• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Elaeis guineensis Jacq. 2.1.1. Botani

Elaeis guineensis Jacq termasuk tanaman monokotil. Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003) tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Famili : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis

Species : 1. Elaeis guineensis Jacq (kelapa sawit Afrika)

1. Elaeis oleifera Cortes atau Elaeis melanococca (Kelapa Sawit Amerika Latin).

Seperti tanaman palma lain, kelapa sawit memiliki sifat-sifat bagian vegetatif dan generatif yang khas.

2.1.2. Morfologi

a) Akar (radix)

Kelapa sawit termasuk sebagai tumbuhan monokotil, mempunyai sistem perakaran serabut yang terdiri dari akar primer, sekunder, tertier dan kuarter. Secara umum, sistem perakaran kelapa sawit lebih banyak

(2)

5

dipermukaan tanah, tetapi pada keadaan tertentu akar juga menjelajah lebih dalam (Suyatno, 1994).

Sebagai tanaman jenis palma, kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang maupun akar cabang. Jenis – jenis akar yaitu akar primer yang 45° vertikal ke bawah sampai kedalaman 1,5 meter, pertumbuhan panjang sampai 18 meter dari pangkal pohon yang diameternya 5-10 mm dan memiliki fungsi untuk

mengambil air dan makanan, jumlah terbanyak terdapat pada jarak 2-2,5 meter, pada akar primer tumbuh akar sekunder. Sedangkan akar tertier

dan kuarter adalah akar yang sangat aktif menyerap air dan unsur hara yang berada pada kedalaman 0-60 cm dan jarak 2-2,5 meter dari pangkal pohon. Panjang akar tertier mencapai 15 cm dan panjang akar kuarter rata-rata 3 cm (Lubis, 2008).

Masing-masing jenis akar tersebut memiliki diameter yang berbeda-beda yang diuraikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Diameter akar tanaman kelapa sawit

Nama akar Diameter

Primer 5-10 mm

Sekunder 2-4 mm

Tertier 1-2 mm

Kuarter 0,1-0,3 mm

Sumber : Publikasi LPP dan PPKS. b) Batang (caulis)

Batang kelapa sawit tumbuh lurus (phototroi), tidak bercabang dibungkus oleh pelepah daun (frond base). Pada tanaman dewasa diameternya 45-60 cm. Bagian bawah batang biasanya lebih gemuk disebut bonggol dengan diameter 60-100 cm (Wahyuni, 2007).

Sampai tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena masih tertutup pelepah yang belum ditunas. Kemudian batang mulai meninggi dengan

(3)

6

kecepatan tumbuh 35-70 cm/tahun (Wahyuni, 2007). Pertambahan tinggi batang juga di pengaruhi oleh jenis tanaman, tanah, iklim, pupuk, kerapatan tanam dan lain-lain. Perkembangan tinggi batang yang normal adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Tinggi batang kelapa sawit berdasarkan umur tanaman Umur (tahun) Tinggi (m) Umur (tahun) Tinggi (m) Umur (tahun) Tinggi (m) 3 1,6 11 7,5 19 11,5 4 2,2 12 8,4 20 11,9 5 2,6 13 8,9 21 12,2 6 3,8 14 9,8 22 12,4 7 4,5 15 10,0 23 13,0 8 5,4 16 10,5 24 12,3 9 5,7 17 11,0 25 14,0 10 6,7 18 11,3

Sumber: Publikasi LPP dan PPKS.

c) Daun (folium)

Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk pelepah yang panjangnya 7,5 - 9 meter. Daun berwarna sedikit lebih warna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda (Lubis, 2008).

Daun kelapa sawit berupa daun tunggal dengan susunan tulang-tulang daun menyirip, tiap daun terdiri dari:

1. Rachis yaitu daun utama yang sangat lebar dibagian bawah dan menempel pada batang (petiolus) dan berangsur-angsur menyepit menuju ujung daun. Panjang mencapai 9 cm.

