalam skala Immamura. • M = magnitudo gempa bumi dalam Skala Richter.

Magnitudo menunjukkan skala kekuatan dari tsunami dan gempa.

2.9.4. Skala Imamura-Iida (m)

Skala Imamura-Iida didefenisikan dengan m sebagai berikut:

(17)

dimana :

m adalah skala Imamura-Iida (m)

h adalah ketinggian maksimum tsunami (run-up dalam meter) maka h = 2 log

m

2

Persamaan ini dipengaruhi oleh tinggi tsunami atau run-up tsunami adalah logaritma basis 2

2.9.5. Hubungan Magnitudo dengan Kedalaman Pusat Gempa

Dari hasil penellitian gelombang-gelombang tsunami yang terjadi di Jepang, Iida (1970) menurunkan hubungan empiris antara magnitudo ambang dengan kedalaman pusat gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami, yaitu :

Mm = 6,3 + 0,005 D (2.4) Dimana :

• Mm = magnitudo minimum atau ambang gempa (skala Richter) yang

berpotensi menimbulkan tsunami • D = Kedalaman pusat gempa.

Dari hubungan empiris tersebut terlihat bahwa magnitudo minimum gempa bumi yang memungkinkan terjadinya tsunami adalah 6,3 SR. Dan gempa-gempa dangkal yang lebih berpotensi untuk menimbulkan gelombang tsunami. Di Jepang rata-rata kedalaman maksimumnya sekitar 80 km.

2.10. KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TSUNAMI

(18)

besar, antara 100 km – 200 km. Berbeda sekali dengan ombak biasa di permukaan lau yang memiliki panjang gelombang 150 meter dan periode 10 detik.

Gambar 2.10. Peristiwa Tsunami ( sumber: The COMET program)

Dengan panjang gelombang tsunami yang besar inilah yang menyebabkan tsunami tidak / hampir tidak terlihat saat masih berada di tengah lautan. Juga akibat bentuk bumi yang bulat maka pandangan kita tidak dapat melihat langsung pergerakan tsunami di lautan. Akan tetapi baru dapat dilihat jika sudah dekat ke daratan/ pantai. Ketinggian tsunami ini akan semakin besar akibat dari pendangkalan dasar laut. Disaat menerjang pantai, tsunami ini akan merusak segala sesuatu yang ada, karena energi yang dikandungnya sangat besar.

Secara matematis, rumus laju tsunami bisa ditulis sebagai

v = ��� (2.5)

dimana:

v = kecepatan tsunami � �⁄

g = percepatan gravitasi ( 9,8 m/�2)

(19)

Tabel 2.4. Tabel Kecepatan Tsunami Bergantung Kedalaman Laut, dengan sehingga panjang gelombang dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

λ = v.t (2.6) dimana

λ = panjang gelombang (jarak antar 2 puncak) (m)

v = kecepatan rambat gelombang tsunami (m/s) t = periode gelombang tsunami (sekon)

Semakin menjauhi pusat gempa dan kedalaman laut kian dangkal maka kecepatan tsunami kian melemah. Tetapi justru dari sinilah bencana terjadi. Karena di laut dangkal terjadi proses shoaling (pembesaran) tinggi gelombang akibat melemahnya kecepatan tsunami. Fenomena itu memaksa gelombang naik membentuk semacam dinding raksasa dengan ketinggian di atas 30 meter. Tingginya gelombang ini ditambah dengan kecepatan arus yang ditimbulkannya menjadikan air laut melumat apa saja yang dilaluinya. Bagi pantai yang tidak memiliki sabuk pengaman alami (green belt), energi hantaman ini dengan leluasa menerobos menembus jauh ke daratan.

Sebagai contoh, di samudera pasifik dimana kedalaman rata–rata laut

(20)

m/s (kira–kira 720 km/jam). Sementara pada kedalaman 40 meter, kecepatannya mencapai ± 20 m/s (sekitar 71 km/jam), yang berarti berkurang kecepatannya.

