Evaluasi Kinerja dan Penentuan Peringkat Pemasok Pada Perusahaan
Manufaktur Baja Menggunakan Data Envelopment Analysis Model CCR
dan Super-efficiency DEA
Muhammad Iqbal, Yadrifil
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424 Abstrak
Kinerja pemasok sangat berperan penting dalam supply chain perusahaan terutama dalam menerapkan efisiensi proses operasi agar dapat meningkatkan daya kompetitif perusahaan di era persaingan global saat ini. Meningkatnya permintaan pasar terhadap komoditas baja di wilayah domestik yang disebabkan pertumbuhan ekonomi nasional, merangsang perusahaan manufaktur baja untuk meningkatkan output produksinya. Konsekuensi dalam meningkatkan kapasitas produksi membawa perusahaan untuk lebih selektif dalam memilih pemasok yang benar-bernar mampu memberikan pasokan input yang optimal dan terpercaya. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja para pemasok. Penelitian ini mencoba melakukan evaluasi kinerja dan pemeringkatan pemasok menggunakan metode Data Envelopment Analysis dan model Super-efficiency DEA di salah satu perusahan manufaktur baja ternama di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan temuan yaitu pemasok ke-3 memperoleh nilai efisiensi tertinggi.
Kata kunci: DEA; Evaluasi kinerja; Efisiensi; Pemasok; Super-efficiency DEA Abstract
Nowadays,Vendor performance plays a very important role in business supply chain, particularly to construct an efficiency manufacturing process which will support the company to gain more profit and increase the competitive advantages. An increasing demand of steel product in domestic market that influenced by Indonesian economic growth, has led steel manufacturing company to increase their output production. The consequence in increasing production capacity might result in enhancing the company dependence in supplier performance as in fact they supply the crucial input for production necessity. This paper is trying to present an evaluation of performance and efficiency ranking using Data Envelopment Analysis method and Super-efficiency DEA at a well-known steel manufacturing company in Indonesia. The result found that supplier 3 get the highest rank based on Super-efficiency DEA and determined as the most efficient supplier based on DEA method.
Keywords: DEA; Efficiency; Performance evaluation; Super-efficiency DEA; Supplier
1. Pendahuluan
Dalam konteks manufaktur di era globalisasi saat ini, isu kebutuhan pasokan sumber
daya (resource) merupakan hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Supplier
(pemasok) merupakan komponen yang krusial dalam supply chain management. Kegiatan
hulu manufaktur seperti pengadaan bahan baku dari pemasok, saat ini menjadi indikator
produksi. Oleh sebab itu perusahaan harus berhati-hati mengambil langkah untuk bermitra dengan sembarang pemasok, karena boleh jadi hal tersebut berdampak negatif terhadap
kinerja supply chain perusahaan [1].
Di pasar yang sangat kompetitif seperti saat ini, kunci kesuksesan bisnis perusahaan sangat bergantung pada pemilihan pemasok. Pemilihan dan evaluasi pemasok merupakan fase
yang paling penting dalam proses pembelian (purchasing). Hal ini dikarenakan perusahaan
perlu untuk menyesuaikan kemampuan/kinerja para pemasok dengan kebutuhan perusahaan dalam kaitannya dengan kriteria kinerja yang diharapkan [2].
Seiring berkembangnya pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini, membuat pertumbuhan sektor konstruksi dan infrastruktur nasional juga ikut bergerak naik. Sektor ini berkontribusi sebesar 80% terhadap total konsumsi baja nasional [3]. Kedepan, diperkirakan pertumbuhan sektor konstruksi akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga tren konsumsi baja nasional diramalkan akan melonjak signifikan. Pada gambar 1 dibawah ini dapat dilihat pertumbuhan konsumsi baja nasional yang terjadi sampai tahun 2012.
Gambar 1. Konsumsi, produksi, dan impor baja nasional
Sebagai perusahaan manufaktur baja nasional yang sangat berperan dalam menyuplai sebagian besar kebutuhan baja domestik, perusahaan manufaktur baja PT. X terdorong untuk meningkatkan kapasitas output produksinya agar dapat memenuhi tren permintaan baja dan mengurangi ketergantungan baja impor di lingkup pasar nasional. Konsekuensi meningkatkan output produksi yang lebih besar akan meningkatkan ketergantungan perusahaan terhadap
suplai dari pemasok, sementara PT. X sendiri mengadopsi pola suplai multisourcing sehingga
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2009 2010 2011 2012
Konsumsi Baja (juta ton) Produksi baja nasional (juta ton)
masing-masing pemasok memiliki kinerja yang berbeda-beda. Untuk itu PT. X perlu melakukan pengukuran kinerja bagi seluruh pemasok, yang mana hasil pengukuran tersebut dapat memberikan informasi pemasok mana yang berkinerja relatif baik dan mana yang kurang baik. Serta dapat memberikan informasi berupa target perbaikan bagi pemasok berkinerja kurang baik.