2. Pinnae yaitu anak daun berderet di sisi kiri dan kanan rachis dengan arah keatas dan kebawah, jumlah bervariasi antara 250 - 400 helai.

(4)

7

3. Anak-anak daun yang ada di tengah lebih panjang dari pada yang ada di pangkal ataupun di ujung daun.

4. Anak-anak daun pada pangkal daun sangat memendek dan mengalami modifikasi mnjadi duri-duri daun. Tiap anak terdiri dari tulang daun (lidi) dan helai daun yang ada di kedua sisi lidi tersebut.

Pada tanaman muda pohon kelapa sawit mengeluarkan daun sebanyak 20 - 30 daun / tahun (umumnya disebut pelepah) dan pada tanaman tua antara 18 - 25 pelepah / tahun. Panjang pelepah tanaman dewasa 9 m, anak daun 125 - 200 pasang dengan panjang 1 - 1,2 m dengan lebar tengah 6 cm. Jumlah pelepah yang harus dipertahankan pada tanaman dewasa adalah

40 - 56 pelepah selebihnya dibuang saat dilakukan pemanenan (Lubis, 2008).

Susunan pelepah kelapa sawit phylotaxis 3/8 yang berarti setiap tiga putaran terdapat 8 daun. Letak pelepah/daun dapat dilihat dari bekas tunasan yang membentuk spiral ke kiri atau ke kanan, arah putaran dapat dilihat dari atas ke bawah (Tim Pengembangan Materi LPP, 2000).

Daun kelapa sawit mengalami tiga tahap perkembangan daun yang diuraikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Tahap Perkembangan Daun Kelapa Sawit.

Tahap Perkembangan

Lanceolate Daun awal yang keluar pada masa pembibitan berupa helaian daun yang utuh.

Bifurcate Bentuk daun dan helaian daun sudah pecah tetapi bagian ujung belum terbuka.

Pinnate Bentuk daun dengan helaian daun yang sudah membuka sempurna dengan arah anak daun keatas dan kebawah.

(5)

8

d) Bunga (Flos)

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (Monoceous) yang artinya dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina. Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina berbentuk agak bulat (Heri Hartanto, 2011).

Rangkaian bunga terdiri dari batang porod dan cabang-cabang meruncing yang disebut dengan spikelet. Jumlah spikelet dalam rangkaian bunga betina dapat mencapai 100-200 spikelet dan setiap spikelet terdapat 15 - 20 buah sedangkan untuk bunga jantan terdiri dari 100-250 spikelet.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi

penyerbukan sendiri. Tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang (cross pollination), artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh

bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan peranan angin atau serangga penyerbuk (Heri Hartanto, 2011).

Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Biasanya, beberapa bakal infloresen gugur pada fase-fase awal perkembangannya sehingga pada individu tanaman

terlihat beberapa ketiak daun tidak menghasilkan infloresen (Fatmawaty et.al, 1987).

Sex ration yaitu perbandingan bunga betina dengan keseluruhan bunga (bunga jantan dan bunga betina). Bunga jantan terdiri dari 100 - 250 spiklet

sedangkan bunga betina terdiri dari 100 - 200 spiklet. Satu tandan yang mekar akan menimbulkan bau yang wangi dan wangi tersebut akan bertahan selama 2 - 4 hari (Lubis, 2008).

(6)

9

e) Buah (Fructus)

Secara botani, buah kelapa sawit di golongkan sebagai buah drupe, terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (atau kulit), mesocarp (yang secara salah kaprah biasanya disebut pericarp) dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1 - 4 inti kernel (umumnya hanya satu). Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat dan sebuah embrio (Azhar, 2012).

Buah kelapa sawit tersusun dalam satu tandan dan memerlukan waktu 5,5 - 6,0 bulan dari saat penyerbukan sampai matang panen. Dalam 1 rangkaian terdapat ± 1800 buah yang terdiri dari buah luar, buah tengah

dan buah dalam yang ukurannya kecil karena posisi yang terjepit mengakibatkan tidak berkembang dengan baik (Setyamidjaja, 1991).