Energi dari gelombang tsunami merupakan fungsi perkalian antara tinggi gelombang dan kecepatannya. Adapun nilai dari energi ini selalu konstan, yang berarti tinggi gelombang berbanding terbalik dengan kecepatan merambat gelombang. Oleh sebab itu ketika gelombang tsunami mencapai daratan, tingginya meningkat sementara kecepatannya menurun. Disaat gelombang memasuki daerah yang lautnya dangkal, kecepatan tsunami akan berkurang sedangkan tinggi gelombang tsunami meningkat yang kemudian menciptakan gelombang yang besar dan mengerikan dan sifatnya sangat merusak.

2.11.CIRI – CIRI TERJADINYA TSUNAMI

Tsunami berbeda dengan jenis bencana alam yang lain, seperti badai topan yang dapat menghancurkan lingkungan. Tsunami juga bukan merupakan gelombang

ombak yang besar yang disertai angin yang kuat dan deras dari lautan. Tsunami dapat dikenali dari beberapa ciri – ciri yang dimilikinya, antara lain:

1. Ketika terjadi gempa bumi, leusan gunung berapi, dan tanah longsor di

dasar laut, serta dampak meteorit, maka air laut akan seketika berangsur surut atau naik seketika secara mendadak dari garis pantai.

2. Gelombang air laut bergerak dengan cepat

3. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan mencapai 500 km/jam

sampai 1.000 km/jam, tergantung dengan kedalaman laut. Biasanya gelombang ini membawa material lumpur laut yang cukup banyak.

4. Biasanya gelombang tsunami ini akan menghantam pantai ataupun

pelabuhan terdekat dalam waktu 10 sampai 30 menit setelah terjadinya gempa.

5. Gelombang tsunami memiliki amplitudo gelombang pasang yang tinggi

(21)

dapat mencapai ribuan kilometer. Kapal – kapal yang berada di tengan samudera tidak merasakan adanya gelombang tsunami.

2.12. DAMPAK TERJADINYA TSUNAMI

Energi yang dihasilkan oleh tsunami dapat mencapai 10% dari energi gempa pemicunya. Dapat dibayangkan, gempa berkekuatan 9 skala Richter akan menghasilkan energi yang setara dengan 100.000 kali kekuatan bom atom di Hiroshima, Jepang. Bentuk pantai, bentuk dasar laut di wilayah pantai, sudut kedatangan gelombang, dan bentuk depan gelombang tsunami yang datang ke pantai akan sangat berpengaruh terhadap kerusakan yang ditimbulkan. Umumnya karena perbedaan factor-faktor tadi, tingkat keruskan yang dihasilkan oleh tsunami itu akan berbeda antara pantai yang satu dengan yang lainnya walaupun letak kedua pantai itu saling berdekatan. Sebagai contoh, daerah teluk akan mengalami kerusakan lebih parah daripada daerah pesisir biasa.

(22)

Tabel 2.5. Sejarah Peristiwa Tsunami Di Samudera Indonesia Tahun Tanggal Lokasi Sumber Kekuatan Ketinggian

(m)

(UNESCO, Rangkuman Istilah Tsunami, 2007)

(23)

2.13.PEMODELAN TSUNAMI

Model merupakan suatu gambaran atau abstaksi atau suatu penyederhanaan dari suatu sistem yang kompleks (Soetaert dan Herman,2001). Adapun model-model suatu fenomena alam umumnya dibuat menjadi lebih sederhana pada umumnya dari arti sesungguhnya. Adapun proses ini yang merupakan kegiatan yang menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan disebut dengan istilah pemodelan atau modelling.