Selain itu, metode evaluasi kinerja pemasok yang diterapkan manajemen procurement
PT. X saat ini, dinilai menghasilkan informasi yang kurang kredibel karena penilaian bersifat subjektif dan memiliki kriteria yang kurang representatif dari sisi akademis. Hal ini memungkinkan perusahaan tidak memiliki keakuratan data yang berfungsi sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan decision making. Menurut Laura Gallego (2011) seleksi
pemasok bukan proses yang mudah karena seleksi pemasok merupakan persoalan multi-kriteria yang melibatkan baik faktor kuantitatif maupun faktor kualitatif [4]. Oleh karena itu, PT. X perlu memiliki mekanisme evaluasi kinerja pemasok yang lebih objektif dan memiliki kapabilitas untuk mengakomodasi parameter penilaian yang bersifat multikriteria.
Sebagai referensi dalam memilih metode untuk penelitian ini, cukup banyak literatur yang membahas tentang seleksi dan evaluasi pemasok dengan menggunakan metode yang
melibatkan multi-kriteria. Sipahi dan Timor (2010) menerangkan bahwa metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) merupakan metode yang paling umum digunakan dalam konteks seleksi pemasok [5]. Seperti pada penelitian Tam dan Tumala (2001) yang menggunakan metode AHP untuk seleksi pemasok pada perusahaan telekomunikasi [6]. Penggunaan metode AHP ini cukup digemari karena dinilai relatif mudah yaitu menggunakan pendekatan hirarki dalam menjabarkan kriteria masalah.
Narasimhan et al. (2001) melakukan evaluasi kinerja pemasok menggunakan DEA,
yaitu metode dengan pendekatan programa linier multi-faktor [7]. DEA merupakan metode yang populer saat ini karena karakteristiknya yang dikenal kuantitatif dan mekanisme
perhitungan yang praktis. Roshandel et al. (2013) melakukan evaluasi dan seleksi pemasok
menggunakan hirarki fuzzy TOPSIS pada industri manufaktur deterjen [8]. Kelebihan yang
dimiliki hirarki fuzzy TOPSIS dibandingkan metode multi-kriteria lainnya antara lain
kemampuan dalam membandingkan hasil dengan solusi ideal positif, menghasilkan ranking,
pembobotan kriteria lebih realistis dan mengatasi permasalahan fuzziness.
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pengukuran kinerja pemasok dan menentukan peringkat pemasok pada perusahaan manufaktur baja PT. X dengan
Metode Data Envelopment Analysis tersebut dipilih oleh penulis berdasarkan beberapa alasan yang nanti akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
2. Tinjauan Pustaka
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan dua metode yaitu DEA dan Super-efficiency DEA. Penggabungan kedua metode dalam penelitian ini adalah dengan maksud memberikan gambaran dari berbagai sudut penilaian bagi pihak manajemen dalam mengambil langkah strategis berkaitan dengan pemasok.
2.1 DataEnvelopmentAnalysis
Data Envelopment Analysis pertama sekali dikenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) dari hasil pengembangan penelitian Farrell (1957) tentang analisis produktivitas. Farrell dan Fieldhouse mengembangkan suatu teknik baru yang memungkinkan banyak output dan input digunakan secara bersamaan. Namun kendala pada metode Farrell adalah bagaimana menentukan bobot yang sesuai untuk setiap DMU. Charnes, Cooper dan Rhodes mengatasi kendala tersebut dengan menggunakan pendekatan programa linier yang memungkinkan setiap DMU memilih dengan sendirinya bobot input dan output untuk mendapatkan efisiensi tertinggi.