Pada tandan tanaman dewasa dapat diperoleh 600 - 2000 buah tergantung

pada besarnya tandan dan setiap pokok dapat menghasilkan 15 - 25 tandan/pokok/tahun pada tanaman muda dan pada tanaman tua

berkisar antara 8 - 12 tandan/pokok/tahun (Lubis, 2008).

Menurut bentuk dan irisan melintang karakteristik buah kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu Dura, Pisifera dan Tenera yang diuraikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Karakteristik buah kelapa sawit berdasarkan jenis buah.

Ciri-ciri Buah Dura Pisifera Tenera

Ketebalan cangkang (mm) 2-5 mm Tidak ada 1-2,5 mm

% Endocarp / cangkang buah 20-50% - 3-20%

% Mesocarp / buah 20-65% 92-97% 60-90%

% Inti / buah 4-20% 3-8% 3-15%

Kadar minyak Rendah Tinggi Sedang

Sumber : Wahyuni, 2007. Botani dan Morfologi Kelapa Sawit. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan.

(7)

10

2.2. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 2.2.1. Iklim

Kelapa sawit termasuk tanaman topis, umumnya dapat tumbuh di daerah 12° LU dan 12° LS. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara berkisar 27°C - 29°C dengan suhu maksimal 33°C dan suhu minimum 22°C sepanjang tahun. Curah hujan rata – rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1.250 - 3.000 mm yang merata sepanjang tahun (dengan bulan kering kurang dari 3), curah hujan optimal berkisar 1.750 - 2.500 mm. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit yaitu berkisar 80-90% (Suyatno, 2010). Aspek iklim lainnya yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah jumlah defisit air sepanjang tahun berkisar 150 - 250 mm/tahun dengan defisit air optimum 250 - 400 mm. menurut IRHO (CIRAD), defisit air tahunan diklasifikasikan atas beberapa kelas pada budidaya kelapa sawit yaitu optimum (0 - 150 mm), favourable (150 - 250 mm), Intermediary (250-350 mm), limit (350-400 mm), marginal atau kritis

(400-500 mm) dan unfavourable atau tidak sesuai (>500 mm) (Mangoensoekarjo, dkk, 2003).

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai cahaya matahari. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah kelapa sawit. Tanaman yang ternaungi karena jarak tanam yang sempit, pertumbuhannya akan terhambat karena hasil asimilasinya kurang. Cahaya matahari di perlukan untuk memproduksi karbohidrat saat proses asimilasi dan memacu pertumbuhan bunga dan buah. Lama penyinaran

matahari minimum 1600 jam/tahun atau selama 5 – 7 jam/hari (Sunarko, 2009). Tanaman dewasa yang ternaungi, produksi bunga

betinanya sedikit sehingga perbandingan bunga betina dan bunga jantan (sex ratio) kecil.

(8)

11

2.2.2. Bentuk wilayah

Ketinggian tempat dari permukaan laut atau elevasi untuk pengembangan tanaman kelapa sawit adalah kurang dari 400 m dari permukaan laut (dpl). Areal dengan ketinggian sampai lebih dari 400m dpl tidak disarankan lagi untuk perkebunan kelapa sawit (Bambang Sulistyo, 2010).

Topografi yang mempertimbangan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat diatas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat diatas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur dan radiasi matahari.

Bentuk wilayah (relief) atau lereng suatu lahan dinyatakan berdasarkan persen (%) dan derajat (°) seperti pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Bentuk wilayah dan kelas lereng masing-masing kelas kesesuaian lahan.

No. Relief Derajat (°) Lereng (%) Kelas

1 Datar 0 – 3 0 – 8

S1 2 Berombak / agak landai 4 – 9 8 – 15

3 Bergelombang / melandai 10 – 27 15 – 25 S2

4 Berbukit 28 – 45 25 – 40 S3

Sumber: Mangoensoekarjo, dkk, 2003.