Pemodelan tsunami dalam hal ini adalah salah satu cara ataupun upaya yang bertujuan untuk membuat suatu simulasi dari gelombang tsunami yang diakibatkan oleh terjadinya deformasi dasar laut atau gempa bumi tektonik di dasar laut. Pemodelan ini pada dasarnya bertujuan untuk memperkirakan arah penyebaran gelombang tsunami, kecepatan gelombang tsunami dan waktu tiba (arrival time) gelombang tsunami ke pantai. Dalam penelitian model yang digunakan adalah model WinITDB. Aplikasi ini dapat menghitung parameter

gempa yang dapat menimbulkan gelombang tsunami yang menjalar dari sumber tsunami ke daerah pantai.

(24)

2.14.MODEL DEFORMASI PATAHAN DAN PARAMETER GEMPA BUMI

Gelombang tsunami yang terjadi dan menimbulkan naik turunnya muka laut secara mendadak, dimana dapat menghancurkan peradaban manusia di tepi pantai. Hal ini berkaitan erat dengan kegiatan bumi yang terus menerus bergerak dinamis. Hal ini diketahui dengan adanya pergerakan antar lempeng tektonik yang menimbulkan berbagai macam peristiwa alam, salah satunya empa bumi. Sebagian besar gelombang tsunami yang terjadi di bumi ini dibangkitkan oleh deformasi vertikal dasar laut yang berasosiasi dengan penyesaran, gempa, dan erupsi vulkanik di bawah laut.

Pemodelan sumber tsunami yang ditimbulkan oleh deformasi dasar laut akibat gempa diperoleh dengan cara memasukkan parameter gempa seperti pada gambar 2.11. Adapun parameter-parameter utama dari sumber gempa adalah panjang patahan/sesar (L) dan lebar sesar (W), energi dan magnitudo, kedalaman pusat

gempa (H), slip (D) dan mekanisme fokus (ϕ), sudut dip (δ) dan sudut slip (λ). gambar 2.11 menunjukkan parameter sesar. Parameter ini berfungsi sebagai pembentuk awal tsunami sebelum tsunami itu menyebar.

(25)

Tsunami biasanya terjadi pada gempa-gempa dangkal yang mengakibatkan deformasi pada kerak bumi yang selanjutnya memberikan pengaruh yang kuat

terhadap perubahan dasar laut. Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa sesar

naik (thrusting fault) atau sesar normal (normal fault), dua macam struktur yang

menimbulkan tsunami secara signifikan.

Menurut Iida (1970), berdasarkan data tsunami di Jepang menunjukkan bahwa gempa yang menimbulkan tsunami sebagian besar berupa gempa yang mempunyai mekanisme fokus dengan komponen dip-slip, terbanyak adalah tipe thrust (misalnya tsunami Japan Sea 1983, Flores 1992), serta sebagian kecil tipe normal (misalnya Tsunami Sanriku Jepang 1933, dan Sumba 1977). Gempa dengan mekanisme fokus tipe strike-slip kemungkinan menimbulkan tsunami kecil sekali.

Sesar normal dan sesar naik mengakibatkan perubahan kerak bumi dalam arah vertikal yang dimanifestasikan oleh komponen dip-slip. Komponen vertikal (dip-slip) inilah yang membangkitkan tsunami. Hal ini dapat dipahami, sebab pergerakan vertikal lantai samudera dapat menyebabkan perubahan massa air diatas lantai samudra yang bergerak tersebut. Jika lantai samudra naik (uplift) atau turun dengan cepat sebagai respon terhadap gempa bumi, maka akan menaikkan dan menurunkan air laut dalam skala besar, mulai dari lantai samudra sampai permukaan. Dengan kata lain, apa yang terjadi di dasar akan dicerminkan di

permukaan laut.

(26)

Gelombang tsunami akan naik secara dramatis setelah mengalami gesekan dengan dasar laut yang memperlambat kecepatan gerak gelombang. Gerak balik dari gelombang tsunami ini umumnya menyapu pelabuhan. Berdasarkan teori tegangan dan regangan dari elastic body, deformasi dasar laut dapat diestimasi melalui parameter patahan. Parameter patahan ini dibagi menjadi dua, parameter statik (panjang, lebar, dislokasi, slip, dan sudut kemiringan) serta dinamik (kecepatan patahan dan pertambahan waktu dislokasi) seperti pada gambar 2.11 di atas.