DEA merupakan metode programa matematik untuk mengukur efisiensi relatif
sekumpulan entitas yang disebut Decision Making Unit (DMU) dengan menggunakan
beberapa variabel input dan ouput [1]. Pada dasarnya efisiensi didapatkan dengan melakukan pembagian jumlah terbobot output dengan jumlah terbobot input. Persamaannya matematisnya adalah sebagai berikut :
!""#$#%&$# !"#$%#&' !"#$ != !!!!" ! !!! !!!!" ! !!! … … … …. . .(1)
Keterangan : Xij : nilai input ke ith di unit ke j
Vi : pembobotan untuk input ke ith
Yrj : nilai output ke rth di unit ke j
Ur : pembobotan untuk output ke rth
Dalam konteks DEA, kinerja dari pemasok dapat dihitung berdasarkan rasio antara jumlah terbobot output dibagi jumlah terbobot input. Bentuk programa linier metode DEA adalah sebagai berikut:
!"#"$%:
Kendala:
Keterangan : s : banyaknya output m : banyaknya input
Xij : nilai input ke ith di unit ke j
Vi : pembobotan untuk input ke ith
Yrj : nilai output ke rth di unit ke j
Ur : pembobotan untuk output ke rth
Secara umum, terdapat dua model dasar dari metode DEA yaitu model klasik Charnes, Cooper, dan Rhodes (CCR) dan model Banker Charnes Cooper (BCC). Dalam penelitian ini penulis menggunakan DEA model CCR untuk melakukan evaluasi kinerja pemasok. DEA
model CCR mengasumsikan skala produksi DMU yang diukur bersifat konstan (constant
return-to-scale) sehingga fungsi produksi yang dihasilkan model tersebut berbentuk linier.
Asumsi constant return-to-scale pada model CCR, maksudnya apabila bertambahnya nilai
input maka akan menyebabkan pertambahan nilai output secara proporsional. Bentuk persamaan programa linear DEA model CCR adalah sebagai berikut:
!"#"$%: !"#$ ! = !!!!" ! !!! Kendala: !!!!" ! !!! − !! ! !!! !!" ≤ 0 ;! = 1,….,! !!!!" ! !!! =1 ; !"# !!,!! ≥0
Keterangan: s : banyaknya output m : banyaknya input
Vi : pembobotan untuk input ke ith Yrj : nilai output ke rth di unit ke j
Ur : pembobotan untuk output ke rth
Dalam perhitungan pendekatan programam matematik, ada dua model programa linier yang bisa digunakan untuk menyelesaikan model CCR, yaitu model primal dan model dual. Model primal DEA CCR seperti yang ditampilkan diatas akan menghasilkan perhitungan nilai efisiensi yang sama dengan model dualnya. Namun model dual biasanya digunakan untuk
memperoleh nilai efficiency reference set yang berguna untuk untuk rekomendasi perbaikan
bagi pemasok inefisien. Bentuk programa linear CCR model dual adalah sebagai berikut:
!"#"$"%& !− !!! ! + !!! ! !!! … … … …. 4 !"#$%&' !"∶ !!!"− !!"!! ! !!! −!!! =0
Apabila terdapat n buah pemasok dalam himpunan yang dievaluasi, maka terdapat n model LP yang harus diselesaikan. Dari hasil optimasi model LP tersebut akan diperoleh nilai
efisiensi relatif masing-masing DMU. Apabila suatu DMU mendapat nilai θ sama dengan satu
menandakan DMU tersebut berkinerja efisien, sedangkan DMU yangg mendapat nilai θ ≤ 1
menandakan DMU tersebut kurang efisien.
Pada prinsipnya DEA mengukur efisiensi relatif suatu DMU berdasarkan konsep pareto optimal. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu DMU dikatakan efisien relatif apabila tidak ada DMU lain atau himpunan DMU lain yang mampu menghasilkan setidaknya jumlah output yang sama dengan menggunakan jumlah input yang sama atau lebih sedikit. Sebaliknya DMU dikatakan inefisien apabila terdapat DMU lain yang mampu menghasilkan output yang lebih besar dengan menggunakan input yang sama atau lebih sedikit.
Bila digambarkan kedalam grafik fungsi produksi, himpunan DMU yang efisien dari
hasil perhitungan DEA akan membentuk garis production frontier. Garis frontier pada DEA
model CCR berbentuk linier. DMU – DMU yang berada dibawah garis frontier merupakan DMU yang kurang efisien (inefisien). Setiap DMU yang inefisien memiliki paling tidak satu
DMU referensi yang berada pada garis frontier. DMU inefisien tersebut akan di-benchmark
dengan referensi DMU efisien yang paling dekat dengannya. Reference set dapat ditentukan
dengan menemukan DMU efisien yang memiliki kriteria paling mirip dengan DMU yang
yang dibentuk DMU efisien yang memberikan hipotesa untuk ditiru oleh DMU yang kurang efisien agar dapat menjadi DMU yang efisien.
