Nganten Semarangan
Tradisi nganten Semarang unik, berbeda dengan adat daerah terdekat sekalipun, yakni Solo, dan Yogyakarta. Perbedaan tersebut antara lain pengantin pria tidak menggunakan blankon melainkan surban. Lalu, pakaiannya juga ada adat Tiongkok, serta Jawa, sebuah penggambaran tentang akulturasi kebudayaan. Ritual Nganten Semarang dimasukkan berbagai unsur Jawa mulai dari ruwatan, tumpengan, midodareni, ijab, bleketepe, dan berbagai upacara pelengkap nganten Semarang. Karena khasanah pengantin yang unik inilah Pemerintah Kota Semarang bersama masyarakat kotanya terus melestarikannya agar terus dipelihara dari generasi ke generasi.
Gambang Semarang
[empat penari kian kemari jalan berlenggang, aduh… Langkah gayanya menurut suara irama gambang
Sambil bernyanyi, jongkok berdiri kaki melintang, aduh… Sungguh jenaka tari merekatari berdendang]
kota Semarang. Unsur gerak tari Jawa pesisiran yang lugas, dinamis dan mengalir membuat tari Gambang Semarang menjadi indah.
Sesaji Rewanda
Ritual Sesaji Rewanda adalah ritual wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ritual ini diawali dengan arakarak yang mengusung empat gunungan dari Kampung Kandri ke Goa Kreo. Peserta arakarakan adalah warga Desa Kandri, di barisan terdepan, empat orang dengan riasan dan kostum monyet warna merah, putih, hitam, dan kuning. Barisan selanjutnya adalah replika batang kayu jati yang konon diambil oleh Sunan Kalijaga. Baru kemudian barisan gunungan dan para penari. Ritual arakarakan dengan mengusung replika batang kayu jati tersebut merupakan bagian dari napak tilas Sunan Kalijaga saat ke Goa Kreo yang dahulu merupakan kawasan hutan jati. Sunan Kalijaga mencari batang kayu jati pilihan untuk mendirikan Masjid Agung di Demak. Ritual sesaji ini juga untuk memberi makan para monyet. Ini bentuk upaya warga untuk menjaga keseimbangan alam dan hewan di kawasan Kreo. Para monyet itu konon juga membantu Sunan Kalijaga menggulirkan batang kayu jati supaya bisa hanyut ke Sungai Kreo untuk dibawa ke Demak.
Peringatan Laksamana Cheng Ho
Kisah Laksamana Cheng Ho bagi warga Semarang seolah tidak ada habisnya. Kenangan akan hadirnya Cheng Ho sampai saat ini masih dapat dirasakan di saat Anda berkunjung ke Klenteng yang terletak di kawasan Simongan, Semarang Barat. Klenteng ini lebih dikenal dengan nama Klenteng Sam Poo Kong atau Klenteng Gedong Batu. Bangunannya seluas 1.020 meter persegi dan didominasi warna merah. Menurut cerita, saat Laksamana Cheng Ho berlayar melewati Laut Jawa ada seorang awak kapalnya yang sakit yaitu Wang Jinghong atau nama lainnya Dampo Awang atau Kiai Jurumudi Dampo Awang. Cheng Ho memerintahkan membuang sauh, kemudian merapat ke pantai utara Semarang dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi Klenteng. Bangunan itu sekarang berada di tengah kota Semarang diakibatkan Pantai Utara Jawa selalu mangalami pendangkalan karena sedimentasi sehingga lambatlaun daratan akan semakin bertambah luas ke arah utara. Setiap tanggal 29 Lak Gwee penanggalan Tionghoa, di tempat ini diadakan upacara ritual memperingati kedatangan Cheng Ho. Diawali pawai dari Klenteng Tay Kak Sie Gang Lombok menuju Klenteng Sam Poo Kong.
Barongsai
Kesenian barongsai (tarian singa) di Kota Semarang berkembang pesat. Komunitas Tionghoa selalu mempertontonkan kehebatannya. Barongsai adalah tarian tradisional China dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa.
Liong
Liong (tarian naga,舞龙/ 舞龍; w lóng) atau adalah suatu pertunjukan dan tarian tradisional dalam kebudayaanǔ masyarakat Tionghoa. Seperti juga tari singa atau barongsai, tarian ini sering tampil pada waktu perayaanperayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'keturunan naga' sebagai suatu simbol identitas etnis.