Menurut Lubis (1992) tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 - 400 m diatas permukaan laut. Bentuk wilayah yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit adalah datar sampai berombak, yaitu wilayah dengan kemiringan lereng 0 - 8%. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit (kemiringan 8 - 30%), kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya pembuatan teras.

(9)

12

Pada wilayah berbukit dengan kemiringan lebih dari 30% tidak dianjurkan untuk kelapa sawit karena akan memerlukan biaya yang besar untuk pengelolaannya, sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relatif rendah. Bentuk wilayah merupakan faktor penentu produktivitas yang mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan tanah dan air, pembuatan jaringan jalan dan keefektivitasan pemupukan (Lubis, 1992).

Kelapa sawit sebaiknya ditanam di lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-12° atau 21% (derajat kemiringan dihitung berdasarkan panjang garis proyeksi dan tingginya, kemiringan 45° atau sama dengan 100%). Sebenarnya lahan yang kemiringan lerengnya 13 - 25° atau 46% masih bisa ditanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik. Lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 25° sebaiknya tidak dipilih sebagai lokasi penanaman kelapa sawit karena berisiko terhadap bahaya eosi dan menyulitkan dalam pengangkutan buah saat panen (Sunarko, 2009).

Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang jelek bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsure nitrogen (N) karena itu drainase tanah untuk lahan perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2009).

2.2.3. Sifat Fisik Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh diberbagai jenis tanah antara lain: tanah podsolik coklat, podsolik kuning, podsolik coklat kekuningan, podsolik merah kuning, hidromorfik kelabu, alluvial, regosol, gley humik, organosol (tanah gambut) (Suyatno, 2010).

(10)

13

Sifat fisik tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah atau kedalaman tanah (solum) dan kedalaman permukaan air tanah. Ciri – ciri fisik tanah yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit di antaranya tanah yang gembur, subur, bertekstur lempung berpasir, strukturnya tanah kuat dan drainase yang baik (Sunarko, 2009).

Kondisi fisik tanah lainnya adalah solum atau kedalaman tanah yang tebal, tidak kurang dari 80 cm, karena solum yang tebal diperlukan sebagai media bagi perakaran kelapa sawit terutama dalam hal penyerapan air, hara dan daya dukung mekanis. Kondisi lainnya adalah tekstur ringan dengan kandungan pasir 20 - 60%, debu 10 - 40% dan tanah liat 20 - 50%. Memiliki struktur yang baik dengan permeabilitas sedang. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan gambut tebal (Azhar, 2012). Sifat fisik tanah untuk tanaman kelapa sawit pada berbagai kondisi lahan berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Sifat fisik tanah untuk tanaman kelapa sawit

Sifat Tanah Baik Sedang Kurang

Lereng (derajat) < 12 12 – 23 >23 Kedalaman tanah (cm) >75 37,5 – 75 <37,5 Ketinggian air tanah (cm) >75 37,5 – 75 <37,5

Tekstur Lempung Berpasir Pasir

Struktur Kuat Sedang Lemah (masif)

Konsistensi Gembur Teguh Sangat teguh

(11)

14

2.2.4. Sifat Kimia Tanah

Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat di atasi dengan pemupukan. Sifat kimia tanah yang perlu diperhatikan meliputi keasaman tanah dan ketersediaan hara dalam tanah. Kandungan hara yang tinggi sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif kelapa sawit. Kelapa sawit masih toleran pada pH 5,0 – 6,0 tetapi kelapa sawit masih toleran terhadap pH < 5,0 misalnya pada pH 3,5 - 4,0 yaitu pada tanah gambut (Sulistyo, dkk, 2010).