Gambar 2. Contoh garis frontier DEA model CCR
Secara garis besar, ada empat alasan mengapa penulis menggunakan DEA dalam
melakukan seleksi pemasok. Pertama, DEA menggunakan pendekatan data-oriented dalam
melakukan perhitungan nilai efisiensi, sehingga pengukuran DEA bersifat kuantitatif. Kedua, DEA merupakan metode non-parametrik dimana nilai bobot setiap kriteria menjadi variabel didalam penyelesaian model, hal ini menghilangkan subjektivitas dalam menentukan nilai bobot kriteria. Ketiga, penyelesaian model dual metode DEA menghasilkan nilai ERS yang
dapat digunakan sebagai benchmark bagi pemasok yang inefisien. Keempat, model programa
matematik pada metode DEA dinilai kredibel untuk memperoleh penilaian yang objektif. 2.2 Super-efficiencyDEA
Sebenarnya metode DEA memberikan hasil evaluasi yang terbatas, yaitu berupa nilai efisiensi relatif masing – masing DMU tanpa mampu menghasilkan pemeringkatan bagi DMU-DMU efisien. Super-efficiency DEA merupakan modifikasi model DEA yang dirancang sehingga memungkinkan semua DMU dapat diranking [9]. Super-efficiency DEA
memberikan hasil ranking efisiensi pemasok dengan mekanisme programa linier yang sama
seperti metode DEA. Penggunaan metode ini sangat berguna untuk menutupi kekurangan metode DEA, sekaligus memberikan gambaran yang jelas bagi pihak yang berkepentingan terkait urutan pemasok berkinerja paling baik.
Prinsip dasar model Super-efficiency DEA terdapat pada formulasi model LP-nya
yang tidak memasukan DMU yang dievaluasi kedalam constraint, sehingga nilai efisiensi
Andersen dan Petersen (1993). Bentuk model programa linier Super-efficiency DEA adalah sebagai berikut: Tujuan : rk s 1 r r
y
u
Z
maks
∑
==
Kendala :k
j
n
1,2,..,
j
0
x
v
y
u
m ij 1 i i rj s 1 r r−
∑
≤
=
≠
∑
= =1
x
v
m 1 i ik i=
∑
= ur , vr ≥ 0 Keterangan : s : banyaknya output m : banyaknya inputXij : nilai input ke ith di unit ke j
Vi : pembobotan untuk input ke ith
Yrj : nilai output ke rth di unit ke j
Ur : pembobotan untuk output ke rth
3. Metode Penelitian
Pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian ini berasal data primer yang diambil dari dokumen/arsip perusahaan. Selain itu pemilihan variabel input dan output sebagai kriteria pengukuran DEA juga melibatkan peran pihak manajemen perusahaan tepatnya personel di divisi logistik dan pengadaan barang.
Penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan manufaktur baja ternama di Indonesia (PT. X) yang memiliki pangsa pasar cukup besar di pasar domestik. PT. X memiliki peluang besar untuk meningkatkan kapasitas ouput produksinya sejalan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung terus meningkat stabil. Evaluasi kinerja pemasok menjadi penting bagi PT. X mengingat wacana penambahan kapasitas ouput produksi akan membutuhkan sumber input yang memadai agar proses produksi berjalan lancar. Pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian ini berasal data primer yang diambil dari dokumen/arsip perusahaan. Selain itu pemilihan variabel input dan output sebagai kriteria pengukuran DEA juga melibatkan peran pihak manajemen perusahaan tepatnya personel di divisi logistik dan pengadaan barang.
4. Pembahasan dan Hasil Penelitian
Dalam melakukan pengumpulan data, ada beberapa tahapan yang menjadi substansi penting dilakukan oleh penulis. Berikut penjabaran setiap tahapan pengumpulan data penelitian ini.
4.1Penentuan Decision Making Unit
DMU merupakan suatu entitas yang memiliki kemampuan mengkonversi input menjadi output sehingga kinerjanya dapat dievaluasi berdasarkan nilai efisiensi DMU tersebut. Dalam konteks penelitian ini, DMU merupakan pemasok yang mengadakan hubungan kemitraan dalam menyuplai barang dan jasa kepada PT. X. Untuk memenuhi unsur
Homogeneity pada setiap DMU, pemasok-pemasok yang akan dievaluasi harus memiliki kesamaan output hasil produksi sehingga pengukuran kinerja menjadi sebanding.
Setelah mengidentifikasi seluruh pemasok yang ada, penulis menemukan pemasok
yang menyuplai bahan baku kapur bakar memenuhi kriteria yang dibutuhkan sebagai DMU.
