• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN (5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN (5)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan studi potong lintang, yaitu jenis

penelitian yang mengobservasi variabel bebas dan variabel terikat hanya

sekali pada saat yang sama (Taufiqurrohman, 2008).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Pasien yang berobat ke RSUD Dr. Moewardi.

2. Sampel

Sampel merupakan yaitu pasien dengan atau tanpa Glaukoma di

RSUD Dr. Moewardi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria inklusi

1) Pasien berusia 45-64 tahun.

2) Pasien merupakan ras Asia yang berada di Surakarta.

b. Kriteria eksklusi

(2)

commit to user

2) Pasien dengan riwayat penggunaan kortikosteroid.

3) Pasien pascabedah dengan hifema.

4) Riwayat penyakit mata seperti katarak senil dan retinopati

diabetika.

3. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling,

yaitu salah satu jenis non-probability sampling, yang dilakukan

dengan memasukkan semua Pasien di RSUD Dr. Moewardi yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian sampai besar

sampel yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2008).

4. Besar sampel

Menurut Taufiqurrohman (2008), besar sampel untuk penelitian

data nominal dengan rancagan potong lintang ditentukan dengan

rumus:

𝑛𝑛 = Besar sampel total pasien dengan Glaukoma dan tanpa

Glaukoma

𝑝𝑝 = Perkiraan prevalensi Glaukoma pada populasi (0,46%)

(3)

commit to user

𝑍𝑍1−𝛼𝛼/2 = Nilai pada distribusi normal standar untuk uji dua sisi

pada tingkat kemaknaan α, yaitu 1,96 untuk α = 0,05.

𝑑𝑑 = Presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi

proporsi populasi, yaitu sebesar +/- 2%.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Diabetes Melitus dan Hipertensi

2. Variabel terikat : Kejadian Glaukoma

3. Variabel luar

a. Variabel luar terkendali: Usia, ras, keluarga dengan riwayat

Glaukoma, penggunaan kortikosteroid, pascabedah dengan

hifema, katarak, retinopati diabetika.

b. Variabel luar tidak terkendali: Sirkulasi darah dan regulasinya,

fenomena autoimun, degenerasi primer sel ganglion, tembakau.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Glaukoma

Dalam penelitian ini, terdapat 2 kategori, yaitu Glaukoma dan

tanpa Glaukoma. Skala variabelnya adalah nominal. Seluruh data

diperoleh dari rekam medik pasien.

(4)

commit to user

Adanya Glaukoma yang ditandai dengan Cup-Disc Ratio

(CDR) > 0.4 dan atau tekanan intraokuler > 21 mmHg, (Ilyas,

2007) serta terdiagnosis Glaukoma oleh dokter.

b. Tanpa Glaukoma

Tidak adanya Glaukoma yang ditandai dengan Cup-Disc

Ratio (CDR) ≤ 0.4 dan atau tekanan intraokuler ≤ 21 mmHg,

(Ilyas, 2007) serta tidak terdiagnosis Glaukoma oleh dokter.

2. Diabetes Melitus dan Hipertensi

Dalam penelitian ini, terdapat 3 kategori, yaitu Diabetes Melitus,

Hipertensi, serta Diabetes Melitus dan Hipertensi. Skala variabelnya

adalah nominal. Menurut Pasquale et al. (2006), Glaukoma berisiko

terjadi pada pasien yang telah mengalami Diabetes Melitus kurang

dari 5 tahun. Seluruh data diperoleh dari rekam medik pasien. Di

India, Seseorang dengan Hipertensi memiliki risiko mengalami

Glaukoma 2,6 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak

Hipertensi (Garg et al., 2014).

a. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus ditandai dengan gejala klasik Diabetes

Melitus, gula plasma puasa ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) dan atau

kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7 mmol/L), dan atau

kadar glukosa plasma 2 jam ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada

Tes Toleransi Glukosa Oral (PERKENI, 2011), serta tercatat

(5)

commit to user

b. Hipertensi

Berdasarkan the Joint National Committee 7 (JNC 7) dalam

Rafey (2013), Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau peningkatan

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg serta tercatat dalam riwayat

penyakit pasien.

c. Diabetes Melitus dan Hipertensi

Diabetes Melitus ditandai dengan gejala klasik Diabetes

Melitus, gula plasma puasa ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) dan atau

kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7 mmol/L), dan atau

kadar glukosa plasma 2 jam ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada

Tes Toleransi Glukosa Oral (PERKENI, 2011), disertai dengan

peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau

peningkatan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, dan tercatat

dalam riwayat penyakit pasien.

