• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelanggaran HAM Pada Kasus Keke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Pelanggaran HAM Pada Kasus Keke"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KASUS KEKERASAN TKI TERHADAP

PENYIMPANGAN HAK ASASI MANUSIA PADA

SUPRIYANTO DI TAIWAN

Sebagai syarat untuk mengikuti mata kuliah Kewarganegaraan

Oleh:

Nama: UMI MARFATHONAH NIM: J1A015036

PRODI SASTRA INGGRIS FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah ketenagakerjaan. Kualitas tenaga kerja di Indonesia tergolong rendah karena sebagian besar dari mereka berpendidikan rendah dan memiliki keahlian yang minim, sehingga belum mempunyai pengalaman yang maksimal untuk memasuki dunia kerja. Kualitas tenaga kerja yang rendah ini mengakibtakna kesempatan kerja semakin sempit. Sementara sebagian besar lowongan pekerjaan yang tersedia membutuhkan klasifikasi calon tenaga kerja dan berpengalaman. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya kualitas tenaga kerja adalah kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan dan kemampuan SDM yang mampu digunakan untuk proses produktivitas. Hal tersebut mendukung adanya kepadatan penduduk usia kerja produktif yang tidak diimbangi oleh luasnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Hal tersebut memengaruhi kualitas tenaga kerja yang tak mampu bersaing di dalam negeri. Sebagian angkatan kerja di Indonesia memutuskan untuk melakukan migrasi dengan mencari lowongan pekerjaan ke luar negerti atau sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

(3)

peredaran uang di daerah tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya inflasi dan menyebabkan perubahan pola hidup hedonis dan konsumtif. Ironisanya, meski menjadi TKI diyakini meripakan salah satu solusi untuk mengatasi persoalan pengangguran dan kemiskinan, namun keberadaan TKI ternyata memicu lahirnya masalah.

(4)

B. RUMUSAN MAKALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan makalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penyimpangan Hak Asasi Manusia terhadap warganegara yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia?

2. Bagaimana seharusnya upaya pemerintah dalam menangani kekerasan pada Tenaga Kerja Indonesia?

C. TUJUAN DAN MANFAAT MAKALAH

Adapun tujuan yang akan dicapai dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

2. Mengetahui faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi TKI. 3. Mengetahui peran pemerintah terhadap perlindungan TKI.

4. Mengetahui penyebab kekerasan pada TKI dan dampak yang diakibatkan. 5. Mengetahui cara mengurangi kekerasan pada TKI.

Sementara manfaat yang diharapkan dalam pembuatan makalah ini adalah: 1. Menjadi referensi bagi pembaca tentang ketenagakerjaan.

(5)

BAB II PEMBAHASAN A. TENAGA KERJA INDONESIA.

1. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia.

Menurut Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Sedangkan menurut buku pedoman pengawasam perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang melakukan kegiatan di bidang perekonomian, sosial, keilmuan, kesenian, dan olahraga profesional serta mengikuti pelatihan kerja di luar negeri baik di darat, laut maupun udara dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tertulis baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dengan adanya perjanjian kerja ini TKI akan lebih terlindungi apabila nantinya dikemudian hari pihak majikan atau pihak perusahaan tmpat TKI bekerja “wanprestasi”maka TKI dapat menentukan sesuai perjanjian kerja yang telah dibuat sebelumnya.

Sementara itu dalam Pasal 1 Kep. Manakertran RI No Kep 104A/Men/2002 tentang penempatan TKI keluar negeri disebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI. Prosedur penempatan TKI ini harus benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang ingin bekerja ke luar negeri tetapi tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka TKI tersebut nantinya akan menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja karena CTKI tersebut dikatakan TKI ilegal karena datang ke negata tujuan tidak melalui prosedur penempatan TKI yang benar.

(6)

bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI dengan menerima upah.

2. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Indonesia. Hak calon TKI:

Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk: a bekerja di luar negeri;

b memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri;

c memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;

d memperoleh kebebasan menganut aama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya. e memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara

tujuan.

f memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan; g memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penampatan di luar negeri;

h memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal;

i memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.