Terdapat enam pemasok yang menyuplai material untuk produksi baja billet tersebut (gambar
1). Keenam pemasok tersebut akan dimasukan kedalam himpunan DMU untuk dievaluasi.
Gambar 3. Pemilihan DMU
4.2Penentuan Kriteria input dan output
Dalam melakukan penentuan kriteria input dan output suatu pemasok, Al-faraj (2006) menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama kriteria input harus mewakili sumber daya atau kapabilitas yang dimiliki pemasok tersebut, sebagai contoh; jumlah karyawan, kemampuan teknis, dan lain-lain. Kedua, harus adanya hubungan isotonis antara kriteria input dan ouput yang dipilih, yaitu apabila ada kenaikan sejumlah input akan mempengaruhi kenaikan satu atau beberapa kriteria output. Ketiga, kriteria yang dipilih dapat disesuaikan dengan obyektif manajemen terkait di perusahaan yang sudah ada sebelumnya. Pemilihan kriteria juga dapat dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah digunakan pada penelitian sebelumnya. Dalam hal ini penulis mempertimbangkan 23 kriteria seleksi pemasok Dickson (1966).
Langkah awal dalam menentukan variabel input dan output adalah dengan
mengadakan diskusi bersama beberapa pihak manajemen purchasing PT. X. Diskusi
membahas secara mendalam tentang semua alternatif variabel yang mungkin akan digunakan,
yaitu dengan mempertimbangkan obyektif manajemen dan Dickson’s criteria. Karena jumlah
DMU yang diukur relatif kecil maka variabel yang dipilih juga harus dibatasi jumlahnya agar menjaga hasil pengukuran DEA tetap diskriminatif [10]. Setelah mengadakan diskusi bersama pihak manajemen perusahaan dengan, penulis merangkum lima variabel input dan output yang sangat mempengaruhi kinerja vendor. Kriteria input dan output tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Daftar Variabel Input dan Output
INPUT
Historis Jumlah Transaksi Bisnis Lokasi Geografis OUTPUT Kualitas Waktu Pengiriman Pelayanan
Kualitas dan ketepatan waktu pengiriman merupakan tujuan yang paling penting bagi pihak perusahaan. Kualitas akan sangat mempengaruhi hasil akhir barang jadi sedangkan waktu pengiriman akan mempengaruhi berjalannya proses produksi. Material kapur bakar yang digunakan untuk produksi baja harus memiliki spesifikasi kandungan kalsium oksida (CaO) didalamnya paling rendah sebesar 88%. Kualitas material dinyatakan tidak baik apabila pemasok menyediakan material dengan komposisi kandungan CaO yang lebih rendah. Untuk memperoleh informasi persentase jumlah material memenuhi kualitas yang disuplai oleh pemasok, digunakan rumus berikut ini:
!"#$%&#' !"#$%&"' !"#$%&'= !"#$%&"' !"!#$% !"#!$%$&'!$
!"#$%& !"#$%&"' ×100%
Menyediakan pengiriman material dengan tepat waktu merupakan tugas penting pemasok agar proses produksi PT. X berjalan lancar. Ketepatan waktu pengiriman material (Delivery time) dari para pemasok menunjukanNo index entries found. sikap integritas dan berkomitmen dalam mewujudkan kesepakatan antara pemasok dan perusahaan untuk menyediakan material sebelum batas waktu yang ditentukan. Informasi mengenai ketepatan
menghitung persentase material yang memenuhi pengiriman tepat waktu dari pemasok, digunakan rumus berikut ini:
!"#"$%#%& !"#$%"&' = !"#$%&"' !"#"$"% !"#$! !"#$%
!"#$%& !"#$%&"' ×100%
Lokasi geografis diukur berdasarkan jarak dari lokasi gudang penyimpanan material pemasok menuju lokasi perusahaan (kilometer). Jumlah historis transaksi bisnis diukur berdasarkan jumlah pembelian material oleh perusahaan dari pemasok pada masa lampau.
Kriteria pelayanan (services) menjadi variabel yang unik dibandingkan variabel lainnya
karena nilai manfaatnya bersifat intangible. Parameter services menjadi penting bagi
perusahaan mengingat proses pengadaan barang biasanya memiliki unsur resiko dan ketidakpastian akan mekanisme dan kondisi barang yang disuplai, sehingga para pemasok dituntut untuk lebih fleksibel dan memberikan pelayanan sebaik mungkin untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan. Kemampuan pemasok dalam menyediakan services diklasifikasikan
menjadi beberapa subkriteria seperti terlihat pada tabel 2 dan kemudian dinilai dengan menggunakan skala likert.