Naga dipercaya bisa membawa keberuntungan untuk masyarakat karena kekuatan, martabat, kesuburan, kebijaksanaan dan keberuntungan yang dimilikinya. Penampilan naga terlihat menakutkan dan gagah berani, namun ia tetap memiliki watak yang penuh kebajikan. Halhal inilah yang pada akhirnya menjadikannya lambang lencana untuk mewakili kekuasaan kekaisaran.
Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naganagaan yang diusung dengan belasan tongkat. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibaskibaskan kepala naganagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari. Terkadang bahkan kepala naga ini bisa mengeluarkan asap dengan menggunakan peralatan pyrotechnic.
Festival Kaligarang
Kaligarang adalah nama sungai yang membelah Kota Semarang sisi barat. Kaligarang sering diidentikan dengan Kanal Banjir Barat. Di sebagian bantaran ini setiap tahun diselenggarakan festival. Bertepatan dengan Hari Air sedunia, Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menggelar Festival Kaligarang yang dimeriahkan dengan penyalaan lampion secara serentak. Setiap pengunjung yang datang dapat turut serta dalam pelepasan lampion ini. Di tempat itu pula diselenggarakan pameran Produk UMKM seKota Semarang. Pengunjung yang hadir juga akan dihibur dengan pertunjukan musik, lawak, kuliner, dan lainlain. Acara ini dapat memberikan pesan moral kepada warga masyarakat akan pentingnya pemeliharaan sumber daya air bagi pariwisata.
Semarang Great Sale
Semarang Great Sale, sering disingkat Semargres, merupakan agenda Kota Semarang dalam ajang berpromosi dan menarik wisatawan berkunjung. Agenda ini diselenggarakan selama 1 bulan penuh di pertengahan April sampai dengan pertengahan Mei. Semargres memberikan diskon banyak hal seperti pada wisata belanja, kuliner, produk kerajinan maupun fasilitas hiburan yang ada di. Semua pihak, baik pelaku pariwisata maupun pelaku usaha, mulai usaha perhotelan, mal, hingga pedagang kaki lima (PKL) terlibat untuk memeriahkannya. Berbagai pameran pun digelar, seperti REI Expo, Apkomindo Computer Expo, Tourism and Investment Expo, Semarang Industry Expo. Diharapkan dengan adanya Semarang Great Sale (Semargres) ini dapat mempromosikan dan mengangkat potensi wisata Kota Semarang baik dari dalam maupun luar negeri serta menggairahkan perekonomian dan perdagangan Kota Semarang.
Semarjawi
Semarjawi merupakan singkatan Semarang Jalanjalan Wisata. Jalanjalan wisata dlakukan dengan armada bustram, bus 2 tingkat dengan bagian atas yang terbuka. Saat ini baru 1 unit bus diberi nama Semarjawi 01. Bus pariwisata bertingkat ini dipersembahkan oleh PT Telekomunikasi Selular kepada warga Kota Semarang untuk meningkatkan kunjungan pariwisata di Kota Semarang. Seharihari bus ini dikelola oleh Lembaga Swadaya Masyarakat ERTIM Indonesia yang berkedudukan di Semarang yang juga bertujuan untuk memberikan pendidikan mengenai sejarah Kota Semarang kepada penumpang bus ini. Bus pariwisata yang beroperasi di Kota Lama Semarang ini memiliki desain yang unik menyerupai sebuah tram di Eropa. Bus ini memiliki panjang 7,2 m; lebar 1,3 m; dan tinggi 3,7m, berkapasitas penumpang dari 25 sampai 40 orang. Jam operasional adalah Selasa Jumat (15.0021.00) dan Sabtu Minggu (07.0021.00). Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi 082225546763 (hanya melayani telepon saat jam operasional) atau www.semarjawi.com.