2.15. SISTEM SESAR (FAULT SYSTEM)

Sesar merupakan batas antara dua buah lempeng yang berhubungan dan berdekatan. Bidang sesar (fault plane) adalah sebuah bidang yang merupakan bidang kontak antara dua blok tektonik. Adapun pergeseran dari bidang sesar dapat mencapai beberapa meter atau lebih bahkan ribuan kilometer. Sesar

merupakan jalur lemah, dan lebih banyak terjadi pada lapisan yang keras dan lapisan rapuh.

Unsur –unsur sesar adalah hanging wall (atap sesar), yaitu bidang sesar yang terdapat di bagian atas bidang sesar, dan foot wall (alas sesar), yaitu bidang sesar yang berada di bagian bawah bidang sesar. Bidang sesar terbentuk akibat adanya rekahan yang mengalami pergeseran. Bentuk-bentuk sistem sesar adalah:

1. Sesar normal

2. Sesar balik (reverse)

3. Sesar peralihan (transform fault)

4. Oblique-slip fault

(27)

1. Sesar Mendatar (Strike-slip fault),merupakan sesar dengan bidang blok

yang bergerak relatif mendatar/ horizontal satu sama lain. Jenis ini ada dua macam, yaitu:

 Sesar mendatar menganan (right lateral-strike slip fault),arah ge

rakan sesar mendatar searah jarum jam.

 sesar mendatar mengiri (left lateral-strike slip fault), arah gerakan

sesar mendatar berlawanan arah jarum jam.

2. Sesar tidak mendatar, merupakan sesar yang bergerak relatif horizontal

atau vertikal.sesar ini terdiri dari tiga jenis,yaitu:

 Sesar naik (Thrust fault/ reverse fault), sesar dengan bidang

hanging wall (bidang atas) relatif bergerak naik terhadap foot wall (bidang alas), dengan kemiringan bidang sesar yang besar. Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus. Karena

merupakan sesar turun dan sesar naik yang bergerak vertikal, maka sering disebut dengan sesar dip-slip.

 Sesar turun (Normal fault), yaitu sesar dimana pergerakan

hanging wall bergerak relatif turun terhadap bidang foot wall,

bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar.

 Sesar miring ( Oblique fault), yaitu sesar dengan pergerakan

(28)

A) sesar mendatar B) sesar miring

C) sesar naik D) sesar normal

Gambar 2.12. Jenis-Jenis Sesar (sumber: USGS)

Adanya perbedaan jenis sesar ini juga mempengaruhi bentuk morfologi permukaan bumi. Terbentuknya pegunungan dan lembah merupakan akibat proses dari pergerakan lempeng tektonik di bawah permukaan bumi. Pergerakan lempeng yang terjadi di dasar laut inilah yang dapat menimbulkan terjadinya gelombang tsunami.

2.16.DASAR PEMODELAN TSUNAMI

Untuk memahami penyebaran gelombang tsunami terdapat beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran, yaitu:

2.16.1.Teori Shallow- Water Wave (Teori Dangkal)

(29)

Dalam teori ini percepatan vertikal dari partikel air dapat diabaikan, karena percepatan ini sangat kecil dibandingkan dengan percepatan gravitasi bidang (gravity-field) dan mempertimbangkan juga mengenai persebaran gelombang. Teori ini dapat diaplikasikan ketika kedalaman relatif kecil terhadap panjang gelombang dan komponen vertikal tidak mempengaruhi distribusi tekanan yang diasumsikan sebagai tekanan hydrostatic. Gelombang air dangkal (Shallow-water wave) dapat diterangkan dengan mengambil sistem koordinat kartesian 2D, dimana sumbu z merupakan vertical upward yang mana merupakan sebagai titik asal dari terganggunya permukaan air.

