1
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
LAPORAN TUGAS AKHIR
PENGARUH INVESTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
TERHADAP PERTUMBUHAN TENAGA KERJA SERTA PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP KEBUTUHAN AKAN HUNIAN
DENGAN METODE SISTEM DINAMIK DAN APLIKASI POWERSIM (STUDI KASUS: KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA)
Oleh :
REZZA MUNAWIR NIM. 25414047
PEMODELAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (PL 6106) Dosen: Dr. Ir. Iwan Pratoyo Kusumantoro, MT
MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
PENGARUH INVESTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
TERHADAP PERTUMBUHAN TENAGA KERJA SERTA PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP KEBUTUHAN AKAN HUNIAN
DENGAN METODE SISTEM DINAMIK DAN APLIKASI POWERSIM
(STUDI KASUS: KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA)1
Rezza Munawir NIM : 25414047
email: rezza.munawir@s.itb.ac.id
1. Pendahuluan
Pembangunan wilayah adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mengembangkan wilayah agar
berkembang secara fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan (Firman, 2009). Pembangunan yang dimaksud
tidak hanya membangun dan mengembangkan suatu wilayah saja, namun juga mempertimbangkan adanya
keterkaitan antara ruang dalam suatu wilayah tersebut. Keterkaitan tersebut adalah fungsi dari keberadaan
infrastruktur, terutama sistem transportasi. Sistem transportasi bertugas untuk mendukung keseluruhan system
kegiatan ekonomi dengan memfasilitasi kegiatan ekonomi pada ranah geografis dan untuk mengintegrasikan
seluruh sistem ekonomi tersebut (Linneker dan Spence, 1996 dalam Handidevi, 2014).
Sistem transportasi menciptakan aksesibilitas pergerakan manusia, barang, maupun jasa yang lebih mudah
dan memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan ekonomi, sosial, serta sektor lainnya. Aksesibilitas
merupakan elemen penting karena dapat mempengaruhi kenaikan nilai tanah dimana beberapa atau semua
kenaikan dalam nilai tanah yang dihasilkan dari peningkatan aksesibilitas dapat ditangkap untuk mengembalikan
biaya modal investasi transportasi (Medda, 2012). Wilayah yang memiliki akses lebih baik ke pasar, cenderung
akan mendapatkan kesempatan yang lebih besar dalam kesuksesan ekonomi. Dengan demikian, tingginya
aksesibilitas dapat menimbulkan tingginya potensi ekonomi yang dimiliki suatu wilayah yang dicerminkan dengan
besarnya potensi kegiatan ekonomi yang berada dalam batas-batas tertentu (jarak maupun waktu tertentu), dimana
besarnya kegiatan akan menurun seiring dengan bertambahnya jarak maupun waktu antar lokasi. Upaya
peningkatan aksesibilitas wilayah dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan jaringan jalan maupun
penghubung antar wilayah tersebut, seperti jembatan atau terowongan.
Di Indonesia, pertumbuhan perekonomian diikuti dengan permasalahan peningkatan mobilitas manusia,
barang, dan jasa yang masih belum terakomodasi oleh moda transportasi yang ada, salah satunya mobilitas
pergerakan antara pulau Jawa dengan Sumatera. Permasalahan mobilitas berdampak pada tingginya biaya dan
waktu pengiriman logistik, yang mempengaruhi langsung pada tingginya biaya produksi. Selain itu, cuaca yang
3
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
kurang bersahabat juga berpengaruh pada terganggunya layanan penyeberangan. Di sisi lain, moda transportasi
penyeberangan antara Jawa dan Sumatera saat ini hanya dilayani oleh kapal ferry, ditambah fasilitas pelabuhan
yang kurang memadai menyebabkan antrian panjang kendaraan yang akan menyeberang di pelabuhan. Sehingga
bermula pada tahun 2002, Pemerintah Provinsi Lampung dan Banten menyepakati gagasan pembangunan
infrastruktur penghubung pulau Jawa dan Sumatera, yaitu dengan membangun Jembatan Selat Sunda (Gubernur
Banten dalam Seminar Mengenai Dampak Dan Perkembangan Jembatan Selat Sunda, 2013), yang hingga akhirnya
dikeluarkan Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur
Selat Sunda yang mengamanatkan penyiapan proyek pengembangan Kawasan Strategis Infrastruktur Selat Sunda
oleh Badan Usaha Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (BUKSISS) dalam bentuk Konsorsium Banten
dan Lampung.
Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) merupakan bagian terpenting dalam pengembangan Kawasan
Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS), khususnya dalam menciptakan kawasan infrastruktur yang
terintegrasi dengan berbagai prasarana utama seperti jalan tol, rel kereta api, jaringan utilitas, sistem navigasi
pelayaran serta energi terbarukan. Pengembangan KSISS merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan JSS.
Pada perkembangannya, upaya pengembangan kawasan strategis ini akan dilakukan guna mendukung pembiayaan
pembangunan JSS yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga, untuk mewujudkannya diperlukan
kerjasama antara pemerintah dengan swasta.
Mekanisme kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) akan dilakukan dengan cara pihak swasta akan
membiayai pembangunan infrastruktur berupa jaringan jalan dan jembatan dan kemudian memperoleh keuntungan
dari meningkatnya nilai lahan terkait dengan pembangunan tersebut, antara lain dengan tumbuhnya kota baru,
terciptanya aglomerasi ekonomi, dan pertumbuhan lainnya, serta mayoritas pendapatan bersih berasal dari bisnis
properti dan pembangunan terpadu jaringan jalan dan jembatan beserta wilayah layanannya.
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan land value capture
finance (LVC). LVC sering dianggap sebagai metode alternatif dari peningkatan pendapatan yang digunakan
untuk pembiayaan sistem transportasi perkotaan (Medda, 2012). Sedangkan, CTS Minnesota (2009) menyatakan
bahwa value capture adalah salah satu jenis pembiayaan publik yang mampu menggantikan beberapa atau seluruh
nilai yang akan dibangkitkan oleh infrastruktur publik untuk pemilik lahan (pihak swasta)(Andani et al). Investasi
publik, seperti halnya infrastruktur transportasi, bangunan, dan fasilitas sekolah dapat meningkatkan penyerapan
tenaga kerja serta nilai lahan di sekitarnya sehingga menghasilkan keuntungan bagi pemilik tanah swasta. Dalam
kaitannya dengan proyek pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, maka diperlukan kajian
4
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
terhadap pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Skema value capture dan pertumbuhan tenaga kerja tersebut akan
dianalisis menggunakan pemodelan Sistem Dinamis.
Sistem dinamis dalam relevansinya dengan kegiatan ini adalah untuk memodelkan peningkatan nilai lahan
dan pergerakan barang dan penumpang dengan skenario pengembangan kawasan-kawasan potensial di Provinsi
Lampung dan Banten serta Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Selain itu, penulis Dengan menggunakan pemodelan
dinamika sistem, lahan dan arus pergerakan (komoditas dan orang) akan dimodelkan untuk mengetahui profit yang
akan diperoleh investor dengan terbangunnya Jembatan Selat Sunda dan pengembangan kawasan-kawasan
potensial.
2. Tinjauan Literatur 2.1 Value Capture
Teori ekonomi menunjukkan orang bersedia membayar premi untuk hidup, bekerja, makan atau bermain
di tempat-tempat yang menyediakan fasilitas, ceteris paribus. Fasilitas ini bisa dikapitalisasi ke dalam nilai tanah
yang mendukung kegiatan tersebut. Diterapkan pada bidang perencanaan transportasi, teori menunjukkan bahwa
aksesibilitas yang disediakan oleh sistem transit harus meningkatkan nilai properti yang berdekatan dengan
stasiun. Mekanisme value capture berusaha untuk mengidentifikasi dan menangkap nilai ini meningkat.
Mekanisme value capture yang biasa digunakan untuk mendanai perjalanan meliputi: pengembangan bersama
lahan publik kawasan stasiun (termasuk penjualan atau sewa hak udara di atas fasilitas transit seperti stasiun atau
jalur rel), retribusi penilaian oleh Special Assessment District (SAD), pajak properti capture kenaikan melalui Tax
Increment Financing (TIF) kabupaten, dan biaya dampak transit. Sementara literatur yang masih ada telah secara
ekstensif menunjukkan dampak nilai properti dari investasi transit, dokumen penelitian yang sangat sedikit dan
menganalisa kecukupan, stabilitas dan pertumbuhan mekanisme pendanaan tersebut (Shishir Mathur and
AdamSmith, 2013).