Di Indonesia status kesuburan tanah diareal pengembangan kelapa sawit dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu status tinggi, agak tinggi, sedang, agak rendah dan rendah. Hubungan tingkat kesuburan tanah dengan produktivitasnya (Harahap, 2000). Menurut Adiwiganda, dkk (1995) adalah tingkat kesuburan agak tinggi sampai tinggi yang meliputi tanah – tanah Hapludand, Hapladand dan Andaquept, dengan tingkat produktivitas > 24 ton TBS/ha/tahun.

Tingkat kesuburan sedang yang meliputi tanah – tanah Eutropet, Dystropept, Hapludult dan Tropopsamment, dengan tingkat produktivitas 21 - 24 ton TBS/ha/tahun. Tingkat kesuburan agak rendah yang meliputi tanah – tanah Haplohulmult, Haplaquult dan Tropofluvent dengan produkivitas 18 - 21 ton TBS/ha/tahun. Tingkat kesuburan rendah meliputi tanah – tanah Paleaquult, Paleudult, Palehumult dan Kandiudult serta tanah gambut dengan tingkat produktivitas < 18 ton TBS/ha/tahun.

(12)

15

2.3. Kelas Kesesuian Lahan

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Untuk menghasilkan petumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kondisi lingkungan tertentu.

Kelas kesesuaian lahan (KKL) Kelas kesesuian lahan menurut FAO (1976) dibagi menjadi 2 (dua) yaitu sesuai atau suitable (S) dan tidak sesuai atau no suitable (N). Kelas sesuai dibagi menjadi 3 (tiga) sub kelas, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), agak sesuai (S3). Kelas tidak sesuai dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tidak sesuai bersyarat (N1) dan tidak sesuai permanen (N2). Kelas kesesuaian lahan dinilai dari karakteristik lahan yang ada dilapangan karena setiap sub-kelas terdiri dari satu atau lebih unit yang lebih menjelaskan tentang jumlah dan intensitas faktor pembatas.

Kelas lahan diperoleh dari hasil penelitian kesesuaian lahan, penelitian ini didasarkan pada karakteristik lahan yang erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Karakteristik lahan yang digunakan untuk penelitian adalah sifat fisik dan sifat kimia, kecuali pH tanahnya. Hal ini di sebabkan karena sifat tanah dianggap relative mudah di perbaiki dengan aplikasi pemupukan (Mangoensoekarjo, 2007).

Menurut Adiwiganda, R., et al., (1995) pada skema evaluasi kesesuaian lahan kelapa sawit mengenal adanya lima kelas lahan, masing – masing lahan memiliki faktor pembatas dengan jumlah dan intensitas tertentu.

Kelas S1 : Sangat sesuai, lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan atau lahan ini ditandai dengan adanya satu faktor pembatas ringan (light limitation), atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Lahan ini memiliki bentuk wilayah datar hingga

(13)

16

berombak dengan pH tanah 4,5 - 5,0, tekstur tanah adalah liat dengan drainase agak terhambat.

Kelas S2 : Cukup sesuai, lahan mempunyai faktor pembatas ringan dan satu faktor pembatas sedang (moderate limitation) dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, biasanya lahan ini memiliki bentuk wilayah bergelombang sehingga memerlukan tambahan masukan (input).

Kelas S3 : Lahan mempuyai faktor pembatas yang sedang, lebih dari satu faktor dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, faktor pembatas tersebut memiliki bentuk wilayah berbukit dengan kelas drainase terhambat sehingga memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Kelas N : Lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat (severe limitation) dan atau sulit diatasi. Faktor pembatas ini yaitu kelas lahan dengan drainase tergenang, pH tanah kurang dari 4 dengan bentuk wilayah perbukitan terjal.

(14)

17

Sifat fisik lingkungan suatu wilayah dirinci ke dalam suatu kualitas lahan (land qualities) yang ditunjukkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Kriteria karakteristik lahan mineral untuk tanaman kelapa sawit.