Tabel 2 Subkriteria Variabel Services
Kriteria Subkriteria Pelayanan
KETANGGAPAN
Performa dalam merespon undangan tender dari KS Keterbukaan negosiasi
Kenyamanan dalam komunikasi
Kesigapan dalam memecahkan masalah di lapangan
KOMITMEN & KREDIBILITAS Itikad menjalin hubungan jangka panjang
Sikap profesionalisme dan bertanggung jawab
4.3Pengumpulan data
Sesuai dengan variabel-variabel input dan output yang telah ditentukan dan didefinisikan sebelumnya, maka terdapat lima kelompok data yang dinilai dari para pemasok. Rekapitulasi data variabel input dan ouput setiap pemasok dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Data Variabel
DMU’s Delivery Performance Quality Amount of Past Bussiness Service Geographical Location Pemasok 1 99% 78.3% 3,340,000 kg 88.8% 164 km Pemasok 2 97.5% 77% 3,985,000 kg 80% 210 km Pemasok 3 100% 72.3% 1,620,000 kg 86.6% 205 km Pemasok 4 98,9% 68.6% 4,045,000 kg 85.6% 207 km
Pemasok 5 99% 72.1% 1,875,000 kg 82.2% 210 km
Pemasok 6 95.4% 73.8% 2,435,000 kg 77.7% 173 km
4.4Penentuan Model DEA
Setelah pengumpulan data telah lengkap, tahap selanjutnya adalah menentukan model DEA apa yang digunakan. Secara umum terdapat dua jenis model DEA yang biasa digunakan
untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit operasi, yaitu DEA model klasik Charnes Cooper
Rhodes (CCR) dan DEA model Banker Charnes Cooper (BCC). Pemilihan model akan yang digunakan harus mempertimbangkan karakteristik dari fungsi produksi DMU yang diukur. DEA model CCR mengasumsikan skala produksi DMU yang diukur bersifat konstan (constant return-to-scale) sehingga fungsi produksi yang dihasilkan model tersebut berbentuk linier. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode DEA model CCR. Pemilihan model DEA CCR berdasarkan asumsi bahwa fungsi produksi para pemasok berada pada kondisi yang optimal dan tidak mengalami fluktuasi sehingga metode DEA lebih efektif digunakan adalah model CCR dengan skala produksi yang konstan.
Model Super-efficiency DEA yang digunakan dalam penelitian ini adalah model awal Super-efficiency yang dikembangkan oleh Andersen dan Petersen (1993). Penulis menggunakan model ini karena bentuk model yang cukup sederhana dan hasil pengukuran dapat menunjukan peringkat setiap DMU, bahkan DMU yang efisien sekalipun.
4.5Formulasi dan Optimasi
Menghitung nilai efisiensi relatif suatu pemasok menggunakan metode DEA dilakukan melalui optimasi programa linier. Data variabel output pemasok yang diukur dijadikan tujuan dalam model programa linier, sedangkan variable inputnya berbentuk konstan sama dengan satu dan dimasukan kedalam kendala.
Formulasi programa linier metode DEA CCR yang berorientasi input dapat disusun menjadi model primal dan model dual. Contoh formulasi model primal DEA CCR untuk
mengukur nilai efisiensi relatif DMU1 adalah sebagai berikut:
DMU1 (Bintang Mandiri)
Model Primal Maks Z = 0,99 X1 + 0,783 X2 + 0,888 X3 Kendala: 3.34 Y1 + 164 Y2 = 1 0,99 X1 + 0,783 X2 + 0,888 X3 – 3.34 Y1 - 164 Y2 ≤ 0 0,975 X1 + 0,77 X2 + 0,8 X3 – 3.98 Y1 - 210 Y2 ≤ 0
1 X1 + 0,723 X2 + 0,866 X3 – 1.62 Y1 - 205 Y2 ≤ 0 0,989 X1 + 0,686 X2 + 0,855 X3 – 4.05 Y1 – 207 Y2 ≤ 0 0,99 X1 + 0,721 X2 + 0,822 X3 – 1.87 Y1 – 210 Y2 ≤ 0 0,954 X1 + 0,738 X2 + 0,777 X3 – 2.43 Y1 – 173 Y2 ≤ 0 Y1, Y2, X1, X2, X3 ≥ 0 Keterangan:
Y1 = bobot untuk kriteria jumlah suplai material
Y2 = bobot untuk kriteria jumlah transaksi bisnis lampau
X1 = bobot untuk kriteria ketepatan waktu
X2 = bobot untuk kriteria kualitas
X3 = bobot untuk kriteria pelayanan
Sedangkan formulasi model dual DEA CCR dapat disusun dari model primal yang
sudah ada. Contoh formulasi model dual DEA CCR untuk DMU1 adalah sebagai berikut:
DMU1 (Bintang Mandiri)
Model Dual Min θ Kendala: 0,99 λ1 + 0,975 λ2 + 1 λ3 + 0,989 λ4 + 0,99 λ5 + 0,954 λ6 ≥ 0,99 0,783 λ1 + 0,77 λ2 + 0,723 λ3 + 0,686 λ4 + 0,721 λ5 + 0,738 λ6 ≥ 0,783 0,888 λ1 + 0,8 λ2 + 866 λ3 + 0,855 λ4 + 0,822 λ5 + 0,777 λ6 ≥ 0,888 0,826 λ1 + 0,985 λ2 + 0,401 λ3 + 1 λ4 + 0,464 λ5 + 0,602 λ6 ≤ 0,826 θ 0,781 λ1 + 1 λ2 + 0,976 λ3 + 0,986 λ4 + 1 λ5 + 0,824 λ6 ≥ 0,781 θ λ1, λ2, λ3, λ4 , λ5, λ6 ≥ 0 Keterangan:
λn = intensitas untuk pemasok ke -n
n = 1,2,…...,6
θ = Variabel dual, tidak terbatas (bebas)
Sedangkan contoh formulasi model Super-efficiency DEA untuk mengukur nilai
efisiensi DMU1 adalah sebagai berikut:
DMU1 (Bintang Mandiri)
Model Super-Efficiency DEA
Maks Z = 0,99 X1 + 0,783 X2 + 0,888 X3
Kendala:
0,975 X1 + 0,77 X2 + 0,8 X3 – 3.98 Y1 – 210 Y2 ≤ 0 1 X1 + 0,723 X2 + 0,866 X3 – 1.62 Y1 – 205 Y2 ≤ 0 0,989 X1 + 0,686 X2 + 0,855 X3 – 4.05 Y1 – 207 Y2 ≤ 0 0,99 X1 + 0,721 X2 + 0,822 X3 – 1.87 Y1 – 210 Y2 ≤ 0 0,954 X1 + 0,738 X2 + 0,777 X3 – 2.43 Y1 – 173 Y2 ≤ 0 Y1, Y2, X1, X2, X3 ≥ 0
Penyelesaian formulasi programa linier DEA diatas dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak Efficiency Measurement System 1.3 (EMS). EMS merupakan perangkat lunak
yang dikembangkan oleh Technical University of Dortmund untuk perhitungan efisiensi relatif dalam metode DEA.
4.6Hasil Optimasi
Melakukan optimasi DEA CCR menggunakan perangkat lunak Efficiency
Measurement System 1.3, dapat menampilkan hasil solusi optimasi dari kedua model, baik model primal maupun dual dari seluruh DMU yang diukur. Berikut hasil pengukuran metode DEA CCR berupa nilai efisiensi relatif yang dicapai setiap pemasok.
Gambar 4. Nilai Efisiensi Relatif Setiap Pemasok
Dari hasil perhitungan DEA pada gambar 4 diatas dapat disimpulkan bahwa pemasok 1, pemasok 3, dan pemasok 6 memperoleh nilai efisiensi maksimal 100% sehingga dikategorikan sebagai pemasok yang efisien. Sedangkan pemasok 2, pemasok 4 dan pemasok 5 memperoleh nilai efisiensi kurang dari 100% sehingga dikategorikan sebagai pemasok yang
50.00% 55.00% 60.00% 65.00% 70.00% 75.00% 80.00% 85.00% 90.00% 95.00% 100.00%
Pemasok 1 Pemasok 2 Pemasok 3 Pemasok 4 Pemasok 5 Pemasok 6 1
0.7867
1
0.8006
kurang efisien. Masing-masing pemasok tersebut memperoleh nilai efisiensi sebesar 78.67%, 80.06% dan 94.63% secara berurutan.