3. Variabel luar terkendali

a. Usia

Usia adalah jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran

hingga ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan. Individu

berusia ≥ 45 tahun lebih berisiko mengalami Glaukoma

dibandingkan dengan pasien berusia < 45 tahun (Ilyas, 2007),

(6)

commit to user

prevalensi Diabetes Melitus pada usia 65-75 tahun lebih besar

40% dibandingkan dengan yang berusia < 65 tahun. Seseorang

berusia ≥ 75 tahun berisiko 2 kali mengalami Hipertensi daripada

yang berusia 40-75 tahun (Carson et al., 2011). Subjek penelitian

ini adalah pasien berusia 45 – 65 tahun yang tercantum dalam

rekam medik pasien.

b. Ras

Ras merupakan variasi dari penduduk atas dasar tampilan

fisik, tipe atau golongan, pola keturunan dan semua kelakuan

bawaan yang tergolong unik. Dan dapat dibedakan atas

perbedaan perangai, kualitas perangai tertentu, kehadiran suatu

kelompok, tanda-tanda aktivitas suatu kelompok, kesamaan

keturunan, hubungan kekeluargaan, atau arti biologis. Ras Asia

di Tiongkok, Jepang, India, dan Thailand berisiko 1.57 kali

mengalami Glaukoma dibandingkan dengan etnis lainnya

(Rudnicka et al., 2006). Pada penelitian ini, subjek adalah pasien

dengan ras Asia yang berada di Indonesia.

c. Riwayat keluarga dengan Glaukoma

Riwayat penyakit keluarga menunjukkan ada tidaknya

penyakit tertentu yang pernah dialami oleh keluarga, meliputi

kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak, dan cucu

(Bickley, 2008). Pasien dengan riwayat keluarga Glaukoma lebih

(7)

commit to user

tidak memiliki riwayat keluarga Glaukoma (Ilyas, 2007).

Riwayat keluarga dengan Glaukoma diperoleh dari data rekam

medik pasien dan akan direstriksi karena dapat berperan sebagai

variabel perancu.

d. Penggunaan kortikosteroid

Kortikosteroid adalah salah satu steroid karbon-21 yang

secara klinis digunakan sebagai terapi pengganti hormon,

penekan sekresi hormon Adrenokortikotropin (ACTH) dari

hipofisis anterior, agen antineoplastik, antialergik, antiradang,

dan imunosupresan (Katzung, 2010). Kortikosteroid diperkirakan

dapat menurunkan aliran aqueous humor dengan menghambat

degradasi matriks ekstraselular, menyebabkan akumulasi

berlebihan matriks ekstraselular pada trabekular, dan

meningkatkan resistensi aliran aqueous humor sehingga

meningkatkan tekanan intraokuler (Kersey et al., 2006).

Pada penelitian di India, penggunaan kortikosteroid selama

paling sedikit 8 minggu dapat menyebabkan peningkatan tekanan

intraokuler (Mandapati et al., 2011). Penggunaan kortikosteroid

diperoleh dari data rekam medik pasien dan akan direstriksi

karena dapat berperan sebagai variabel perancu.

e. Pascabedah dengan hifema

Hifema merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan

(8)

commit to user

setelah dilakukannya tindakan pembedahan pada mata. Eritrosit

yang terakumulasi pada kamera okuli anterior dapat

mengakibatkan obstruksi mekanis trabekular meshwork dan

dapat juga menghambat aliran aqueous humor melalui pupil

sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler

dan kejadian Glaukoma. Pascabedah dengan hifema diperoleh

dari data rekam medik pasien dan akan direstriksi karena dapat

berperan sebagai variabel perancu.

f. Katarak senil

Katarak senil merupakan kekeruhan pada lensa mata yang

terjadi pada usia ≥ 40 tahun (Ilyas, 2010). Salah satu faktor risiko

katarak adalah penyakit sistemik (Harper et al., 2009). Katarak

senil dapat dibagi dalam 4 stadium, stadium insipien, imatur,

matur, dan hipermatur.