Land value capture finance (LVC) sering dianggap sebagai metode alternatif terhadap peningkatan
pendapatan untuk sistem transportasi perkotaan. Dasar asumsinya adalah untuk memulihkan biaya modal dari
investasi transportasi dengan menangkap beberapa atau semua kenaikan nilai tanah akibat peningkatan
aksesibilitas. Dengan demikian, aksesibilitas dimasukkan dalam kerangka keuangan nilai tanah, yang mana
menghubungkan manfaat dari investasi transportasi ke dalam biaya. Pendekatan ini memiliki literatur yang luas
5
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
2.2 Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda 2.2.1 Pembangunan Jembatan Selat Sunda
Jembatan Selat Sunda
(JSS) merupakan inti dari
pengembangan Kawasan Strategis
dan Infrastruktur Selat Sunda. JSS
rencananya akan dibangun di
Provinsi Lampung dan Banten
dengan spesifikasi panjang 29 km
dan lebar 60 m. Rencana
pembangunan JSS tidak hanya
terdiri dari pembangunan jalan tol
saja, melainkan juga dilengkapi
dengan prasarana lainnya seperti
rel kereta api, jaringan utilitas,
sistem navigasi pelayaran dan infrastruktur lainnya, termasuk energi terbarukan yang terintegrasi (Perpres No. 86
Tahun 2011). Persiapan pembangunan Jembatan Selat Sunda telah dimulai dan anggaran pembangunan telah
direncanakan di dalam MP3EI. Di dalam dokumen tersebut, anggaran biaya yang diperlukan untuk membangun
Jembatan Selat Sunda adalah sebesar Rp. 150 triliun, atau setara dengan US$ 15 miliar. Jumlah tersebut merupakan
satu angka yang besar, sehingga proyek pembangunan jembatan untuk mendukung Kawasan Strategis dan
Infrastruktur Selat Sunda ini diharapkan mampu memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian nasional,
selain bermanfaat secara langsung sebagai prasarana penghubung yang mendukung kegiatan transportasi dan
logistik Pulau Jawa dan Sumatera. Dengan keberadaan JSS, hanya diperlukan waktu tempuh 30 menit
dibandingkan dengan 2-3 jam jika menggunakan kapal ferry.
Berdasarkan hasil kajian Bappenas, dengan adanya pembangunan Jembatan Selat Sunda, Pulau Jawa
diperkirakan akan mengalami loncatan pertumbuhan dari 4.5% pertahun menjadi sekitar 5.7% per tahun
(2014-2030). Sementara Pulau Sumatera akan mengalami loncatan pertumbuhan dari 4.9% per tahun menjadi 8.8% per
tahun pada periode yang sama. Kajian Bappenas tersebut memerlukan pendalaman lebih lanjut khususnya pada
level region mikro dan sub-region (region satelit) di masing-masing region mikro. Secara khusus diperlukan
pendalaman lebih lanjut bagaimanakah pengaruh limpahan masing-masing daerah akan saling berpengaruh satu
6
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
2.3.2 Rencana Pengembangan Kawasan Potensial
Untuk dapat
menstimulasi perkembangan di
sekitar wilayah kaki Jembatan
Selat Sunda, sekaligus sebagai
upaya untuk mendukung
pembiayaan pembangunan JSS,
maka direncanakan beberapa
pemgembangan kawasan
potensial atau terpilih. Pemilihan
kawasan potensial tersebut
didasarkan pada RTRW Provinsi
Banten dan Lampung. Dalam
Rencana Tata Ruang Nasional
(RTRWN), disebutkan bahwa
Kawasan Selat Sunda merupakan
Kawasan Strategis Nasional yang
memiliki peran penting dalam hal
ketahanan ekonomi,
sosial-budaya serta lingkungan.
Pengembangan KSN Selat Sunda
dilakukan secara terpadu antara
infrastruktur dan lingkungan
pendukung, sebagaimana
tertuang dalam Masterplan
Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI).
Implementasi program MP3EI
yang terkait dengan KSN Selat Sunda dipertegas melalui Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan
Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda dengan Jembatan Selat Sunda (JSS) sebagai infrastruktur utama.
Gambar 2.2 Clustering Potensi Ekonomi di KSN Selat Sunda (Presentasi Wamen PU, 2012)
7
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Strategi yang dilakukan dalam membangun konektivitas Provinsi Lampung dan Banten (Bahah paparan
Pembangunan Kawasan Strategis, A. Hermanto Dardak (Wakil Menteri Pekerjaan Umum, 2012), antara lain pada
Provinsi Lampung dilakukan dengan cara memanfaatkan energi lokal dan sumber daya alam, kota industri yang
terintegrasi dengan pembangunan JSS, dan meningkatkan kapasitas jaringan listrik dan pasokan air. Kemudian,
stratetgi yang dilakukan pada JSS yaitu dengan menghubungkan Lampung dan Banten sebagai satu kawasan yang
terintegrasi, memaksimalkan local content untuk pembangunan jembatan, serta transfer teknologi pembangunan
jembatan & manajemen proyek skala besar. Sedsangkan, strategi yang diterapkan pada Provinsi Banten yaitu
menjadikan Banten sebagai Kota PINTAR dan ramah lingkungan, menurunkan beban listrik, dan industri yang
ramah lingkungan.
2.3 Pembangunan JSS, Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau
perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah
kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pembangunan
infrastruktur dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk investasi pula. World Bank (1994) dalam Handinidevi (2014)
menyatakan bahwa elastisitas Produk Domestik bruto (PDB) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara
0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1 (satu) persen ketersediaan infrastruktur
akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7-44%.
Sedangkan, hubungan antara pertumbuhan PDB dengan angka pengangguran dikenal sebagai Hukum
Okun, yaitu setiap peningkatan satu persen pengangguran akan menurunkan PDB 2,5 persen (Lipsey (1992) dalam
Anonim, USU). Selain itu, menurut Kementerian Pekerjaan Umum setiap investasi 1 trilyun akan mampu
menyerap 30.000 hingga 35.000 tenaga kerja. Oleh karena itu, pembangunan JSS diharapkan dapat bermanfaat
selain untuk mengembangkan kawasan ekonomi baru, mempercepat perkembangan Pulau Sumatera, dan
mengurangi sentralisasi ekonomi di Pulau Jawa, namun juga dapat bermanfaat dalam menciptakan kesempatan
kerja. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi di semua sektor diharapkan akan berdampak pada tingkat permintaan
yang tinggi terhadap tenaga kerja. Tingkat permintaan yang tinggi terhadap tenaga kerja mempunyai arti penting
bagi pembangunan karena dapat membantu mengurangi masalah pengangguran, pengentasan kemiskinan dan
upaya perbaikan ekonomi.
2.3 Pembangunan JSS dan Peningkatan Kebutuhan Hunian
Pembangunan JSS diharapkan akan memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan perekonomian
8
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
pembangunan JSS disinyalir akan menarik banyak investasi untuk pembangunan, sehingga kawasan sekitarnya
akan semakin berkembang. Kondisi ini tentunya akan menarik perhatian banyak orang untuk bermigrasi ke sekitar
kawasan JSS tersebut, baik yang ingin berinvestasi maupun mencari pekerjaan, sehingga kebutuhan hunian
penduduk akan semakin meningkat. Diasumsikan sebanyak 60% dari pertumbuhan penduduk setiap tahunnya di
Provinsi Banten dan Lampung akan membangun hunian baru, dan sebesar 40% didalamnya adalah kalangan
menengah ke atas. Hal ini disebebkan oleh angka kemiskinan yang cukup tinggi di kedua provinsi, yaitu 14,28%
di Lampung dan 5,35% di Banten, sehingga akan mempengaruhi daya beli hunian baru.
3. Metode Penyusunan Karya Tulis 3.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan karya tulis ini data sekunder, yaitu data yang digunakan oleh
para peneliti terdahulu dalam menjalankan model ini. Bentuk pengumpulan data yang kedua adalah melalui
pengumpulan literatur (desk study). Pengumpulan literatur mencakup teori – teori yang relevan dengan tema kegiatan, serta rangkuman atau review dari studi – studi terdahulu, beserta referensi peraturan perundangan.