Setiap tahunnya yaitu pada hari Kamis Wage di bulan Rajab Kelurahan Nongkosawit, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang menyelenggarakan kirab pusaka yang berwujud bende. Bende – sejenis alat gamelan merupakan peninggalan Syeh Hasan Munadi, seorang murid dari Sunan Kalijogo yang menyebarkan ajaran Islam pada masa itu melalui kesenian karawitan di wilayah Kecamatan Gunungpati. Sebelum diarak keliling kampung, pusaka tersebut dijamasi dengan air dari sembilan mata air yang ada di wilayah tersebut, kemudian diarak keliling kampung diikuti berbagai kesenian masa lalu yang masih dipertahankan, seperti jaranan, warag ngendog, Tari sigologolo serta gunungan berupa hasil pertanian. Kirab ini merupakan acara puncak dari sejumlah acara yang sudah diselenggarakan seperti festival pohon, trabas dan doa bersama di pemakaman desa. Setiap Rukun Tetangga (RT), karang taruna dan sekolah yang ada di kelurahan tersebut menyiapkan kesenian untuk diikutkan dalam arakarakan. Para anakanak dan pemuda desa juga tidak mau kalah dalam acara tersebut, mereka membuat replika kartun, robot dan helikopter agar gelaran tersebut lebih meriah. Di akhir acara, gunungan berupa hasil pertanian tersebut juga menjadi rebutan sebagai wujud berkah dari sang pencipta. Denok Kenang Semarang Kata ‘denok’ merupakan panggilan untuk anak perempuan dalam bahasa Jawa Semarangan. sedangkan ‘kenang’ adalah sebutan untuk anak lakilaki. Pemilihan Denok Kenang Semarang adalah agenda rutin tahunan yang diselenggarakan Pemerintah Kota Semarang untuk memilih pasangan yang akan menjadi duta wisata Kota Semarang. Melalui persyaratan administratif dan tes inteligensia, kepribadian, dan fotogenik, Denok Kenang Semarang terpilih setiap tahunnya akan dilibatkan dalam setiap tugas yang berkenaan dengan promosi pariwisata Kota Semarang, sekaligus wakil Kota dalam Pemilihan Duta Wisata di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Batik Semarangan Sebagai sebuah wilayah, memiliki batik dengan ciri khas tersendiri sangatlah membanggakan. Semarang contohnya. Kota ini memiliki batik bermotif perpaduan antara garis, bentuk dan isen menjadi satu kesatuan yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik disebut juga dengan corak batik atau pola batik. Motif batik Semarangan identik dengan icon dan naturalis. Ikon kota Semarang yang dijadikan motif antara lain Ngarak Warak, Laksamana Cheng Ho, Lawang Sewu, Warak Ngendog, Gambang Semarangan, Blekok Srondol, Tugu Muda, Gereja Blenduk, Asem Arang. Sedangkan naturalis seperti ikan, kupukupu, bunga, pohon, kombinasi bukit dan bunga mempunyai makna karakter masyarakat pesisiran yang bersifat lebih terbuka dan eskpresionis. Ruwatan Ruwatan merupakan tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian, atas dosa atau kesalahan manusia yang diperkirakan bisa berdampak kesialan di dalam hidupnya. Tradisi ritual ini hingga kini masih dilestarikan dengan cara menggelar wayang kulit yang bertemakan atau lakon Murwakala. Dalam lakon tersebut diceritakan inti persoalan penyucian jiwaraga manusia agar menjadi suci kembali. Kata murwakala atau purwakala berasal dari kata ‘purwa’ yaitu asalmuasal manusia, dan kata ‘kala’ berarti waktu. Meruwat berarti mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema atau cerita Murwakala. Gebyar Keroncong Acara Gebyar Keroncong secara rutin digelar oleh Persatuan Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (HAMKRI ) di Museum Ranggawarsita Semarang. Gebyar Keroncong HAMKRI ini bertujuan untuk memperkenalkan lebih jauh lagi tentang budaya jaman dulu terhadap generasi muda agar tidak punah di generasi selanjutnya. Selain itu untuk mempererat tali persaudaraan komunitaskomunitas yang ada di Semarang. Dulu musik keroncong identik dengan lagu yang mendayu sendu. Kini semua lagu, baik lagu Jawa, Indonesia, pop, dangdut, barat, mandarin pun diaransement dan pemilihan lagunya disesuaikan dengan lagulagu keroncong modern yang sedang popular sekarang ini. Selain dalam bentuk pertunjukan, Gebyar Keroncong juga sudah mulai dilombakan di tingkat Kota Semarang.