124
BAB 5
KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
BIDANG CIPTA KARYA
5.1 Potensi Pendanaan APBD
Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota,
diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung
jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus
didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas
lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru,
pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian,
pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.
Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai
pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan
pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang
dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar
pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor
swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang
dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah,
diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang
Cipta Karya di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya
bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya,
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor
swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.
Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
125 1.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
2.Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah
didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan
digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus.
Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian
Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan
Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan
berdasarkan criteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala
kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan
minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib
pemerintahan yang merupakan urusan bersama
diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan
prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5.Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan
Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung
kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan
126 a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun
sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjamanyang bersumber dari
pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.
6.Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres
56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan
dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman
dan prasarana persampahan.
7.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011):
Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan
Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian
sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan criteria teknis DAK bidang
Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air
minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di
perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi
DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi
sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,
127 rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK
Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan
memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:
- kerawanan sanitasi;
- cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan
Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN,
Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana
Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang
diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an
yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka
keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber
dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta
Karya meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate SocialResponsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana
128 terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan
pelayanan bidang Cipta Karya
5.1.1 Komponen Penerimaan Pendapatan
Komponen Penerimaan Pendapatan merupakan penerimaan yang merupakan hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Penerimaan
Pendapatan terdiri atas :
a) Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b) Dana Perimbangan;
c) Pendapatan lainnya yang sah.
Berikut akan dijelaskan satu persatu subkomponen Pendapatan dan gambaran umum
tentang subkomponen Pendapatan di daerah pada umumnya
A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan. PAD bersumber dari :
1. Pajak Daerah, antara lain: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di atas Air, Pajak
Balik Nama, Pajak Bahan Bakar, Pajak Pengambilan Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Galian Golongan
C, Pajak Parkir, dan Pajak lain-lainm Pajak-pajak Daerah ini diatur oleh UU No. 34/2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 65/2001 tentang
Pajak Daerah.
2. Retribusi Daerah, antara lain: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan
Persampahan, Retribusi Biaya Cetak Kartu, Retribusi Pemakaman, Retribusi Parkir di
Tepi Jalan, Retribusi pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi
Pemadam Kebakaran, dan lain-lain. Retribusi ini diatur oleh UU No. 34/2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain hasil deviden BUMD;
dan
4. Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain : hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar, komisi,
potongan, dan lain-lain yang sah.
Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab,
diperlukan kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, yang
didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta
129 Sehubungan dengan itu maka daerah hendaknya memiliki kewenangan yang luas dan
kemampuan yang optimal untuk menggali dan mengembangkan keuangan sendiri.
B. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Perimbangan terdiri atas :
1. Dana Bagi Hasil terbagi atas Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP)
atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. BHP antara lain: Pajak Bumi
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak
Penghasilan Badan maupun Pribadi; sedangkan BHBP atara lain : kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, penambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi,
dan pertambangan panas bumi.
2. Dana Alokasi Umum (DAU) dibagikan berdasarkan “Celah Fiskal” yaitu selisih antara
Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal ditambah Alokasi Dasar.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi,
penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, dan bencana alam.
5.1.2 Komponen Pengeluaran Belanja Komponen pengeluaran belanja terdiri dari:
1. Belanja Operasi
2. Belanja Modal
3. Transfer ke Desa/Kelurahan
4. Belanja Tak Terduga
5.1.3 Komponen Pembiayaan
Komponen Pembiayaan (Financing) merupakan komponen yang baru dalam Sistem
Keuangan Daerah. Istilah Pembiayaan berbeda dengan Pendanaan (Funding). Pendanaan
diartikan sebagai dana atau uang dan digunakan sebagai kata umum, sedangkan
Pembiayaan diartikan sebagai penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali. Contoh konkritnya, di dalam SAP-D yang lama,
apabila daerah memperoleh pinjaman, pinjaman tersebut diakui sebagai Penerimaan
Pendapatan. Selanjutnya, Penerimaan Pendapatan dari Pinjaman ini tidak mempunyai konsekuensi atau dicatat pembayaran kembali; sedangkan di dalam SAP-D yang baru,
apabila daerah memperoleh Pinjaman, maka diterima sebagai Penerimaan Pembiayaan yang
perlu dibayar kembali. Demikian pula bila daerah memberi pinjaman, maka dikeluarkan
130 Profil APBD Kabupaten Sangihe
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tercermin dalam pembagian
kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan, seperti yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Dengan demikian prinsip yang digunakan adalah
money follows functions, artinya bahwa besarnya distribusi keuangan Didasarkan oleh
distribusi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Sehingga secara umum, hubungan antara pusat dan daerah tercermin dalam aspek
perencanaan (planning) dan penganggaran (budgeting) untuk semua aktivitas di setiap level
pemerintahan sesuai dengan kewenangan, tugas, dan tanggung jawabnya masing-masing.
Pengaturan hubungan keuangan pusat dan daerah berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004
didasarkan atas 4 (empat) prinsip, yaitu:
a. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi
dibiayai dari dan atas beban APBN;
b. Urusan yang merupakan tugas Pemda sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari
dan atas beban APBD;
c. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tingkat
atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka Tugas Pembantuan, dibiayai oleh Pemerintah Pusat atas beban APBN atau oleh Pemerintah Daerah tingkat atasnya atas beban
APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan; dan
d. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, Pemerintah
Pusat memberikan sejumlah bantuan.
Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pembangunan.
Sejalan dengan terus berjalannya sistim penyelenggaraan otonomi daerah yang menuntut
lebih tertibnya pengelolaan keuangan daerah untuk mencapai hasil-hasil pembangunan
yang diharapkan, kebijakan keuangan daerah harus dilaksanakan dengan lebih berhati-hati
dan akurat.
Melalui pengelolaan keuangan daerah yang tertata dengan baik dapat diketahui dengan
segera kinerja keuangan daerah, kegiatan apa saja yang sudah terealisasi, apa hasilnya,
bagaimana manfaatnya bagi masyarakat dalam jangka menengah dan jangka panjang. Selain
131 pertanggungjawaban anggaran oleh pemerintah daerah dapat dilakasanakan dalam waktu
yang singkat.
Gambaran umum kondisi keuangan daerah yang dibutuhkan untuk analisis Rencana
Program Investasi Jangka Menengah (RPI2-JM) meliputi minimal selama 5 tahun terakhir.
5.1.5 Struktur APBD Kabupaten Minahasa Utara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD
terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah.
Adapun perkembangan penerimaan dan prosentase penerimaan Pemerintah Daerah untuk
membiayai Pembangunan sebagian besar dari Pendapatan yang berasal dari Pemberian
Pemerintah, Namun kontribusi penerimaan yang berasal dari PAD menunjukan adanya
peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan.
Permasalahan-permasalahan yang dihadopi oleh Pemerintah Kabupeten Minahasa Utara
dalam rangka peningkatan sumber-sumber pendapatan daerah antara lain:
1. Masih terbatasnya sumber- sumber pendapatan asli daerah.
2. Masih besarnya rasio ketergantungan pendapatan dengan dana perimbangan baik dari
pemerintah pusat dan pemerintah Propinsi.
3. Masih adanya potensi dan objek pajak dan retribusi daerah maupun lain-lain penghasilan
yang sah belum optimal diintensifkan.
Oleh karena itu Kapasitas Keuangan Daerah akan menentukan kemampuan Pemerintah
Daerah dalam menjalankan fungsi meningkatkan makro ekonomi daerah dan pelayanan
masyarakat. Kemampuan pemerintah dapat diukur penerimaan pendapatan daerah,
penerimaan pendapatan daerah dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan
peningkatan, namun demikian kontribusi PAD terhadap penerimaan masih relatif kecil
dibanding dengan sumber penerimaan dari dana perimbangan. Kondisi tersebut
merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi dengan usaha dan kerja
keras, agar komposisi perimbangan pecan PAD dan pendapatan dari pusat mencapai titik
132 5.1.6 Pendapatan Asli Daerah
Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pembiayaan program pembangunan di
Kabupeten Minahasa Utara sangatlah penting. Hal itu sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah. Dalam rangka peningkatan PAD, Pemerintah Kabupeten Minahasa Utara telah
secara maksimal berupaya melalui serangkaian kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi Pajak
dan Retribusi, eksplorasi sumber daya, serta upaya investasi swasta. Untuk penyelenggaraan
otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan
kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Pemerintah Propinsi dan Kota yang
merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Dengan itu maka daerah
hendaknya memiliki kewenangan yang luas dan kemampuan yang optimal untuk menggali
dan mengembangkan keuangan sendiri.
Tabel 5.1 GAMBARAN APBD SANGIHE
URAIAN REALISASI (tahun)
2007 2008 2009
TOTAL
PENERIMAAN
421,792,841,148.75 360,304,750,747.42 468,347,164,838,540.00
BAGIAN
PENDAPATAN
19,597,398,195.75 19,730,514,082.42 24,944,684,952,540.00
BAGIAN DANA
PERIMBANGAN 391,104,793,118.00 304,050,830,077.00 400,697,047,050,000.00
BAGIAN LAIN-LAIN
PENERIMAAN
YANG SAH
11,090,649,835.00 36,523,406,588.00 42,705,432,836,000.00
TOTAL BELANJA 409,394,011,458.00 380,908,847,276.00 465,097,145,326.00
BELANJA
OPERASI 288,708,400,634.00 251,885,696,279.00 303,123,614,200.00
BELANJA Modal 119,809,732,124.00 128,251,297,807.00 161,273,532,626.00
Trensfer Ke
Desa/Kelurahan
875,878,700.00 771,853,190.00 699,998,500.00
PEMBIAYAAN 18,843,129,492.60 30,365,888,510.35 2,272,576,139.77
Penerimaan
133
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pengembangan Kawasan
Permukiman 2,206,571 0 3,469,500 0 0 0 0 0 0
Penataan Bangunan dan
Lingkungan 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pengembangan SPAM 0 0 2,897,411 7,316,229 2,549,458 2,560,593 2,571,778 2,583,011 2,594,293
Pengembangan PLP 0 0 0 528,000 1,559,809 1,590,291 1,621,368 1,653,052 1,685,356
Total Belanja APBD Kab/Kota
Bidang Cipta Karya 2,206,571 0 6,366,911 7,844,229 4,109,267 4,150,884 4,193,146 4,236,063 4,279,649
SEKTOR Realisasi Proyeksi
Pengeluaran
Pembiayaan 500,000,000.00 750,000,000.00 3,758,880,996.00
APBD Surplus/
Defisit 12,398,829,690.75 (20,604,096,528.58) 467,882,067,693,214.00
Tabel 5.2 MATRIKS POTENSI PENDANAAN APBD KAB/KOTA BIDANG CIPTA KARYA
134 Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) diarahkan untuk mengoptimalisasi
sumber-sumber pendapatan melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan
daerah, optimalisasi aset dan kekayaan pemerintah Kota dengan menganut prinsip:
1. Potensial artinya lebih menitik beratkan pada potensinya daripada jumlah atau jenis
pungutan yang banyak;
2. Tidak memberatkan masyarakat;
3. Tidak merusak lingkungan;
4. Mudah diterapkan/diaplikasikan, mudah dilaksanakan;
5. Penyesuaian pendapatan baik mengenai tarip dan materinya.
Melakukan investasi pemerintah daerah pada sekfor-sektor ekonomi unggulan atau ekonomi masyarakat yang mempunyai daya ungkit ekonomi besar (seperti pembangunan pasar dan
peningkatan pelayanan air minum, melalui retribusi), sehingga memberikan dampak positif
terhadap peningkatan pendapatan Daerah pada satu sisi dan kesejahteraan masyarakat pada sisi lainnya. Investasi dilakukan dengan sistem bagi hasil misalnya.
5.2Potensi pendanaan APBD
Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di
daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total
belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi
pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah
ada.Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi
pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang
bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.
5.2.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda,
Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulant
kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta
Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan
peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada
suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta
135
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pengembangan Kawasan
Permukiman 2,206,571 3,431,970 29,090,317 2,751,750 2,220,000 2,207,806 800,000 2,183,620 2,171,626 Penataan Bangunan dan
Lingkungan 0 0 1,081,250 999,658 135,504 134,867 0 133,603 132,975
Pengembangan SPAM 11,493,654 12,723,000 14,274,923 6,774,599 12,567,991 12,588,712 0 12,630,257 12,651,081
Pengembangan PLP 0 0 531,250 1,120,450 1,874,000 1,890,694 7,975,000 1,924,529 1,941,673 Total Belanja APBN Bidang
Cipta Karya 13,700,225 16,154,970 44,977,740 11,646,457 16,797,495 16,822,079 8,775,000 16,872,009 16,897,355
SEKTOR Realisasi Proyeksi
Tabel 5.4 MATRIKS POTENSI PENDANAAN APBN BIDANG CIPTA KARYA
Sumber : e-monitoring dan Hasil Analisis
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui
penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah
tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai
prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah
pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di
kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan
masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum,
Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir
sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 5. 5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya 3 Tahun Terakhir
Jenis DAK Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
(1) (2) (3) (4)
DAK Air Minum 1.147.806.364 1.041.170.000 1.112.340.000 DAK Sanitasi 959.960.000 1.026.420.000 1.335.600.000
Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya
melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi
cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar
hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No.67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta Permen PPN No. 3
Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan
136 tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25