3.2 Metode Analisis Data
Metoda analisis yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah pemodelan dinamika sistem untuk mengetahui
dinamika wilayah saat sebelum dan sesudah dibangunnya JSS serta setelah dikembangkannya kawasan-kawasan
potensial.
Kelayakan pembiayaan pembangunan JSS akan ditinjau dari variabel penerimaan yang diperoleh oleh
investor. Pemodelan dinamika sistem ini disusun dengan mempertimbangkan aspek nilai lahan dan pergerakan
serta dampaknya pada penyerapan tenaga kerja yang akan terjadi dengan menggunakan skenario pembangunan
infrastruktur pendukung dan pengembangan beberapa kawasan potensial. Dengan demikian, pemodelan dinamika
sistem ini digunakan empat jenis submodel, yaitu submodel pergerakan, nilai lahan, investasi, dan tenaga kerja.
4. Pemodelan Dinamika Sistem 4.1 Konseptualisasi Sistem
Dalam studi ini, dipergunakan diagram sebab akibat (causal loop) untuk membuat konseptualisasi sistem
model pengembangan kawasan terintegrasi di sekitar Jembatan Selat Sunda. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa
diagram umpan balik memiliki banyak umpan balik (feedback loop) yang bernilai negatif. Hal ini menandakan
9
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
seimbang, maka akan berakibat pada satu atau lebih variabel yang terus meningkat atau menurun tanpa ada
batasnya.
Pada Gambar 4.1, terdapat tiga belas umpan balik (loop) dengan nilai tertentu. Berikut adalah penjelasannya, Loop 1: Loop ini menggambarkan hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS, kebutuhan lalu lintas, dan
gap penyediaan JSS. Meningkatnya arus pergerakan melalui JSS akan meningkatkan kebutuhan lalu lintas di
JSS, kebutuhan lalu lintas ini akan meningkatkan gap dari penyediaan JSS. Yang dimaksud dengan gap
penyediaan JSS adalah selisih antara kapasitas JSS dan beban lalu lintas atau pergerakan kendaraan yang
melalui JSS. Gap penyediaan JSS ini jika semakin besar akan menurunkan pergerakan melalui JSS. Besarnya
gap penyediaan ditunjukkan oleh mulai menurunkan kecepatan kendaraan akibat banyaknya kendaraan yang
melalui JSS. Loop ini bersifat negatif karena saling menyeimbangkan antarvariabelnya.
Loop 4: Loop ini menunjukkan hubungan antara variabel nilai lahan, initial cost, investasi, dan infrastruktur pendukung. Loop ini memiliki nilai positif karena bersifat saling meningkatkan antarvariabelnya. Penerimaan
yang berasal dari peningkatan nilai lahan akan meningkatkan penerimaan total yang diperoleh pihak swasta
maupun pemerintah, semakin besar nilai initial cost maka akan meningkatkan peluang untuk berinvestasi.
Investasi tersebut bisa dalam bentuk infrastruktur pendukung dimana dengan ketersediaan infrastruktur
pendukung, maka akan meningkatkan nilai lahan kawasan secara signifikan.
Loop 5: loop ini menunjukkan hubungan antara variabel nilai lahan, initial cost, investasi, dan pengembangan kawasan. Sama halnya dengan loop 4, pada loop ini nilai lahan di kawasan tersebut meningkat secara alami.
Loop ini bersifat positif karena saling meningkatkan antar variabelnya.
Loop 6: loop ini menunjukkan hubungan antara variabel pengembangan kawasan, pertumbuhan penduduk, infrastruktur pendukung, nilai lahan, dan investasi. Adanya pengembangan kawasan akan meningkatkan
pertumbuhan penduduk akibat meningkatnya angka imigrasi. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan
penduduk akan mengurangi ketersediaan infrastruktur pendukung. Di lain pihak, keberadaan infrastruktur
pendukung sendiri akan meningkatkan nilai lahan kawasan dan meningkatkan initial cost atau total penerimaan
untuk pemerintah maupun swasta. Initial cost ini selanjutnya akan meningkatkan peluang dan besar investasi
untuk pengembangan kawasan potensial.
Loop 7 : loop ini menunjukkan hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS, penerimaan JSS (jalan tol),
initial cost, penerimaan pemerintah, alokasi peningkatan kinerja prasarana publik, kapasitas JSS, dan gap
penyediaan JSS. Pergerakan melalui JSS akan meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pengenaan tarif
jalan tol pada kendaraan. Selanjutnya meningkatnya penerimaan pemerintah ini akan meningkatkan alokasi
10
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Peningkatan alokasi anggaran ini akan meningkatkan kinerja JSS, dalam hal ini dari segi kapasitasnya sehingga
gap penyediaan JSS pun berkurang. Loop ini bersifat negatif karena terdapat sifat penyeimbang. Pada studi ini,
variabel yang meliputi penerimaan pemerintah dan alokasi peningkatan kinerja prasarana publik tidak secara
spesifik.
Gambar 4.1 Diagram Sebab-Akibat Model Kawasan Terintegrasi
Loop 8: loop ini menggambarkan hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS, penerimaan dari jalan tol,
initial cost, investasi, dan pengembangan kawasan potensial. Pergerakan melalui JSS akan meningkatkan
penerimaan dari jalan tol yang kemudian akan meningkatkan initial cost atau total penerimaan. Initial cost akan
meningkatkan investasi untuk pengembangan kawasan potensial.
Loop 9 adalah loop reinforcing yang menggambarkan pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap peningkatan kebutuhan akan hunian, yang akan menstimulus investasi di bidang perumahan.
Loop 10 adalah loop umpan balik reinforcing (positif) yang mempengaruhi penduduk akibat imigrasi. Dengan faktor imigrasi konstan, peningkatan populasi menyebabkan imigrasi yang lebih besar, menyebabkan
11
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Loop 11 adalah loop umpan balik reinforcing yang menampilkan efek dari angka kelahiran dalam populasi. Dengan faktor kesuburan konstan, peningkatan populasi mengarah ke angka kelahiran yang lebih tinggi,
menyebabkan peningkatan pada populasi.
Loop 12 adalah loop balancing (negatif) tanggapan menampilkan efek kematian pada populasi. Mengingat harapan hidup yang konstan, peningkatan pada populasi menyebabkan peningkatan pada kematian, yang
mengurangi populasi.
Loop 13 adalah loop umpan balik balancing (negatif) menggambarkan pengaruh emigrasi pada populasi. Mengingat faktor emigrasi konstan, peningkatan populasi menyebabkan emigrasi yang lebih besar, yang
mengurangi populasi.
Loop 14 adalah loop umpan balik reinforcing yang menampilkan pertumbuhan investasi akan berdampak pada kenaikan PDB yang akan berdampak pada pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja
yang bermigrasi ke kawasan JSS akan berdampak pada pertumbuhan penduduk yang lebih cepat.
Berdasarkan konseptualisasi sistem tersebut, dapat dilihat bahwasanya penerimaan total atau initial cost
yang akan mempengaruhi investasi pemerintah maupun swasta berasal dari penerimaan jalan tol dan penerimaan
dari peningkatan nilai lahan. Penerimaan jalan tol dipengaruhi oleh jumlah kendaraan yang melalui JSS yang
bergantung pada kapasitas JSS dan juga jumlah kendaraan yang melalui Jawa – Sumatera dan sebaliknya.
Sementara peningkatan nilai lahan dipengaruhi oleh keberadaan infrastruktur pendukung dan pengembangan
kawasan potensial di sekitar kawasan kaki Jembatan Selat Sunda.
4.2 Perumusan Model
4.2.1 Diagram Alir Submodel Pergerakan, Populasi, dan Kebutuhan Hunian
Diagram alir submodel pergerakan dan populasi menggambarkan bagaimana pergerakan melalui JSS
dipengaruhi oleh bangkitan dan tarikan yang berasal dari sekitar kawasan potensial yang dikembangkan dan
pertumbuhan penduduk di daerah provinsi Banten dan Lampung. Perhitungan bangkitan dan tarikan kawasan
didasarkan pada perhitungan luasan kawasan yang akan dikembangkan dan standar bangkitan dan tarikan di
beberapa kawasan potensial terpilih.
