1.1 Latar Belakang
Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage
digunakan dengan fungsi dan bentuk yang lebih beragam. Rubenstein (1992)
menjelaskan bahwa signage berfungsi untuk menyampaikan pesan yang berhubungan dengan fungsi keselamatan dan kesehatan. Selain itu signage juga dapat menjadi eye
cátcher bagi suatu bangunan atau kawasan untuk menghidupkan suasana kota. Keberadaan signage berfungsi untuk memberi informasi kepada orang-orang yang sedang melintas atau berjalan maupun berkendaraan (Sanoff, 1991).
Signage memiliki potensi dan cukup berkontribusi dalam memberikan karakter pemandangan beberapa kota di masa kini (Cullen, 1961). Pada beberapa
kota atau kawasan, pemasangan signage yang begitu banyak, menjadikan dan bahkan membentuk ciri lingkungan tersendiri. Selain menciptakan karakter tertentu pada
suatu kawasan, pemasangan signage ternyata dapat juga memberikan masalah
tersendiri. Pemasangan signage yang menumpuk dan tidak teratur, menimbulkan kesan “semrawut” serta informasi yang akan di sampaikan tidak jelas. Hal ini muncul
koridor jalan, pertama, signage tidak layak dan membahayakan keselamatan. Kedua,
signage mengeksploitasi penggunaan jalan sehingga tidak ada pilihan lain selain memperhatikan signage. Ketiga, signage merusak visual lingkungan publik dan menurunkan selera publik. Keempat, signage terkadang mengalihkan perhatian
pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan.
Signage akan menuntun orang pada tujuan tertentu bahkan dapat menciptakan
image suatu kawasan, contohnya seperti kota Las Vegas, Image of Las Vegas:
Inclusion and Allusion in Architecture (Venturi, et al, 1978). Penempatan signage
pada bangunan akan mempengaruhi kondisi kawasan dimana tempatnya berada, oleh
sebab itu penempatan signage dapat memberikan dampak positif atau dampak negatif pada kawasan tempatnya berada. Bangunan merupakan salah satu elemen urban,
maka signage yang menempel pada bangunan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas visual area urban (Carr, 1992). Pada umumnya penempatan signage
diletakkan pada lokasi-lokasi strategis dan mudah untuk dilihat, baik itu pada
ruang-ruang kota maupun bangunan, kondisi ini dapat dimaklumi karena signage merupakan outdoor publicity atau alat untuk menyampaikan pesan dengan jangkauan
lokal dan hanya sejauh jangkauan visual (Kasali, 1995).
Perkembangan dunia usaha dan perkembangan Kota Medan memberi dampak
dengan semakin menjamurnya pemasangan media signage dibeberapa ruas jalan yang
Subroto, Jalan Zainul Arifin, Jalan Yos Sudarso, Jalan Thamrin, Jalan Iskandar
Muda, Jalan Jamin Ginting dan Jalan H.M. Yamin.
Koridor jalan Gatot Subroto yang merupakan jalan arteri sekunder
mempunyai fungsi sebagai kawasan komersial, jasa dan perdagangan sehingga
menjadikan koridor ini menjadi koridor utama yang berkembang pesat.
Perkembangan aktifitas bisnis dan perdagangan serta perkantoran pada koridor ini
menumbuhkan persaingan pengguna bangunan, terutama dalam usaha memberi
informasi untuk meningkatkan keuntungan. Kompleksitas kegiatan yang
berhubungan dengan masalah perdagangan dan bisnis mengakibatkan persaingan
dalam hal promosi. Dengan adanya persaingan promosi tersebut, kebutuhan akan
media promosi merupakan suatu kebutuhan yang vital bagi sebuah kawasan
perdagangan sehingga keberadaan public signs dan private signs cukup banyak di koridor jalan ini.
Point penting mengapa diperlukannya kajian penataan signage di jalan Gatot
Subroto Medan adalah akibat kehadiran signage di koridor jalan Gatot Subroto yang lebih cenderung memanfaatkan potensi ekonomi kawasan secara maksimal, sehingga
terjadinya pergeseran fungsi ruang kota menjadi ruang ekspresi media iklan untuk
memenangkan persaingan pasar. Titik-titik pemasangan signage yang terlalu banyak dan beragam serta ukuran signage yang tidak memenuhi skala visual manusiawi
menimbulkan kekacauan fasade koridor jalan Gatot Subroto Medan.