Glaukoma dapat disebabkan oleh katarak senil stadium

imatur dan stadium hipermatur (Ilyas, 2010). Pada stadium

imatur, lensa menyerap cairan mata sehingga menjadi cembung

dan dapat melanggar batas bilik mata depan, menimbulkan

penyumbatan pupil dan pendesakkan sudut bilik mata, sehingga

terjadi Glaukoma. Semetara itu, pada stadium hipermatur, terjadi

degenerasi kapsul lensa sehingga protein lensa yang mencair

keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan yang

(9)

commit to user

menimbulkan peningkatan TIO sehingga terjadi Glaukoma

(Harper et al., 2009). Adanya katarak senil diperoleh dari data

rekam medik pasien dan akan direstriksi karena dapat berperan

sebagai variabel perancu.

g. Retinopati diabetika

Retinopati diabetika merupakan kelainan pada retina akibat

Diabetes Melitus yang terutama terletak pada kapiler retina.

(Sudoyo, 2010). Retinopati diabetika dialami oleh 60-75%

individu dengan Diabetes Melitus (Thomas et al., 2009). Karena

dapat berperan sebagai variabel perancu, pasien dengan retinopati

diabetika akan direstriksi. Adanya retinopati diabetika diperoleh

dari data rekam medik pasien.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah data rekam medik

(10)

commit to user

G. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Rancangan penelitian

Keterangan :

= alur penelitian yang akan dilakukan

H. Cara Kerja

1. Sebelum dilakukan penelitian, peneliti meminta surat izin penelitian

dan pengambilan data kepada tim skripsi. Selanjutnya, peneliti

meminta izin penelitian dan pengambilan data kepada Direktur Dr.

Moewardi Surakarta, Kepala Diklit Dr. Moewardi Surakarta, dan

Kepala Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Peneliti mendatangi Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.

1. Chi-square/Fisher 2. Koefisien kontingensi 3. Rasio Odds

Populasi

Diabetes Melitus

Hipertensi Sampel

Populasi

(11)

commit to user

3. Peneliti mengambil data dengan melihat rekam medik pasien yang

berobat ke Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk

menentukan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4. Melakukan pengolahan data.

I. Analisis Data

Pada penelitian ini, variabel bebas dikategorikan menjadi Diabetes

Melitus, Hipertensi, serta Diabetes Melitus dan Hipertensi, sedangkan

variabel terikat diketgorikan menjadi Glaukoma dan tanpa Glaukoma.

Frekuensi Glaukoma dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi kemudian

dibuat tabel (3x2), seperti contoh berikut:

Tabel 3.1 Tabel (3x2) Hubungan Glaukoma dengan Diabetes Melitus dan

Hipertensi

Status paparan

Kejadian Glaukoma

Total Glaukoma Tidak Glaukoma

Diabetes Melitus a b (a+b)

Hipertensi c d (c+d)

Diabetes Melitus dan

Hipertensi

e f (e+f)

(12)

commit to user

Hubungan antara setiap variabel bebas dengan Glaukoma dianalisis

dengan uji hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan, yaitu uji

Chi-Kuadrat (X2)(Murti, 1996). Namun apabila syarat uji Chi-Kuadrat

tidak terpenuhi (expected value <5 maksimal 20% dari jumlah sel),

digunakan uji Fisher (Dahlan, 2011). Uji Chi-Kuadrat dan Fisher

digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang bermakna

secara statistik antara masing variabel bebas dengan Glaukoma.

Kekuatan/derajat hubungan antara setiap variabel bebas dengan

Glaukoma dianalisis dengan uji korelasi Koefisien Kontingensi.

Interpretasi uji korelasi Koefisien Kontingensi adalah sebagai berikut

(Dahlan, 2011):

Tabel 3.2 Tabel Interpretasi Uji Korelasi Koefisien Kontingensi

Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan korelasi (r)

0,00-0,199 Sangat lemah

0,20-0,399 Lemah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Sangat Kuat

Besarnya risiko seseorang dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi

(13)

commit to user

Melitus dan Hipertensi diketahui dari parameter nilai Rasio Odds (RO)

yang didapatkan dengan rumus sebagai berikut (Murti, 1996):

RO =�ae�b

RO = Rasio Odds, yaitu perbandingan antara risiko terjadinya

Glaukoma pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol.

a b

� = Rasio Diabetes Melitus dengan Glaukoma terhadap Diabetes

Melitus tanpa Glaukoma.

c d

� = Rasio Hipertensi dengan Glaukoma terhadap Hipertensi

tanpa Glaukoma.

e f

� = Rasio Diabetes Melitus dan Hipertensi dengan Glaukoma

terhadap Diabetes Melitus dan Hipertensi tanpa Glaukoma.

Interpretasi hasil RO:

1. Jika RO = 1, maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko

ternyata tidak berpengaruh terhadap kejadian efek atau bersifat netral

dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya efek.

2. Jika RO > 1 dengan Interval Kepercayaan (IK) 95% tidak melewati

angka 1, maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko ternyata

(14)

commit to user

3. Jika RO > 1 dengan Interval Kepercayaan (IK) 95% melewati angka

1, maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko ternyata tidak

berpengaruh terhadap kejadian efek atau bersifat netral dan bukan

merupakan faktor risiko terjadinya efek.

4. Jika RO < 1 dengan Interval Kepercayaan (IK) 95% tidak melewati

angka 1, maka variabel yang diteliti merupakan faktor protektif atau

dapat mengurangi kejadian penyakit.

5. Jika RO < 1 dengan Interval Kepercayaan (IK) 95% melewati angka

1, maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko ternyata tidak

berpengaruh terhadap kejadian efek atau bersifat netral dan belum

tentu merupakan faktor protektif.

Data akan diolah dengan menggunakan Statistical Package for the

(15)
(16)

Gambar

Gambar 3.1 Rancangan penelitian
Tabel 3.1 Tabel (3x2) Hubungan Glaukoma dengan Diabetes Melitus dan
Tabel 3.2 Tabel Interpretasi Uji Korelasi Koefisien Kontingensi

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dukungan nutrisi pada pasien dengan penyakit respirasi antara lain melakukan penilaian status gizi, menghitung kebutuhan energi yang sesuai dengan kondisi

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi dapat ditinjau dalam sebuah model, antara lain, model Howard-Sheth (Swastha dan Irawan, 2005 : 123). Sebenarnya banyak model

Faktor berikut yang tidak mempengaruhi terjadinya interaksi adalah ..... adanya suatu

Jika harga transaksi memberikan bukti terbaik atas nilai wajar pada saat pengakuan awal, maka instrumen keuangan pada awalnya diukur pada harga transaksi dan selisih antara

Masalah fisik yang muncul ketika seseorang mengalami stres kerja antara lain adalah masalah pada sistem kekebalan tubuh (kurangnya kemampuan tubuh untuk melawan atau

Mengingat pembelanjaan modal merupakan jenis pengeluaran perusahaan yang membutuhkan banyak dana, maka dalam menentukan seberapa besar tingkat pembelanjaan modal yang

Hasil penelitian Suryati (2010) juga melaporkan hal yang senada. Dalam laporan akhir penelitiannya, Suryati menyatakan bahwa guru ternyata tidak siap melaksanakan

Penelitian tentang jumlah, rasio jenis kelamin, dan panjang tubuh dari kasta reproduktif (laron) Nasutitermes matangensis telah dilakukan.. Penelitian dilakukan pada