Selain itu perhitungan DEA model dual menghasilkan nilai efficiency reference set
(ERS). Nilai ERS merupakan hasil penyelesaian model dual metode DEA, yang dapat
digunakan pemasok inefisien sebagai nilai benchmark untuk memperbaiki kinerjanya agar
menjadi efisien. Efficiency reference set masing – masing pemasok yang inefisien dapat
dilihat pada tabel 4. Nilai ERS dibentuk oleh sekumpulan nilai intensitas yang berasal dari DMU efisien. Contohnya saja DMU inefisien pemasok 2 memiliki nilai ERS yang terdiri dari nilai intensitas DMU efisien pemasok 1 dan pemasok 6. Penjumlahan dari hasil kali masing – masing nilai intensitas dengan salah satu nilai variabel DMU efisien tersebut, akan menghasilkan sebuah nilai variabel baru yang menjadi rekomendasi perbaikan bagi pemasok inefisien.
Tabel 4. Nilai Efficiency Reference Set
DMU’s Nilai Efisiensi Efficiency Reference Set
1 100% -- 2 78.67% DMU1 (0.782) ; DMU6 (0.214) 3 100% -- 4 80.06% DMU1 (0.882) ; DMU6 (0.121) 5 94.63% DMU3 (0.811) ; DMU6 (0.187) 6 100%
--Adapun hasil perhitungan nilai efisiensi Super-efficiency DEA dapat dilihat pada tabel 5. Model Super-efficiency DEA mampu memberikan hasil pemeringkatan masing-masing pemasok berdasarkan nilai efisiensi yang diperoleh. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasok 3 merupakan pemasok yang memiliki nilai efisiensi paling tinggi diantara pemasok efisien lainnya.
Tabel 5. Hasil Optimasi Super-efficiency DEA
Peringkat DMUs Nilai Efisiensi Super-Efficiency DEA 1 Pemasok 3 121.93% 2 Pemasok 1 120.55% 3 Pemasok 6 102.93% 4 Pemasok 5 94.63% 5 Pemasok 4 80.06% 6 Pemasok 2 78.67%
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Kriteria yang dianggap penting dalam merepresentasikan kinerja pemasok bagi perusahaan
manufaktur baja PT. X adalah kualitas, kemampuan delivery, pelayanan, lokasi geografis, dan
jumlah historis transaksi bisnis. Dari hasil pengukuran kinerja metode Data Envelopment
Analysis diperoleh informasi bahwa pemasok 1, 3, dan 6 dikategorikan sebagai pemasok yang efisien. Berdasarkan hasil pemeringkatan model Super-efficiency DEA diperoleh informasi bahwa pemasok 3 merupakan pemasok yang memiliki kinerja yang paling efisien.
Daftar Pustaka
[1] Amindoust, Atefeh; Ahmed, Shamsuddin; Saghafinia, Ali. (2012). “Supplier Selection and Performance Evaluation of Telecomunication Company”. American Journal of Engineering and Applied Science; Vol. 5; No. 1. pg. 46-52
[2] Al-faraj, Taqi. (2006). “Vendor Selection by Means of Data Envelopment Analysis”. Cambridge Bussiness Review; Vol. 6; No. 1. pg. 70
[3] Laporan Kajian Industri Prioritas. (2012). “Pengembangan Investasi Industri Logam Dasar”. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
[4] Gallego, Laura Virseda. (2011). Review of Existing Methods, Model and Tools for Supplier Evaluation. Dissertation. Department of Management and Engineering. Linkopings Universitet.
[5] Sipahi, Seyhan; Timor, Mehpare. (2010). “The Analytic Hierarchy Process and Analytic Network Process: an overview of application”. Management Decision; Vol. 48; No. 5. pp. 775-808
[6] Tam, Maggie; Tumala, V.M.R. (2001). “An Aplication of the AHP in vendor selection of a Telecomunications System”. The International Journal of Management Science; Vol. 29. pg. 171-182
[7] Narasimhan, Ram; Talluri, Srinivas; Mendez, David. (2001). Supplier Selection and Rationalization via Data Envelopment Analysis: An Empirical Examination. Journal of Supply Chain Management; Vol. 37; No.3. pg. 28
[8] Roshandel, Jinus; Mirinargesi, S.S.; Hatamishirkouhi, Loghman. (2013). “Evaluating and Selecting the Supplier in Detergent Production Industry Using Hierarchical Fuzzy TOPSIS”
[9] Andersen, Per; Petersen, Niels Christian. (1993). “A Procedure for Ranking Efficient
Units in Data Envelopment Analysis”. Management Science; Vol. 39; No. 10. pg. 1261
[10] Cooper, William W.; Seiford, Lawrence; Zhu, Joe. Handbook on Data Envelopment
Analysis 2nd Edition. International Series in Operation Research & Management Science; Vol.164.