Permasalahan seperti ini muncul karena belum adanya panduan penataan
dan hal-hal lain yang dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakat yang
sedang berada di kawasan tersebut. Studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada pengguna jalan atau masyarakat kota sebagai subjeknya agar mudah
mengidentifikasi dan tertarik pada tampilan tatanan signage yang sesuai dengan skala
visual yang manusiawi.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan bagaimana membuat suatu konsep
yang nantinya dapat dijadikan bagian dari panduan penataan signage di koridor jalan
Gatot Subroto Medan sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual,
maka rumusan masalah yang ditemukan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kualitas penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan
dipandang dari konsep desain yang memenuhi aspek-aspek visual yang
manusiawi.
2. Bagaimanakah solusi berupa konsep desain penataan signage yang
memenuhi kaedah-kaedah visual yang manusiawi terkait dengan jalan
Gatot Subroto Medan.
1.3 Landasan Teori
Kota yang manusiawi erat kaitannya dengan lingkungan binaan yang
terorganisir. Menurut Amos Rapoport kota atau pemukiman adalah contoh spesifik
pengorganisasian empat buah unsur yang meliputi: ruang, makna, komunikasi dan
waktu. Lingkungan tersebut dapat dilihat dari serangkaian hubungan antara manusia
dengan elemen-elemennya (antara benda dengan benda lain, benda dengan
orang-orang, orang dengan orang lainnya). Rancangan dan perancangan pengaturan wilayah
atau suatu kawasan yang besar sampai pengaturan perabot sebuah ruangan dapat
dikelompokkan sebagai pengorganisasian ruang. Landasan teori ini digunakan
sebagai dasar pembahasan mengenai kota yang manusiawi oleh peneliti dalam hal
meningkatkan kualitas kota secara fisik agar kota tidak menjadi sesak dan padat oleh
keberadaan perabot kota, rancangan kota lebih teratur dan terkesan melayani
lingkungannya serta tersedianya ruang publik bagi warganya. Melalui teori ini dapat
diinterpretasikan bahwa kota yang manusiawi adalah kota yang tanggap dan peduli
terhadap lingkungannya serta mampu melayani kebutuhan warganya melalui
elemen-elemen perabot kota yang terorganisir.
Landasan teori yang digunakan dalam membahas aspek visual kota
menggunakan teori Minaret Branch (1995) yang mengemukakan bahwa di dalam
perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna khusus dan
berbeda dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota erat
kaitannya dengan tanggapan inderawi manusia, baik terhadap lingkungan fisik kota,
penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial. Teori lain yang berkaitan
dengan visual kota juga dikemukakan oleh Kevin Lynch, yang menyatakan bila salah
satu bentuk keberhasilan pembentuk place untuk desain ruang kota adalah
besar untuk timbulnya image yang kuat diterima orang. Dari teori ini dapat
dinterpretasikan bahwa signage dapat menjadi orientasi manusia dalam ruang kota dan menjadi sebuah elemen atau objek kota dalam membentuk image. Orientasi signage terkait dengan kemampuan akses manusia dalam menyesuaikan secara visual
latar ruang kota untuk dapat menciptakan ruang kota yang berkualitas dan lebih
manusiawi secara visual (Lynch, 1960).
Dalam desain kota, signage merupakan bagian penting yang termasuk dalam dimensi visual kota. Signage dalam ruang kota dapat dikategorikan sebagai
townscape yang merupakan hasil dari irama bangunan, material urban dan episode jalan, yang dalam bahasa Gordon Cullen hal tersebut membentuk drama. Sebagai
dimensi visual, Gordon Cullen dalam bukunya Reviving Main Street menyatakan
bahwa ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi oleh suatu signage, yaitu aspek
visibilitas, legibilitas dan redibilitas serta aspek estetika visual. Aspek visibilitas
adalah kemampuan suatu signage untuk dapat terlihat oleh masyarakat yang terdiri
dari beberapa unsur, yaitu : bentuk, penempatan, dimensi, material, pencahayaan dan
jarak antar satu signage dengan signage lain. Legibilitas dan redibilitas adalah
kemampuan pengamat untuk mengenal dan menangkap pesan sebuah signage, yang
terdiri dari unsur-unsur lokasi, ukuran tulisan, jenis tulisan dan warna, sedangkan
aspek estetika visual adalah ketepatan ekspresi dan keharmonisan suatu signage
dengan lingkungan tempat dia berada, yang dapat memberikan karakter pada ruang
digunakan untuk menentukan kaedah-kaedah penataan signage dalam upaya
menciptakan kota manusiawi secara visual.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan gambaran yang
sesungguhnya mengenai kondisi signage di jalan Gatot Subroto Medan, sehingga nantinya akan menghasilkan sebuah konsep desain penataan signage yang memenuhi
kaedah-kaedah visual yang manusiawi. Secara spesifik tujuan dari penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kualitas penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan dipandang dari aspek-aspek visual yang manusiawi.
b. Membuat pemecahan masalah yang tepat dalam penataan signage di jalan
Gatot Subroto Medan dalam bentuk konsep-konsep desain atau
rekomendasi penataan signage yang memenuhi aspek-aspek visual manusiawi.
c. Membuat konsep-konsep desain penataan signage yang menerapkan aspek-aspek visual yang manusiawi di jalan Gatot Subroto Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini terdiri dari beberapa point
penting untuk dapat dijadikan sebuah konsep bagi regulasi penataan signage yang
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan dalam membuat
panduan untuk acuan pemberian izin lokasi dan pengaturan teknis signage. b. Menjadi rujukan bagi pihak swasta dalam pemasangan dan penataan
signage yang ideal, ditinjau dari lokasi penempatan signage.
c. Sebagai bahan perbandingan dan ide baru untuk merefleksikan karakter
estetika visual kawasan ruang luar yang berkualitas, khususnya di jalan
Gatot Subroto, Medan.
d. Menjadikan signage sebagai elemen yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, bukan hanya merupakan sebagai elemen tambahan saja.
e. Menjadikan konsep desain penataan signage yang menerapkan aspek-aspek visual yang manusiawi sebagai bahan rekomendasi atau cikal bakal untuk
membuat panduan penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan maupun koridor-koridor jalan lain yang memiliki ciri karakter sama.
1.6 Ruang Lingkup Obyek Penelitian
Ruang lingkup penelitian berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh
pada masalah fisik arsitektur dan unsur-unsur yang mendukung keberadaan signage
terhadap estetika visual koridor di jalan Gatot Subroto mulai dari simpang jalan Guru Patimpus sampai simpang jalan Iskandar Muda. Kajian penelitian dibatasi dalam
konteks arsitektur perancangan kota, sehingga semua pihak memiliki persepsi yang
sama dalam melihat konteks permasalahan ini, secara khusus ruang lingkup penelitan
a. Batasan pengertian kota yang manusiawi adalah penataan pada suatu
elemen perancangan kota yaitu signage, dengan memperhatikan kualitas lingkungan di dalamnya sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi
masyarakat yang berada di dalamnya.
b. Kajian penataan signage di jalan Gatot Subroto hanya dibatasi pada elemen
lokasi perletakan signage, dimensi signage, jumlah signage dan warna/
pencahayaan signage.
c. Pembahasan dalam penelitian ini diberikan batasan lokasi, dalam kajian ini
tidak membahas seluruh koridor jalan Gatot Subroto Medan, tetapi hanya
sebagian saja yaitu mulai dari penggalan persimpangan Guru Patimpus
sampai dengan persimpangan jalan Iskandar Muda.
d. Pemilihan penggalan jalan berdasarkan pada fungsi jalan, fungsi kawasan
dan perkembangan signage di koridor jalan Gatot Subroto yang cukup bervariasi.
e. Pedoman penataan signage pada koridor jalan Gatot Subroto Medan hanya dapat digunakan oleh koridor jalan lain yang memiliki karakter jalan yang
sama.
f. Penelitian ini hanya berlaku untuk pola sirkulasi jalan Gatot Subroto yang
sekarang (situasi saat penelitian dilakukan) yaitu dari persimpangan jalan
Guru Patimpus sampai simpang jalan Iskandar Muda Medan.
g. Aspek-aspek visual yang dibahas pada penelitian ini dibatasi pada aspek
terhadap estetika yakni keterpaduan (unity), proporsi (proportion), skala
(scale), keseimbangan (balance), irama (rhytme), warna (colour), posisi
(potition), orientasi (orientation) dan isi (content).
h. Aspek visual manusiawi yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah
kemampuan inderawi manusia melihat signage dalam skala pedestrian (pejalan kaki) yang berada di jalan Gatot Subroto Medan.
1.7 Kerangka Berpikir (Frame of Mind)
Untuk menganalisa keberadaan signage di jalan Gatot Subrot Medan hal yang pertama dilakukan adalah mengidentifikasi kondisi potensi dan permasalahan yang ada di sepanjang jalan Gatot Subroto Medan, yakni meliputi kajian terhadap kondisi fisik, lingkungan, setback bangunan dan aktivitas yang ada di kawasan penelitian sebagai data
primer. Selanjutnya studi ini juga akan mengkaji peraturan pemerintah terhadap
pemasangan signage, karakter signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan, pola penempatan signage dan pengaruh keberadaan signage terhadap penataan kota yang manusiawi secara visual.
Analisa dari beberapa komponen penelitian dikaitkan dengan beberapa teori
urban design sekaligus menjadi data sekunder dalam studi ini untuk menghasilkan
beberapa konsep penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan yang manusiawi secara visual, baik itu dari aspek perletakan signage, penataan dimensi, signage, jumlah signage dan penataan warna signage. Untuk lebih lengkapnya secara