N o

Karakteristik

Lahan Simbol

Intensitas Faktor Pembatas Tanpa (0) Ringan (1) Sedang (2) Berat (3) 1 Curah hujan (mm) H > 1700 1700 - 1450 1450 - 1250 < 1250 2 Bulan Kering (bulan) K < 1 1 – 2 2 – 3 > 3 3 Ketinggian diatas permukaan laut (m dpl) K 0 – 200 200 - 300 300 - 400 > 400 4 Bentuk daerah/lereng (%) W Datar - Berombak (< 8) Berombak - Bergelombang (8-15) Bergelombang - Berbukit (15-30) Berbukit - Bergunung (> 30) 5 Batuan/kerikil di permukaan dan di dalam tanah (%) B < 3 3 – 15 15 - 40 > 40 6 Kedalaman Efektif/tanah (cm) S > 100 50 - 100 25 - 50 < 25 7 Tekstur Tanah T Lempung berdebu; lempung liat berpasir; lempung liat berdebu; lempung berliat Liat; lempung; berpasir; lempung pasir bergelumpung; debu Liat berat; pasir

8 Kelas Drainase D Baik;

sedang Agak terhambat; agak cepat cepat; terhambat sangat cepat; sangat terhambat selalu tergenang 9 Kemasaman tanah (pH) A 5,0 - 6,0 4,0 - 5,0 3,5 - 4,0 < 3,5 6,0 - 6,5 6,7 - 7,0 > 7,0

(15)

18

2.4. Potensi Produksi

Produktivitas kelapa sawit di pengaruhi oleh umur tanaman. Tanaman tua berumur lebih dari 15 tahun memiliki tandan yang lebih berat dibandingkan dengan tanaman yang muda. Diatas umur 10 tahun, berat tandan rata – rata sama untuk setiap tahunnya. Pengelompokkan tanaman kelapa sawit berdasarkan umur tanaman dibagi menjadi tiga bagian kelompok yaitu tanaman umur 3 – 8 tahun adalah tanaman muda, umur 9 – 13 tahun adalah tanaman remaja sedangkan 14 –20 tahun adalah tanaman dewasa dan umur tanaman diatas 20 tahun adalah tanaman tua (Sunarko, 2009).

Produktivitas tanaman kelapa sawit yang ditanam ditanah yang subur (kandungan unsur hara tinggi) umumnya tinggi. Berbeda dengan yang di tanam di tanah yang miskin unsur hara maka produktivitasnya akan rendah. Lahan yang tergolong kedalam kelas S1, poduktivitasnya akan optimal karena lahan kelas S1 memiliki faktor pembatas yang sedikit. Produksi tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari kelas kesesuaian lahan yang ditunjukkan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan kelas kesesuaian lahan.

Kelas Produksi Rata-rata Ton TBS / Ha/Tahun dalam satu siklus

Produksi Puncak Ton TBS/ Ha/Tahun

I >24 >32

II 22 – 24 30

III 20 – 22 27

IV < 20 < 25

Sumber: Suyatno Risza, 1994.

Peningkatan produktivitas tanaman dapat ditempuh setidaknya melalui dua pendekatan, yaitu pemakaian bibit unggul yang memiliki potensi produksi tinggi atau teknik budidaya yang intensif untuk mendapatkan produktivitas nyata yang optimal.

(16)

19

Potensi produksi tanaman kelapa sawit pada tanah mineral di setiap kelas kesesuaian lahan (KKL) yang ditunjukkan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.9. Standar Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Kelas Lahan

