• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kontrasepsi 2.1.1. Pengertian Kontrasepsi - Analisis Faktor yang Memengaruhi Suami dalam Memilih Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kontrasepsi 2.1.1. Pengertian Kontrasepsi - Analisis Faktor yang Memengaruhi Suami dalam Memilih Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi

2.1.1. Pengertian Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur

yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari

kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud

dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang

aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal

namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini

dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan

dengan cara, alat atau obat – obatan (Proverawati, 2010)

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan

kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra”

dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah

pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan

kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan

(2)

pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi

modern (metode efektif) (Pinem, 2009).

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi

dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama

terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat

dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet

berbusa (vaginal tablet).

2.1.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal

Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua

klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi

setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah

sebagai berikut:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan

2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat

mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keektifan dari

suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan

praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoriticaleffectiveness) yaitu

kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan

yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terusmenerus dan sesuai

dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis

(3)

setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi

pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya

di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni

penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued

acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan

persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh

banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang

ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota).

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali

kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010)

2.1.3. Cara KB Pria

Dalam usaha untuk meningkatkan pemeriksaan gerakan Keluarga Berencana

Nasional peranan pria sebenarnya sangat penting dan menentukan. Sebagai kepala

keluarga pria merupakan tulang punggung keluarga dan selalu terlibat untuk

mengambil keputusan tentang kesejahteraan keluarga, termasuk untuk menentukan

jumlah anak yang diinginkan.

Cara KB pria/laki-laki yang dikenal saat ini adalah pemakaian Kondom dan

Vasektomi (Metode Operasi Pria) serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami

seperti : sanggama terputus (coitus interruptus), perhitungan haid/sistem kalender,

(4)

berbagai cara KB yang masih dalam taraf penelitian seperti : Vasoklusi, dan

penggunaan bahan dari tumbuh-tumbuhan. Adapun cara KB Pria yang banyak

dikenal terdiri dari :

2.1.3.1. Kondom

Menurut sejarah kondom sudah diketahui sejak jaman Mesir Kuno dan

dibuat dari kulit atau usus binatang. Atas perintah raja Charles II Inggris, dokter

Condom membuat kondom dari kulit binatang dengan panjang 190 mm, diameter 60

mm, dan tebal 0,038 mm. Teknik dan biaya pembuatannya cukup mahal dan

keberhasilannya masih rendah sebagai alat kontrasepsi. Dokter Fallopio dari Italia

membuat kondom dari linen dengan tujuan utama untuk menghindari infeksi

hubungan seks tahun 1564. Dokter Hercule Saxonia pada tahun 1597 membuat

kondom dari kulit binatang yang bila hendak dipakai direndam dulu. Kondom

terbuat dari karet dikembangkan oleh dokter Hancock pada tahun 1944 dan Goodyer

1970 (Handayani, 2010).

1. Pengertian

Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat terbuat dari

berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi

hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom terbuat dari

karet sintesis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang

bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti putting susu, berbagai

bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektifitasnya

(5)

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai dan

diperoleh baik di apotik maupun di toko-toko obat dengan berbagai merek dagang.

2. Fungsi Kondom

Kondom mempunyai tiga fungsi yaitu :

a) Sebagai alat KB

b) Mencegah penularan PMS termasuk HIV/AIDS

c) Membantu pria atau suami yang mengalami ejakulasi dini

3. Kelebihan Kondom

a) Efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar

b) Murah dan mudah didapat tanpa resep dokter

c) Praktis dan dapat dipakai sendiri

d) Tidak ada efek hormonal

e) Dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit menular seksual (PMS)

termasuk HIV/AIDS antara suami-isteri

f) Mudah dibawa

4. Keterbatasan Kondom

a) Kadang-kadang pasangan ada yang alergi terhadap bahan karet kondom

b) Kondom hanya dapat dipakai satu kali

c) Secara psychologis kemungkinan mengganggu kenyamanan

d) Kondom yang kedaluarsa mudah sobek dan bocor

5. Penggunaan Kondom

(6)

b) Bila isteri tidak cocok dengan semua jenis alat/metode kontrasepsi

c) Setelah vasektomi, kondom perlu dipakai sampai 15 kali ejakulasi

d) Sementara menunggu penggunaan metode/alat kontrasepsi lain

e) Bagi semua yang isterinya calon peserta pil KB sedang menunggu haid

f) Apabila lupa minum pil KB dalam jangka waktu lebih dari 36 jam

g) Apabila salah satu dari pasangan suami-isteri menderita penyakit menular

seksual termasuk HIV/AIDS

h) Dalam keadaan tidak ada kontrasepsi lain yang tersedia atau yang dipakai

pasangan suami-isteri

i) Sementara menunggu pencabutan implant/susuk KB/alat kontrasepsi bawah

kulit, bila batas waktu pemakaian implant sudah habis

6. Efektivitas Kondom

a) Kondom efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar

b) Angka kegagalan teoritis 3%, praktis 5-20%

c) Sangat efektif jika digunakan pada waktu isteri dalam periode menyusui,

akan lebih efektif (Sulistyawati, 2011).

2.1.3.2. Vasektomi

Operasi pria yang dikenal dengan nama vasektomi merupakan operasi ringan,

murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang tinggi, artinya dengan operasi ini

(7)

1. Pengertian

Vasektomi adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk menghentikan

kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga

alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum)

tidak terjadi. Vasektomi merupakan tindakan penutup (pemotongan, pengikatan,

penyumbatan) kedua saluran mani pria/suami sebelah kanan dan kiri; sehingga pada

waktu bersanggama, sel mani tidak dapat keluar membuahi sel telur yang

mengakibatkan tidak terjadi kehamilan. Tindakan yang dilakukan adalah lebih ringan

dari pada sunat atau khinatan pada pria, dan pada umumnya dilakukan sekitar 15-45

menit, dengan cara mengikat dan memotong saluran mani yang terdapat di dalam

kantong buah zakar.

Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi

keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas deferent)

sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama. Vasektomi ini tidak sama

dengan kebiri atau kastrasi yang mengangkat buah pelir bekas operasi hanya berupa

satu luka kecil ditengah atau diantara kiri dan kanan kantong zakar (kantong buah

pelir) (Suratun, 2008).

2. Peserta Vasektomi

a) Suami dari pasangan usia subur yang dengan sukarela mau melakukan

vasektomi serta sebelumnya telah mendapat konseling tentang vasektomi.

(8)

1) Jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani

2) Umur isteri sekurang-kurangnya 25 tahun

3) Mengetahui prosedur vasektomi dan akibatnya

4) Menandatangani formulir persetujuan (informed consent).

5) Umur peserta tidak kurang dari 30 Tahun.

6) Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang, dan

anak paling kecil harus sudah berumur diatas 2 tahun.

7) Mengetahui akibat – akibat vasektomi.

3. Kelebihan Vasektomi

a) Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan

b) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah

c) Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja

d) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit

e) Tidak mengganggu hubungan seksual

f) Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit jika dibandingkan dengan

kontrasepsi lain (Hartanto, 2010).

4. Keterbatasan (Kelemahan)

a) Harus dengan tindakan operasi.

b) Masih adanya keluhan seperti kemungkinan perdarahan dan infeksi.

c) Harus menunggu sampai hasil pemeriksaan sperma nol dalam beberapa hari

atau minggu untuk dapat berhubungan bebas agar tidak terjadi kehamilan.

(9)

e) Masih memungkinkan terjadi komplikasi (misal perdarahan, nyeri, dan

infeksi).

f) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk

HIV/AIDS. Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali sanggama agar sel

mani menjadi negatif .

g) Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual,

dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu (Suratun, 2008).

5. Efektifitas

a) Angka keberhasilan sangat tinggi (99%), angka kegagalan 0 – 2,2%,

umumnya < 1%, Kegagalan disebabkan senggama yang tidak terlindung

sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa, rekanalisasi

spontan dari vas deferens, umunya terjadi setelah pembentukan

granulomaspermatozoa, pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama

operasi.

b) Vasektomi dianggap gagal apabila dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya

azoosperma, dan istri hamil (Handayani, 2010).

6. Vasektomi tidak Dapat Dilakukan Apabila

a) Pasangan suami-isteri masih menginginkan anak lagi

b) Suami menderita penyakit kelainan pembekuan darah

c) Jika keadaan suami-isteri tidak stabil

d) Jika ada tanda-tanda radang pada buah zakar, hernia, kelainan akibat cacing

(10)

7. Kontra Indikasi Vasektomi

a) Apabila ada peradangan kulit atau penyakit jamur didaerah scrotum.

b) Apabila ada tanda – tanda epididimis.

c) Apabila menderita DM yang tidak terkontrol.

d) Apabila menderita kelainan pembekuan darah (Handayani, 2010).

8. Perawatan Pra Operasi Vaektomi

1) Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontra indikasi dan hal –

hal lain yang diperlukan untuk kepentingan calon peserta kontap, sebaiknya

dilakukan oleh yang akan melakukan pembedahan:

a) Anamnesis

Identitas calon peserta serta pasanganya, umur peserta, jumlah anak hidup

dan umur anak terkecil yanga ada, metode kontrasepsi yang pernah

digunakan istri serta metode kontrasepsi yang saat ini digunakannya, riwayat

penyakit yang pernah diderita, perilaku seksual calon peserta dan

pasanganya, adakah pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila luka.

b) Pemeriksaan fisik

Lakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital,

cardivaskuler, paru-pari dan ginjal serat genitali. Apabila ditemukan

keadaan yang abnormal lakukan rujukan sesuai dengan keluhan dan

(11)

2) Persiapan pra operasi

a) Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan vasektomi termasuk

mekanisme dalam mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin

terjadi.

b) Berikan nasehat ungtuk perawatan luka bekas pembedahan, kemana minta

pertolongan bila terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol.

c) Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah

tindakan pembedahan.

d) Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga scrotum.

e) Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang – kurangnya

2 jam sebelum operasi.

3) Perawatan pasca operasi

a) Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit

sebelum dibenarkan untuk pulang.

b) Amati perdarahan dan rasa nyeri pada luka.

c) Beri nasehat sebelum pulang: istirahat selama 1 – 2 hari dengan tidak

bekerja berat dan menaiki sepeda, menjaga agar luka operasi jangan basah

dan kotor, gunakan celana dalam yang bersih, anjurkan untuk

menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk, datang keklinik

satu minggu kemudia, satu bulan dan tiga bulan kemudian untuk

pemeriksaan, segera kembali apabila terjadi perdarahan dan panas, nyeri

(12)

dengan istri tetapi harus dengan menggunakan kondom paling tidak sampai

15 kali senggama atau sampai hasil pemeriksaan sperma nol. Setelah itu

boleh berhubungan bebas tanpa kondom (Clenny, 2008).

9. Komplikasi

Komplikasi atau gangguan yang mungkin timbul pasca vasektomi antara

lain: perdarahan, apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi saja tetapi apabila

perdarahan agak banyak segera rujuk ke RS yang memiliki fasilitas lengkap.

Setiap ada pembengkakan didaerah scrotum harus dicurigai adanya perdarahan.

Adanya hematoma biasanya terjadi apabila didaerah scrotum diberi beban yang

terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, atau naik kendaraan dijalan

yang rusak, infeksi biasanya terjadi pada kulit epididimis atau orkitis, terjadi

sekitar 0,1 % (Handayani, 2010).

2.1.3.3. Sanggama Terputus

Konsep ’metode senggama terputus” adalah mengeluarkan kemaluan

menjelang terjadinya ejakulasi. Senggama terputus merupakan metode tertua di

dunia, karena telah tertulis pada kitab tua dan diajarkan kepada masyarakat. Di

Perancis abad ke 17, metode senggama terputus merupakan metode utama untuk

menghindari kehamilan.

1. Pengertian

Coitus interuptus (senggama terputus) adalah metode keluarga berencana

tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum

(13)

terjadinya kehamilan yang dilakukan dengan cara menarik penis dari liang senggama

sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan di luar liang senggama. Metode ini

akan efektif bila dilakukan dengan baik dan benar ( Everett, 2005).

2. Kelebihan

a) Tanpa biaya

b) Tidak perlu menggunakan alat/obat kontrasepsi

c) Tidak perlu pemeriksaan medis terlebih dahulu

d) Tidak berbahaya bagi fisik

e) Mudah diterima, merupakan cara yang dapat dirahasiakan pasangan

suami-isteri dan tidak perlu meminta nasihat pada orang lain

f) Dapat dilakukan setiap saat tanpa memperhatikan masa subur maupun tidak

subur, jika dilakukan dengan baik dan benar

3. Keterbatasan

a) Memerlukan kesiapan mental pasangan suami isteri

b) Memerlukan penguasaan diri yang kuat

c) Kemungkinan ada sedikit cairan mengadung sperma tertumpah dari zakar dan

masuk ke dalam vagina, sehingga dapat terjadi kehamilan

d) Secara psikologis mengurangi kenikmatan dan menimbulkan gangguan

hubungan seksual

e) Jika salah satu dari pasangan tersebut tidak menyetujuinya, dapat menimbulkan

ketegangan, sehingga dapat merusak hubungan seksual. Metode ini tidak selalu

(14)

f) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS

2.1.3.4. Pantang Berkala

1. Pengertian

Pantang berkala adalah tidak melakukan persetubuhan pada masa subur istri.

2. Macam

Terdapat tiga cara dalam melakukan metode KB pantang berkala, yaitu :

1) Sistem kalender

a) Pengertian

Merupakan salah satu cara kontrasepsi alamiah yang dapat dikerjakan

sendiri oleh pasangan suami-isteri tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu.

Caranya dengan memperhatikan masa subur isteri melalui perhitungan haid.

Masa berpantang dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur

dimana saat mulainya dan berakhirnya masa subur dengan perhitungan

kalender (Prio, 2007).

b) Cara menghitung masa subur

1) Sebelum menerapkan metode ini, seorang wanita harus mencatat jumlah

dari dalam tiap satu siklus haid selama 6 bulan (6 siklus haid)

2) Hari pertama siklus haid selalu dihitung sebagai hari ke satu

3) Jumlah hari terpendek selama 6 kali siklus haid dikurangi 18. Hitungan

ini menentukan hari pertama subur.

4) Jumlah hari terpanjang selama 6 siklus haid dikurangi 11. Hitungan ini

(15)

c) Kelebihan

1) Sekali mempelajari metode ini dapat mencegah kehamilan atau untuk

merencanakan ingin punya anak

2) Tanpa biaya

3) Tanpa memerlukan pemeriksaan medis

4) Dapat diterima oleh pasangan suami-isteri yang menolak atau putus asa

terhadap metode KB lain

5) Tidak mempengaruhi ASI dan tidak ada efek samping hormonal

6) Melibatkan partisipasi suami dalam KB

d) Keterbatasan

1) Masa berpantang untuk sanggama sangat lama sehingga menimbulkan

rasa kecewa dan kadangkadang berakibat pasangan tersebut tidak bisa

mentaati

2) Tidak tepat untuk ibu-ibu yang mempunyai siklus haid yang tidak teratur.

Memerlukan waktu 6 sampai 12 kali siklus haid untuk menentukan masa

subur sebenarnya.

3) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk

HIV/AIDS (Marlina, 2008).

2) Pengamatan lendir vagina

a. Pengertian

Metode ini merupakan metode pantang sanggama pada masa subur.

(16)

vagina yang diambil pada pagi hari. Metode ini dikenal sebagai metode

ovulasi billing. Metode ini sangat efektif jika pasangan suami isteri

menerapkan dengan baik dan benar.

b. Cara mengetahui kesuburan

a) Pengamatan lendir vagina yang keluar setiap hari dari mulut rahim

b) Satu hari atau lebih setelah haid, vagina akan terasa kering, sampai

kemudiaan timbul lendir yang pekat, padat, dan kental

c) Dengan melihat perbedaan lendir, dari sifat lengket berubah basah dan

licin, beberapa hari kemudian lendir semakin licin, elastis dan encer,

hal ini berlangsung 1-2 hari. Hari ke-2 perasaan licin adalah hari

yang paling subur (puncak), yang ditandai dengan pembengkakan

vulva sampai kemudian lendir menjadi berkurang.

d) Sanggama dilakukan sesudah hari ke 4 dan perasaan paling licin, atau

senggama boleh dilakukan jika 3 hari berturut-turut dikenali sebagai

masa tidak subur, yaitu jika : tidak ada lagi cairan yang licin pada

vulva yang terjadi sejak hari ke 4 sesudah puncak kelicinan (Erdjan,

2008).

c. Kelebihan Sekali mempelajari metode ini dapat mencegah kehamilan :

a) Tidak memerlukan biaya

b) Tidak memerlukan pemeriksaan medis

(17)

d) Dapat diterima oleh pasangan suami-isteri yang menolak atau putus

asa dengan metode KB lain

e) Tidak mempengaruhi ASI dan tidak ada efek samping hormonal,

karena tidak menggunakan alat kontrasepsi atau obat kimia (Ekarini,

2008).

d. Keterbatasan

a) Masa berpantang sanggama sangat lama, sehingga menimbulkan rasa

kecewa dan kadang-kadang berakibat pasangan tersebut tidak bisa

mentaati.

b) Perlu kesabaran serius dan kemauan dalam menjalankan metode itu.

c) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk

HIV/AIDS.

3) Pengukuran suhu badan

a. Pengertian

Pengukuran suhu badan merupakan salah satu metode pantang

berkala pada masa subur. Untuk mengetahui masa subur dilakukan dengan

cara mengukur suhu badan. Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat

bangun tidur dan belum melakukan kegiatan apapun. Cara ini akan efektif

apabila dilakukan secara baik dan benar (Sumaryati, 2005).

b. Cara pengukuran suhu badan

a) Dilakukan pada jam yang sama setiap pagi hari sebelum turun dari tempat

(18)

b) Pada masa subur, suhu badan meningkat 0,2 sampai 0,5 derajad celcius

c) Pasangan suami isteri tidak boleh melakukan sanggama pada masa subur

ini sampai 3 hari setelah peningkatan suhu badan tersebut atau

menggunakan kondom.

c. Kelebihan

a) Tidak memerlukan pemeriksaan medis

b) Dapat diterima oleh pasangan suami isteri yang menolak atau putus asa

terhadap cara KB lain

c) Tidak mempengaruhi produksi ASI dan tidak ada efek samping hormonal

d) Melibatkan partisipasi suami dalam KB .

d. Keterbatasan

a) Tidak selalu berhasil

b) Beberapa pasangan suami-isteri sukar untuk memenuhi cara ini

c) Cara ini membingungkan jika isteri demam atau infeksi pada kemaluan

yang menyebabkan suhu badan meningkat

d) Tidak melindungi pasangan dari PMS termasuk HIV/AIDS

(Sulistyawati, 2011)

2.2. Suami

2.2.1 Pengertian

Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami

(19)

kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni

dengan baik (Harymawan, 2007).

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg

menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Suami adalah

pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab

yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang

penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan

tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan

termasuk merencanakan keluarga ( Nolan, 2006).

2.2.2 Bentuk Peran Suami

a. Menyimak Informasi tentang Kehamilan

Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam

mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami

menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu mencari

informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga kesehatan. Berbagai

informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran, tabloid, tenaga

kesehatan, atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui akar masalah yang

terjadi maka ibu bisa lebih tenang dalam menjalani kehamilan yang sehat. Ibu jadi

tahu mana yang sesuai dengan kondisinya atau tidak. Sebaliknya, jika tidak berusaha

mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil akan timbul berbagai perasaan yang

(20)

b. Kontrol

Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. Saat konsultasi, ibu bisa

menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan. Biasanya, bila ibu

perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan menganjurkan ibu untuk

menemui psikolog atau psikiater yang dapat membantu kestabilan emosi. Mengantar

ibu kontrol ke dokter, ini penting karena suami harus tahu apa yang terjadi pada istri.

Kalau ada keluhan-keluhan dan informasi-informasi penting seputar kehamilan suami

juga harus tahu, agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh sang istri. Antenatal

care merupakan salah satu tindakan skrining pada ibu hamil untuk mencegah

komplikasi selama kehamilan dan persalinan (Harymawan,2007).

c. Perhatian Suami

Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan emosi ibu.

Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke dokter

atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari pasangan. Suami

dapat memberikan perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu

hamil. Perhatian suami dapat dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan

pekerjaan rumah tangga, mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut yang

menunjukkan perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun kestabilan emosi.

d. Jalin Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu hamil.

Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak mendominan

(21)

e. Perhatikan Kesehatan

Tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan, termasuk

perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga ringan dan

memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika sewaktu-waktu istri

mengalami keluhan sehubungan dengan kehamilannya. Suami yang tenang bisa

membuat istri jadi ikut tenang. Suami siaga harus lebih perhatian mengingatkan dan

membantu istrinya untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu untuk kunjungan u

lang (Nolan, 2006).

2.3. Faktor – Faktor yang Memengaruhi dalam Memilih Kontrasepsi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi,

antara lain:

1. Umur

Kesehatan pasangan usia subur sangat mempengaruhi kebahagiaan dan

kesejahteraan keluarga waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyaknya anak

yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah

satu faktor seseorang untuk menjadi akseptor kontap, sebab umur berhubungan

dengan potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang

melakukan vasektomi dan tubektomi sebagai cara kontrasepsi. Umur calon akseptor

tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut kemungkinan calon peserta sudah

memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak menginginkan anak lagi. Apabila umur

(22)

penyesalan seandainya masih menginginkan anak lagi.Umur isteri tidak kurang dari

20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun. Pada umur istri antara 20-45 tahun bisa

dikatakan istri dalam usia reproduktif sehingga masih bisa hamil. Sehingga suami

bisa mengikuti kontarsepsi mantap (Handayani, 2010).

2. Sosial ekonomi

Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk Indonesia

akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia.

Kemajuan program KB, tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena

berkaitan dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan.

Contoh: keluarga dengan penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program

KB dari pada keluarga yang tidak mampu, karena bagi keluarga yang kurang mampu

KB bukan merupakan kebutuhan pokok. Dengan suksesnya program KB maka

perekonomiaan suatu negara akan lebih baik karena dengan anggota keluarga yang

sedikit kebutuhan dapat lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat terjamin.

1) Biaya langsung

Walaupun pengelola program dan para pembuat keputusan sering

mempertimbangkan biaya kontrasepsi berdasarkan biaya penyediaan suatu

metode per tahun, pemakai individual lebih memperhatikan keterbatasan

anggaran harian mereka sendiri.

2) Biaya lain

Hal yang mungkin lebih penting dari pada biaya ekonomi langsung untuk

(23)

dengan menggunakan kontrasepsi, termasuk waktu yang tersita untuk mengambil

kontrasepsi, biaya transportasi, dan biaya psikologis (Sulistyawati, 2011).

3. Jumlah anak

Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak

dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan

jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak masyarakat di

desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki. Dari

Penelitian Mohamad Koesnoe tahun 2001 di daerah Tengger, petani yang

mempunyai tanah luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja.

Studi lain yang dilakukan oleh proyek VOC (Value Of Children) menemukan bahwa

keluarga-keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai

anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan

rasa aman bagi keluarganya (Radita, 2009).

Preferensi jenis kelamin anak. Mayoritas budaya masyarakat di dunia ini

memang menunjukkan kecenderungan untuk lebih menyenangi kelahiran anak

laki-laki, dibandingkan kelahiran anak perempuan. Preferensi jenis kelamin laki-laki

terutama terjadi di kalangan budaya orang-orang Islam, Cina, India, dan di

Indonesia, budaya ini ditemukan di masyarakat Batak, dan Bali. Preferensi anak

laki-laki, nampaknya menjadi hambatan untuk mewujudkan cita-cita dua anak harus

dianggap ideal dan juga untuk mengurangi tingkat fertilitas di China modern.

Kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak laki-laki

(24)

keluarga mempunyai anak banyak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan

anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya

dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak

perempuan. Disinilah norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak

menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan (Radita, 2009).

4. Pendidikan

Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan

Keluarga Berencana tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi

memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang

berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan

keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang

terkait dengan sebagai metode kontrasepsi.

Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku

masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan.

Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah

karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan

menekan adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan

agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat melanjutkan cita-cita

keluarga, berguna bagi masyarakat dan negara. Untuk sampai pada cita-cita tersebut

tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin

(25)

bekerja, dan apakah mungkin menciptakan anak berkualitas di tengah kondisi

keuangan atau pendapatan yang terbatas.

Purwoko (2000) dalam Notoadmojo (2010), mengemukakan pendidikan

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap

tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan

respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif

dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. Ia juga lebih dapat

menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial. Secara langsung maupun

tidak langsung dalam hal Keluarga Berencana (KB). Karena pengetahuan KB secara

umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan,

pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan suami istri memandang

anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan KB, sehingga semakin

meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan

menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.

5. Agama

Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam

memilih metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan

kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin islam pengklaim bahwa

sterilisasi dilarang sedangkan sebagaian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam

tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita berpendapat

(26)

hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang sembahyang.

Dan sebagian masyarakat wanita hindu dilarang mempersiapkan makanan selama

haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. KB bukan

hanya masalah demografi dan klinis tetapi juga mempunyai dimensi

sosial-budaya dan agama, khususnya perubahan sistim nilai dan norma masyarakat

(Handayani, 2010).

Program KB juga telah memperoleh dukungan dari Departemen Agama

Republik Indonesia. Hal ini terlihat dengan penandatanganan bersama Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Memorandum of Understanding

(MoU) Nomor 1 Tahun 2007 dan Nomor: 36/HK.101/F1/2007 tentang Advokasi,

Komunikasi, Informasi dan Edukasi Program KB Nasional melalui Peran Lembaga

Keagamaan, pada 9 Februari 2007, yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2009.

Dalam Islam tetap ada orang atau kelompok yang tidak mendukung KB . Alasanya

yang dikemukakan, antara lain AL Quran tidak membolehkan pemakaian alat

kontrasepsi yang dianggap sebaga membunuh bayi atau agama Islam menginginkan

agar Islam mempunyai umat yang besar dan kuat. Para ulama yang membolehkan KB

sepakat bahwa KB yang dibolehkan syariat adalah usaha pengaturan atau penjarangan

kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-istri

karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Jadi jelas

bahwa Islam membolehkan KB karena penting untuk menjaga kesehatan ibu dan

anak, menunjang program pembangunan kependudukan lainnya dan menjadi bagian

(27)

mendukung KB. Agama Hindu memandang bahwa setiap kelahiran harus membawa

manfaat. Untuk itu kelahiran harus diatur jaraknya dengan ber KB. Agama Buddha,

yang memandang setiap manusia pada dasarnya baik, tidak melarang umatnya

ber-KB demi kesejahteraan keluarga. Agama Kristen Protestan tidak melarang umatnya

ber-KB. Namun sedikit berbeda dengan agama Katolik yang memandang

kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan dalam pemahaman holistik sesuai

dengan kehendak Allah. Untuk mengatur kelahiran anak, suami-istri harus tetap

menghormati dan menaati moral Katolik. Gereja Katolik hanya menerima abstinensia

dan pantang berkala (hubungan seksual hanya dilakukan pada masa tidak subur dalam

siklus bulanan seorang wanita) sebagai metode keluarga berencana yang sesuai

dengan pandangan gereja dan menolak secara tegas metode KB lainnya (Proverawati,

2009).

6. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain,

didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2010).

Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak

inovasi. Roger (1974) dalam Notoadmodjo 2010 mengungkapkan bahwa sebelum

seseorang mengadopsi prilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses

(28)

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) .

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai

timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik

secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang

bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin

diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin

diketahui (Notoatmodjo, 2010).

7. Sikap

Sikap menunujukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang

ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.

(29)

mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan

kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Sikap sering diperoleh

dengan orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau

menjauhi orang lain atau obyek lain. Sikap-sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan

tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Notoatmodjo, 2007) bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup

dari seseorang stimulus atau obyek. Karena itulah adalah logis untuk mengharapkan

bahwa seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendesi perilaku terhadap

obyek. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak

maupun perasaan tidak mendukung pada obyek tertentu. Penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian Rani Susanti (2007) yang menyatakan bahwa sikap dari pasangan

usia subur mempengaruhi menggunakan dan memilih alat kontrasepsi.

8. Budaya

Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode

kontrasepsi. Faktor -faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai

berbagai metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi

mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari

bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka

dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan

metode. Sosial Budaya adalah suatu keadaan/kondisi yang diciptakan untuk

mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup semua bidang

(30)

9. Akses pelayanan KB

Menurut Wijono (1999) dalam Manuaba 2008, bahwa akses berarti bahwa

pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya,

organisasi atau hambatan bahasa. Keterjangkauan ini dimaksudkan agar pria dapat

memperoleh informasi yang memadai dan pelayanan KB yang memuaskan.

Keterjangkauan ini meliputi :

1) Keterjangkauan fisik

Keterjangkauan fisik dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah

menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria.

2) Keterjangkauan ekonomi

Keterjangkauan ekonomi ini dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat dijangkau

oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting bagi

klien. Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku

serta nilai yang akan diperoleh klien. Untuk itu dalam mengembangkan

pelayanan gratis atau subsidi perlu pertimbangan biaya pelayanan dan biaya

klien.

3) Keterjangkauan psikososial

Keterjangkauan psikososial ini dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan

partisipasi pria dalam KB secara sosila dan budaya oleh masyarakat, provider,

(31)

4) Keterjangkauan pengetahuan

Keterjangkauan pengetahuan ini dimaksudkan agar pria mengetahui tentang

pelayanan KB serta dimana mereka dapat memperoleh pelayanan tersebut dan

besarnya biaya untuk memperolehnya.

5) Keterjangkauan administrasi

Keterjangkauan administrasi dimaksudkan agar ketetapan administrasi medis

dan peraturan yang berlaku pada semua aspek pelayanan berlaku untuk pria dan

wanita. Selama ini dirasakan faktor aksesabilitas atau keterjangk kauan

pelayanan KB bagi pria masih sangat terbatas. Aksesabilitas informasi KB baik

media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), konseling yang tersedia,

informasi yang diberikan oleh petugas, tempat pelayanan yang ada masih bias

gender.

10. Kualitas pelayanan KB

Bruce (1990) dalam Manuaba (2008) menjelaskan bahwa terdapat enam

komponen dalam kualitas pelayanan, yaitu pilihan kontrasepsi, informasi yang

diberikan, kemampuan tehnikal, hubungan interpersonal, tidak lanjut atau

kesinambungan, kemudahan pelayanan. Dalam kerangka teorinya disebutkan pula

bahwa dampak dari kualitas pelayanan adalah pengetahuan klien, kepuasan klien,

kesehatan klien, penggunaan kontrasepsi penerimaan dan kelangsungannya. Enam

elemen kualitas pelayanan di atas saling berkaitan antara yang satu dengan unsur

yang lainnya. Keterkaitan ini dipengaruhi oleh faktor latar belakang yang sama, yaitu

(32)

pengelola, pelaksana, dan klien dapat diidentifikasi untuk dapat memberikan

penilaian pada setiap elemen tersebut dapat membahas untuk konsep dan indikator

kualitas pelayanan KB. Kualitas yang diterima oleh klien menjadi fokus pokok untuk

menilai kualitas pelayanan.

Suatu tempat pelayanan agar menyediakan pelayanan kontrasepsi yang

beragam baik untuk pelayanan pria maupun wanita. Hal ini dimaksudkan agar klien

mempunyai pilihan metode kontrasepsi yang tersedia untuk pria dan wanita.

Peraturan dan sistem logistik perlu diperkuat untuk menjamin ketersediaan

kontrasepsi yang terus menerus. Keanekaragaman metode yang tersedia merupakan

jaminan bahwa program tidak hanya mempromosikan suatu metode tertentu bagi

klien. Pilihan kontrasepsi meliputi tersedianya pelbagai metoda kontrasepsi yang

sesuai untuk pelbagai golongan klien menurut umur, paritas, status laktasi, keadaan

kesehatan, keadaan ekonomi, kebutuhan, jumlah anak yang diinginkan dan lain - lain.

Penyiapan berbagai ragam kontrasepsi sehingga klien dapat memilih cara

atau alat atau metode yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan klien

merupakan hal yang sangat menjadi perhatian pemerintah dalam rangka mewujudkan

pelayanan KB yang berkualitas. Dengan pertimbangan itu, pemerintah melalui

program KB Nasional menentukan kebijakan pelayanan kontrasepsi yang ditujukan

kepada istri dapat dikatakan sudah memenuhi kafetaria sistem karena telah tersedia

berbagai macam metode KB. Tetapi untuk kontrasepsi pria ternyata tidak demikian,

jenis kontrasepsi pria yang tersedia hanya ada dua macam, yaitu kondom dan

(33)

merek kondom dan telah dikembangkan beberapa teknik vasektomi yang relatif lebih

baik, namun belum dapat dikatakan sudah menganut sistem kafetaria (Proverawati,

2009).

11. Dukungan dari suami dan keluarga

Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang dipandang oleh

anggota sebagai suatu yang dapat bermanfaat. Keluarga adalah dua orang atau lebih

yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang

mengidentifikasi sebagai bagian dari keluarga (Friedmen,1998).

Menurut Friedmen(1998) dalam Notoadmodjo (2008) dukungan keluarga

merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku positif. Peran

dukungan keluarga sendiri terbagi menjadi peran formal yaitu peran yang tampak

jelas, bersifat eksplisit misalnya peran suami dan peran informasi seperti bantuan

langsung dari keluarga.

Dukungan keluarga mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh

anggota keluarga. Dukungan keluarga (suami/ istri) memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Baik kelurga ini maupun keluarga besar berfungsi sebagai system pendukung bagi

anggota anggotanya.

Dukungan sosial keluarga dapat berupa :

a) Dukungan sosial keluarga internal : seperti dukungan dari suami, istri /

(34)

b) Dukungan sosial keluarga eksternal, yaitu dukungan keluarga eksternal bagi

keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga).Baik keluarga inti maupun

keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi angota-anggotanya.

2.4. Teori Perilaku Kesehatan

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan

perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan

atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.

Banyak teori tentang perilaku Betrand dan Teori Lawrence W. Green.

Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Lawrence Green (1980

dalam Notoatmodjo 2010), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

a. Faktor Predisposisi ( predisposing factors )

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya

perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu pengetahuan,

sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap

perilaku tertentu, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan

status ekonomi.

b. Faktor Pendukung (enabling factors)

Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung untuk terjadinya perilaku

tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ketersediaan sumber daya

kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen

(35)

c. Faktor Pendorong (reinforcing factors)

Faktor pendorong atau penguat adalah faktor yang memperkuat atau kadang

memperlunak untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini

adalah pendapat, dukungan pasangan dan keluarga. Kritik baik dari teman sekerja,

tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan sendiri

jugaberpengaruh meskipun tidak sebesar pengaruh dari suami dan keluarga

(Notoadmojo, 2010).

2.5.1. Pengertian 2.5. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas

prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel

yang banyak menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah

menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar

informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel) (Supranto, 2010).

Analisi faktor merupakan salah satu tekhnik analisis statistik multivariat,

dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara seksama bersama pada

semua variabel tanpa membedakan variabel tergantung dan variabel bebas atau

disebut sebagai metode antar ketergantungan(indenpedence metode) tersebut. Proses

analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara variabel yang saling

(36)

yang lebih sedikit jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik

selanjutnya (Wibowo, A. 2006).

Tujuan yang penting dari analisis faktor adalah menyederhanakan hubungan

yang beragam dan kompleks pada beberapa variabel yang diamati dengan

menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan pada suatu struktur data

baru yang mempunyai beberapa faktor yang lebih kecil. Analisis faktor yang

dipergunakan didalam situasi sebagai berikut (Supranto, 2010):

a. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlyping

dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.

b. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi

(independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set

variabel asli yang saling berkorelasi didalam analisis multivariate selanjutnya,

misalnya analisis regresi berganda dan analisis diskriminan.

c. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set

variabel yang jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariate

selanjutnya.

2.5.2. Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan

Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi linear berganda,

yaitu setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang

mendasari (underlying factors) (Supranto, 2010).

Jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel

(37)

yang diuraikan dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya

ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel. Faktor yang unik tidak

berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan

common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari

variabel-variabel yang terlihat/terobservasi hasil penelitian lapangan.

2.5.3 Model Matematik dalam Analisis Faktor

Didalam model analisis faktor, kompenen hipotesis diturunkan dari hubungan

antara variabel teramati. Model analisis faktor mensyaratkan bahwa hubungan antara

variabel teramati harus linier dan nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya

benar-benar harus ada hubungan. Komponen hipotesis yang diturunkan harus memiliki sifat

sebagai berikut :

1. Komponen hipotesis tersebut diberi nama faktor.

Tidak ada faktor yang menjadi kombinasi linier dari faktor lain sebab

faktor-faktor tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bebas satu sama lain.

2. Variabel komponen hipotesis yang disebut faktor bisa dikelompokkan menjadi

dua yaitu : common factors and unique factors.

Common factor mempunyai lebih dari satu variabel dengan timbangan yang

bukan nol nilainya. Suatu faktor unik hanya mempunyai satu variabel dengan

timbangan yang tidak nol terkait dengan faktor. Jadi hanya satu variabel yang

(38)

3. Common factor selalu dianggap tidak berkorelasi dengan faktor unik.

Faktor unik biasanya juga dianggap saling tidak berkorelasi, akan tetapi common

factor mungkin atau tidak mungkin berkorelasi satu sama lainnya.

4. Umumnya dianggap bahwa jumlah common factor lebih sedikit dari jumlah

variabel asli. Akan tetapi banyaknya faktor unik biasanya dianggap sama dengan

banyaknya variabel asli (Supranto, 2010).

2.5.4 Mekanisme Analisis Faktor

Langkah-langkah analisis faktor menurut Supranto (2010), yang diperlukan

didalam analisis faktor bisa dilihat pada gambar dibawah ini :

2.5.4.1. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa hal :

a. Tujuan analisis faktor harus diidentifikasi

b. Variabel yang akan dipergunakan didalam analisis faktor dispesifikasi

berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti

c. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval dan rasio

d. Banyaknya elemen sampel (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar,

kalau k banyaknya jenis variabel maka n = 4 atau 5 kali k. Artinya kalau variabel

5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sampel acak (Supranto, 2010).

2.5.4.2 Bentuk Matriks Korelasi

Matriks korelasi merupakan matriks yang memuat koefisien korelasi dari

semua pasangan variabel dalam penelitian. Jadi, matriks ini digunakan untuk

(39)

digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuain dengan nilai

korelasi yang diperoleh dari analisis faktor.

Analisis faktor yang baik memiliki nilai korelasi tinggi (rata-rata lebih besar

dari |0.3| ). Dalam hal ini, determinan matriks yang mendekati nol menunjukkan nilai

korelasi tinggi.

Selanjutnya perlu diuji apakah matriks korelasi ini merupakan matriks

identitas atau bukan karena matriks identitas tidak dapat digunakan untuk analisis

berikut. metode yang biasa dilakukan adalah metode Barlett Test of Spherecity.

Kemudian perlu ditentukan niali koefisien korelasi parsial, yaitu estimasi antar faktor

unik yang nilainya harus mendekati nol untuk memenuhi asumsi analisis faktor.

Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor, digunakan metode

Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah indek pembanding besarnya koefisien

korelasi observasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Jika nilai kuadrat

koefisien korelasi parsial dari semua pasangan variabel lebih kecil dari pada jumlah

kuadrat korelasi parsial, maka harga KMO akan mendekati satu, yang menunjukkan

kesesuain penggunaan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974) dalam Wibowo (2006):

a. Harga KMO sebesar 0,9 adalah sangat memuaskan.

b. Harga KMO sebesar 0,8 adalah memuaskan.

c. Harga KMO sebesar 0,7 adalah harga menengah.

d. Harga KMO sebesar 0,6 adalah cukup.

e. Harga KMO sebesar 0,5adalah kurang memuaskan.

(40)

Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel telah memadai atau

tidak, digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Nilai MSA

yang rendah merupakan pertimbangan untuk membuang variabel tersebut pada tahap

analisis selanjutnya. Sering kali karena jumlah data yang banyak perhitungan KMO

dan MSA hanya dimungkinkan dengan bantuan komputer (Wibisono, 2003)

2.5.4.3 Menentukan Metode Analisis Faktor

1. Setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan teknik yang tepat untuk

menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih

metode yang tepat untuk analisis faktor. Ada dua cara atau metode yang bisa

dipergunakan dalam analisis faktor , khususnya untuk menghitung koefisien skor

faktor, yaitu analisis komponen utama (Principal Component Analysis) dan

analisis faktor umum (Common Factor Analysis).

2. Principal Component Analysis merupakan teknik reduksi data yang bertujuan

untuk membentuk suatu kombinasi linier dari variabel awal dengan

memperhitungkan sebanyak mungkin jumlah variabel awal tersebut.

3. Common Factor Analysis merupakan medel faktor yang digunakan untuk

mengidentifikasikan sejumlah dimensi dalam faktor yang tidak mudah untuk

dikenali. Tujuan utamanya adalah mengidentifikasikan dimensi laten yang

direpresentasikan dalam himpunan variabel asal (Wibisono, 2003).

2.5.4.4 Rotasi Faktor-faktor

1. Suatu hasil atau output yang penting dari analisis faktor ialah apa yang disebut

(41)

mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor.

Koefisien-koefisien ini yang disebut muatan faktor, mewakili korelasi antar-faktor dan

variabel. Suatu koefisien dengan nilai absolut/mutlak yang besar menunjukkan

bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat. Koefisien dari matriks faktor

bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan faktor .

2. Meskipun matriks faktor awal yang belum dirotasi menunjukkan hubungan antar

faktor masing-masing variabel, jarang menghasilkan faktor yang bisa

diinterpretasikan (diambil kesimpulannya), oleh karena faktor-faktor tersebut

berkorelasi atau terkait dengan banyak variabel (lebih dari satu).

3. Didalam melakukan rotasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor

mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signifikan untuk

beberapa variabel saja. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap

variabel mempunyai muatan yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa

faktor saja, kalau mungkin dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa

faktor mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk

membuat interpretasi tentang faktor tersebut. Akan tetapi persentase varian

sebagai sumbangan setiap faktor terhadap seluruh varian mengalami perubahan.

2.5.4.5 Interpretasi Faktor

1. Interpretasi dipermudah dengan mengindentifikasi variabel yang muatannya

besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan,

dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi padanya. Manfaat

(42)

variabel, dengan menggunakan factor loading sebagai sumbu koordinat (sumbu

F1 dan F2

2. Variabel pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel yang mempunyai high

loading hanya pada faktor tertentu (faktor F ).

1 atau F2) oleh karena itu bisa

menyimpulkan bahwa faktor tersebut terdiri dari variabel-variabel tersebut.

Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu F1 dan F2

3. Variabel yang tidak dekat dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi

dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa diberi label sebagai

faktor tidak terdefenisikan atau faktor umum. Variabe-variabel yang berkorelasi

kuat (nilai factor loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan

inspirasi nama faktor yang bersangkutan.

)

mempunyai muatan rendah (low loading) pada kedua faktor.

2.5.4.6 Menghitung Skor atau Nilai Faktor

Nilai faktor adalah ukuran yang mengatakan representasi suatu variabel oleh

masing-masing faktor. Nilai faktor menunjukkan bahwa suatu data memiliki

karakteristik khusus yang direpresentasikan oleh faktor. Nilai faktor ini selanjutnya

digunakan untuk analisis lanjutan.

Nilai faktor menunjukkan kedekatan hubungan antara variabel dan faktornya.

Faktor dengan nilai faktor tinggi untuk suatu variabel menunjukkan tingginya

hubungan faktor itu dengan variabelnya.

Sebenarnya analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor

(43)

yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari

variabel aslinya.

Namun kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang bebas

satu sama lain, yang disebut faktor untuk dipergunakan dalam analisis multivariat

lainnya seperti analisis regresi linier berganda, maka perlu dihitung skor/nilai faktor

bagi setiap responden.

2.5.4.7 Memilih Surrogate Variables

Surrogate variable adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk

digunakan di dalam analisis selanjutnya. Pemilihan surrogate variables meliputi

sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan di dalam analisis

selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan

menginterpretasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor faktor.

Dengan meneliti matriks faktor..

Variabel tersebut kemudian bisa dipergunakan sebagai variabel pengganti atau

surrogate variable untuk faktor yang bersangkutan. Proses untuk mencari variabel

pengganti akan berjalan lancar kalau muatan faktor (factor loading) untuk suatu

variabel jelas-jelas lebih tinggi daripada muatan faktor lainnya. Akan tetapi pilihan

menjadi susah, kalau ada dua variabel atau lebih mempunyai muatan yang sama

tingginya. Di dalam hal seperti ini, pemilihan antara variabel-variabel ini harus

didasarkan pada pertimbangan teori dan pengukuran sebagai contoh, mungkin teori

menyarankan bahwa suatu variabel dengan muatan sedikit lebih kecil mungkin lebih

(44)

Demikian juga halnya, kalau suatu variabel mempunyai muatan sedikit lebih

rendah akan tetapi telah diukur lebih teliti/akurat, seharusnya dipilih sebagai

surrogate variabel.

2.5.5 Proses Analisis Faktor

Secara garis besar tahapan pada analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena

analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka

seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan

terjadi pengelompokkan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah

dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis

faktor.

2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ‘ekstraksi’ variabel

tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor.

3. Faktor yang terbentuk, pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan

diantara faktor-faktor yang ada. Hal tersebut akan mengganggu analisis,

karena justru sebuah faktor harus berbeda secara nyata dengan faktor lain.

Untuk itu jika isi faktor diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk

memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda

dengan faktor lain.

4. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan

menamakan faktor yang ada. Kemudian beberapa langkah akhir juga perlu

(45)

2.6. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor - Faktor yang Memengaruhi dalam Memilih Kontrasepsi. Modifikasi dari Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010).

Faktor predisposisi :

 Pengetahuan tentang KB

 Sikap terhadap KB

 Keyakinan

 Jumlah anak/nilai anak dan keinginan memilikinya

 persepsi terhadap KB faktor demografi (umur, pendidikan, jumlah anak, sosial budaya terhadap KB pendapatan)

Faktor pemungkin :

 Akses pelayanan KB

 Kualitas pelayanan KB

Faktor penguat :

 sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan agama

 sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan

 Pemanfaatan pelayanan Permintaan KB

 Variabel intermediate lain

(46)

2.7. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Umur

Sosial ekonomi Jumlah anak Lama pendidikan Nilai Agama

Pengetahuan tentang KB Sikap Tentang KB Sosial budaya Akses pelayanan Kualitas pelayanan Dukungan istri Dukungan keluarga

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor - Faktor yang Memengaruhi dalam
Gambar  2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi karena dibalik aktifitas suap terdapat unsur-unsur mensrea jahat ( evil things ) yang bertujuan mengarahkan pejabat agar berpihak dan secara tidak transparan

a) Aplikasi perangkat lunak legal lokal open source lebih kompetiti Aplikasi perangkat lunak legal lokal open source lebih kompetiti f f. dan terjangkau dibanding dengan

Pada saat sumber S telah bergerak 1 sekon, maka simpangan gelombang di titik P yang berjarak 9 cm dari sumber getar adalah

a. Dengan tulisan ini juga dapat diketahui macam-macam bentuk z}ulm sebagaimana yang diperkenalkan oleh Nabi, dengan mengumpulkan dan mengkaji hadis-hadis tentang z}ulm

Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Ada isyarat di dalam hadis ini bahwa orang yang makan dan minum dengan menggunakan bejana emas dan perak di dunia akan diharamkan dari bejana emas dan perak di akhirat, sebab

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Elviana Niken Kumlasari, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Pengaruh Inovasi Produk dan Kewirausahaan terhadap