• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter Peserta Didik Pendidikan Meneng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karakter Peserta Didik Pendidikan Meneng"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KARAKTER PESERTA DIDIK REMAJA

Disusun Oleh:

Raden Ilham Karyawiguna (1503137)

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

A. PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, peserta didik atau siswa tentu menjadi bagian yang sangat penting. Peserta didik merupakan individu yang mengembangkan bakat diri melalui jalur pendidikan. Baik dalam pendidikan formal maupun nonformal dan dalam berbagai jenjang pendidikan, peserta didik memiliki hak untuk dapat meningkatkan berbagai potensi dalam dirinya, mulai dari aspek kognitif, psikomotor, hingga afektif.

Untuk memenuhi ketiga kebutuhan tersebut, seorang pendidik yang baik harus mengenal mengetahui lebih jauh setiap peserta didiknya. Hal ini diperlukan agar pendidik dapat menyesuaikan pembelajaran dengan karakter peserta didik yang berbeda-beda. Perkembangan karakter peserta didik perlu disertakan dalam proses pembelajaran, sehingga pencapaian tujuan pendidikan pun dapat lebih efektif.

Pada pendidikan menengah, kebutuhan pendidikan harus disesuaikan dengan karakter peserta didik yang sedang memasuki usia remaja. Tentu peserta didik remaja berbeda dengan mereka yang duduk di bangku pendidikan dasar dan tinggi atau universitas. Peserta didik remaja pada sekolah menengah merupakan kelompok siswa yang memiliki karakter paling beragam. Pada usia remaja lah peserta didik mengalami transisi atau perpindahan dalam berbagai hal. Dalam berbagai jenis dan bidang, sekolah menengah harus mengembangkan program yang sesuai dengan tujuan, kebutuhan, serta keinginan remaja. Program tersebut harus menjadi jembatan yang dapat membantu peserta didik berkembang dari masa kanak-kanak menuju dewasa.

(3)

B. ISI

1. Perkembangan Fisik Remaja

Manusia merupakan makhluk hidup yang berkembang yang terjadi mulai dari manusia dilahirkan hingga meninggal dunia. Perkembangan tersebut dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari usia kanak-kanak, remaja hingga dewasa. Namun dari ketiga masa tersebut, perkembangan manusia tidak merata. Justru pada usia remaja, manusia mengalami perkembangan yang cukup banyak, pesat dan terlihat jelas. Curtis (1977, hlm. 19) menuturkan: “The onset of puberty is accompanied by tremendous changes within the body of each individual, whether male or female.”

Kutipan tersebut kurang lebih berarti, ‘Dimulainya masa pubertas disertai dengan banyaknya perubahan pada tubuh setiap individu, baik laki-laki ataupun perempuan.’

Perubahan fisik individu pada usia remaja sangat terlihat jelas, seperti bertambahnya tinggi serta berat badan, massa otot, dan lain sebagainya. Wiles (2002, hlm. 289) berpendapat bahwa “Accelerated physical development begins in transescence marked by increases in weight, height, muscular strength.” Kutipan tersebut kurang lebih berarti ‘Percepatan perkembangan fisik dimulai pada masa perubahan yang ditandai dengan bertambahnya, berat badan, tinggi badan, kekuatan otot.’

Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi kapanpun antara usia 8 hingga 20 tahun. Namun terdapat perbedaan kecepatan pertumbuhan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan cenderung lebih dulu berkembang daripada laki-laki. Pada awal memasuki usia remaja, perempuan terlihat lebih tinggi daripada laki-laki. Umumnya, perempuan mulai berkembang pada usia 14 tahun, sementara laki-laki mulai memasuki masa pubernya pada usia 15 tahun.

(4)

tubuh. Penyebaran hormon ini menyebabkan seluruh aktifitas organ tubuh meningkat cukup pesat.

Adapun permasalahan yang terjadi pada perkembangan fisik remaja, baik laki-laki atapun perempuan, adalah tulang yang tumbuh lebih cepat daripada perkembangan otot. Ketidakseimbangan perkembangan tulang dan otot tersebut menyebabkan tubuh menjadi lebih kaku. Sehingga dapat terlihat jelas individu pada usia remaja cenderung melakukan kecerobohan, seperti menjatuhkan gelas yang sedang dipegang, terjatuh saat berjalan atau berlari, dan lain sebagainya. Masalah tersebut kemudian memicu individu mengalami gangguan psikosomatik. Selain itu, ketidakseimbangan perkembangan pun terjadi pada kelenjar-kelenjar di seluruh tubuh, seperti pada wajah yang menyebabkan munculnya jerawat, alergi di beberapa bagian tubuh, pertumbuhan gigi yang tidak merata, rabun pada mata, dan lain sebagainya.

Berikut merupakan daftar karakteristik remaja menurut Jon Wiles (2002, hlm. 289-291):

1) Pesatnya perkembengan fisik pada remaja mulai dengan tanda bertambahnya berat badan, tinggi badan dan kekuatan otot. Laki-laki dan perempuan tumbuh pada kecepatan yang beragam. Perempuan cenderung lebih tinggi pada dua tahun pertama dan cenderung lebih maju secara fisik. Pertumbuhan tulang lebih cepat daripada perkembangan otot dan perkembangan otot/tulang yang tidak merata menyebabkan kurangnya koordinasi dan kecanggungan. Tulang mungkin kurang perlindungan dari otot yang menutupinya serta tendon-tendon yang menopangnya.

2) Pada tahap puber bagi perempuan, karakteristik gender sekunder terus berkembang dengan membesarnya payudara serta mulainya menstruasi. 3) Beragam perbedaan individu di antara siswa mulai muncul pada tahap

(5)

relatif konsisten pada setiap gender, laki-laki cenderung tertinggal satu atau dua tahun dari perempuan. Ada tanda perbedaan individu pada perkembangan fisik bagi laki-laki dan perempuan. Usia saat paling beragamnya perekembangan psiologikal dan ukuran fisik adalah sekitar usia 13 tahun.

4) Ketidakseimbangan glandular muncul dan menyebabkan timbulnya jerawat, alergi, kerusakan pada gigi dan mata –beberapa gangguan kesehatan terlihat nyata dan beberapa lainnya hanya imajinasi.

5) Perubahan penampilan pada kontur tubuh –hidung besar, telinga menonjol, lengan panjang- memiliki masalah postur dan kesadaran diri terhadap tubuh.

6) Lemak muncul di sekitar pinggang dan paha laki-laki pada awal masa puber. Sedikit perkembangan jaringan di bawah kulit di sekitar puting dada muncul dalam waktu yang singkat dan laki-laki akan takut bahwa mereka berkembang dengan “cara yang salah”. Ketakutan yang patut dipertimbangkan muncul selama tahap perkembangan alami ini yang berlalu dengan cepat.

7) Siswa akan terganggu oleh perubahan tubuh. Para remaja perempuan terutapa akan terganggu oleh perubahan tubuh yang disertai dengan menstruasi.

8) Dahi mengecil, kuncir rambut, lesung pipi dan perubahan suara membuat laki-laki mungkin merasa malu.

9) Remaja laki-laki dan perempuan cenderung lebih mudah lelah, namun tidak mau mengakuinya.

(6)

11) Menunjukkan rasa lapar dan rasa yang aneh atau tidak biasa, bisa melamahkan sistem pencernaan dengan sangat banyaknya makanan-makanan yang tak layak.

2. Perkembangan Sosio-Emosional Remaja

Perubahan fisik yang terjadi pada remaja bisa memengaruhi perkembangan sosial dan emosional mereka. Memang karakteristik emosional akan sangat berbeda pada setiap individu. Namun dalam beberapa hal, terdapat kesamaan karakteristik pada individu-individu di usia remaja. Curtis (1977, hlm. 33) berpendapat bahwa ‘Stereotip emosional tertentu tidak ada dalam kenyataan; setiap individu itu unik dengan beragam karakteristik emosionalnya masing-masing.’ Walaupun setiap individu memiliki keragaman perkembangan serta bervariasinya ekspresi mereka, beberapa karakteristik yang umum terdapat pada hampir setiap remaja. Setiap karakteristik umum ini dapat diketahui dalam hal aksi atau tindakan individu. Namun saat mereka berinteraksi dengan lingkungan, setiap karakteristik ini juga memiliki karakter alami dari individu tersebut. Berikut karakteristik yang telah diamati menurut Curtis (1977, hlm. 33):

a. Ketegangan Karena Perbedaan Perkembangan

Ketagangan yang dimaksud bukan perasaan yang disebabkan oleh naiknya adrenalin seseorang karena suatu hal. Namun ketegangan ini mengacu pada situasi yang membuat individu merasa tegang atau tidak nyaman. Situasi ini dipicu oleh perbedaan kecepatan perkembangan di antara para remaja. Tidak hanya antara laki-laki dan perempuan, namun setiap individu mengalami masa puber bersama dengan implikasi sosial dan emosional. Curtis (1977, hlm. 34) berpendapat bahwa

(7)

berusia 13 tahun juga yang belum memasuki masa puber. Hal tersebut juga berlaku pada laki-laki. Berdasar pada kebanyakan penelitian, dibanding dengan remaja yang terlambat memasuki masa puber, mereka yang lebih awal memasuki masa ini tidak terlalu banyak mengalami derita karena merasa berbeda dengan teman-teman sebayanya. Karena pada tahap ini pertumbuhan remaja berlangsung begitu pesat, sehingga perbedaan antar individu beserta tanda-tandanya lebih terlihat jelas.

Walaupun kebanyakan remaja tidak mengalami derita tersebut saat melewati masa pubernya, banyak juga individu yang mengalami ketakutan yang patut dipertimbangkan terkait perkembangan fisiknya. Ketakutan tersebut berkaitan dengan kurangnya kekuatan otot dan kurang idealnya berat badan atau proporsi tubuh yang disebabkan oleh terlambat puber.

Pesatnya pertumbuhan yang tiba-tiba pada tulang-tulang dan otot-otot menimbulkan kecanggungan, yang kemudian menyebabkan ketakutan bagi para remaja. Kecanggungan tersebut seperti jatuh saat berjalan dan menjatuhkan sesuatu yang menjadi sesuatu yang memalukan bagi para remaja.

Remaja perempuan yang puber lebih awal dan memiliki karakteristik perkembangan yang rapi akan membuat laki-laki yang baru memasuki masa puber merasa terganggu. Para remaja laki-laki ini akan merasa belum dewasa, lemah secara fisik, dan sering menutup diri baik dari remaja perempuan maupun laki-laki yang berkembang lebih awal, sehingga menyebabkan permasalahan pada emosional individu remaja laki-laki serta hubungan sosial di antara para remaja.

b. Ambivalensi

(8)

Remaja yang memasuki masa perubahan memiliki rasa ketidakamanan yang disebabkan oleh transisi atau perpindahan dari masa kanak-kanak ke remaja. Menurut Curtis (1977, hlm. 35), ‘para remaja mengalami berbagai macam tindakan dan tahapan masa puber, bertindak seperti anak-anak pada satu waktu dan seperti orang dewasa setelahnya.’ Para remaja ini ingin melakukan sesuatu yang berguna bagi lingkungannya. Namun mereka melakukannya dengan cara kekanak-kanakkan. Mereka ingin terlihat mandiri, namun masih membutuhkan bantuan orang-orang dewasa di sekitarnya. Bersamaan dengan itu, para remaja menemukan pemikiran baru mengenai hubungan teman sebaya dan pembenaran perilakunya dari teman-teman sekelas dan kenalan lainnya. Konflik mulai muncul di sini ketika para remaja harus memilih antara bergantung pada aturan yang diberikan orang-orang dewasa atau membuat keputusan sendiri berdasar pada pengaruh hubungan teman sebayanya.

Pada tahap ini, ketertarikan dan tujuan yang tidak tentu arah menjadi karakteristik umum. Para remaja akan membuat keputusan yang berbeda, hari ini dan di lain hari.

c. Konflik-konflik Peran Gender

Konflik ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan pertumbuhan antara remaja laki-laki dan perempuan. Semasa kanak-kanak, laki-laki cenderung lebih kuat dan besar secara fisik dibandingkan dengan perempuan. Namun, saat memasuki usia remaja, laki-laki usia 12-15 tahun mulai merasa terbebani karena mengetahui bahwa mereka lebih lemah dan kecil dibandingkan dengan perempuan di usia yang sama.

Tidak hanya itu, ketertarikan di antara kedua gender ini mulai mengali perbedaan. Dibandingkan dengan remaja laki-laki, remaja perempuan lebih tertarik pada hal-hal yang lebih dewasa. Untuk memenuhi keinginan tersebut mereka harus berbagi dengan para laki-laki. Namun para remaja laki-laki belum siap bergaul dengan remaja perempuan.

(9)

Dalam hal ini, keaktifan remaja menjadi suatu hal yang negatif. Bermula dari perkembangan fisik, hormon dan metabolisme pada remaja yang membuat mereka butuh untuk banyak bergerak, para remaja menjadi lebih sering kelelahan secara fisik, yang kemudian akan memengaruhi perkembangan emosional mereka.

Ketika termotivasi, para remaja akan bekerja dengan sepenuh tenaga. Namun, motivasi ini dapat bersifat positif ataupun negatif, bergantung pada ketertarikan dirinya dan dorongan orang-orang dewasa di sekitarnya. Hasil akhirnya bahkan bisa membuat para remaja sakit karena bekerja dengan memacu tenaga secara berlebih tanpa tahu kapan mereka harus berhenti.

e. Introspeksi

Pada usia remaja, individu akan mulai melihat ke dalam dirinya sendiri sebagai sebuah entitas. Kemudian individu mulai mengubah pola pikirnya, dari berpikir secara konkrit menjadi berkemampuan untuk berkonsep. Individu mulai menilai dirinya sendiri serta dunia tempat dirinya berada. Penilaian ini bisa menghasilkan sesuatu yang positif maupun negatif.

Curtis (1977, hlm. 38) berpendapat bahwa ‘kemampuan baru untuk berkonsep membuat remaja menemukan banyak sekali permasalahan, baik yang tidak diketahui maupun yang dikecilkan selama masa kanak-kanak.’ Mereka bisa menemukan permasalahan yang telah dan akan muncul. Kemampuan menerka ini berkembang ke meluasnya pandangan mereka terhadap dunia. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah pada remaja yang menemukan luasnya dunia dan pribadinya yang penuh dengan ide-ide yang belum siap mereka hadapi. Pada pandangan seperti ini, introspeksi dilakukan untuk mengevaluasi diri dan lingkungan untuk menemukan tempatnya berpijak.

f. Idealisme

(10)

situasi. Tindakan ini tidak selamanya dapat dilakukan dengan mudah oleh para remaja yang belum memiliki cukup pengalaman yang sesuai dengan ketertarikan mereka terhadap dunia baru yang lebih luas. Keingingan memecahkan masalah ditambah kurangnya kemampuan dan pengalaman membuat idealisme para remaja ini menjadi masalah baik bagi mereka sendiri maupun orang-orang dewasa.

g. Antusiasme

Idealisme yang telah disebutkan sebelumnya membuat para remaja selalu mencari resolusi dari setiap permasalahannya. Karena ketidaktahuannya dan kurangnya pengalaman di dunia mereka yang baru, mereka menjadi lebih membutuhkan solusi atau pemecahan masalah, sehingga mereka akan terus mencari jawaban dari setiap permasalahan yang ada. Keaktifan remaja pun membuat mereka menginginkan hasil yang cepat. Dengan ini semua, individu di usia remaja akan memiliki tingkat antusiasme yang tinggi dalam tindakan dan pergerakan mereka.

Namun, antusisasme remaja ini tidak selalu berfokus pada aspek-aspek perkembangan yang menurut orang-orang dewasa paling penting. Maka dari itu, masalah utamanya adalah menyalurkan dan memfokuskan antusiasme remaja sesuai dengan apa yang mereka harapkan dan inginkan, namun tetap pada perkembangan pendidikan remaja itu sendiri sesuai dengan bimbingan dari guru sebagai orang dewasa. Karakteristik ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru sebagai orang yang bertanggung jawab atas pertumbuhan perkembangan yang sehat bagi remaja.

h. Sikap-sikap Negatif

(11)

Kebiasaan-kebiasaan negatif remaja ini muncul dari kekhawatiran mereka akan perbedaan perkembangan, konflik gender, ambivalensi, aktif, introspeksi dan tantangan dari guru professional. Sementara antusiasme, idealism, dan hasrat remaja untuk dewasa merupakan aspek-aspek positif yang memunginkan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih efektif dan memudahkan guru untuk memaksimalkan perkembangan para siswa remajanya.

3. Implikasi Bagi Sekolah Menengah

Gangguan psikosomatik pada remaja harus selalu diperhatikan oleh, dalam hal ini, guru. Karena remaja yang mengalami gangguan psikosomatik cenderung bingung terhadap apa yang terjadi pada dirinya dikarenakan pertumbuhan yang belum sempurna. Berikut beberapa implikasi bagi sekolah menengah berkaitan dengan perkembangan fisik siswa remaja:

1) Sediakan sebuah kurikulum yang meningkatkan pengertian diri sendiri berkaitan dengan perubahan tubuh, seperti menyediakan program-program kesehatan mengenai pertumbuhan.

2) Beberapa peralatan pada program pendidikan jasmani harus menunjang perkembangan fisik siswa.

3) Hindari olahraga kontak fisik.

4) Adakan seminar-seminar kesehatan dan kebersihan.

5) Hindari situasi ketika perkembangan fisik satu siswa diperbandingkan dengan yang lain.

6) Ujian fisik reguler harus diadakan untuk seluruh siswa sekolah menengah.

7) Pengertian dari guru dan orang tua dibutuhkan untuk membantu para siswa mengerti bahwa tubuh berubah sementara secara alami.

8) Orang tua harus menyarankan agar siswa beristirahat dengan baik.

(12)

10) Siswa harus bergerak secara fisik di dalam kelas untuk menghindari pembelajaran pasif.

11) Harus ada bimbingan mengenai nutrisi yang dibutuhkan bagi para remaja.

Selain berkaitan dengan perkembangan fisik remaja, sekolah menengah juga harus memenuhi kebutuhan sosial dan emosional para siswa remaja agar tercapainya tujuan pendidikan. Berikut beberapa saran yang dapat diterapkan pada sekolah menengah:

1) Dorongan Keberanian pada Perbedaan

Baiknya guru memiliki pengetahuan serta strategi untuk menangani beragam kebutuhan yang meliputi aspek-aspek psikologi pada masa kanak-kanak, awal remaja, dan remaja. Adapun pada remaja perempuan yang puber lebih awal, guru harus memberi dukungan, pengertian, serta empati untuk mengatasi trauma yang terkadang muncul.

Remaja perempuan cenderung lebih kuat dan cepat dibanding laki-laki. Sehingga remaja laki-laki ini merasa malu saat kalah dalam beberapa program atletik. Maka dari itu, persaingan antara dua gender ini harus dihindari dengan memisahkan ke dalam dua kelompok gender.

2) Perlakuan terhadap Ambivalensi

(13)

Oleh karena itu, guru pun harus bisa menerima kesulitan saat menangani para remaja yang menginginkan kemandirian. Sehingga guru harus membuat para remaja bisa melihat orang-orang dewasa pun memiliki kekurangan dan kelebihan. Ketika remaja melihat orang dewasa yang bisa membuat kesalahan dan bertingkah seperti anak-anak, mereka akan membuat landasan untuk mengembangkan ego mereka sendiri.

3) Penerimaan Perubahan pada Tubuh

Perubahan pada tubuh bisa menjadi sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang. Beberapa orang akan menerima perubahan ini sebagai perkembangan alami, namun sebagian lainnya akan merasa malu dan kecewa terhadap perubahan tersebut. Guru bisa memberikan pengaruh positif pada sikap remaja dengan menunjukkan pandangan terhadap perubahan pada tubuh siswanya.

Memberikan sikap yang dapat memengaruhi siswa akan lebih efektif daripada memberikan komentar. Adapun mengadakan piknik atau kegiatan di luar ruangan akan membuat remaja melihat betapa beragamnya individu yang juga membutuhkan interaksi agar tidak ada rasa malu dan minder.

4) Pengaturan bagi Aktifitas Fisik

Guru disarankan untuk mengatur beberapa aktifitas di dalam kelas yang akan mendorong siswa untuk terus bergerak secara aktif. Namun, aktifitas ini tidak diharuskan membutuhkan tenaga yang banyak, karena remaja akan terus melakukan aktifitas fisik melebihi batas optimalnya, sehingga mereka akan cepat merasa lelah yang kemudian akan memberikan hasil buruk pada proses pembelajaran. Hal tersebut harus dihindari dan diantisipasi oleh guru dengan terus memerhatikan siswanya selama aktifitas berlangsung.

5) Memfokuskan Antusiasme Remaja

(14)

Antusias siswa tidak hanya harus difokuskan di dalam kelas, namun juga di seluruh sekolah. Maka dari itu, peran perangkat sekolah juga penting untuk memfokuskan antusiasme remaja pada sejumlah aspek kehidupan sekolah, seperti organisasi kesiswaan, penghargaan akademik, olahraga, hobi, dan lain sebagainya.

C. PENUTUP

Perkembangan yang terjadi pada siswa yang menginjak usia remaja umumnya berupa perubahan fisik, sosial dan emosional. Perubahan fisik pada remaja terjadi begitu pesat antara usia 10 hingga 20 tahun. Perubahan fisik remaja, baik laki-laki maupun perempuan, dimulai dari berkembangpesatnya hormon yang memicu pertumbuhan seluruh organ di dalam tubuh, terutama tulang dan otot. Walaupun begitu, tulang dan otot tumbuh dengan kecepatan yang berbeda, yaitu tulang tumbuh lebih cepat daripada kekuatan otot. Perbedaan ini mengakibatkan kurangnya koordinasi tubuh dan membuat individu selalu ingin bergerak untuk beradaptasi dengan kondisi tubuhnya yang baru. Adapun terdapat perbedaan kecepatan pertumbuhan antara remaja laki-laki dan perempuan. Remaja perempuan cenderung lebih cepat berkembang pada usia antara 10 dan 14 tahun daripada laki-laki yang mulai berkembang pada usia antara 13 dan 15 tahun.

Perbedaan tersebut kemudian memengaruhi perkembangan emosional remaja yang mulai merasakan adanya perbedaan fisik, terutama antara remaja laki-laki yang terlambat memasuki masa puber dengan remaja perempuan yang telah lebih dulu berkembang. Secara emosional, remaja merasa malu dengan penampilannya yang berbeda dengan teman sebayanya. Hal tersebut kemudian memicu adanya gangguan psikosomatik pada remaja.

(15)
(16)

D. DAFTAR PUSTAKA

Curtis, Thomas. E. 1977. Curriculum and Instruction for Emerging Adolescents.

Addison-Wesley Educational Publisher Inc: Boston

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol yang menggunakan metode ceramah diskusi presentasi dan kelas eksperimen yang

Persentase cakupan hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan pada balita selama tahun 2011 pada 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Agam dapat dilihat dari cakupan

Penandatanganan MoU Kerjasama di Bidang Pendidikan Tenaga Kesehatan antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan CEGEP John Abbot College berlangsung di Gedung Oval, JAC

Seluruh mahasiswa Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara baik junior maupun senior yang telah banyak memberi sokongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

Bentuk penolakan juga dapat dijadikan acuan bagi negara Indonesia dalam pengucilan diri seperti tidak diterimanya budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian

Program rancangan atau rencana pengajaran adalah bahan acuan yang diperlukan oleh seorang guru untuk melaksanakan kegiatan mengajar pada setiap kali pertemuan agar

Tugas Akhir merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang untuk menyelesaikan

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,