Ketika bagian horisontal yang merupakan panjang gelombang, lebih besar

dari kedalaman air (λ>>d), maka percepatan vertikal dari gelombang sangat kecil dibandingkan dengan gravitasi. Hal ini dapat diartikan bahwa pergerakan massa air secara vertikal hampir seragam dari atas hingga bawah. Oleh karena itu gelombang ini disebut long wave atau shallow-water wave.

Jika kedalaman air diasumsikan dengan d adalah konstan, maka persamaan gelombangnya dapat dituliskan seperti persamaan:

c = ��� (2.7)

dimana kecepatan dari gelombang hanya dipengaruhi oleh kedalaman air (khosimura,2007).

(30)

2.16.2.Teori Gelombang Permukaan

Terdapat hubungan matematik antara karakteristik panjang gelombang (L), peroda (T) dan tinggi gelombang (H) terhadap kecepatan gelombang dan energi gelombang dilaut dalam. Pertama, kecepatan gelombang (C). Kecepatan gelombang ditentukan dari waktu yang diberikan untuk panjang gelombang yang melewati titik tertentu, yaitu :

C = L/T (2.8)

Gambar 2.14. Karakteristik Gelombang (Prof. Stephen N)

Dua istilah yang ditemukan dalam literatur oseanografi adalah bilangan

gelombang, k, dimana k = 2π/T. Kecepatan Gelombang di Laut Dalam dan

Perairan Dangkal perlu diperhatikan, bahwa kecepatan gelombang yang telah disebutkan diatas adalah untuk gelombang yang berjalan di laut dalam. Di perairan dangkal, kedalaman air berpengaruh pada kecepatan gelombang, kecepatan gelombang dapat dinyatakan dalam persamaan :

C =

�� 2�

���ℎ

2��

(2.9)

Dimana :

C = kecepatan gelombang (m/s) g = gravitasi (9.8 m/s2

L = panjang gelombang (m) )

(31)

tanh = tangenhiperbolik d = kedalaman (m)

Asumsi-Asumsi Dalam Teori Gelombang Permukaan. Teori gelombang sederhana diasumsikan sebagai berikut :

1. Bentuk gelombang adalah sinusoidal.

2. Amplitudo gelombang sangat kecil dibanding dengan panjang

gelombang dan kedalaman air.

3. Viskositas dan tegangan permukaan diabaikan.

4. Gaya koriolis yang keduanya bergantung pada rotasi bumi dapat

diabaikan.

5. Gelombang tidak didefleksi oleh daratan atau penghalang yang lain.

Gambar 2.15. Kecepatan Gelombang Air Dangkal

Di dalam air dangkal tangenhiperbolik 2��/� adalah 2��/L. Kecepatan air dangkal dapat disederhanakan menjadi:

C =

�� 2�

(

2��

)

(2.10)

C = ��� (2.11)

(32)

rambat gelombang. Hal ini terjadi karena pengaruh dasar laut yang semakin mendangkal (shoaling). Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut sehingga gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan ketika melintasi kedalaman yang berbeda-beda. Ketika memasuki perairan pantai (perairan dangkal), tsunami akan mengalami perlambatan. Berkurangnya kecepatan tsunami disebabkan karena adanya topografi pantai yang mendangkal dan gesekan dasar laut. Gelombang yang tertahan karena perlambatan ini akan menumpuk dengan gelombang-gelombang yang datang berikutnya, sehingga tinggi gelombang bertambah tinggi. Gambaran mengenai perubahan ketinggian gelombang tsunami dari laut dalam menuju laut dangkal diperlihatkan pada Gambar 2.16 di bawah ini.

Gambar 2.16. Perubahan Tinggi Gelombang Menuju Pantai

Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat merambat menyeberangi samudera tanpa banyak kehilangan energi. Energi dari tsunami merupakan perkalian antara tinggi gelombang dengan kecepatannya. Nilai energi ini selalu konstan, yang berarti tinggi tsunami berbanding terbalik terhadap kecepatannya. Energi yang dikandung gelombang tsunami tidak berkurang banyak. Hal ini sesuai dengan hubungan laju energi yang hilang pada gelombang

(33)

2.17.PENENTUAN PARAMETER SUMBER TSUNAMI

Pemodelan tsunami yang digunakan untuk memprediksi waktu tiba tsunami di wilayah Pulau Nias ini ini mengacu pada model sumber gempa bumi yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 dengan magnitude 8,6 SR. Parameter gempabumi untuk model sumber pertama mengacupada kejadian tsunami yang pernah terjadi di Samudra Hindia di Pantai Barat Sumatra. Selanjutnya adalah memasukkan parameter input kegempaan dan input data topografi darat dan laut ke dalam program numerik yang menggunakan dasar teori perairan dangkal (shallow water theory).

Tabel parameter kegempaan untuk gempa Nias 28 Maret 2005

Parameter gempabumi Model 1 Model 2

Koordinat pusat gempa 1.64 LU 96.98 BT

1.64 LU 96.98 BT

Panjang patahan (km) 573 573

Lebar patahan (km) 149 149

Kedalaman (km) 25 25

Strike (°) 329 130

Dip (°) 7 83

Rake (°) 109 88

Slip (m) 3 3

Magnitudo (SR) 8.6 8.6

2.17.1.Propagasi Tsunami

(34)

2.17.2.Persamaan Gelombang Tsunami Yang Digunakan Dalam Model

Model Tsunami yang digunakan hanya dibangkitkan oleh pergerakan dasar laut akibat gempa bumi. Persamaan gerak gelombang yang digunakan adalah persamaan gerak gelombang panjang suku-suku linier. Persamaan tersebut dianggap cukup mewakili karena model tsunami dalam penelitian ini berjenis “Near Fields Tsunami” dengan jarak antara pembangkit tsunami dengan pantai cukup dekat yaitu kurang dari 2000 km. Selain itu, suku gesekan dasar dalam hitungan ini diabaikan pengaruhnya. Hal ini disebabkan suku gesekan dasar merupakan salah satu suku-suku non-linier pada persamaan gerak gelombang panjang. Persamaan berikut merupakan persamaan dasar penjalaran gelombang tsunami yang digunakan (Imamura, 1994) :

Persamaan yang digunakan untuk tsunami adalah persamaan berikut:

��

(35)

Dimana x dan y adalah sumbu horizontal dan z adalah sumbu vertikal, t waktu, � perpindahan partikel dari permukaan air, g percepatan gravitasi. D adalah total

kedalalaman air yang diberikan oleh h(x,y) + �, dan M dan N adalah komponen dari pelepasan fluks dalam arah sumbu x dan sumbu y.

M = ∫ ���−ℎ� = ū(�+ℎ) = uD (2.15)

persamaan perubahan air dalam arah x (debit)

N = ∫ ���−ℎ� =�̅ (�+ℎ) = vD (2.16)

persamaan perubahan air dalam arah y (debit)

Gambar 2.17. Total Kedalaman Air

Keterangan :

D : kedalaman total perairan yang diberikan oleh h + � (m) � : elevasi permukaan air terhadap Mean Sea Level (m) h : kedalaman air dari dasar sampai Mean Sea Level (m) t : waktu (detik)

g : percepatan gravitasi bumi (m/detik2

A : Viskositas Eddy horizontal (diasumsikan konstan terhadap ruang) )

u,v : kecepatan partikel dalam arah x- dan y- )

τx,τy

z,y,x : sistem koordinat tiga dimensi : gesekan dasar pada arah x- dan y-

(36)

2.17.3.Persamaan Perambatan Gelombang Tsunami

Gelombang tsunami juga disebut sebagai gelombang gravity dikarenakan komponen vertikal dari gelombang ini sangat kecil dibandingkan dengan pengaruh gaya gravitasi. Dalam koordinat kartesian penjalaran gelombang dalam arah x dapat ditulis h = a cos(kx-ωt) dimana a adalah amplitude, k adalah bilangan

gelombang, dan ω frekuensi anguler, sehingga kecepatan fase gelombang dapat dituliskan;