Kewajiban TKI :

Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk:

a menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan;

(7)

c membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

(8)

B. FAKTOR PENDUKUNG TKI

Menjadi TKI adalah menjadi tenaga kerja di Negara lain dengan berbagai tujuan.Tujuan utama menjadi TKI adalah meningkatkan taraf hidup dan keluarganya baik dari segi ekonomi maupun sosial, sehingga umumnya mereka mencari pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan dan status sosial yang lebih baik di negara tujuan.

Berdasarkan pengelompokannya, maka faktor yang mendorong individu menjadi TKI dibedakan dalam dua kategori, yaitu push faktor dan full faktor. Faktor push (daya dorong) suatu wilayah dan faktor pull (daya tarik) wilayah lainnya. Daya dorong wilayah menyebabkan orang pergi ke tempat lain, misalnya karena di daerah itu tidak tersedia sumberdaya yang memadai untuk memberikan jaminan kehidupan bagi penduduknya. Pada umumnya, hal ini tidak lepas dari persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di wilayah tersebut. Sedangkan daya tarik wilayah adalah jika suatu wilayah mampu atau dianggap mampu menyediakan fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di sekitarnya dan daerah-daerah lain.

Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:

1) Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.

2) Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).

3) Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.

4) Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.

(9)

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:

1) Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.

2) Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.

3) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

(10)

C. DEFINISI KEKERASAN

Kekerasan secara umum didefinisikan sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang, atau merusak suatu barang. Sejalan dengan perkembangan waktu, maka definisi kekerasan pun mengalami perkembangan dan perluasan. Kekerasan bukan hanya suatu tindakan yang bertujuan atau berakibat melukai atau merusak barang, tetapi ancaman pun dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan.1

Sedangkan menurut Hudioro, kejahatan kekerasan adalah tindak pidana yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan terhadap orang dengan obyek kejahatan berupa barang atau orang (dengan sengaja untuk mendapatkan barang orang lain secara tidak sah atau mencederai dan atau membunuh orang).

Menurut Stephen Schafe rsebagaimana dikutip oleh Mulyana W. Kusumah,bahwa kejahatan-kejahatan kekerasan yang utama adalah pembunuhan, penganiayaan berat serta perampokan dan pencurian berat, sedangkan pelakunya adalah mereka yang melakukan kejahatan yang berakibat kematian maupun luka bagi sesama manusia2

Dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP atau Konsep KUHP), kekerasan adalah setiap penggunaan kekuatan fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, termasuk membuat orang pingsan atau tidak berdaya (Pasal 159 Konsep 1999/2000). Sedangkan ancaman kekerasan adalah suatu hal atau keadaan yang menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam (Pasal 160). Luka berat adalah (Pasal 175):

1 Apong Herlina, Memperjelas Definisi Kekerasan Terhadap Perempuan (Usulan

perubahan hukum pidana dan hukum acara pidana pada proses pelaporan dan pemeriksaan ) dalam Chatarina Puramdani Hariti (ed), Perubahan Dalam Siste, Peradilan Pidana Untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, Mitra Perempuan, 2000, h.13

2 Mulyana W. Kusumah. Analisa Kriminologi Tentang Kejahatan – Kejahatan,

(11)

a.sakit atau luka yang tidak ada harapan untuk sembuh dengan sempurna atau yang dapat menimbulkan bahaya maut;

b.terus-menerus tidak cakap lagi melakukan tugas, jabatan, atau pekerjaan; c.tidak dapat menggunakan lagi salah satu panca indera atau salah satu anggota tubuh;

d.cacat berat (kudung); e.lumpuh;

(12)

D. FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN PADA TKI

Mengingat penyebab kekerasan adalah aspekyang penting dalam solusi penerapan kebijakan yang utama, dihimpun dari hasil wawancara dengan agen, korban, TKI yang sudah tidak aktif dan organisasi non-pemerintahan bernama IWORK yang bekerja untuk melindungi buruh migran, beberapa hal yang menyebabkan kekerasan pada TKI adalah:

1. Kurangnya respon dari pemerintah.

Dalam menangani kasus kekerasan, pemerintah lebih fokus terhadap pencegahan daripada penyeselaian kasus itu sendiri. Dalam diskusi perwakilan dari IWORK juga membahas buruh migran dari Filipina yang memiliki angka tinggi terhadap pekerja yang bekerja di laur negeri, namun kekerasan yang dialami oleh buruh migran dari Indonesia lebih tinggi daripada Filipina. Riset yang dilakukan oleh IWORK mencatat bahwa TKI tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk bekerja di luar negeri. Kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki buruh migran Filipina juga dinilai sebagai faktor dalam menghindari tindak kekerasan.Pemerintah Filipina juga memiliki kebijakan yang lebih kuat dalam melawan kekerasan. Dalam beberapa kasus, presiden secara langsung dan secara personal terlibat, meminta korban agar bebas dan kembali ke Filipina. Indonesia tidak mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan dalam beberapa kasus dan dikritik lamban dalam merespon.

2. Kesalahpahaman tanggung jawab agen.

(13)

3. Dokumen palsu.

Dokumen atau surat-surat penting palsu akan menghambat penyeselaian dalam situasi yang membahayakan. Tidak adanya pengecekan ulang menyebabkan masalah berkelanjutan jika ditambah dengan ketidakmampuan TKI dalam berbahasa lokal, juga memungkinkan adanya perdagangan manusia.

4. Pembekalan keahlian, bahasa dan pengetahuan budaya.

(14)

E. DAMPAK KEKERASAN PADA TKI

Kekerasan mempunyai dampak yang buruk terutama kesehatan. Dampak fatal adalah pembunuhan atau bunuh diri, sedangkan dampak tidak fatal adalah menurunnya kondisi kesehatan fisik, mental, cacat dan perubahan perilaku seperti ketergantungan alkohol/obat. Selain berdampak pada masalah kesehatan TKI, secara implisit terjadi penurunan produktifitas dan peningkatan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan untuk pemulihan. Organisasi Kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan bahwa biaya pengobatan terhadap korban kekerasan 2,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan penyakit biasa. Hal ini meningkatkan pengeluaran untuk pemeliharaan kesehatan dan berdampak pada kinerja yang cenderung menurun. Secara umum hal ini akan berdampak pada perekonomian negara secara makro karena selama ini remitansi dari pengiriman TKI telah menjadi penghasil devisa kedua setelah minyak dan gas disamping dampak multiplier lainnya. (Komnas Perempuan, 2001).

Dampak kekerasan terhadap kesehatan TKI

Kekerasan merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Menurut Mann (1999), hak asasi manusia terkait dengan kesehatan karena keduanya sama-sama bertujuan untuk meningkat kesejahteraan manusia. Sedangkan WHO mulai mendefinisikan kekerasan sejak dilaksanakannya konsultasi global mengenai kekerasan dan kesehatan pada tahun 1993. Keterkaitan antara kekerasan dan kesehatan dapat dilihat dari definisi WHO tentang kekerasan dan kesehatan. Definisi kekerasan menurut WHO adalah penggunaan kekuatan fisik dan

(15)

dampak tidak fatal adalah 1) gangguan terhadap kesehatan fisik seperti: trauma/luka fisik, radang panggul, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual, keguguran dini, sakit kepala, masalah ginekologis serta gangguan pencernaan, 2) gangguan kesehatan mental seperti : stress, depresi, kegelisahan, kelainan personal dan kelainan obsesif kompulsif, 3) Gangguan terhadap perilaku sehat seperti ; ketergantungan obat/alkohol, perilaku merokok, seks bebas, pola makan, 4) kecacatan.

Dampak terhadap Kesehatan Fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Jenis kekerasan ini paling mudah diidentifikasi karena meninggalkan bekas seperti luka memar dan perdarahan. Berkisar antara dijambak, ditendang, dilukai, disetrika, sampai pemukulan berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Menurut Heise (1999) dampak kekerasan fisik adalah gangguan terhadap kesehatan fisik seperti: trauma/luka fisik, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual, keguguran dini, sakit kepala, masalah ginekologis serta gangguan pencernaan. Kasus kekerasan fisik merupakan kasus yang cukup banyak dialami oleh TKI. Kasus-kasus lain yang

tercatat pada dokumen LSM Kopbumi adalah TKI dipaksa untuk memakan makanan haram, mengalami penyiksaan dalam bentuk dipukul pakai tangkai besi, diseterika,

kemaluannya ditusuk pakai besi atau kayu, disuruh tidur di lantai tanpa peralatan tidur yang memadai, dll. Menurut Kolibonso (2000) bekas fisik dapat menghilang, tetapi memiliki implikasi psikologis dan sosial yang serius pada korban.

Dampak terhadap Kesehatan Psikologis

(16)

tekanan yang dirasakan oleh pekerja dengan seringnya berteriak dan memaki. (Kolibonso, 2000)

Dampak Kesehatan dari Aspek Sosial

Semua informan TKI ilegal menyatakan trauma dan tidak ingin kembali bekerja keluar negeri. Peneliti melihat kecenderungan sikap menarik diri dari lingkungan sosial dan berbicara seperlunya pada informan TKI2 yang merupakan TKI ilegal. Krech dalam Suminar (2004) menyebutkan bahwa harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri apakah seseorang mampu, berarti dan berhasil yang diekspresikan melalui sikap-sikapnya.

Lebih lanjut menurut Coopersmith dalam Suminar (2004), orang yang memiliki harga diri rendah cenderung merasa takut untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain, sehingga menyebabkan individu

menarik diri dari lingkungannya. Hal yang sama juga ditekankan oleh WHO dengan menyatakan ciri jiwa yang sehat adalah seseorang akan merasa nyaman berhubungan dengan orang lain.

Dampak kesehatan dari Aspek Ekonomi

Kekerasan ekonomi adalah segala upaya eksploitasi seseorang untuk menghasilkan uang bagi yang mengeksploitasi atau upaya pembatasan kegiatan untuk membuat ketergantungan finansial seseorang pada orang lain sehingga menimbulkan perasaan tidak berdaya pada dirinya.

(17)

F. ANALISIS PENYIMPANGAN HAK ASASI MANUSIA PADA TKI “SUPRIYANTO” DI TAIWAN

Taiwan, negara yang terletak di Asia Timur dan diapit oleh Selat Taiwan dan Laut Filipina3, merupakan suatu negara yang pada awal berdiri menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utamanya dalam bidang ekonomi. Sampai tahun 1960-an, negara ini masih diklasifikasikan sebagai negara yang terbelakang. Namun belakangan Taiwan sukses menjadi negara yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya melalui pengembangan industri produk berteknologi tinggi yang berorientasi pada ekspor4 . Kesuksesan Taiwan ini bisa dilihat dari peningkatan ekonomi Taiwan yang pada tahun 1952-1960 pertumbuhan ekonomi Taiwan hanya 3,1%, namun pada tahun 1968-1973 persentase tersebut naik menjadi 7,1% 5

Dengan berkembangnya industri elektronik, petrokimia, dan mesin telah memacu pertumbuhan ekonomi Taiwan sehingga diklasifikasikan sebagai salah satu negara Asian Dragon6. Hal tersebut mendorong pesatnya tenaga kerja asing yang bekerja di Taiwan termasuk Indonesia. Taiwan menjadi negara nomor 2

3Taiwan,Central

IntelligenceAgency,https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/tw.html#top, diakses pada tanggal 20 Oktober 2016

4 Ibp Usa, Taiwan Army, National Security and Defense Policy Handbook,

(USA:USA International Business Publications, 2009) hal 24

5 Alice H. Amsden, Taiwan's Economic History: A Case of Etatisme and a

Challenge to Dependency Theory, Modern China, Vol. 5, No. 3, Symposium on Taiwan: Society and Economy (Jul., 1979) hal 344

6 Asian Dragon merupakan istilah yang digunakan kepada negara yang mengalami

(18)

sebagai negara destinasi TKI setelah Malaysia, yaitu mencapai 12.523 dalam kurun waktu Januari-Februari 20167.

Buruh Migran Indonesia (BMI) di negeri Formosa (Taiwan) terdiri dari para Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), perawat lansia/panti jompo, pekerja industri/pabrik dan Anak Buah Kapal (ABK) atau nelayan atau pelaut.Supriyanto merupakan TKI yang berasal dari Tegal dan bekerja sebagai ABK di Taiwan8. Sebagaimana jkondisi TKI di negara lain, TKI di Taiwan juga menghadapi berbagai problema. Permasalahan yang dihadapi TKI Taiwan antara lain adalah upah yang tidak dibayar selama bekerja, upah yang dibayar di bawah standar, disiksa oleh majikan, dipekerjakan dengan banyak pekerjaan dalam satu waktu9 dan berbagai tindak penyimpangan terhadap HAM lainnya. Kasus kekerasan yang menimpa Supriyanto dan menyebabkan hilangnya nyawa adalah bentuk pelanggaran berat terhadap HAM, seperti yang tertuang pada UU No. 39 tahun 1999:

1. Bab 2 pasal 4 yang berbunyi: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,

dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”,

2. Bab 3 pasal 9 ayat 2 yang berbunyi; “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.”,

3. Bab 2, bagian keempat, pasal 17: “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili

7 25 Negara Terbesar Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Indonesia Periode

2016 (Januari s.d Februari), Puslitfo BNP2TKI,

http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data_14-03-2016_012254_Laporan_Pengolahan_Data_BNP2TKI_S.D_29_FEBRUARI_2016 .pdf, diakses pada tanggal 20 Oktober 2016

8http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/

2016/08/160816_indonesia_kisah_supriyatno, diakses tanggal 20 Oktober 2016

(19)

melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”,

4. Bab 2, bagian keenam, pasal 33 ayat 2: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.”,

5. Bab 2, bagian keenam, pasal 34: “Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.”.,

6. Bab 2, bagian keenam, pasal 38 ayat 2: “Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.”,

Dan juga pelanggaran terhadap UUD pasal 28G ayat 2 yang berbunyi: “yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain“.”

Pelanggaran berat terhadap HAM yang menimpa Supriyanto telah jelas menghilangkan hak-hak yang seharusnya didapatkan dan dilindungi sebagai warga negara dan juga devisa negara. Kasus seperti Supriyanto tentu saja menimbulkan sangsi bagi masyarakat Indonesia terhadap pemerintah dan undang-undang yang telah tertulis pada kemampuan dalam menyelesaikan masalah pengangguran. Selain membawa pengaruh bagi keluarga Supriyanto yang berdampak bagi perubahan ekonomi dan kesejahteraan keluarga, kasus tersebut juga memungkinkan untuk membuat calon TKI legal akan takut untuk bekerja di luar negeri untuk merubah kesejahteraan hidup mereka.

(20)

Dalam mengatasi atau menghindari kasus pelanggaran HAM terhadap warganegara seperti dalam kasus Supriyanto, pemerintah sudah seharusnya melindungi hak-hak warganegara tersebut seperti yang telah tertulis dalam undang-undang.

1. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Pemerintah telah menetapkan beberapa perlindungan terhadap hak asasi manusia pada TKI. Adapun Perlindungan TKI menurut UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar 29 Negeri Pasal 1 angka 4 adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Perlindungan TKI di dasarkan kepada UU No No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Berdasarkan Pasal 2 UU No No. 39 Tahun 2004, Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan kepada keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti perdagangan manusia. Adapun tujuan dari perlindungan TKI sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU No No. 39 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: a memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

b menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negari, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;

c meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

(21)

Sebagai konskuensi dari tanggungjawab tersebut maka sesuai dengan Pasal 7 UU No No. 39 Tahun 2004 Pemerintah berkewajiban untuk:

a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;

b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;

c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;

d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan

e. memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.

Perlindungan negara bagi warganegarnya merupakan hak warganegara yang dijamin oleh undang-undang. Dalam hal perlindungan terhadap TKI maka hak perlindungan itu dimulai dimulai sejak pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan. Di luar negeri perlindungan terhadap TKI dilaksanakan oleh oleh Perwakilan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang mana perlindungan itu didasarkan kepada peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan intemasional.

Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta dan TKI yang ditempatkan di luar negeri. Selama masa penempatan tersebut maka disebutkan dalam Pasal 80 UU No No. 39 Tahun 2004 Pemerintah/perwakilan pemerintah juga bertugas untuk:

a. pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;

b. pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.

(22)

Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (2011:49) Ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.

a. Undang-Undang Dasar 1945

Ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusian Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakatsejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spritual. Sebagaimana terdapat dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 dicantumkan tujuan konstitusional Pemerintah Negara Republik Indonesia adalah “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Alinea IV Pembukaan UUD 1945 : “...membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...”.

(23)

kualitas sumber daya manusia bagi para TKI. Demi tercapainya suatu landasan melindungi segenap bangsa indonesia yang diikuti segenap bangsa indonesia dan memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia maka diperlukannya suatu jaminan sosial yang dapat memberikan rasa keadian bagi para Tenaga Kerja Indonesia yang merupakan

masyarakat indonesia yang berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan. Karena pada dasarnya TKI mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan sosial yang merupakan hak setiap warga negara juga diamanatkan dalam UUD 1945 yaitu: Pasal 27 Ayat 2 menyebutkan bahwa :

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Pasal 27 ayat 2 :

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Pasal 28 D ayat 2 :

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

Pasal 28 E ayat 1 :

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(24)

paling penting yaitu: pekerjaan seperti diamanatkan dalan pasal tersebut. Oleh karena itu, warganegara tidak dapat dilarang untuk bekerja dimana saja, termasuk di luar negeri.

Dari keterangan beberapa pasal dalam UUD 1945 sudah tepat bagaimana negara sangat mendukung dan, menegaskan bahwa perlindungan dan jaminan sosial TKI sangat terkait erat dengan masalah ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan lapangan pekerjaan. Dalam konteks ini juga selanjutnya akan berdampak pula pada para TKI yang ingin mendapatkan kehidupan yang layak untuk mendapatkan kesejahteraan dengan mencari pekerjaan di luar negeri.

Hal ini akan menjadi permasalahan untuk masalah perlindungan hak-hak mereka di luar negeri. Sehingga hak hak mereka akan terjamin dan terlindungi pada masa pra penempatan, penempatan maupun purna penempatan.

b. TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998

Pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Hak asasi manusia yang telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam batas-batas, rambu-rambu, dan asas-asas hukum internasional yang diakui seluruh bangsa, yang menetapkan antara lain:

1. Untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus); 2. Karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasimanusia yang lain sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;

(25)

4. Setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain sehingga dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar; 5. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, untuk itu Pemerintah, aparatur negara, pejabat publik lainnya, mempunyai kewajiban dain tanggung jawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak

asasi manusia. Dalam bidang ketenagakerjaan, Ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat kerja. Penegakan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong pertisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang dicita-citakan.

c. Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Selama ini, secara yuridis peraturan perundang-undang yang menjadi dasar acuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri

adalah Ordonasi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan melalui peraturan dalam Keputusan Menteri serta peraturan pelaksaannya.

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan, Ordonasi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan diamanatkan penempatan tenaga kerja ke luar negeri di atur dalam undang-undang tersendiri. Pengaturan melalui undang-undang tersendiri, diharapkan mampu merumuskan norma-norma hukum yang melindungi TKI dari berbagai upaya dan perlakuan eksploitatif dari siapapun. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan antara lain memuat:

(26)

3. Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenagakerja dan pekerja/ buruh;

4. Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktifitas kerja dan produktifitas perusahaan;

5. Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja;

6. Penggunaan tenaga kerja asing yang sesuai dengan kompetensi yang diperlukan;

7. Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses produksi;

8. Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama bipatit, lembaga kerja sama tripati, pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

9. Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/ buruh untuk berunding dengan pengusaha perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja;

10. Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

(27)

untuk mendapatkan pekerjaan, khususnya pekerjaan di luar negeri, agar mereka dapat memperoleh pelayanan penempatan keselamatan tenga kerja secara cepat dan mudah dengan tepat mengutamakan keselamtaan tenaga kerja baik fisik, moral maupun martabatnya. Dikaitkan dengan praktek

penyelenggaraan pemerintah di Indonesia masalah penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, menyangkut juga hubungan antar negara, maka sudah sewajarnya apabila kewenangan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri merupakan kewenangan Pemerintah.

Di dalam UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan TKI mengenai tanggung jawab pemerintah terhadap perlindungan TKI di luar negeri terdapat pada :

1. Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: “Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.”

2. Pasal 6 yang berbunyi : “Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri “

3. Pasal 7 yang berbunyi : “Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud diatas Pemerintah berkewajiban:

a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;

b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;

c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;

d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan

e. memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.

4. Pasal 77 yang berbunyi :

i. Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(28)
(29)

H. PERAN BERBAGAI PIHAK SELAIN PEMERINTAH TERHADAP KEPEDULIAN TENAGA KERJA INDONESIA

(30)

BAB III PENUTUP Kesimpulan:

Kekerasan yang dialami Supriyanto merupakan tindak pelanggaran berat terhadap HAM. Kekerasan tersebut membawa pengaruh terhadap keluarga, masyarakat serta pemerintah itu sendiri. Hal tersebut merupakan kurangnya perhatian dan tanggung jawab pemerintah dalam mensejahterakan warga negara. Perlu persiapan yang matang dan ketat sebelum pahlawan devisa diberangkatkan ke negara tujuan. Selain itu, sudah menjadi kewajiban berbagai pihak agar saling menghormati hak-hak asasi manusia yang melekat pada WNI.

Saran:

1. Dengan adanya kasus Supriyanto, diaharapkan menjadi perhatian bagi pemerintah untuk lebih melindungi hak-hak atas warga negara.

2. Agar menjadi perhatian semua pihak dalam lapisan masyarakat untuk saling peduli terhadap ketenagakerjaan terutama TKI.

3. Sebaiknya calon TKI lebih bijak dalam memilih negara dan pekerjaan yang dipilihnya.

(31)

DAFTAR REFERENSI

Esti, Ariyani. Upaya Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta: 2012.

http://eprints.uny.ac.id/8581/. Diakses tanggal 18 Oktober 2016.

Missa, Lamber. Studi Kriminologi Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Wilayah Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang: 2010.

Irawan, Rudi. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Kehidupan Ekonomi: Studi Tentang Masyarakat Yang Bekerja Sebagai Tenaga Kerja Indonesia di Desa Lembah Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun.Tesis. UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: 2014. http://digilib.uinsby.ac.id/508/. Diakses tanggal 18 Oktober 2016.

(32)

http://journal.umy.ac.id/index.php/jhi/article/view/321 .Diakses tanggal 22 Oktober 2016.

Agustin, Helfi. "DAMPAK KESEHATAN AKIBAT KEKERASAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA." Jurnal Kesehatan Masyarakat

Andalas 2.2 (2008): 169-174.

(33)

LAMPIRAN

Penyiksaan dan Pembunuhan Terhadap Supriyanto TKI di Taiwan Terekam Video

Rabu, 25 Mei 2016 07:13 WIB

TRIBUNNEWS.COM, TEGAL - Berbagai upaya sudah ditempuh keluarga untuk mencari keadilan dan kebenaran terkait penyebab meninggalnya Supriyanto

yang dinilai banyak kejanggalan.

Awalnya keluarga sudah melaporkan ke Polres Tegal. Namun, polisi mengatakan kasus itu hanya bisa ditangani interpol, karena terjadi di luar negeri dan melibatkan berbagai pihak dari beberapa negara. Keluarga Supriyanto juga melaporkan kejanggalan kepada BNP2TKI dan lembaga perlindungan hukum TKI di Jakarta.

Supriyanto seorang TKI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) asal

Tegal tewas disiksa di atas kapal saat berlayar di perairan Republik Fiji.

"Keluarga pertama lapor ke Polres Tegal, karena tidak bisa menangani kemudian lapor ke BNP2TKI dan lembaga perlindungan hukum TKI. Katanya sampai sekarang masih dalam proses hukum di sana (Taiwan)," kata Setiawan Wartono adik ipar Supriyanto.

Dugaan meninggalnya Supriyanto karena dianiaya semakin kuat, sebab menurut informasi, ada sebuah video yang menjadi bukti kuat yang di dalamnya berisi rekaman penganiayaan dan penyiksaan kepada Supriyanto. Di dalam rekaman video amatir berdurasi sekitar 60 menit yang terbagi menjadi 3 bagian itu, terlihat ada beberapa adegan yang sangat kejam dialami Supriyanto.

(34)

dan menendang Supriyanto. Saat menerima penganiayaan dan siksaan itu,

Supriyanto hanya bisa terdiam dan sesekali mengucapkan kata-kata "Ya Allah, Astaghfirullahaladzim, dan subhanallah".

Di dalam video itu juga memperlihatkan kondisi detik-detik terakhir

Supriyanto mengembuskan nafas terakhirnya. Sebelum meninggal dunia, kepala

Supriyanto dipukul menggunakan pipa besi oleh seorang ABK. Akibat pukulan

menggunakan pipa besi itu, Supriyanto tergeletak dan keempat ABK meninggalkannya begitu saja. Melihat seorang ABK terkulai lemah tak berdaya, seorang ABK lainnya yang juga berasal dari Indonesia mendekati Supriyanto. Saat itu Supriyanto masih bisa bernapas namun dalam kondisi sudah tersengal sengal. Sebelum benar-benar mengembuskan napas terakhir, Supriyanto di dalam rekaman itu mengatakan siapa saja yang melakukan penganiayaan dan penyiksaan tersebut.

Keluarga Supriyanto mendapatkan informasi jika rekaman video penyiksaan dan penganiayaan yang dialami Supriyanto sudah berada di Taiwan. Video itu akan digunakan menjadi satu alat bukti untuk menjerat pelaku-pelaku yang terlibat. "Kami menyerahkan semuanya kepada pihak yang berwajib agar keadilan dan Kebenaran dapat ditegakkan," jelasnya.

Penulis: Fajar Eko Nugroho l Tribun Jateng

Referensi

Dokumen terkait

Studi ini membahas pengaruh dari kebijakan larangan ekspor bahan baku terhadap kinerja perusahaan: pertumbuhan nilai tambah, tenaga kerja, dan produktivitas, serta kemampuan

Fungsi transfer yang didapatkan kemudian digunakan sebagai persamaan dalam program pada sensor serat optik untuk mengukur konsentrasi ion logam berat timbal yang terbaca

[r]

1.) Aktivitas peneliti menunjukkan tingkat keberhasilan 85% dengan kriteria baik. Oleh sebab itu, aktivitas peneliti perlu ditingkatkan. 2.) Aktivitas siswa menunjukkan

Jika ditinjau dari pemilihan narasumber pada kedua portal berita online tersebut, dalam pernyataan yang ditampilkan pada teks berita beserta penonjolan aspek

Dari hasil penelitian diperoleh pelaksanaan evaluasi tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini di TK se-Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru secara keseluruhan dan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 54 Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 6A Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Pasar Resik Kota Tasikmalaya,

Diisi dengan nama paket pekerjaan, lokasi tempat pelaksanaan pekerjaan, nama dan alamat/telepon dari pemberi tugas/Pejabat Pembuat Komitmen, nomor/tanggal dan nilai kontrak,