Diagram alir submodel pergerakan ini terhubung ke diagram alir submodel nilai lahan melalui hubungan
antara variabel pergerakan melalui JSS dan variabel nilai lahan dimana pergerakan melalui JSS memungkinkan
untuk membangkitkan kegiatan-kegiatan di sekitarnya dan meningkatkan nilai lahan kawasan potensial yang
berada di sekitar wilayah kaki JSS. Diagram alir submodel pergerakan juga terhubung ke diagram alir submodel
investasi melalui hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS dan variabel penerimaan dari jalan tol. Diagram
12
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.2 Diagram Alir Submodel Pergerakan dan Populasi peningkatan
bangkitan-tarikan kaw
pengembangan peningkatan
bangkitan-tarikan kawasan industri
peningkatan bangkitan-tarikan kawasan perkotaan
peningkatan bangkitan-tarikan kawasan pertanian peningkatan
13
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.3 Diagram Alir Submodel Bangkitan-Tarikan Kawasan Pertanian
Gambar 4.4 Diagram Alir Submodel Bangkitan-Tarikan Kawasan Industri bangkitan-tarikan
kawasan pertanian peningkatan
bangkitan-tarikan kawasan pertanian
trip rate kawasan pertanian
inisial bangkitan-tarikan kaw
pertanian
pemb agropolis sidomulyo
pemb agropolitan baros
pemb terminal agribisnis konversi waktu
trip rate kaw pertanian per tahun periode waktu
trend peningk bangk kaw
pertanian
tahun pengemb kawasan pertanian
bangkitan-tarikan kawasan industri peningkatan
bangkitan-tarikan kawasan industri
trip rate kawasan industri
inisial
bangkitan-tarikan kaw industri pemb agroindustri tj bintang trip rate kaw
industri
konversi waktu
tahun pengem kawasan industri trend peningk kaw
14
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.5 Diagram Alir Submodel Bangkitan-Tarikan Kawasan Wisata
Gambar 4.6 Diagram Alir Submodel Bangkitan-Tarikan Kawasan Perkotaan
bangkitan-tarikan kawasan wisata peningkatan
bangkitan-tarikan kawasan wisata
trip rate kawasan wisata
inisial bangkitan-tarikan kaw wisata
pemb agrotourism
pemb kota wisata
mancak pemb resort amankopi pemb resort amanpari pemb waterfront city pemb wisata kasemen konversi waktu
trip rate kaw wisata per th
tahun pengemb kaw wisata trend peningk kaw
wisata periode waktu bangkitan-tarikan kawasan perkotaan peningkatan bangkitan-tarikan kawasan perkotaan
trip rate kawasan perkotaan
inisial bangkitan-tarikan kaw
perkotaan
pemb cyber city
pemb expo city
pemb kaw pabuaran
pemb mixed used konversi waktu
trip rate kaw perkotaan per th
tahun pengembangan
kaw perkotaan trend peningk kaw
15
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Tabel 4.1 Kawasan Potensial di Sekitar Kaki Jembatan JSS
No. Lokasi Kawasan Jenis Kawasan Luasan (ha)
Provinsi Banten
1. Kep Kota Serang
Kecamatan Kasemen Waterfront City, Kasemen
Kawasan pengembangan wisata
402 2. Kep Kab. Serang
Kecamatan Baros
Agropolitan dan Terminal Agribisnis, Baros
Kawasan pengembangan
pertanian 365
3. Kep Kab. Serang Pabuaran Pendidikan dan Olahraga Pabuaran
Kawasan pengembangan
perkotaan 375
4. Kep Kab.Serang
Kecamatan Mancak Kota Wisata Mancak
Kawasan pengembangan
wisata 400
5. Kec. Anyer, Desa Desa Bunihara, Desa Anyar, Desa Kosambi Ronyok, Dan Desa Mekarsari (Kab. Serang)
Kawasan Sekitar Kaki Jembatan Anyer (Resort Amanpari)
Kawasan pengembangan
wisata 29
6. Kep Kota.Serang Kecamatan Kasemen
Kawasan Wisata dan Budaya Banten Lama Kasemen
Kawasan pengembangan
wisata 402
7. Kab.Serang
Kecamatan Cipocok Jaya Expo City
Kawasan pengembangan
perkotaan 200
8. Kota.Cilegon
Kecamatan Purwakarta Mixed Used
Kawasan pengembangan
perkotaan 56
9. Kab.Serang
Kecamatan Cipocok Jaya Cyber City
Kawasan pengembangan
perkotaan 200
Provinsi Lampung
10. Kep Lampung Selatan, Kec.Penengahan (Kab. Lampung Selatan)
Terminal Agribisnis Penengahan
Kawasan pengembangan pertanian
437 11. Kep Lampung Selatan,
Kecamatan Sidomulyo
(Kab. Lampung Selatan) Agropolis Sidomulyo
Kawasan pengembangan pertanian
480 12. Kep Lampung Selatan,
Desa Jatibaru, Kecamatan Tanjung Bintang (Kab. Lampung Selatan)
Agro Industri Tanjung Bintang
Kawasan pengembangan pertanian/industri
476
13. Kecamatan Bakauheuni, Desa Bakauheni (Kab. Lampung Selatan)
Kawasan Sekitar Kaki Jembatan Bakauheni (Resort Amankopi)
Kawasan pengembangan wisata
161,71
Sumber: Data Sekunder, Laporan penelitian terdahulu
Pergerakan melalui JSS juga diperkirakan melalui perhitungan jumlah penduduk. Jumlah penduduk pada
dasarnya dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi. Kelahiran dan
imigrasi mempengaruhi jumlah penduduk dan berperan sebagai penentu laju pertumbuhan penduduk. Sementara
kematian dan emigrasi mempengaruhi jumlah penduduk dengan berperan sebagai variabel yang menentukan laju
16
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Tabel 4.2 Demografi
Provinsi Rate
Imigrasi Emigrasi Kelahiran Kematian
Lampung 0.029 0.007 0.035 0.007
Banten 0.036 0.011 0.014 0.005
Sumber: BPS dan Bappenas, diolah
Pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi bangkitan dan tarikan yang berasal dari permukiman setempat.
Asumsi yang digunakan untuk bangkitan adalah 0,15 kendaraan / KK / hari untuk perumahan sederhana.
Berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah bangkitan-tarikan di kawasan, maka dapat diperkirakan jumlah
kendaraan yang akan menyeberang, baik dari arah Jawa maupun Sumatera. Asumsi jumlah kendaraan yang
melalui JSS:
a. kendaraan barang: 40% berpindah ke JSS, 60% tetap menyeberang dengan kapal ferry;
b. kendaraan penumpang: 80% berpindah ke JSS, 20% tetap menyeberang dengan kapal ferry.
Asumsi ini didasarkan pada proporsi kendaraan barang yang melalui jalur pelabuhan laut selama kurun waktu 2007 – 2012. Pembangunan JSS sendiri akan dilakukan selama kurun waktu 10 tahun sehingga asumsi di atas baru akan berlaku setelah tahun 2025.
Pergerakan kendaraan melalui JSS juga terbatas oleh adanya kapasitas JSS. Kapasitas JSS menunjukkan beban
lalu lintas yang dapat ditampung JSS. Berdasarkan studi dari METI, beban lalu lintas maksimum yang dapat
diakomodir JSS adalah 180.000 kendaraan/hari.
Diagram alir submodel pergerakan ini terhubung ke diagram alir submodel nilai lahan melalui hubungan antara
variabel pergerakan melalui JSS dan variabel nilai lahan dimana pergerakan melalui JSS memungkinkan untuk
membangkitkan kegiatan-kegiatan di sekitarnya dan meningkatkan nilai lahan kawasan potensial yang berada di
sekitar wilayah kaki JSS. Diagram alir submodel pergerakan juga terhubung ke diagram alir submodel investasi
melalui hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS dan variabel penerimaan dari jalan tol.
Oleh karena model ini merupakan bentuk pandangan formal, maka diagram alir submodel ini membutuhkan
input data kuantitatif. Beberapa asumsi dan nilai awal yang digunakan pada submodel pergerakan dapat dilihat
pada Tabel 4.3. Diagram submodel pergerakan sendiri ditunjukkan pada Gambar 4.2. Pada Gambar 4.3 –
17
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Tabel 4.3 Asumsi dan Nilai Awal yang Digunakan dalam Submodel Pergerakan
No Variabel Dimensi Nilai Sumber
1.
Jumlah kendaraan melalui pelabuhan Merak dan Bakauheni awal
Unit 2.308.851
Rencana Perluasan Terminal Ferry Merak dan Bakauheni (JTCA, 2010)
2. Fraksi penggunaan JSS 0,517
Hasil perhitungan proporsi kendaraan barang terhadap seluruh kendaraan yang melalui pelabuhan Merak dan Bakauheni.
3.
Laju pertumbuhan kendaraan melalui pelabuhan Merak dan Bakauheni
% 4,5
Rencana Perluasan Terminal Ferry Merak dan Bakauheni (JTCA, 2010)
4. Batas kendaraan masuk JSS Unit/hari 180.000 Kementrian Pekerjaan Umum
5. Trip rate kawasan
permukiman Unit/KK/hari 0,15 BNI City, 1995
6. Laju pertumbuhan penduduk
Provinsi Banten % 2,46 BPS Provinsi Banten
7. Laju pertumbuhan penduduk
Provinsi Lampung % 1,13 BPS Provinsi Lampung
8.
Jumlah penduduk Provinsi Banten eksisting (Tahun 2012)
orang
11.248.947 BPS Provinsi Banten, 2013
9.
Jumlah penduduk Provinsi Lampung eksisting (Tahun 2012)
orang 7.769.324 BPS Provinsi Lampung, 2013
10. Trip rate kawasan pertanian smp/hari/ha 99
Hasil perhitungan berdasarkan data Balai Teknik Jalan dan Lingkungan Lalu Lintas Dep. PU (2001)
11. Trip rate kawasan industri smp/hari/ha 228 Hasil perhitungan berdasarkan
data JICA (1987)
12 Trip rate kawasan wisata smp/hari/ha 14,82 Hasil perhitungan berdasarkan
data ITE (2001)
13.
Trip rate kawasan perkotaan (mixed-use, cyber city, dan expo city)
smp/hari/ha 671 Hasil perhitungan berdasarkan
data ITE (2001)
Sumber: data sekunder, laporan penelitian terdahulu
4.2.2 Diagram Alir Submodel Nilai Lahan
Diagram alir submodel nilai lahan menggambarkan bagaimana variabel nilai lahan meningkat akibat
variabel-variabel lainnya, seperti keberadaan JSS, pengembangan kawasan potensial, dan keberadaan infrastruktur
pendukung. Keberadaan JSS akan meningkatkan pergerakan dan membangkitkan kegiatan-kegiatan tambahan di
sekitar kawasan kaki JSS. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya nilai lahan akibat meningkatnya permintaan
lahan. Dalam simulasi model, keberadaan JSS akan diasumsikan mampu meningkatkan nilai lahan 1,5 kali lipat
dari nilai lahan awal. Nilai lahan awal untuk masing-masing jenis kawasan potensial diperoleh berdasarkan hasil
perhitungan regresi nilai lahan untuk wilayah Provinsi Banten dan Lampung. Nilai lahan awal untuk
18
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Submodel nilai lahan terhubung dengan submodel investasi melalui variabel infrastruktur pendukung.
Pembangunan infrastruktur pendukung merupakan salah satu bentuk penanaman modal atau investasi. Investasi
berasal dari initial cost atau total penerimaan yang dalam hal ini bisa berasal dari penerimaan akibat peningkatan
nilai lahan dan penerimaan dari tol. Keberadaan infrastruktur pendukung akan memberikan tren peningkatan yang
lebih tinggi pada nilai lahan kawasan potensial. Untuk lebih jelasnya, hubungan antarvariabel dalam submodel
nilai lahan dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 4.7.
Nilai lahan kawasan potensial dapat pula meningkat secara alami akibat adanya inflasi, kenaikan suku
bunga, atau faktor alami lainnya, seperti kualitas lingkungan, kondisi sosial, dan sebagainya. Kawasan potensial
yang dikembangkan di sekitar kawasan kaki JSS memiliki waktu dan periode perkembangan yang berbeda-beda
untuk setiap jenis kawasan. Pengembangan kawasan potensial pertanian dalam model ini diasumsikan dapat
memberikan efek pada peningkatan nilai lahan pada tahun 2015, begitu pula dengan kawasan wisata. Sementara
pengembangan kawasan industri dan perkotaan diasumsikan dapat memberikan efek pada peningkatan nilai lahan
pada tahun 2020. Peningkatan nilai lahan tersebut ditunjukkan dalam variabel tren peningkatan nilai lahan kawasan
yang akan berbeda-beda untuk setiap jenis kawasan.
Akan tetapi, luasan lahan yang akan meningkat baik karena faktor alami maupun keberadaan infrastruktur
pendukung hanya mencangkup pusat kawasan dari kawasan potensial yang dikembangkan. Hal ini dikarenakan
pesatnya pertumbuhan kawasan cenderung terjadi di pusat kawasan. Pusat kawasan diasumsikan memiliki proporsi
luasan sebesar 10% dari luas total kawasan potensial. Diagram alir peningkatan nilai lahan untuk masing-masing
jenis kawasan potensial dapat dilihat pada Gambar 4.8 – Gambar 4.11.
Tabel 4.4 Asumsi dan Nilai Awal yang Digunakan dalam Submodel Nilai Lahan
No Variabel Dimensi Nilai Sumber
1. Nilai lahan kawasan pengembangan
pertanian eksisting Rp/m
2 100.000 Survei primer, 2013
2. Nilai lahan kawasan pengembangan
industri eksisting Rp/m
2 1.000.000 Survei primer, 2013
3. Nilai lahan kawasan pengembangan
wisata eksisting Rp/m
2 200.000 Survei primer, 2013
4. Nilai lahan kawasan pengembangan perkotaan (pusat kota) eksisting Rp/m
2 1.250.000 Survei primer, 2013
19
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.7 Diagram Alir Submodel Nilai Lahan
Gambar 4.8 Diagram Alir Submodel Nilai Lahan Pertanian pendapatan dari
peningkatan nilai lahan nilai lahan kaw
industri
nilai lahan kaw perkotaan
nilai lahan kaw pertanian
nilai lahan kaw wisata
dampak pembangunan
infrastruktur pendukung periode waktu
pendapatan dr peningk nilai lahan
dgn infras
efek investasi infras pendukung keberadaan JSS
efek keberadaan JSS
nilai lahan kaw pertanian per m2 peningkatan nilai
lahan kaw pertanian per m2
nilai lahan kaw pertanian
pemb terminal agribisnis
pemb agropolis sidomulyo
pemb agropolitan baros trend peningk nilai
lahan kaw pertanian
tahun pengemb kawasan pertanian
20
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.9 Diagram Alir Submodel Nilai Lahan Kawasan Industri
Gambar 4.10 Diagram Alir Submodel Nilai Lahan Kawasan Wisata nilai lahan kaw
industri per m2 peningkatan nilai
lahan kaw industri per m2
nilai lahan kaw industri pemb agroindustri tj
bintang periode waktu
trend peningk nilai
lahan kaw industri tahun pengem kawasan industri
nilai lahan kaw wisata per m2 peningkatan nilai
lahan kaw wisata per m2
nilai lahan kaw wisata pemb resort
amankopi
pemb agrotourism
pemb waterfront city
pemb wisata kasemen
pemb kota wisata mancak pemb resort
amanpari periode waktu
trend peningk nilai lahan kaw wisata
21
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.11 Diagram Alir Submodel Nilai Lahan Kawasan Perkotaan
4.2.3 Diagram Alir Submodel Investasi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Diagram alir submodel investasi menggambarkan sistem pembiayaan dalam pengembangan kawasan dan
pembangunan JSS. Diagram alir ini berupaya menangkap skema value capture sebagai salah satu skema untuk
pembiayaan pembangunan JSS. Pihak swasta maupun pemerintah yang berinvestasi untuk pembangunan JSS
akan memperoleh penerimaan yang berasal tidak hanya dari tarif yang dikenakan kepada kendaraan yang melalui
JSS, namun juga penerimaan yang berasal dari peningkatan nilai lahan di sekitar kawasan kaki JSS. Penerimaan
tersebut selanjutnya akan digunakan untuk kembali berinvestasi, seperti dalam hal pengembangan kawasan
potensial dan pembangunan infrastruktur pendukung.
Simulasi submodel investasi ini menggunakan beberapa asumsi, diantaranya dalam penentuan laju inflasi, tarif
awal JSS, dan peningkatan nilai investasi. Konstanta laju inflasi akan menentukan peningkatan tarif tol dan
penurunan laju investasi. Inflasi sendiri diasumsikan sebesar 4.5% berdasarkan perhitungan rata-rata inflasi
tahunan nasional. Berdasarkan studi Kementrian Pekerjaan Umum, tarif awal tol JSS direncanakan rata-rata
sebesar Rp 300.000,00 untuk setiap kendaraan. Pada simulasi ini, peningkatan tarif tol didasarkan hanya pada
faktor inflasi tiap tahunnya.
nilai lahan kaw perkotaan per m2 peningkatan nilai
lahan kaw perkotaan per m2
nilai lahan kaw perkotaan pemb kaw
pabuaran
pemb expo city pemb mixed used pemb cyber city periode waktu
trend peningk nillai lahan kaw perkotaan
tahun pengembangan
22
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Peningkatan nilai investasi di sekitar kawasan kaki JSS oleh pihak swasta didasarkan pada penerimaan
total atau initial cost. Penerimaan pihak swasta diasumsikan sebesar 75% dari total penerimaan. Sementara alokasi
untuk berinvestasi kembali diasumsikan sebesar 50% dari penerimaan. Realisasi investasi swasta akan berdampak
pada pembangunan infrastruktur pendukung. Keberadaan variabel infrastruktur pendukung ini akan
menghubungkan submodel investasi dan nilai lahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Asumsi dan nilai
awal yang digunakan dalam submodel investasi dapat dilihat pada Tabel 4.5. Sementara diagram alir submodel
investasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Tabel 4.5 Asumsi dan Nilai Awal yang Digunakan dalam Submodel Nilai Lahan
No Variabel Dimensi Nilai Sumber
1. Inflasi % / tahun 4.5 Laju inflasi nasional (BPS, 2013)
2. Tarif awal JSS Rp. 300.000 Studi ITB, 2012
3. Pertumbuhan PDB Rp / tahun Kenaikan 1% infrastruktur
kenaikan 7-44% PDB World Bank, 1994
4. Penyerapan Tenaga Kerja Orang / tahun
Kenaikan 1% PDB
kenaikan 2,5% penyerapan
tenaga kerja
Hukum Okun
5. Serapan tenaga kerja terhadap
pertumbuhan investasi Orang/Rp
30.000-35.000 orang / 1
Trilyun Kementerian PU, 2012
Sumber: Data sekunder, laporan penelitian terdahulu
23
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
4.3 Simulasi Model
Setelah menyusun diagram alir model, maka langkah selanjutnya dalam pemodelan dinamika sistem adalah
melakukan simulasi model. Simulasi dilakukan untuk melihat keadaan yang akan terjadi berdasarkan
kondisi-kondisi dan asumsi-asumsi yang telah diperkirakan pada bagian sebelumnya. Simulasi dilakukan dalam kurun waktu 30 tahun, yakni tahun 2010 – 2040. Pada bagian selanjutnya akan dipaparkan hasil simulasi untuk beberapa variabel kunci untuk masing-masing submodel.
4.3.1 Perilaku Submodel Pergerakan, Populasi, dan Kebutuhan Investasi Hunian
Hasil simulasi submodel pergerakan dapat dilihat pada variabel kendaraan yang melalui pelabuhan laut,
variabel kendaraan yang melalui JSS, serta variabel bangkitan-tarikan di kawasan potensial dan kawasan
permukiman di sekitar kaki JSS. Pada Gambar 6 dapat dilihat hasil simulasi pada variabel kendaraan yang melalui
pelabuhan laut. Grafik tersebut menunjukkan terjadi peningkatan jumlah kendaraan yang melalui pelabuhan laut,
baik Merak maupun Bakauheni. Namun terjadi titik balik, pada tahun 2025 dimana setelah tahun tersebut terjadi
penurunan yang cukup signifikan hingga tahun 2028. Setelah tahun simulasi tersebut, jumlah kendaraan yang
melalui pelabuhan laut cukup stagnan.
Gambar 4.13 Model Pergerakan Kendaraan Melalui Pelabuhan Penyeberangan
Gambar 4.14 menunjukkan hasil simulasi pada variabel kendaraan yang melalui JSS. Grafik tersebut memperlihatkan terjadi peningkatan signifikan sejak tahun dioperasikannya JSS. Namun peningkatan secara
01/01/2010 01/01/2020 01/01/2030 01/01/2040 0
5.000.000 10.000.000 15.000.000
k
e
n
d
v
ia
p
e
la
b
u
h
a
24
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
signifikan tersebut hanya terjadi dalam kurun waktu 2-3 tahun dimana setelahnya peningkatan yang ada tidak
terlalu tinggi.
Gambar 4.14 Hasil Simulasi Model pada Variabel Kendaraan yang Melalui JSS
Seiring dengan bertambahnya laju pertumbuhan penduduk baik di Lampung maupun Banten setelah dibangun
JSS, kebutuhan akan hunian semakin meningkat tajam secara eksponensial seperti terlihat pada Gambar 4.15
serta Tabel 4.6. Hal ini memungkinkan akan adanya investasi di bidang perumahan baik oleh swasta maupun
pemerintah.
Tabel 4.6 Kebutuhan Investasi Hunian Per 5 Tahun
Hasil analisis, 2014
01/01/2010 01/01/2020 01/01/2030 01/01/2040 0
5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000
k
e
n
d
v
ia
J
S
S
Time investasi hunian per tahun (Rp/yr) 01 Jan 2010
01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040
25
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.15 Hasil Simulasi Kebutuhan Investasi Hunian
4.3.2 Simulasi Model Submodel Nilai Lahan
Hasil simulasi pada submodel nilai lahan dapat dilihat pada variabel nilai lahan di setiap kawasan dan
variabel penerimaan. Grafik pada Gambar 4.16 menunjukkan bahwa kawasan yang nilai lahannya meningkat
secara signifikan adalah kawasan industri, disusul dengan nilai lahan kawasan urban atau perkotaan, dan kawasan
wisata. Hal ini dikarenakan adanya JSS mengakibatkan adanya perpindahan sebagian kegiatan industri dari
Provinsi Banten menuju Provinsi Lampung. Potensi pertanian yang dimiliki Provinsi Lampung pun dioptimalkan
nilai tambahnya dengan pembangunan kawasan industri. Kondisi ini mengakibatkan nilai lahan kawasan industri
meningkat secara signifikan.
Begitu pula dengan adanya pembangunan kawasan perkotaan, seperti pembangunan mixed use, expo city,
maupun cyber city. Pembangunan pusat perkotaan ini akan mengakibatkan meningkatkan angka imigrasi menuju
wilayah Serang dan Cilegon. Meningkatnya permintaan lahan selanjutnya akan meningkatkan nilai lahan di
kawasan tersebut. Hal yang sama terjadi pula pada kawasan potensial untuk pengembangan wisata dan pertanian. 01 Jan 2010 01 Jan 2020 01 Jan 2030 01 Jan 2040
1e 13 2e 13 3e 13 R p/yr
in
v
e
s
ta
s
i
h
u
n
ia
n
p
e
r
ta
h
u
26
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Akan tetapi tren peningkatan untuk kawasan pertanian tidak sama dengan kawasan lainnya. Hal ini didasarkan
pada kondisi eksisting yang terjadi saat ini dan tahun-tahun sebelumnya dimana peningkatan untuk kawasan
pertanian tidak terlalu besar.
Gambar 4.16 Hasil Simulasi Model pada Variabel Nilai Lahan Setiap Kawasan
Pada simulasi ini juga dibandingkan penerimaan yang berasal dari peningkatan nilai lahan secara alami
dan yang berasal dari peningkatan nilai lahan akibat adanya pembangunan infrastruktur pendukung. Hasil simulasi
pada Gambar 4.17 menunjukkan bahwa keberadaan infrastruktur pendukung akan meningkatkan nilai lahan
kawasan jauh lebih tinggi dibandingkan tanpa keberadaan infrastruktur pendukung. Keberadaan infrastruktur
pendukung ini penting adanya untuk menarik investasi untuk pembangunan kawasan di sekitar kaki JSS.
Infrastruktur pendukung ini dapat berupa jaringan utilitas, seperti listrik, air, dan telekomunikasi, maupun sarana
dan prasarana transportasi, seperti jaringan jalan yang terhubung dengan JSS dan keberadaan terminal atau stasiun. 01/01/2010 01/01/2020 01/01/2030 01/01/2040
3e 12 6e 12 R p
27
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.17. Hasil Simulasi Model pada Variabel Pendapatan/Penerimaan dari Peningkatan Nilai Lahan
4.3.3 Simulasi Submodel Investasi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Hasil simulasi submodel investasi ditunjukkan dalam variabel initial cost atau penerimaan total
pada Gambar 4.18. Grafik simulasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan berasal
dari peningkatan nilai lahan yang terjadi. Pada awal tahun pasca dioperasikannya JSS, penerimaan yang
berasal dari tol cenderung lebih tinggi dari peningkatan nilai lahan. Pada titik tertentu, seperti pada tahun
2026 dan tahun 2032 terjadi penerimaan yang berasal dari tol dan peningkatan nilai lahan memiliki
jumlah yang sama, namun peningkatan nilai lahan memiliki kecenderungan lebih tinggi dan meningkat
secara eksponensial.
01/01/2010 01/01/2025 01/01/2040 0
5e 13 1e 14 R p
28
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Gambar 4.18. Hasil Simulasi Submodel Investasi
01/01/2010 01/01/2020 01/01/2030 01/01/2040
0 5e 13 1e 14 2e 14 R p
pe nda pa ta n da ri tol initia l cost
pe nda pa ta n da ri pe ningk a ta n nila i la ha n
01/01/2010 01/01/2020 01/01/2030 01/01/2040
0 5e 13 1e 14 2e 14 R p
pe nda pa ta n da ri tol
29
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Hasil simulasi submodel penyerapan tenaga kerja ditunjukkan dalam variabel pertumbuhan PDB
terhadap peningkatan investasi infrastruktur pada Gambar 4.19. Grafik simulasi tersebut menunjukkan
bahwa penyerapan tenaga kerja setelah JSS dibangun meningkat secara signifikan secara eksponensial.
Tabel 4.7 Penyerapan Tenaga Kerja Per 5 Tahun
Hasil analisis, 2014
Gambar 4.19. Hasil Simulasi Submodel Penyerapan Tenaga Kerja
4.4. Perbandingan Skenario Kebijakan 1. Skenario dasar
Time penyerapan tenaga kerja (orang/yr) 01 Jan 2010
01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040
132.846,61 168.390,19 215.548,84 399.664,87 759.639,97 1.532.445,92 3.436.644,06
01 Ja n 2010 01 Ja n 2020 01 Ja n 2030 01 Ja n 2040 1.000.000
2.000.000 3.000.000 ora ng/yr
p
e
n
y
e
ra
p
a
n
t
e
n
a
g
a
k
e
rj
30
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Skenario kebijakan ini adalah skenario dimana tidak dilakukan intervensi terhadap model. Dalam skenario
ini, diasumsikan tidak ada investasi terhadap pembangunan Jembatan Selat Sunda dan tidak ada pengembangan
kawasan potensial di sekitar kaki-kaki Jembatan Selat Sunda. Bentuk skenario lainnya akan dibandingkan dengan
skenario ini untuk mengetahui signifikansi skenario tersebut terhadap profitabilitas investasi pembangunan JSS.
Jika tidak dilakukan pembangunan JSS dan tidak ada pengembangan kawasan potensial, maka diprediksikan arus
pergerakan penumpang yang menggunakan jalur penyeberangan akan turun, namun demikian pergerakan arus
barang akan tetap naik. Penurunan jumlah penumpang yang menggunakan moda penyeberangan disebabkan
karena adanya pilihan moda angkutan udara yang lebih atraktif dari segi tarif, kenyamanan, dan kecepatan.
2. Skenario pembangunan JSS
Bentuk intervensi dalam model ini adalah adanya pembangunan JSS yang ditunjukkan dalam model
melalui nilai dalam variabel fraksi penggunaan JSS (Tabel 4.7). Dengan adanya pembangunan JSS, jumlah
kendaraan yang melewati pelabuhan laut akan turun secara tajam. Pada tahun 2020 jumlah kendaraan lebih dari
9.000.000 dan terus meningkat hingga 2025 sebanyak lebih dari 15.000.000. Namun setelah tahun 2025, saat JSS
mulai beroperasi, jumlah kendaraan yang menggunakan pelabuhan turun secara drastis hingga kurang dari
1.000.000 dan naik kembali sedikit pada tahun 2040 menjadi lebih dari 1.000.000 kendaraan.
Sebaliknya, kendaraan yang akan melalui JSS menjadi lebih besar. Sejak tahun 2025 hingga tahun 2030,
jumlah kendaraan yang akan melewati JSS diatas 16.000.000 kendaraan dan akan terus meningkat hingga lebih
dari 21.000.000 kendaraan pada tahun 2040. Namun pada suatu saat, jumlah kendaraan ini tidak bisa berkembang
lagi yang disebabkan telah tercapainya kapasitas maksimum jembatan.
Tabel 4.7 Jumlah Kendaraan via Pelabuhan vs JSS
Hasil analisis, 2014
3. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan industri
Penerapan skenario ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan
kawasan industri di sekitar kaki-kaki JSS terhadap peningkatan pemasukan investor JSS. Berdasarkan simulasi Time kend via pelabuhan
01 Jan 2010 01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040
2.308.851,00 5.239.746,90 9.421.691,04 15.421.158,05 948.237,88 832.173,92 1.013.796,20
Time kend via JSS 01 Jan 2010
01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040
31
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
model (Tabel 4.8), apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua Provinsi adalah industri, maka
peningkatan sangat signifikan dan paling tinggi dibandingkan pengembangan kawasan potensial lainnya. Pada
awalnya nilai lahan bergerak konstan, kemudian setelah tahun 2025 pertumbuhan nilai lahan meningkat pesat,
namun nilai lahan kawasan potensial industri masih dibawah nilai lahan kawasan perkotaan. Setelah tahun 2035,
peningkatan nilai lahan kawasan industri melebihi kawasan perkotaan. Pada tahun 2040, nilai lahan kawasan
potensial industri lebih dari Rp 8 Triliun secara total dari kawasan yang dikembangkan.
Tabel 4.8 Nilai Lahan Kawasan Potensial
Hasil analisis, 2014
4. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan pariwisata
Skenario ini dilakukan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan kawasan
pariwisata di sekitar kaki-kaki JSS terhadap peningkatan pemasukan investor JSS. Berdasarkan simulasi model
(Tabel 4.8), apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua Provinsi adalah pariwisata, maka
peningkatan lahan tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2040, nilai lahan kawasan potensial sedikit lebih besar dari
Rp 2 Triliun secara total dari kawasan yang dikembangkan. Hingga tahun 2015 peningkatan nilai lahan relatif
konstan, kemudian setelah tahun 2020 meningkat secara eksponensial.
5. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan pertanian
Penerapan skenario ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan
kawasan pertanian di sekitar kaki-kaki JSS terhadap peningkatan pemasukan investor JSS. Berdasarkan simulasi
model (Tabel 4.8), apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua provinsi adalah pertanian, maka
peningkatan lahan tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2040 nilai lahan kawasan potensial kurang dari Rp 0,3 triliun
secara total dari kawasan yang dikembangkan. Pengembangan kawasan pertanian merupakan kawasan yang paling
rendah peningkatan nilai lahannya.
6. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan perkotaan
(Rp)
Time nilai lahan kaw wisata nilai lahan kaw pertanian nilai lahan kaw perkotaan nilai lahan kaw industri 01 Jan 2010
01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040
32
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Penerapan skenario ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan
kawasan perkotaan, berupa perumahan dan perdagangan di sekitar kaki-kaki JSS terhadap peningkatan pemasukan
investor JSS. Berdasarkan simulasi model (Tabel 4.8), apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua
Provinsi adalah perkotaan, maka peningkatan lahan akan signifikan. Pada awalnya nilai lahan untuk kawasan
perkotaan memang paling tinggi, dan meningkat secara eksponensial sejak tahun 2025. Namun setelah tahun 2035,
nilai lahan perkotaan berada dibawah nilai lahan untuk kawasan industri. Pada tahun 2040 nilai lahan kawasan
potensial perkotaan sekitar Rp 6,5 Triliun secara total dari kawasan yang dikembangkan.
7. Skenario pembangunan JSS dengan dan tanpa infrastruktur pendukung
Tabel 4.9 Pendapatan Dari Peningkatan Nilai Lahan Dengan Infrastruktur vs Tanpa Infrastruktur
Hasil analisis, 2014
Perbandingan skenario dapat dilihat pada Tabel 4.9, dimana pengaruhnya infrastruktur pendukung
terhadap nilai lahan. Dihipotesiskan apabila pembangunan JSS diikuti dengan pembangunan infrastruktur
pendukung, maka peningkatan nilai lahan akan lebih tinggi dibandingkan tanpa pembangunan infrastruktur
pendukung. Hasil simulasi kedua skenario tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun awal pengamatan (2010)
hingga tahun 2010, skenario pendapatan dari peningkatan nilai lahan dengan infrastruktur sebanyak 2 kali lipat
dibandingkan jika tanpa infrastruktur. Setelah tahun 2020 perbedaan antara dua skenario tersebut semakin jelas
terlihat bahwa skenario dengan pembangunan infrastruktur pendukung menunjukkan peningkatan 2 kali lipat dari
sebelumnya, sedangkan skenario tanpa pembangunan infrastruktur pendukung, walaupun terjadi peningkatan
pendapatan, namun tidak sebesar pada skenario dengan pembangunan infrastruktur pendukung.
Pada tahun 2040 nilai pendapatan yang bersumber dari kenaikan nilai lahan pada skenario dengan
pembangunan infrastruktur pendukung mencapai Rp. 128 Triliun, sedangkan tanpa pembangunan infrastruktur
pendukung sebesar Rp. 25,9 Triliun, sehingga dapat disimpulkan kenaikan pendapatan dari nilai lahan berdasarkan
skenario dengan infrastruktur pendukung adalah empat kali lipat dibandingkan skenario tanpa infrastruktur
pendukung.
(Rp)
Time pendapatan dr peningk nilai lahan dgn infras pendapatan dari peningkatan nilai lahan 01 Jan 2010
01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025
01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040
4,13e12 4,64e12 4,94e12 1,32e13
2,60e13 5,52e13 1,28e14
2,03e12 2,03e12 2,14e12 4,73e12
33
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan
Simulasi terhadap model menunjukkan terjadi peningkatan pergerakan di JSS dengan cukup signifikan setelah dioperasikannya JSS selama beberapa tahun, namun laju peningkatan tersebut menurun setelah tahun 2028. Simulasi terhadap nilai lahan menunjukkan bahwa peningkatan nilai lahan terjadi secara eksponensial. Untuk
skenario pengembangan kawasan potensial, nilai lahan yang paling tinggi pada tahun 2040 dicapai apabila
kawasan potensial dikembangkan menjadi kawasan industri, disusul oleh perkotaan dan pariwisata.
Perbandingan skenario kebijakan menunjukkan bahwa pembangunan JSS yang disertai dengan infrastruktur pendukung menunjukkan hasil yang signifikan sebesar 4 kali lipat dibandingan dengan tanpa pembangunan
infrastruktur pendukung.
Hasil simulasi submodel investasi ditunjukkan dalam variabel initial cost atau penerimaan total. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan berasal dari peningkatan nilai lahan yang terjadi. Berdasarkan
simulasi pemodelan dinamika sistem kawasan infrastruktur terintegrasi ini dapat disimpulkan skema
penangkapan nilai lahan dapat menjadi alternatif dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur dan
pengembangan kawasan sekitar infrastruktur. Namun peningkatan nilai lahan tersebut tidak serta merta terjadi
dalam waktu yang singkat, namun dalam periode yang cukup lama.
Pembangunan JSS dan kawasannya akan meningkatkan pertumbuhan penduduk di kedua Provinsi yang akan berdampak pada kebutuhan akan lahan untuk hunian. Hal ini merupakan potensi yang bisa digarap oleh swasta
dengan membangun perumahan. Peningkatan nilai lahan yang dilakukan pengembangan kawasan juga
memberi kontribusi kebutuhan akan investasi pendanaan perumahan yang mencapai lebih dari 32 Trilyun per
tahun yang mendorong peningkatan investasi lebih dari 35 Trilyun per tahun.
Peningkatan investasi setelah pembangunan JSS akan mendorong penyerapan tenaga kerja yang mencapai lebih dari 3,4 juta tenaga kerja per tahun. Hal ini sangat positif karena memberi kontribusi dalam menurunkan angka
pengangguran khususnya di kedua Provinsi, serta pengentasan kemiskinan dan upaya perbaikan ekonomi.
5.2 Saran
Pembangunan JSS yang merupakan megaproyek tidak hanya merupakan suatu proyek penyediaan infrastruktur publik di sektor pengangkutan. Mengingat pentingnya proyek dan manfaat yang akan dirasakan
oleh para pengguna, hendaknya pemerintah dapat merealisasikannya dengan pola pembiayaan yang
memanfaatkan sumber dana/modal swasta, yaitu value capture.
34
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
terpadu Selat Sunda, misalnya kegiatan pendukung industri, perdagangan dan jasa, demikian juga
dengan infrastruktur pendukungnya. Jadi, tidak hanya membangun jembatannya saja tapi
membangun pula kawasannya.
Jika JSS dapat direalisasikan, maka pemerintah harus mampu mendorong sektor padat karya,
memperbaiki sistem transportasi, integrasi jaringan jalan, moda angkutan hingga tata kelola
pemerintahan yang efisien. Tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum dapat disertai dengan
pemberlakukan insentif atau kemudahan bagi para investor sehingga mendorong dan menggerakkan
35
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
DAFTAR PUSTAKA
A. Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan Umum. (2012). Pembangunan Kawasan Strategis Dan
Infrastruktur Selat Sunda.
I Gusti Ayu Andani, Sri Maryati, Handini Pradhitasari. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Melalui Skema
Value Capture (Studi Kasus: Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda).
Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Konsep Pengembangan Masterplan KSISS Banten dan Lampung.
Medhira Handinidevi. (2014). Dampak Pembangunan Jaringan Jalan dan Jembatan Selat Sunda Terhadap
Aksesibilitas dan Perubahan Harga Lahan di Provinsi Banten, ITB, Tugas Akhir.
Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2011 Tentang Kawasan Strategis Infrastruktur Selat Sunda.
Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun
2010-2030.
Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
Tahun 2009-2029.
BAPPENAS-BPS-UNFPA. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.
Badan Pusat Statistik. (2014). Diakses pada 11 Desember 2014.
http://www.bps.go.id
Kementerian PU. (2012). Diakses pada 11 Desember 2014.
36
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
37
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Asumsi dalam Penyusunan Model Infrastruktur Terintegrasi Kawasan Selat Sunda
(Sumber: Ayu Andani)
Kapasitas JSS
Kapasitas maksimum 160 ribu kendaraan per hari dan 31.318 orang per hari
Barang seperti batu bara sekitar 1,75 juta ton per tahun atau 4,7 ribu ton per hari http://manajemenproyekindonesia.com/?p=356
Muatan truk :
http://id.wikipedia.org/wiki/Jumlah_berat_yang_diizinkan (Pada tabel berikut ditunjukkan JBI untuk jalan Kelas II dengan muatan sumbu terberat 10 ton dan untuk jalan dengan muatan sumbu terberat 8 ton
unuk berbagai konfigurasi sumbu kendaraan.)
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/05/10/m3skxc-lampung-batasi-berat-truk-pengangkut-batubara (Lampung Batasi Berat Truk Pengangkut Batubara: pembatasan muatan
batubara menggunakan truk maksimal 20 ton ini sebagai wujud untuk menyesuaikan kondisi beban badan
jalan yakni muatan sumbu terberat)
Kapasitas maksimum orang = ((160000+(31318:5)) x 365 = (160000+ 6264) x 365 = 60686360 kendaraan
orang/tahun
38
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
Kendaraan via Pelabuhan Eksisting
Kendaraan via pelabuhan tahun 2010 = (menggunakan data 2009) = 2308851
Ketersediaan Permukiman RTRW Provinsi Banten :
Kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, dan kawasan peruntukan permukiman yang
dikategorikan sebagai kawasan perkotaan dikembangkan seluas kurang lebih 152.651 Ha (17,65%) dari luas
Provinsi Banten.
39
LAPORAN TUGAS AKHIR REZZA MUNAWIR – 25414047
RTRW Provinsi Lampung (Paragraf 9 Pasal 75): Rencana pengembangan permukiman mencangkup 6.6% dari
luas Provinsi Lampung
Luas kawasan peruntukan permukiman Lampung = (35.376,50 km2 x 1000000) x 0,066 = 2334849000 m2
Total luas peruntukan = 508836666 + 2334849000 = 2843685666 m2
Jumlah Penduduk
Provinsi Banten 2010 = 10632166
Provinsi Lampung 2010 = 7608405
Asumsi Pengembangan Kawasan