=

=

���ℎ ���

1 2

=

��

2�

���ℎ

2��

1 2

(2.17)

Dan untuk kecepatan horizontal dan vertikal adalah berturut-turut sebagai berikut:

=

��

���ℎ (�(�+�))

���ℎ��

���

(

�� −

��

)

(2.18)

=

��

���ℎ (�(�+�))

���ℎ��

���

(

�� −

��

)

(2.19)

2.18. INSTRUMENTASI DALAM SISTEM PERINGATAN DINI

TSUNAMI

(37)

Di dalam hal persiapan menghadapi terjadinya bencana, maka suatu peralatan yang canggih sangat diperlukan. Pada gambar 2.18 ditunjukkan peralatan instrumentasi yang diperlukan untuk merekan semua gejala alam yang terjadi. Sistem di atas akan berlandaskan pada sebuah platform sensor yang terbuka seperti :

1. Gempa Bumi – terdeteksi dengan adanya gelombang Seismik 2. Muka Laut – Tide Gauge, Buoys

3. Dasar Laut – Sensor-Sensor Tekanan

4. Pergeseran Tanah – Pemonitoran Stasiun-Stasiun GPS

Pada gambar 2.18 di atas menunjukkan peralatan instrumentasi yang di pasang terintegrasi untuk membentuk suatu sistem yang dapat mengumpulkan data peristiwa yang diakibatkan oleh aktivitas lempeng tektonik. Sensor tekanan

(pressure sensor) diletakkan di dasar laut untuk dapat mendeteksi adanya tekanan akibat tumbukan lempeng. Di atas permukaan laut terdapat alat yang namanya

GPS Buoys, yang berfungsi untuk mengukur perubahan permukaan laut di tengah lautan. Di daerah Pantai terpasang tide gauge untuk mengukur level ketinggian air

laut di pantai. Jika gelombang tsunami sampai ke pantai dimana terdapat tide gauge, maka alat ini akan mencatat perubahan level air laut. Seismometer

berfungsi untuk menangkap sinyal seismik yang terbentuk akibat terjadinya getaran akibat tumbukan lempeng. Data yang direkam oleh peralatan ini akan dikirim melalui komunikasi satelit. Data tersebut dikirim ke pusat pengamatan tsunami dan akan diolah untuk memberikan keputusan apakah gempa berpotensi tsunami

Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario pemodelan yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan “INFO PERINGATAN TSUNAMI”. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, Buoy, Ocean Bottom Unit, Tide Gauge)

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan taufiq dan hidayah Nya dalam memberikan ilmu dan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis dalam

Yohanes Nico, Majelis Jemaat GPIB &#34;Immanuel&#34; Depok khususnya sektor pelayanan Marturia I, yang telah memberikan pelayanan Ibadah Penghiburan, Ibadah

Teori sistem mempunyai beberapa manfaat yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah didalam suatu kegiatan lain seperti pembelian barang, penjadwalan mata kuliah,

Perpustakaan merupakan tempat yang dapat memenuhi kebutuhan akan informasi, oleh karena itu perpustakaan dituntut untuk mampu menyimpan, mengolah data serta melayani pemakai

[r]

Masalah terdapat dalam peristiwa-peristiwa yang menyusun jalannya cerita; sedangkan tema sebuah karya sastra dapat disimpulkan dari keseluruhan cerita.. Kata tema berasal dari

BAB II: Membahas tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, perencanaan dan pelaksanaan KTSP yang meliputi penyusunan dan pelaksanaan KTSP, kurikulum dan pembelajaran yang

Bila dilihat dari apa yang sudah dilakukan responden untuk faktor-faktor produksi sepertii pemilihan lokasi – khususnya di desa Jayakarsa -, penyimpanan areal