Umur Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3

(tahun) JPT RBT TBS JPT RBT TBS JPT RBT TBS 3 21,6 3,2 9,0 18,1 3,1 7,3 15,9 3,0 6.2 4 19,2 6,0 15,0 17,6 5,9 13,5 17,4 5,3 12,0 5 18,5 7,5 18,0 17,3 7,1 16,0 16,6 6,7 14,5 6 16,2 10,0 21,1 15,1 9,4 18,5 15,4 8,5 17,0 7 16,0 12,5 26,0 15,0 11,8 23,0 15,7 10,8 22,0 8 15,3 15,1 30,0 14,9 13,2 25,5 14,8 12,7 24,5 9 14,0 17,0 31,0 13,1 16,5 28,0 12,9 15,5 26,0 10 12,9 18,5 31,0 12,3 17,5 28,0 12,5 16,0 26,0 11 12,2 19,6 31,0 11,6 18,5 28,0 11,5 17,4 26,0 12 11,6 20,5 31,0 11,0 19,5 28,0 10,8 18,5 26,0 13 11,3 21,1 31,0 10,8 20,0 28,0 10,3 19,5 26,0 14 10,3 22,5 30,0 10,1 20,5 27,0 9,6 20,0 25,0 15 9,3 23,0 27,9 9,2 21,8 26,0 9,1 20,6 24,5 16 8,5 24,5 27,1 8,5 23,1 25,5 8,3 21,8 23,5 17 8,0 25,0 26,0 7,8 24,1 24,5 7,4 23,0 22,0 18 7,4 26,0 24,9 7,2 25,2 23,5 6,7 24,2 21,0 19 6,7 27,5 24,1 6,6 26,4 22,5 6,0 25,5 20,0 20 6,2 28,5 23,1 5,9 27,8 21,5 5,5 26,6 19,0 21 5,8 29,0 21,9 5,6 28,6 21,0 5,1 27,4 18,0 22 5,1 30,0 19,8 5,0 29,4 19,0 4,6 28,4 17,0 23 4,8 30,5 18,9 4,6 30,1 18,0 4,2 29,4 16,0 24 4,4 31,9 18,1 4,2 31,0 17,0 3,8 30,4 15,0 25 4,1 32,4 17,1 3,8 32,0 16,0 3,6 31,2 14,0 Rata-rata 10,8 20,9 24,0 10,2 20,1 22,0 9,9 19,2 20,0 Sumber : Lubis, 2008.

Keterangan : JPT : Jumlah tandan/pohon/tahun RBT : Rata – rata berat tandan (Kg)

Gambar

Tabel 2.1. Diameter akar tanaman kelapa sawit
Tabel 2.2.  Tinggi batang kelapa sawit berdasarkan umur tanaman  Umur  (tahun)  Tinggi (m)  Umur  (tahun)  Tinggi (m)  Umur  (tahun)  Tinggi (m)  3  1,6  11  7,5  19  11,5  4  2,2  12  8,4  20  11,9  5  2,6  13  8,9  21  12,2  6  3,8  14  9,8  22  12,4  7
Tabel 2.3. Tahap Perkembangan Daun Kelapa Sawit.
Tabel 2.4.  Karakteristik buah kelapa sawit berdasarkan jenis buah.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal service adalah pelayanan hukum, sehingga dalam pengertian legal service, bantuan hukum yang dimaksud sebagai gejala

Austin dalam How to do things with words (1962:100) menyatakan bahwa tindak ilokusi adalah “ The act of saying something” maksudnya tindak lokusi adalah tuturan

Dengan gaya bahasa yang berbeda, Hamid Hasan (1999: 8) menjelaskan bahwa tujuan Pendidikan Sejarah antara lain memberi “Pengetahuan dan pemahaman terhadap peristiwa sejarah yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi reaksi redoks dengan model pembelajaran problem solving untuk kelompok

Hal ini terbukti pada pelaksanaan Ujian Nasional, sedangkan pendidikan yang lain seperti akhlak belum tersentuh, pendidikan karakter juga belum diimplementasikan dalam

Input nama direktori, output tidak ada (membuat direktori baru), bila terjadi error maka tampilan error pada layar (standar error).. $

Dalam mengadakan program pengembangan kompetensi dan juga skills ada baiknya perusahaan tersebut menggunakan jasa atau bantuan dari lembaga terkait mengenai hal tersebut, sehingga

Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. 2) Bahan hukum sekunderyang digunakan penulis berupa publikasi, yang. meliputi buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal,