BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Rem Kereta Api
Pemakaian blok rem komposit menggantikan blok rem berbahan besi cor
untuk kanvas kereta api di Indonesia sudah dimulai sejak dasa warsa terakhir.
Blok rem komposit pada mulanya diperkenalkan di Indonesia oleh para importir
asing dengan blok rem merek Fituris (Australia), Ferodo (Inggris), Marquist
(China), Nabco (Jepang) dan dari Sideria (Ipung Kurniawan, et.all., 2011). Baru
sejak tahun 2002 blok rem komposit diproduksi di tanah air, dan saat ini sudah
ada sekurang-kurangnya 3 pabrik blok rem komposit lokal dan 2 diantaranya telah
mendapat sertifikasi dari PT. KAI (Agung, 2009).
Blok rem yang terbuat dari material besi cor mempunyai berat 11-12 kg. Blok
rem seberat ini dapat mempersulit proses pemasangan atau biaya pemasangan
yang tinggi. Umur pemakaian hanya mencapai satu bulan dan nilai jual bahan
bekasnya masih relatif tinggi (Agung, 2009). Berbagai macam usaha dilakukan
untuk mencari alternatif material yang mempunyai sifat ringan, keras dan tahan
aus sebagai pengganti blok rem berbahan besi cor. Namun demikian hasil yang
diperoleh belum bisa seperti yang diharapkan. Salah satu upaya yang telah
ditempuh adalah menggabungkan dua material penyusunnya, yaitu matriks dan
penguat. (Ipung, et.all., 2011).
Keunggulan dari blok rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage
value atau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian.
Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga
sangat layak untuk applikasi di kereta barang (kereta parcel) khususnya kereta
yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain lain.
Penggantian blok rem metalik (Cast Iron) menjadi blok rem komposit dengan
mempertimbangkan aspek ekonomis dimana kanvas rem komposit memiliki
keunggulan dibanding rem metalik.
Keunggulan blok rem komposit adalah sebagai berikut :
1. Rem komposit memiliki umur ekonomis 3 kali lipat disbanding blok rem besi
2. Rem komposit lebih ringan, sehingga memudahkan penggantian
(replacement).
3. Rem komposit memiliki harga lebih murah , karena usia pakai lebih panjang.
4. Rem komposit tidak rawan pencurian karena tidak bisa dijual kiloan seperti
rem besi (metalik).
5. Rem komposit tidak memercikan api yang terjadi saat pengereman (gesekan)
sehingga aman jika digunakan untuk kerena yang mengangkut bahan bakar
seperti minyak, gas, batubara dan lain-lain.
Bahkan menurut rencana secara gradual PT KAI akan mengganti rem blok
metalik (Cast Iron) menjadi rem blok komposit, karena alasan ekonomis, dengan
memakai rem blok komposit maka efisiensi yang di dapat hampir 3 kali dibanding
rem blok metalik (Cast Iron). Rem jenis ini telah digunakan di perkeretaapian
PT.KAI dan juga di luar negeri seperti di Jepang, Eropa, Australia dan beberapa
Negara tetangga di Asia, seperti Malaysia, Thailand dan India (Agung, 2009).
Bagaimanapun blok rem komposit harus tahan aus atau memiliki ketahanan
aus minimal 3 bulan (umur ekonomis), memiliki bobot ringan, memiliki sifat ulet,
cukup keras tapi tidak mudah pecah/hancur, dan memiliki konduktivitas panas
tertentu untuk menghantarkan panas yang timbul akibat gaya gesek radial,
sehingga panas tidak berbalik ke roda yang menyebabkan thermal crack (Agung,
2009).
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.1. Aplikasi material gesek pada rem kereta api : a) brake pad,
2.1.1 Aluminium
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai
suatu unsur dan pertama kali direduksi dengan logam oleh H. C. Oersted pada
tahun 1825. Secara industri tahun 1886, Paul Herould di Prancis dan C. N. Mall di
Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina
dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses
Herould Hall masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Bahan dasar
pembuatan aluminium adalah bauksit (biji aluminium) yang kemudian di ubah
menjadi Alumina. Alumina inilah yang akan dielektrolisa membentuk aluminium
ingot. Biji Aluminium biasanya berupa senyawa oksida berupa Bayerit , Gibbsit
atau hidrargilat , diaspor , Bohmit.
Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mudah teroksidasi.
Karena sifat kereaktifannya maka aluminium tidak ditemukan di alam dalam
bentuk unsur melainkan dalam bentuk senyawa baik dalam bentuk oksida alumina
maupun silikon. Sumber aluminium yang sangat ekonomis adalah bauksit. Bauksit
adalah biji yang banyak mengandung alumina (Al2O3) yakni 30 – 60% serta 12 –
30% adalah air. Makin banyak oksida besi yang mengotori maka akan semakin
gelap warnanya. Bauksit dapat berwarna putih, krem, kuning, merah atau coklat
dapat sekeras batu. Namun ada pula yang selembek tanah lempung.
Paduan aluminium mengandung 99% aluminium dan 1% mengandung
mangan, besi, silikon, tembaga, magnesium, seng, krom, dan titanium. Menurut
Schenk, paduan aluminium mengandung logam lain, seperti: besi 0,5%, Silikon 2
– 3 %, tembaga 1 – 2%, seng 0,9%, Mangan 0,5 – 0,8% , Magnesium 0,7%, Krom
0,3%, dan Titanium 0,3%. Aluminium juga memiliki sifat yang lebih unggul
dibandingkan dengan sifat logam lain. Sifat-sifat aluminium yang lebih unggul
bila dibandingkan dengan logam lain adalah sebagai berikut:
1. Ringan
Massa jenis Aluminium pada suhu kamar 29 oC sekitar 2,7 gr/cm3.
2. Kuat
Aluminium memiliki daya renggang 8 kg/mm3, tetapi daya ini dapat berubah
pencairan atau roling. Aluminium juga menjadi lebih kuat dengan
ditambahkan unsur-unsur lain seperti Mg, Zn, Mn, Si.
3. Ketahanan terhadap korosi
Aluminium mengalami korosi dengan membentuk lapisan oksida yang tipis
dimana sangat keras dan pada lapisan ini dapat mencegah karat pada
Aluminium yang berada di bawahnya. Dengan demikian logam Aluminium
adalah logam yang mempunyai daya tahan korosi yang lebih baik
dibandingkan dengan besi dan baja lainnya.
4. Daya hantar listrik yang baik
Aluminium adalah logam yang paling ekonomis sebagai penghantar listrik
karena massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis tembaga, dimana kapasitas
arus dari aluminium kira-kira dua kali lipat dari kapasitas arus pada tembaga.
5. Anti magnetis
Aluminium adalah logam yang anti magnetis.
6. Toksifitas
Aluminium adalah logam yang tidak beracun dan tidak berbau.
7. Kemudahan dalam proses
Aluminium mempunyai sifat yang baik untuk proses mekanik dari
kemampuan perpanjangannya, hal ini dapat dilihat dari proses penuangan,
pemotongan, pembengkokan, ekstrusi dan penempaan aluminium
8. Sifat dapat dipakai kembali
Aluminium mempunyai titik lebur yang rendah, oleh karena itu kita dapat
memperoleh kembali logam aluminium dari scrap.
Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi
yang baik. Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya untuk
peralatan rumah tangga saja tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri,
misalnya untuk industri pesawat terbang, mobil, kapal laut dan
konstruksi-konstruksi yang lain. Untuk mendapatkan peningkatan kekuatan mekanik,
biasanya logam aluminium dipadukan dengan unsur Cu, Si, Mg, Ti, Mn, Cr, Ni,
dan sebagainya.
Aluminium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya
menjadi aluminium memerlukan energi yang besar, sedangkan sumber biji
aluminium semakin berkurang. Salah satu usaha untuk mengatasi hal ini adalah
dengan melakukan daur ulang. Pada perusahaan pengecoran industri kecil
kebanyakan tidak semua menggunakan bahan aluminium murni, tetapi
memanfaatkan sekrap ataupun rijek materials dari peleburan sebelumnya. Proses pengecoran dengan menggunakan bahan baku yang sebelumnya pernah dicor
dinamakan remelting.
Gambar 2.2. Diagram Fasa Aluminium (fannowidy.blogspot.com).
Aluminium juga mempunyai sifat kimia dan fisika yang khas. Sifat ini
membedakan Aluminium dari logam-logam lain. Sifat-sifat khas Aluminium
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sifat kimia
Aluminium mempunyai nomor atom 13, dan massa atom relatif 26,98.
Aluminium juga bersifat amfoter. Ini dapat ditunjukkan pada reaksi sebagai
berikut:
Atomic Percent Copper
T
em
p
er
atu
re
o C
Al Cu
Al Cu
660.452 o
C
a. Al2O3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 3H2O
b. Al2O3 + 6NaOH 2Na3AlO2 + 6H2O
2. Sifat Fisika
Aluminium memiliki sifat fisika seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Sifat-sifat Aluminium
Sifat Nilai
Jari-jari atom 125 pm
Density (660 oC) 2,368 gr/cm3
Density ( 20 oC) 2,6989 gr/cm3
Potensial elektroda (25 oC) -1,67 volt
Kapasitas panas (25 oC) 5,38 cal/mol oC
Panas pembakaran 399 cal/gr mol
Tensile strength 700 Mpa
Kekerasan brinnel 245 Mpa
Hantaran panas (25 oC) 0,49 cal/det oC
Kekentalan (700 oC) 0,0127 poise
Panas peleburan 10,71 kJ•mol−1
Panas uap 294,0 kJ•mol−1
Massa atom 26,98 gr/mol
Titik lebur 660 oC
Struktur kristal kubus FCC
Sumber :Douglas M. Considin P. E., 1983
Neff (2002) dalam papernya menjelaskan bahwa untuk memenuhi tuntutan
pasar dari aluminium tuang dewasa ini harus memfokuskan pada peningkatan
kualitas logam dengan pengembangan pada proses peleburan. Proses difokuskan
pada eliminasi berbagai kotoran yaitu inklusi yang mcrupakan problem serius
dalam memproduksi hasil coran yang berkualitas. Inklusi yang dimaksud adalah
gas hidrogen yang dapat larut pada aluminium cair yang menyebabkan porositas
kelarutan hidrogen pada paduan aluminium tidak sama. Pada saat pembekuan, gas
hidrogen masih tersisa sehingga pada hasil pengecoran terdapat cacat. Dijelaskan
pula bahwa tidak semua porositas diakibatkan oleh gas hidrogen tetapi disebabkan
pula oleh penyusutan. Penyusutan yang terjadi pada saat aluminium membeku
sebesar 6% dari volume ketika aluminium bertransformasi dari cair ke padat.
Gambar 2.3. Pengaruh suhu pada kelarutan hidrogen dalam aluminium.
(Charis. S. H., 2006).
Hal-hal yang mempengaruhi sifat-sifat paduan aluminium antara lain adalah
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Silisium (Si)
Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif antara lain
adalah :
1. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
2. Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran
3. Menurunkan penyusutan dalam hasil cor
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si adalah sebagai berikut :
1. Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut
2. Hasil cor akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi.
Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu dalam paduan
aluminium antara lain adalah :
1. Meningkatkan kekerasan bahan
2. Memperbaiki kekuatan tarik
3. Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.
Pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu adalah :
1. Menurunkan daya tahan terhadap korosi
c. Unsur Magnesium (Mg)
Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Mg dalam paduan
aluminium antara lain adalah :
1. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
2. Meningkatkan kekuatan mekanis
3. Menghaluskan butiran kristal secara efektif
4. Meningkatkan ketahanan beban kejut/impak.
Pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh unsur Mg :
1. Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil pengecoran
2.1.2 Material Keramik SiC
Keramik mempunyai ikatan ionik yang tinggi, keadaan sedemikian
menyebabkan bahan ini dikategorikan sebagai bahan yang bersifat kuat dan rapuh.
Selain material keramik bersifat rapuh, tetapi juga mempunyai kelebihan, antara
lain : koefisien ekspansi termalnya rendah sehingga lebih tahan terhadap kejut
suhu. Ketahanannya pada suhu tinggi merupakan sifat penting dan menjadi faktor
utama untuk dipertimbangkan dalam pemilihan bahan baru keramik yang
berkekuatan tinggi. Kelemahan dari material keramik adalah sifat rapuhnya,
sehingga bila terjadi retak mikro, maka akan mudah menjalar retakan tersebut dan
dapat menyebabkan kerusakan (failure).
Silikon karbida dengan formula SiC tergolong salah satu jenis material
keramik non oksida. SiC membentuk struktur tetrahedral dari ikatan atom karbon
C dan atom Si. Material ini tergolong material yang sangat keras dan tahan
terhadap abrasive. Serbuk keramik SiC ada dua macam, dapat di bagi berdasarkan
Silikon karbida (SiC) memiliki kurang lebih 70 bentuk kristal, dan yang paling
terkenal adalah struktur kristal heksagonal dengan komponen alpha silikon karbida (α-SiC) dan mulai terbentuk pada suhu sekitar 2000oC. selain α-SiC juga ada struktur beta silikon karbida (β-SiC), fasa ini terbentuk dibawah suhu 2000oC,
dan terbanyak yang beredar dipasaran adalah β-SiC (Khairul Sakti, 2009).
Silikon karbida SiC memiliki densitas sekitar 3.2 g/cm3, memiliki temperatur
sublimasi sekitar 2700 oC sehingga banyak dipergunakan sebagai bearings dan
sparepart untuk tungku. Silikon karbida tidak mudah melebur pada berbagai
kondisi tekanan, dan relatif lebih tahan terhadap bahan kimia. Pada gambar di bawah diperlihatkan (a) struktur kubus β-SiC, dan (b) struktur heksagonal α-SiC (Surdia, T. dan Shinroku,S., 1995).
(a) (b)
Gambar 2.4. (a) struktur β-SiC, (b) struktur heksagonal α-SiC
(Surdia, T. dan shinroku, S., 1995).
Keramik SiC memiliki kuat tekan sebesar 4600 Mpa, dan koefisien ekspansi
termal yang relatif rendah, yaitu: 4.51 – 4.73 µm/m oC (Zheng Ren dan Sammy
Lap Ip Chan, 2000). Sifat-sifat SiC yang paling istimewa, antara lain: daya hantar
panas tinggi, tahan pada temperatur tinggi, nilai kekerasan tinggi, tahan kejutan
termal dan tahan terhadap korosi. Ketahanan SiC terhadap korosi ditunjukkan
dengan adanya abu batubara, slag asam, dan slag netral pada saat material tersebut
mencapai 2200 – 2700 oC. Pada 1000 oC terbentuk lapisan oksidasi berupa SiO2.
Material SiC mempunyai ketahanan oksidasi di udara terbuka mampu mencapai
suhu 1700 oC (Peter,T.B, 1990).
Silikon karbida dibuat melalui proses reduksi silika dengan karbon pada suhu
tinggi. Untuk mendapatkan SiC dengan kemurnian tinggi maka terlebih dahulu
silika dicuci dengan hydrofluoric acid (Dynacer, 2009).
Tabel 2.2 Sifat-sifat keramik SiC
Property Unit Typical Value
Composition - SiC
Grain Size µ m 4 – 10
Density g/cm3 3.10
Hardnees (Knoop) kg/mm2 2800
Flexural Strengh 4 pt @ RT MPa x 10 3 lb/in2
380 55 Flexural Strenght 3pt @ RT MPa
x 10 3 lb/in2
550 80 Compressive strenght @ RT MPa
x 10 3 lb/in2
3900 560 Modulus of Elasticity @ RT GPa
x 106 lb/in2
410 59
Welbull Modulus (2 Parameter) 8
Poisson Ratio 0,14
Fracture Toughness @ RT MPa x m1/2 4,60 Double Torsion & SEN B x 103 lb/in2 x in1/2 4,20 Coefficient of Thermal Expansion x 104 mm/mmk 4,02
RT to 700 oC x 104 in/in oF 2,20
Maximum Service Temp. oC 1900
Air oF 3450
Mean Specific Heat @ RT J/gmk 0,67
2.2 Material Komposit
Komposit merupakan gabungan material multifasa yang memiliki interface
makroskopis yang dapat dibedakan secara makro dan memiliki sifat-sifat yang
merupakan penggabungan sifat positif material penyusunnya. Komposit
berdasarkan jenis penguatnya dibagi menjadi 3 macam yaitu komposit partikulat,
komposit fiber dan komposit structural.
Gambar 2.5. Pembagian komposit berdasarkan jenis penguat (widyastuti, 2009).
Berdasarkan sifat penguatnya, komposit dibagi menjadi dua yaitu komposit
isotropik dan anisotropik. Komposit isotropik adalah komposit yang penguatnya
memberikan penguatan yang sama untuk berbagai arah (baik dalam arah
transversal maupun longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau
regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang sama. Sebaliknya
komposit anisotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan
tidak sama terhadap arah yang berbeda, sehingga segala pengaruh tegangan atau
regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang tidak sama (baik arah
transversal maupun longitudinal).
Partikulat struktural
Kontinyu
Terikat (aligned)
Fiber
Partikulat besar
Diskontinyu Panel
sandwich
Acak (random) Penguatan
dispersi
Salah satu contoh komposit isotropik adalah komposit dengan penguat partikel
atau lebih dikenal dengan sebutan (komposit partikulit), partikel dikatagorikan
sebagai partikulit bila tidak mempunyai dimensi panjang (nonfibrous). Bahan
komposit partikulit pada umumnya lebih lemah ketahanan terhadap kerusakan
dibanding komposit berserat panjang. Tetapi dari segi yang lain, bahan ini sering
lebih unggul, seperti dalam hal ketahanan terhadap aus. Bahan komposit partikulit
terdiri dari partikel-partikel yang diikat matrik. Bentuk partikel ini dapat
bermacam-macam seperti bulat, kubik tetragonal atau bahkan bentuk-bentuk yang
tidak beraturan secara acak, tetapi secara rata-rata berdimensi sama.
Partikel-partikel ini pada umumnya digunakan sebagai pengisi dan penguat bahan
komposit bermatrik keramik. Pada jenis ini keramik merupakan bahan yang keras
dan getas, juga mudah retak dan pecah. Disinilah fungsi partikel tersebut berada.
Mekanisme penguatan tertentu, partikel ini berguna untuk mencegah perambatan
retak yang terjadi, dengan demikian akan menaikkan keuletannya.
2.2.1 Komposit Matriks Logam
Komposit adalah perpaduan dari beberapa bahan yang dipilih berdasarkan
kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusunnya untuk menghasilkan
material baru yang unik, dibandingkan dengan sifat material dasarnya sebelum
dikombinasikan, terjadi ikatan antara masing-masing material penyusunnya
(Scity, 2002). Berdasarkan bahan matriks yang digunakan, maka komposit dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Komposit matriks logam (Metal Matrix Composite)
b. Komposit matriks polimer (Polimer Matrix Composite)
c. Komposit matriks keramik (Composite Matrix Ceramics)
Sedangkan berdasarkan jenis penguatnya, maka material komposit dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel
b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat
c. Structural composite, penguatnya berbentuk lapisan
Adapun ilustrasi dari komposit berdasarkan penguatnya dapat dilihat pada
a. Partikel b. Fiber c. Struktur
Gambar 2.6. Ilustrasi komposit berdasarkan penguatnya (Agus, 2008).
Material yang ulet tahan korosi seperti: Al dan material yang kuat dan
tangguh, seperti: keramik SiC. Merupakan pemikiran yang tepat untuk
menggabungkan kedua material tersebut menjadi material baru, yaitu: komposit.
Material komposit yang diharapkan dengan proses pembuatannya mempunyai
kekuatan mekanik yang tinggi, daya tahan vibrasi dan konduktivitas panas baik
seperti: kekakuan, tahan aus dan stabil pada temperatur tinggi (Saravanan, R.A et
all.2008).
Komposit logam dapat diaplikasikan pada berbagai komponen mesin seperti:
velg, housing disc brake, sudu-sudu gas turbin (turbin blade), mesin roket piston, penukar panas (heat exchanger), dapur temperatur tinggi (furnace), struktur pesawat terbang, dan kemasan elektronik (packaging).
Ipung Kurniawan dan Amat Umron (2011) meneliti pembuatan Komposit
Matriks Logam (KML) Al-SiC dengan metode stir casting untuk pembuatan komponen blok rem kereta api. Variasi paremeter dalam penelitian ini
penambahan serbuk SiC dengan fraksi berat 5 %, 10 % dan 15%. Hasil
penelitiannya dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3. Hasil penelitian kekerasan KML Al-SiC
Material Kekerasan (HRB)
Al-SiC 5% 56
Al-SiC 10% 61
Al-SiC 15 % 78
Besi cor 80
Sumber : Ipung kurniawan dan Amat umron (2011). Material A
Material B
2.2.2 Komposit Matriks Logam Al-SiC
Logam aluminium yang telah dicampur dengan partikel silicon carbida (SiC)
untuk membentuk komposit bermatriks logam akan mengalami perubahan
beberapa sifat fisik dan ketahanan korosinya. Nilai kekuatan spesifik komposit ini
lebih unggul dibandingkan dengan logam aluminium murni, baik pada suhu kamar
ataupun suhu tinggi (< 200oC). Nilai kekuatan spesifik dengan unit Gpa/g cm-3,
merupakan perbandingan nilai modulus young dengan berat jenis. Komposit ini
memiliki ketahanan korosi yang rendah bila dibandingkan dengan aluminium
murni. Semakin tinggi kandungan SiC, kecepatan korosi meningkat (Prayitno,
2006).
Metode pembuatan komposit bermatriks logam dengan bahan penguat
berbentuk partikel ialah vortek dan compocasting. Pada metode vortek, logam
matriks dileburkan terlebih dahulu dan dilanjutkan pada pengadukan sehingga
memunculkan pusaran (vortek). Bahan penguat partikel ditaburkan pada pusat
pusaran. Pengadukan dihentikan bila partikel telah tersebar secara merata pada
cairan logam. Logam cairan kemudian dituang ke dalam cetakan.
Metode compocasting disebut juga dengan rheocasting dimana logam dengan
wujud campuran padatan dan cair (lumpur) dituang kedalam cetakan. Proses
compocasting sebagai berikut. Pertama logam matriks dileburkan sehingga cair
dan kemudian didinginkan sampai cairan logam berubah wujud seperti lumpur
logam. Tahap kedua adalah pengadukan lumpur logam dan pemasukan bahan
penguat partikel. Setelah partikel tersebar merata, pengadukan dihentikan dan
lumpur logam dituang dalam cetakan (Prayitno, 2006).
Proses pelapisan permukaan partikel SiC dengan perlakuan panas diatas suhu
878,52oC meningkatkan terbentuknya fase oksida dengan semakin tingginya suhu
yang diberikan. Pengaruh pelapisan oksida pada partikel SiC berkorelasi terhadap
kenaikan nilai densitas dan penurunan nilai porositas komposit Al-SiC.
Berdasarkan pengamatan SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray
Difragtion) fase-fase yang terbentuk pada komposit Al-SiC didaerah antarmuka
antara SiC dan Al adalah SiO2, Al2O3 dan mullit. Dimana fase-fase tersebut
berperan sebagai pengikat antara matrik Al dan penguat SiC pada komposit
SiC terlapisi, pada semua fraksi volume penguat nilai modulus elastisitas
komposit masuk dalam zona Upper dan lower bound, sedangkan komposit Al-SiC dengan penguat SiC tanpa terlapisi mempunyai nilai modulus elastisitas diluar
Upper dan lower bound. Kenaikan nilai kekerasan komposit dipengaruhi oleh penambahan fraksi volum penguat dan suhu pelapisan oksida logam pada
permukaan SiC dalam komposit Al-SiC.
Silicon carbida (SiC) merupakan senyawa kristalin yang mempunyai sifat
mekanik dengan kekerasan paling tinggi dan mempunyai titik leleh tinggi yaitu
sekitar 2837oC. SiC yang memiliki kemurnian paling tinggi. Memiliki berat atom
40,1 gram, terdiri atas 70,04% Si dan 39,06% C. Sifat lainnya adalah tidak larut
dalam air dan pelarut lainnya, lebih dikenal dengan nama carborundum dan moissanite (Tofan, et.all. 2009).
Adapun sifat mekanik dari Al/SiC untuk pengujian kekerasan, keausan dan
kuat tarik adalah sebagai berikut:
1. Kekerasan.
Kekerasan yang diperoleh dari pengujian menunjukkan peningkatan seiring
meningkatnya suhu, kekerasan terendah adalah 124 BHN sedangkan kekerasan
tertinggi 440 BHN. Peningkatan nilai kekerasan meningkat signifikan pada range
suhu 1000°C-1100°C yaitu dari 245 BHN menjadi 440 BHN (A. Zulfia, 2006).
Sifat kekerasan pada umumnya merupakan fungsi dari kekuatan ikatan logam
aluminium dengan keramik silikon karbida. Material dengan densitas yang tinggi
memiliki kekerasan yang cenderung meningkat karena adanya ikatan antara
partikel dan proses pembasahan. Kekerasan material juga dipengaruhi oleh reaksi
produk yang terbentuk seperti fasa AIN dan Mg2Si, yang dapat meningkatkan
kekerasan.
2. Keausan.
Pada temperatur yang tinggi diperoleh semakin banyaknya kandungan
material penguat keramik SiC yang terinfiltrasi oleh leburan Al sehingga
kekerasan meningkat dan laju aus menurun. Oleh karena itu terdapat hubungan
yang terbalik antara keausan dan kekerasan. Nilai laju aus semakin kecil
Menurut pendapat Rigney, factor utama yang mempengaruhi ketahanan aus logam
adalah kekerasan permukaannya terutama pada keausan adhesive dan abrasif,
dimana pada kekerasan yang tinggi laju keausan adhesif maupun abrasif rendah
(A. Zulfia. et.all, 2006).
3. Kuat tarik
Dalam penelitian sebelumnya telah dicoba untuk menambahkan partikel SiC
dari 0 sampai 12,98% volume ke dalam tuangan paduan logam
Aluminium-Silikon untuk meningkatkan sifat mekanis paduan tersebut. Pembuatan campuran
ini adalah dengan metode pengecoran, yakni menggunakan dapur krusibel dan
cetakan yang digunakan adalah cetakan logam. Dalam pengamatan yang
dilakukan, didapat hasil bahwa dengan meningkatnya prosentase partikel SiC,
didapat sifat mekanis bahan yaitu kuat tarik dan kekerasannya yang meningkat.
Juga pengamatan jejak keausan dan hasil perhitungan laju keausan menunjukkan
bahwa semakin tinggi prosentase SiC yang ditambahkan dalam campuran
mempunyai titik optimal yaitu pada 11,25% volume SiC dimana pada
penambahan partikel SiC dalam prosentase yang lebih besar lagi sifat mekanisnya
akan turun (Ariati, 2009).
2.2.3 Perkembangan Pemakaian Komposit Matriks Logam Pada Rem Kereta Api.
Di Negara-negara maju seperti Uni Eropa, Amerika dan Jepang penggunaan
kanvas rem komposit untuk perkereta apian sudah dimulai sejak setengah abad
lebih. Bahkan penggunaannya tidak terbatas pada blok rem komposit untuk kereta
api dengan kecepatan rendah atau dibawah 100 km/jam (low friction brake),
tetapi aplikasi untuk high friction berupa disc brake untuk kereta api kecepatan
tinggi sudah dikembangkan sejak dulu. Bahkan dewasa ini hampir semua kanvas
rem otomotifpun sudah memakai bahan komposit.
Bahan komposit terdiri dari bahan pengisi (filler), resin bonding (bahan
perekat), reinforce material (bahan penguat serat) dan plastisizer ruberry (bahan
karet) dan lain-lain. Pada aplikasi khususnya untuk kanvas rem komposit,
beberapa keunggulan dari kanvas rem kereta api berbahan komposit di
(berat maksimum rem komposit 3 kg, sedangkan cast iron 11 s/d 12 kg, sehingga
memudahkan pemasangan / biaya pemasangan kecil), blok rem komposit juga
memiliki umur ekonomis (life time) yang lebih panjang. Rata-rata blok rem
berbahan komposit lebih tahan aus karena memiliki koefisien friksi yang lebih
rendah dibanding cast iron. Umur rata-rata dari kanvas rem komposit adalah 3
bulan masa aus atau lebih kurang 3 s/d 4 kali dari masa aus kanvas rem cast iron
(besi tuang kelabu).
Gambar 2.7. Kanvas rem kereta api berbahan besi cor (PT.KAI).
Keunggulan lain dari rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage
value atau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian.
Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga
sangat layak untuk applikasi di kereta parcel (kereta barang) khususnya kereta
yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain-lain
(Agung, 2009).
2.3Pengecoran Logam
Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair
dan cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk
geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan ke dalam cetakan yang
memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair
memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan disingkirkan
dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder.
Keunggulan proses pengecoran adalah kemampuannya untuk memproduksi
komponen dengan bentuk kompleks secara masal. Terdapat tiga bagian utama
proses pengecoran. Pertama proses pembuatan cetakan pasir, kedua proses
pembuatan inti dan ketiga proses peleburan logam. Proses pembuatan cetakan
pasir adalah hal terpenting, apabila cetakan sudah siap maka dipasangkan inti dan
kemudian dilanjutkan dengan penuangan logam cair. Cairan dibiarkan beberapa
lama didalam cetakan sampai membeku, selanjutnya dilakukan pembongkaran
dan dilakukan proses finishing.
Ilmu pengecoran logam terus berkembang dengan pesat. Berbagai macam
metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus disempurnakan, diantaranya
adalah centrifugal casting, investment casting, dan sand casting serta masih
banyak lagi metode-metode lainnya. Pengecoran logam dapat dilakukan untuk
bermacam-macam logam seperti, besi, baja paduan tembaga (perunggu, kuningan,
perunggu aluminium), paduan ringan (paduan aluminium, paduan magnesium),
serta paduan lain misalnya paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit
tembaga), hasteloy (paduan yang mengandung molibdenum, khrom, dan silikon).
Gambar 2.8. Diagram alir proses pengecoran
Pada pengecoran logam, dibutuhkan pola yang merupakan tiruan dari benda
yang hendak dibuat dengan pengecoran. Pola dapat terbuat dari logam, kayu,
stereofoam, lilin, dan sebagainya. Pola mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari
ukuran benda yang akan dibuat dengan maksud untuk mengantisipasi penyusutan
selama pendinginan dan pengerjaan finishing setelah pengecoran. Selain itu, pada
pola juga dibuat kemiringan pada sisinya supaya memudahkan pengangkatan pola
dari pasir cetak.
Jenis-jenis pengecoran adalah sebagai berikut:
1. Sand Casting, Yaitu jenis pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Jenis pengecoran ini paling banyak dipakai karena ongkos produksinya murah
dan dapat membuat benda coran yang berkapasitas berton–ton.
2. Centrifugal Casting, Yaitu jenis pengecoran dimana cetakan diputar bersamaan dengan penuangan logam cair kedalam cetakan. Yang bertujuan
agar logam cair tersebut terdorong oleh gaya sentrifugal akibat berputarnya
cetakan. Contoh benda coran yang biasanya menggunakan jenis pengecoran
ini ialah pelek dan benda coran lain yang berbentuk bulat atau silinder.
3. Die Casting, Yaitu jenis pengecoran yang cetakannya terbuat dari logam. Sehingga cetakannya dapat dipakai berulang-ulang. Biasanya logam yang
dicor ialah logam non ferrous.
4. Investment Casting, Yaitu jenis pengecoran yang polanya terbuat dari lilin (wax), dan cetakannya terbuat dari keramik. Contoh benda coran yang biasa
menggunakan jenis pengecoran ini ialah benda coran yang memiliki
kepresisian yang tinggi misalnya rotor turbin.
Jenis pengecoran logam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis
pengecoran logam sand casting.
2.3.1 Pembuatan Coran
Pembuatan coran harus dilakukan dengan beberapa proses seperti pencairan,
pembuatan cetakan, penuangan, pembongkaran dan pembersihan coran. Ada
bermacam-macam dapur yang dipakai dalam proses pencairan logam. Umumnya
kupola (dapur induksi frekwensi rendah) dipergunakan untuk besi cor, dapur
dapur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan, karena dapur ini
dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam
tersebut.
Menurut jenis cetakan yang digunakan, proses pengecoran dapat diklasifikan
menjadi dua katagori, yaitu:
1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai.
2. Pengecoran dengan cetakan permanen.
Pada proses pengecoran dengan cetakan sekali pakai, untuk mengeluarkan
produk corannya cetakan harus dihancurkan. Jadi selalu dibutuhkan cetakan yang
baru untuk setiap pengecoran baru, sehingga laju proses pengecoran akan
memakan waktu yang relatif lama. Pada proses cetakan permanen, cetakan
biasanya di buat dari bahan logam, sehingga dapat digunakan berulang-ulang.
Dengan demikian laju proses pengecoran lebih cepat dibanding dengan
menggunakan cetakan sekali pakai, tetapi logam coran yang digunakan harus
mempunyai titik lebur yang lebih rendah dari pada titik lebur logam cetakan.
2.3.2 Cetakan Pasir
Proses pembentukan benda kerja dengan metoda penuangan logam cair ke
dalam cetakan pasir (sand casting), secara sederhana cetakan pasir ini dapat diartikan sebagai rongga hasil pembentukan dengan cara mengikis berbagai
bentuk benda pada bongkahan dari pasir yang kemudian rongga tersebut diisi
dengan logam yang telah dicairkan melalui pemanasan (molten metals). Cetakan pasir untuk pembentukan benda tuangan melalui pengecoran harus dibuat dan
dikerjakan sedemikian rupa dengan bagian-bagian yang lengkap sesuai dengan
bentuk benda kerja sehingga diperoleh bentuk yang sempurna sesuai dengan yang
kita kehendaki. Bagian-bagian dari cetakan pasir ini antara lain meliputi :
1. Pola, mal atau model (pattern) 2. Inti (core)
Cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan, karena
memiliki keunggulan :
a. Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel dan
titanium
b. Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar
c. Jumlah produksi dari satu sampai jutaan.
Ada beberapa syarat bagi pasir untuk cetakan yang harus dipenuhi agar hasil
coran tersebut sempurna, antara lain:
1. Kemampuan pembentukan : sifat ini memungkinkan pasir cetak bisa mengisi
semua sisi dari ujung dan pola sehingga menjamin bahwa hasil coran memiliki
dimensi yang benar.
2. Plastisitas : bisa bergerak naik maupun turun mengisi rongga-rongga yang
kosong. Sifat plastisitas ini berkait erat dengan kandungan air pada pasir cetak
yang bertindak sebagai pelumas sehingga memungkinkan pasir cetak mudah
bergerak antara satu dengan lainnya.
3. Kekuatan basah : kekuatan ini menjamin cetakan tidak hancur/rusak ketika
diisi dengan cairan logam ataupun ketika dipindah-pindahkan. Kekuatan ini
tergantung pada jumlah dan jenis pengikat dari pasir cetak.
4. Kekuatan kering : kekuatan ini diperlukan pada saat cetakan mengering karena
perpindahan panas dengan cairan logam. Kekuatan ini juga tergantung pada
jumlah dan jenis pengikat.
5. Permeabilitas : sifat ini memungkinkan udara dan uap atau gas-gas lain dari
evaporasi air dan pengikat. Jika bahan-bahan ini menempati rongga cetakan
maka akan menjadi hasil pengecoran yang kurang baik terutama bila terjebak
Gambar 2.9. Proses pembuatan cetakan (Surdia.T, 1976).
Pasir cetak yang lazim digunakan dalam proses pengecoran adalah sebagai
berikut:
1. Pasir Silika
Pasir silika didapat dengan cara menghancurkan batu silika, kemudian
disaring untuk mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan.
2. Pasir Zirkon
Pasir Zirkon berasal dari pantai timur australia yang mempunyai daya yahan
api yang efektif untuk mencegah sinter
3. Pasir Olivin
Pasir Olivin didapat dengan cara menghancurkan batu yang membentuk
2MgO, SiO2 dan 2FeO.SiO2. Pasir olivin mempunyai daya hantar panas yang
2.3.3 Pola
Pola, mal atau model (pattern), adalah bentuk dan ukuran benda yang menyerupai bentuk asli benda yang dikehendaki, dimana pola ini yang nantinya
akan dibentuk pada cetakan pasir dalam bentuk rongga atau yang disebut mold jika model ini dikeluarkan yang kedalamnya akan dituangkan logam cair.
Pola menentukan hasil dari coran, oleh karena itu diperlukan dasar-dasar
pengetahuan tentang perancangan. Sebelum kita membuat pola, terlebih dahulu
memerlukan gambar perancangan. Bahan-bahan pola yang biasa digunakan yaitu
kayu, lilin (wax), logam. Pola kayu banyak dipakai karena lebih murah, cepat dibuatnya dan mudah diolah. Oleh karena itu untuk pola kayu biasanya dipakai
untuk cetakan pasir. Alat-alat yang digunakan untuk membentuk pola dari kayu
ialah pahat, mesin bubut kayu, gerinda kayu, amplas dan lain-lain.
Pada proses pembuatan pola ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Permukaan pola (baik pola benda coran, gatting system dan riser) harus baik dan halus agar tidak merusak cetakan pada proses pelepasan pola.
2. Dimensi dari pola benda coran harus dibuat penambahan ±5 mm dari ukuran
sebenarnya untuk mencegah penyusutan yang terjadi dan untuk proses
finishing dari benda coran.
3. Faktor kemiringan pola sangat diutamakan, hal ini bertujuan agar
memudahkan pengangkatan pola dari cetakan, sehingga tidak merusak
cetakan.
Adapun jenis-jenis pola untuk pembuatan cetakan pasir antara lain:
a. Pola padat (disebut juga pola tunggal)
Pola padat dibuat sesuai dengan geometri benda cor dengan
mempertimbangkan penyusutan dan kelonggaran untuk permesinan. Biasanya
digunakan untuk jumlah produksi yang sangat kecil. Walaupun pembuatan pola
ini mudah, tetapi untuk membuat cetakannya lebih sulit, seperti membuat garis
pemisah antara bagian atas cetakan (cope) dengan bagian bawah cetakan (drug).
Demikian pula untuk membuat sistem saluran masuk dan riser diperlukan tenaga
b. Pola belah
Terdiri dari dua bagian yang disesuaikan dengan garis pemisah (belahan)
cetakannya. Biasanya digunakan untuk benda coran yang memiliki geometri yang
lebih rumit dengan jumlah produksi menengah. Proses pembuatan cetakannya
lebih mudah dibandingkan dengan memakai pola padat.
c. Pola dengan papan penyambung
Digunakan untuk jumlah produksi yang lebih banyak. Pada pola ini, dua
bagian pola belah masing-masing diletakan pada sisi yang berlawanan dari sebuah
papan kayu atau pelat besi.
d. Pola cope dan drug
Pola ini hampir sama dengan pola dengan papan penyambung, tetapi pada
pola ini dua bagian dari pola belah masing-masing ditempelkan pada papan yang
terpisah. Pola ini biasanya juga dilengkapi dengan sistem saluran masuk dan riser.
2.4 Sifat Mekanik Material Uji
Pemahaman yang menyeluruh mengenai sifat-sifat material, perlakuan, dan
proses pembuatannya sangat penting untuk perancangan mesin yang baik. Sifat
material umumnya diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik, sifat
kimiawi. Sifat mekanik secara umum ditentukan melalui pengujian destruktif dari
sampel material pada kondisi pembebanan yang terkontrol. Sifat mekanik yang
paling baik adalah didapat dengan melakukan pengujian prototipe atau desain
sebenarnya dengan aplikasi pembebanan yang sebenarnya. Namun data spesifik
seperti ini tidak mudah diperoleh sehingga umumnya digunakan data hasil
pengujian standar seperti yang telah dipublikasikan oleh ASTM (American Society of Mechanical Engineer).
2.4.1Konsep Dasar Pengereman
Sistem rem dalam suatu kendaraan termasuk sistem yang sangat penting
karena berkaitan dengan faktor keselamatan berkendara. Prinsip kerja sistem rem
buah benda yang berbeda berputar sehingga putarannya akan melambat. Oleh
sebab itu komponen rem yang bergesekan ini harus tahan terhadap gesekan (tidak
mudah aus), tahan panas dan tidak mudah berubah bentuk pada saat bekerja dalam
suhu tinggi (Hardianto, 2008).
Gambar 2.10 . Ilustrasi Pengereman
Pengereman dilakukan dengan diberikannya gaya pada kanvas rem untuk
menahan atau menghentikan putaran roda. Pada saat kanvas bersentuhan langsung
dengan roda maka akan timbul gesekan. Terjadinya gesekan antara kanvas rem
dengan roda pada saat pengereman menyebabkan kanvas akan mengalami
keausan. Tingginya laju keausan kanvas berhubungan dengan tingkat kekerasan
dan kekuatan kanvas tersebut.
Jarak pengereman kereta api adalah jarak yang dibutuhkan mulai saat masinis
menarik tuas (handle) rem dengan kondisi pelayanan pengereman penuh (full
brake) sampai dengan kereta api benar-benar berhenti. Yang dimaksud dengan
pengereman penuh (full brake) pada rangkaian kereta api yang dilengkapi
peralatan pengereman udara tekan (Westinghouse) adalah menurunkan tekanan
udara pada pipa utama sebesar 1,4 – 1,6 kg/cm2 (1,4 – 1,6 atm) melalui tuas
pengereman yang dilakukan masinis di lokomotif yang menyebabkan tekanan
maksimum pada silinder pengereman kereta atau gerbong mencapai 3,8 kg/cm2
(3,8 atm) pada masing-masing kereta atau gerbong (PT.KAI, 2013).
Parameter sifat mekanik dan sifat fisis yang penting untuk performance dari
kanvas rem komposit yang dipersyaratkan oleh PT KAI adalah harus tahan aus
atau memiliki ketahanan aus minimal 3 bulan (umur ekonomis), memiliki bobot
F
Kanvas Rem
ringan, memiliki sifat ulet, cukup keras tapi tidak mudah pecah / hancur, dan
memiliki konduktivitas panas tertentu untuk menghantarkan panas yang timbul
akibat gaya gesek radial (gaya gesekan), sehingga panas tidak berbalik ke roda
yang menyebabkan thermal crack, memiliki modulus elastisitas cukup baik atau
masuk range spesifikasi teknis PT.KAI yaitu antara 2400 s/d 150.000 N/cm2
(Agung, 2009). Maka dari itu sifat mekanik yang akan diuji untuk sampel
penelitian ini adalah uji kekerasan, uji keausan, dan uji tarik.
2.4.2 Kekerasan
Kekerasan (hardness) adalah salah satu sifat mekanik (mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk
material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material
ketika material diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah
tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tidak dapat kembali ke
bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan
suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didalam
aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu
untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk
memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu. Didunia teknik,
umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni :
2.4.2.1 Brinell (HB / BHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinell diperuntukkan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan karbida
Gambar 2.11. Pengujian Brinell (Callister, 2001).
Gambar 2.12. Perumusan pengujian Brinell (Callister, 2001).
Uji kekerasan Brinell dirumuskan dengan :
………...……….. (1)
Dimana :
D = Diameter bola (mm)
d = Impression diameter (mm)
F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (kgf/mm2)
= π
( √
Force
Sampel Penetration Ball Front view
D F
2.4.2.2 Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut. Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan
metode Rockwell dijelaskan pada gambar 2.14, yaitu pada langkah 1 benda uji
ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (mayor Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini
indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar
2.14. Besarnya minor load maupun mayor load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 2.4.
Listing Penetration Depth
Gambar 2.13. Pengujian Rockwell (Callister, 2001).
Gambar 2.14. Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell (Callister, 2001).
Sampel Force
Diamond cone
e Zero reference line
1
Minor load F0 2
Minor load F0 + Mayor load F1 = total load F
3 Minor load F0
Menggunakan metode rockwell, angka kekerasan dapat ditentukan melalui
perbedaan kedalaman hasil penekanan dari penerapan beban awal minor diikuti
oleh beban mayor, penggunaan beban minor dapat mempertinggi akurasi
pengujian. Berdasarkan besar beban dari minor maupun mayor, ada dua tipe
pengujian yaitu Rockwell dan Superficial Rockwell. Untuk Rockwell, beban
minor adalah 10 kgf, dimana beban mayor adalah 60, 100, dan 150 kgf. Tiap
skala diwakili oleh huruf alphabet yang ada di tabel. Untuk Superficial
Rockwell, beban minornya 3 kgf dan beban mayornya 15, 30, dan 45 kgf. Skala
ini di identifikasi dengan 15, 30, atau 45 (berdasarkan beban) diikuti dengan N,
T, W, X, atau Y, tergantung pada penekan. Pengujian Superficial biasanya
digunakan untuk spesimen tipis.
Ketika menentukan kekerasan Rockwell dan Superficial, angka kekerasan
dan skalanya harus ditunjukan. Skala ditunjukan dengan simbol HR diikuti
dengan penunjukan skala yang tepat. Contohnya 80 HRB menunjukan
kekerasan Rockwell 80 pada skala B dan 60HR30W menunjukan kekerasan
Superficial 60 pada skala 30W.
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya
kekerasan dengan metode Rockwell.
…...……….… (2)
Dimana :
F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf) F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf) F = Total beban (kgf)
e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm
E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang
untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bisa dilihat pada table 2.4.
Tabel 2.4. Skala kekerasan rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup
kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada
gambar 2.16. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan
Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F)
dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A)
yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai
kekerasan dengan metode vickers yaitu :
Front View
Gambar 2.15. Pengujian Vickers (Callister, 2001).
Gambar 2.16. Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001).
Perumusan :
……….. (3)
……….…... (4)
………..… (5)
Dimana:
HV = Angka kekerasan Vickers (kgf/mm2)
F = Beban (kgf)
d = Diagonal (mm)
=
= .
= ,
Sampel
Force
Diamond Pyramid
136o d
2.4.2.4 Micro Hardness (Knoop Hardness)
Mikro hardness tes sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah.
Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.
Gambar 2.17. Bentuk indentor knoop (Callister, 2001).
……….……….… (6)
Dimana:
HK = Angka kekerasan Knoop (kgf/mm2)
F = Beban (kgf)
l = Panjang dari indentor (mm)
2.4.3 Keausan
Keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya
melibatkan kehilangan material yang progresif akibat adanya gesekan (friksi)
antar permukaan padatan. Keausan bukan merupakan sifat dasar material,
melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan
merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan
dengan material lain. Ditinjau secara engineering dan scientific parameter yang
berpengaruh terhadap keausan tergantung pada koefisien friksi ( µ ) kanvas rem. Gaya gesek (friksi) yang terus menerus tanpa henti dari dua bahan yang
memiliki koefisien gesek dan kekerasan yang berbeda, maka bahan yang memiliki
kekerasan lebih kecil dan memilki koefisien gesek kecil akan lebih cepat aus, dan
sebagai akibatnya dapatkan memercikan api. Dalam hal ini, persyaratan teknis = 14,2
untuk standardisasi PT KAI untuk kanvas rem komposit (Low Friction)
diharuskan memiliki koefisien gesek (µ) : 0,14 s/d 0,21 dan kekerasan
(Hardness) : 70 s/d 105 HRR (Rockwell R). Jarak minimal (clearance) antara
kanvas rem dan roda yang diijinkan adalah 10 mm (Agung, 2009). Koefisien
gesek tersebut tidak berdimensi karena besar gaya gesek dan gaya normal yang
bekerja pada roda memiliki satuan dan dimensi yang sama yaitu Newton atau
kg.m/detik kuadrat.
Kanvas rem yang digunakan oleh PT KAI pada saat ini menggunakan kanvas
rem konvensional besi cor (Cast Iron) karena memiliki koefisien friksi yang
rendah 0,10 – 0,13, sehingga umur rem sangat pendek yaitu dua minggu sudah aus
dan harus diganti. Hal ini merupakan pemborosan, karena jika menggunakan rem
komposit umur kanvas rem akan 3 kali dari rem cast iron.
Material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang
beragam, yaitu: keausan abrasi, adhesi, oksidasi, erosi dan friting. Di bawah ini
diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut.
2.4.3.1 Keausan Abrasif
Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau
pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini
ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut. Abrasif dan kontak lelah (fatigue cantact) adalah hal yang paling penting dalam perhitungan keausan pada permesinan. Bisa diperkirakan bahwa total
keausan yang terjadi pada elemen-elemen mesin dapat kisarkan antara 80-90%
adalah keausan abrasif dan dalam 8% adalan keausan lelah (fatigue wear). Kontribusi dari jenis keausan yang lain sangatlah kecil. Sebagian besar
pengamatan keausan dilakukan secara tidak langsung. Salah satunya adalah
dengan menimbang berat spesimen atau benda kerja. Ini adalah cara yang
termudah untuk dapat mendeteksi keausan. Dari menimbang berat benda kerja
yang akan dianalisa, kita dapat mengetahui berapa total material yang telah aus
setelah operasi, tetapi distribusi kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan
kontak sulit untuk diketahui.
2.4.3.2 Keausan Adhesi
Keausan adhesive terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih
mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi
pelepasan/pengoyakan salah satu material. Keausan adhesive biasanya terjadi
pada piston yang bergesek pada dinding silinder.
2.4.3.3 Keausan Oksidasi
Keausan oksidasi seringkali disebut sebagai keausan korosif. Pada prinsipnya mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian
permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan
menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda
dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan
akan mengalami keausan yang berbeda Hal ini selanjutnya mengarah kepada
perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya
seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.
2.4.3.4 Keausan Erosi
Keausan yang terjadi akibat gesekan logam dengan cairan yang mengalir
terutama cairan yang mengandung partikel keras. Keausan ini dapat terjadi akibat
partikel cair yang terdapat dalam gas yang bergerak dengan cepat. Keausan erosi
biasanya terjadi pada pipa-pipa pengalir minyak dan pipa-pipa keluar dari turbin
uap.
2.4.3.5 Keausan Friting
Keausan yang terjadi akibat kombinasi dari gesekan dan getaran, seperti pada
poros dan bearing. Kerusakan akan dipercepat dengan adanya partikel yang lepas dari permukaan yang terperangkap diantara kedua permukaaan tersebut, sehingga
Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan
teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual.
Keausan yang lebih besar terjadi pada bahan yang lebih lunak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keausan adalah kecepatan, pembebanan, kekasaran permukaan dan
kekerasan material. Semakin besar kecepatan relative benda yang bergesekan,
maka tingkat keausan semakin tinggi. Demikian pula semakin besar tekanan pada
permukaan kontak benda, material akan cepat aus, begitu pula sebaliknya.
Besarnya tingkat keausan suatu bahan dapat diuji dengan menggunakan alat
uji keausan. Ada dua metode pengujian keausan yaitu:
1. metode ogoshi
2. metode pin on disk.
1. Metode Ogoshi
Gambar 2.18. Ilustrasi uji keausan metode ogoshi (Callister, 2001).
Rumus untuk uji keausan adalah sebagai berikut:
……….…..…….. (7)
………..……. (8)
=
=
..
= .
3
12 . .
Ѡ
h
b
B
Dimana:
Ws = Keausan spesifik (mm2/kg)
B = Tebal revolving disc (mm)
r = Jari-jari revolving disc (mm)
b = Lebar celah material yang terabrasi (mm)
x = Jarak luncur [setting pada mesin uji (m)]
l = Jarak tempuh proses pengausan (mm)
P = Beban tekan saat pengausan (kg)
Ѡ = Kecepatan putar(rpm)
V = Laju keausan (mm3/m)
Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan atau pengurangan
material (massa, volume atau ketebalan) tiap satuan panjang luncuran atau satuan
waktu.
2. Metode Pin On Disk
Gambar 2.19. Skema uji keausan metode pin on disk (Lab.Research Center for
Noise / Vibration Control and Knowladge Based in Engineering USU Medan). Pengatur kecepatan
motor
Motor Ampelas disk
Rumus :
……….……….………….. (9)
Dimana:
V = Laju keausan (gr/mm2.detik)
W0 = Berat awal spesimen sebelum diuji (gram)
W1 = Berat setelah dilakukan pengujian (gram)
A = Luas spesimen uji (mm2)
t = Waktu/lama pengausan (detik)
2.4.4 Kuat tarik
Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan
dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan
(Dieter, 1987). Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang
bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap
perpanjangan yang dialami benda uji (Davis, et.all., 1955). Kurva tegangan
regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran perpanjangan benda uji. Tegangan
yang dipergunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian
tarik yang diperoleh dengan membagi beban dengan luas awal penampang
melintang benda uji.
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik
suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan
profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada gbr.
2.20. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan
panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan
tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.
= W0−W1
Gambar 2.20. Kurva uji tarik (infometrik.com).
a. Hukum Hooke(Hooke's Law)
Hampir semua logam pada tahap awal dari uji tarik, hubungan antara beban
atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan
tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang dengan beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahandan strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.
Stress: σ = F/A F: gaya tarikan, A: luas penampang
Strain: ε = ∆L/L ∆L: pertambahan panjang, L: panjang awal Pada waktu menetapkan regangan harus diperhatikan:
1. Pada baja yang lunak sebelum patah terjadi pengerutan (pengecilan
penampang) yang besar.
2. Regangan terbesar terjadi pada tempat patahan, sedang pada kedua ujung
benda uji paling sedikit meregang.
3.
b. Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
Untuk memudahkan pembahasan, gambar 2.20 di modifikasi sedikit dari
hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara
tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan gambar.2.21 yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradient kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young Modulus. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).
Gambar 2.21. Kurva tegangan-regangan (infometrik.com).
D L P R
14 50 60 >15
Unit: mm
Gambar.2.22. Dimensi spesimen uji tarik batang (ASTM E8/E8M-09).
L
B A
R
Gambar 2.23. Dimensi spesimen uji tarik plat (ASTM E8/E8M-09).
Keterangan:
Satuan dalam mm
G = 25,0 ±0,08 W = 6,25 ± 0,05 T = 6 R = 6
L = 100 A = 32 B = 32 C = 10
1. Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam.
Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji
tarik dapat digeneralisasi seperti pada gambar.2.24. Asumsikan bahwa kita
melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam
gambar.
C
C W
G
C
T
C
L
D
Gambar 2.24. Profil data hasil uji tarik (infometrik.com).
a. Batas elastic σE ( elastic limit)
Dalam gambar 2.24 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban
sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan
kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam gambar 2.24). Tetapi bila beban
ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat
perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen
(permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi
yang universal mengenai nilai ini.
b. Batas proporsional σp (proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada
standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama
c. Deformasi plastis(plastic deformation)
Deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan
semula. Pada gambar 2.24 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas
proporsional dan mencapai daerah landing.
d. Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan luluh adalah tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase
daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
e. Tegangan luluh bawahσly (lower yield stress)
Tegangan luluh bawah adalah tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan
luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
f. Regangan luluh εy (yield strain)
Regangan luluh adalah regangan permanen saat bahan akan memasuki fase
deformasi plastis.
g. Regangan elastisεe(elastic strain)
Regangan elastis adalah regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan.
Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
h. Regangan plastisεp(plastic strain)
Regangan plastis adalah regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada
saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen
bahan.
i. Regangan total(total strain)
Regangan total adalah gabungan regangan plastis dan regangan elastis.
Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah
regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan
besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis
j. Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)
Pada gambar 2.24 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan
maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
k. Kekuatan patah (breaking strength)
Pada gambar.2.24 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di
mana bahan yang diuji putus atau patah.
2.5Hubungan Antara Kekerasan, Kekuatan Dan Keausan
Kekuatan tarik dan kekerasan merupakan indikator ketahanan logam terhadap
deformasi plastis. Konsekuensinya adalah terdapat korelasi secara kasar untuk kekuatan tarik (σ) sebagai fungsi kekerasan Brinell untuk besi tuang, baja, dan
Kekerasan semakin tinggi maka logam tersebut mempunyai ketahanan aus
yang tinggi. Hal ini disebabkan struktur mikro pada logam yang keras lebih kecil
dan dislokasinya lebih banyak sehingga untuk mengalami keausan akan lebih
sulit. Hubungan antara kekerasan, kekuatan dan keausan dapat digambarkan
dengan suatu grafik, seperti terlihat pada gambar 2.25 dibawah ini.
Gambar 2.25. Grafik hubungan kekerasan, kekuatan dan keausan.