BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kontrasepsi
2.1.1. Pengertian Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti
“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur
yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud
dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang
aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal
namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini
dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan
dengan cara, alat atau obat – obatan (Proverawati, 2010)
Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan
kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra”
dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah
pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan
kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan
pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi
modern (metode efektif) (Pinem, 2009).
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi
dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama
terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat
dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet
berbusa (vaginal tablet).
2.1.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal
Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua
klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi
setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah
sebagai berikut:
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan
2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat
mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keektifan dari
suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan
praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoriticaleffectiveness) yaitu
kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan
yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terusmenerus dan sesuai
dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis
setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi
pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.
3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya
di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni
penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued
acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan
persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang
ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota).
4. Terjangkau harganya oleh masyarakat
5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali
kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010)
2.1.3. Cara KB Pria
Dalam usaha untuk meningkatkan pemeriksaan gerakan Keluarga Berencana
Nasional peranan pria sebenarnya sangat penting dan menentukan. Sebagai kepala
keluarga pria merupakan tulang punggung keluarga dan selalu terlibat untuk
mengambil keputusan tentang kesejahteraan keluarga, termasuk untuk menentukan
jumlah anak yang diinginkan.
Cara KB pria/laki-laki yang dikenal saat ini adalah pemakaian Kondom dan
Vasektomi (Metode Operasi Pria) serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami
seperti : sanggama terputus (coitus interruptus), perhitungan haid/sistem kalender,
berbagai cara KB yang masih dalam taraf penelitian seperti : Vasoklusi, dan
penggunaan bahan dari tumbuh-tumbuhan. Adapun cara KB Pria yang banyak
dikenal terdiri dari :
2.1.3.1. Kondom
Menurut sejarah kondom sudah diketahui sejak jaman Mesir Kuno dan
dibuat dari kulit atau usus binatang. Atas perintah raja Charles II Inggris, dokter
Condom membuat kondom dari kulit binatang dengan panjang 190 mm, diameter 60
mm, dan tebal 0,038 mm. Teknik dan biaya pembuatannya cukup mahal dan
keberhasilannya masih rendah sebagai alat kontrasepsi. Dokter Fallopio dari Italia
membuat kondom dari linen dengan tujuan utama untuk menghindari infeksi
hubungan seks tahun 1564. Dokter Hercule Saxonia pada tahun 1597 membuat
kondom dari kulit binatang yang bila hendak dipakai direndam dulu. Kondom
terbuat dari karet dikembangkan oleh dokter Hancock pada tahun 1944 dan Goodyer
1970 (Handayani, 2010).
1. Pengertian
Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat terbuat dari
berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi
hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom terbuat dari
karet sintesis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang
bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti putting susu, berbagai
bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektifitasnya
Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai dan
diperoleh baik di apotik maupun di toko-toko obat dengan berbagai merek dagang.
2. Fungsi Kondom
Kondom mempunyai tiga fungsi yaitu :
a) Sebagai alat KB
b) Mencegah penularan PMS termasuk HIV/AIDS
c) Membantu pria atau suami yang mengalami ejakulasi dini
3. Kelebihan Kondom
a) Efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar
b) Murah dan mudah didapat tanpa resep dokter
c) Praktis dan dapat dipakai sendiri
d) Tidak ada efek hormonal
e) Dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS antara suami-isteri
f) Mudah dibawa
4. Keterbatasan Kondom
a) Kadang-kadang pasangan ada yang alergi terhadap bahan karet kondom
b) Kondom hanya dapat dipakai satu kali
c) Secara psychologis kemungkinan mengganggu kenyamanan
d) Kondom yang kedaluarsa mudah sobek dan bocor
5. Penggunaan Kondom
b) Bila isteri tidak cocok dengan semua jenis alat/metode kontrasepsi
c) Setelah vasektomi, kondom perlu dipakai sampai 15 kali ejakulasi
d) Sementara menunggu penggunaan metode/alat kontrasepsi lain
e) Bagi semua yang isterinya calon peserta pil KB sedang menunggu haid
f) Apabila lupa minum pil KB dalam jangka waktu lebih dari 36 jam
g) Apabila salah satu dari pasangan suami-isteri menderita penyakit menular
seksual termasuk HIV/AIDS
h) Dalam keadaan tidak ada kontrasepsi lain yang tersedia atau yang dipakai
pasangan suami-isteri
i) Sementara menunggu pencabutan implant/susuk KB/alat kontrasepsi bawah
kulit, bila batas waktu pemakaian implant sudah habis
6. Efektivitas Kondom
a) Kondom efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar
b) Angka kegagalan teoritis 3%, praktis 5-20%
c) Sangat efektif jika digunakan pada waktu isteri dalam periode menyusui,
akan lebih efektif (Sulistyawati, 2011).
2.1.3.2. Vasektomi
Operasi pria yang dikenal dengan nama vasektomi merupakan operasi ringan,
murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang tinggi, artinya dengan operasi ini
1. Pengertian
Vasektomi adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk menghentikan
kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga
alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum)
tidak terjadi. Vasektomi merupakan tindakan penutup (pemotongan, pengikatan,
penyumbatan) kedua saluran mani pria/suami sebelah kanan dan kiri; sehingga pada
waktu bersanggama, sel mani tidak dapat keluar membuahi sel telur yang
mengakibatkan tidak terjadi kehamilan. Tindakan yang dilakukan adalah lebih ringan
dari pada sunat atau khinatan pada pria, dan pada umumnya dilakukan sekitar 15-45
menit, dengan cara mengikat dan memotong saluran mani yang terdapat di dalam
kantong buah zakar.
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi
keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas deferent)
sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama. Vasektomi ini tidak sama
dengan kebiri atau kastrasi yang mengangkat buah pelir bekas operasi hanya berupa
satu luka kecil ditengah atau diantara kiri dan kanan kantong zakar (kantong buah
pelir) (Suratun, 2008).
2. Peserta Vasektomi
a) Suami dari pasangan usia subur yang dengan sukarela mau melakukan
vasektomi serta sebelumnya telah mendapat konseling tentang vasektomi.
1) Jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani
2) Umur isteri sekurang-kurangnya 25 tahun
3) Mengetahui prosedur vasektomi dan akibatnya
4) Menandatangani formulir persetujuan (informed consent).
5) Umur peserta tidak kurang dari 30 Tahun.
6) Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang, dan
anak paling kecil harus sudah berumur diatas 2 tahun.
7) Mengetahui akibat – akibat vasektomi.
3. Kelebihan Vasektomi
a) Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan
b) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah
c) Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja
d) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit
e) Tidak mengganggu hubungan seksual
f) Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit jika dibandingkan dengan
kontrasepsi lain (Hartanto, 2010).
4. Keterbatasan (Kelemahan)
a) Harus dengan tindakan operasi.
b) Masih adanya keluhan seperti kemungkinan perdarahan dan infeksi.
c) Harus menunggu sampai hasil pemeriksaan sperma nol dalam beberapa hari
atau minggu untuk dapat berhubungan bebas agar tidak terjadi kehamilan.
e) Masih memungkinkan terjadi komplikasi (misal perdarahan, nyeri, dan
infeksi).
f) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS. Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali sanggama agar sel
mani menjadi negatif .
g) Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual,
dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu (Suratun, 2008).
5. Efektifitas
a) Angka keberhasilan sangat tinggi (99%), angka kegagalan 0 – 2,2%,
umumnya < 1%, Kegagalan disebabkan senggama yang tidak terlindung
sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa, rekanalisasi
spontan dari vas deferens, umunya terjadi setelah pembentukan
granulomaspermatozoa, pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama
operasi.
b) Vasektomi dianggap gagal apabila dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya
azoosperma, dan istri hamil (Handayani, 2010).
6. Vasektomi tidak Dapat Dilakukan Apabila
a) Pasangan suami-isteri masih menginginkan anak lagi
b) Suami menderita penyakit kelainan pembekuan darah
c) Jika keadaan suami-isteri tidak stabil
d) Jika ada tanda-tanda radang pada buah zakar, hernia, kelainan akibat cacing
7. Kontra Indikasi Vasektomi
a) Apabila ada peradangan kulit atau penyakit jamur didaerah scrotum.
b) Apabila ada tanda – tanda epididimis.
c) Apabila menderita DM yang tidak terkontrol.
d) Apabila menderita kelainan pembekuan darah (Handayani, 2010).
8. Perawatan Pra Operasi Vaektomi
1) Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontra indikasi dan hal –
hal lain yang diperlukan untuk kepentingan calon peserta kontap, sebaiknya
dilakukan oleh yang akan melakukan pembedahan:
a) Anamnesis
Identitas calon peserta serta pasanganya, umur peserta, jumlah anak hidup
dan umur anak terkecil yanga ada, metode kontrasepsi yang pernah
digunakan istri serta metode kontrasepsi yang saat ini digunakannya, riwayat
penyakit yang pernah diderita, perilaku seksual calon peserta dan
pasanganya, adakah pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila luka.
b) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital,
cardivaskuler, paru-pari dan ginjal serat genitali. Apabila ditemukan
keadaan yang abnormal lakukan rujukan sesuai dengan keluhan dan
2) Persiapan pra operasi
a) Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan vasektomi termasuk
mekanisme dalam mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin
terjadi.
b) Berikan nasehat ungtuk perawatan luka bekas pembedahan, kemana minta
pertolongan bila terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol.
c) Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah
tindakan pembedahan.
d) Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga scrotum.
e) Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang – kurangnya
2 jam sebelum operasi.
3) Perawatan pasca operasi
a) Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit
sebelum dibenarkan untuk pulang.
b) Amati perdarahan dan rasa nyeri pada luka.
c) Beri nasehat sebelum pulang: istirahat selama 1 – 2 hari dengan tidak
bekerja berat dan menaiki sepeda, menjaga agar luka operasi jangan basah
dan kotor, gunakan celana dalam yang bersih, anjurkan untuk
menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk, datang keklinik
satu minggu kemudia, satu bulan dan tiga bulan kemudian untuk
pemeriksaan, segera kembali apabila terjadi perdarahan dan panas, nyeri
dengan istri tetapi harus dengan menggunakan kondom paling tidak sampai
15 kali senggama atau sampai hasil pemeriksaan sperma nol. Setelah itu
boleh berhubungan bebas tanpa kondom (Clenny, 2008).
9. Komplikasi
Komplikasi atau gangguan yang mungkin timbul pasca vasektomi antara
lain: perdarahan, apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi saja tetapi apabila
perdarahan agak banyak segera rujuk ke RS yang memiliki fasilitas lengkap.
Setiap ada pembengkakan didaerah scrotum harus dicurigai adanya perdarahan.
Adanya hematoma biasanya terjadi apabila didaerah scrotum diberi beban yang
terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, atau naik kendaraan dijalan
yang rusak, infeksi biasanya terjadi pada kulit epididimis atau orkitis, terjadi
sekitar 0,1 % (Handayani, 2010).
2.1.3.3. Sanggama Terputus
Konsep ’metode senggama terputus” adalah mengeluarkan kemaluan
menjelang terjadinya ejakulasi. Senggama terputus merupakan metode tertua di
dunia, karena telah tertulis pada kitab tua dan diajarkan kepada masyarakat. Di
Perancis abad ke 17, metode senggama terputus merupakan metode utama untuk
menghindari kehamilan.
1. Pengertian
Coitus interuptus (senggama terputus) adalah metode keluarga berencana
tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum
terjadinya kehamilan yang dilakukan dengan cara menarik penis dari liang senggama
sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan di luar liang senggama. Metode ini
akan efektif bila dilakukan dengan baik dan benar ( Everett, 2005).
2. Kelebihan
a) Tanpa biaya
b) Tidak perlu menggunakan alat/obat kontrasepsi
c) Tidak perlu pemeriksaan medis terlebih dahulu
d) Tidak berbahaya bagi fisik
e) Mudah diterima, merupakan cara yang dapat dirahasiakan pasangan
suami-isteri dan tidak perlu meminta nasihat pada orang lain
f) Dapat dilakukan setiap saat tanpa memperhatikan masa subur maupun tidak
subur, jika dilakukan dengan baik dan benar
3. Keterbatasan
a) Memerlukan kesiapan mental pasangan suami isteri
b) Memerlukan penguasaan diri yang kuat
c) Kemungkinan ada sedikit cairan mengadung sperma tertumpah dari zakar dan
masuk ke dalam vagina, sehingga dapat terjadi kehamilan
d) Secara psikologis mengurangi kenikmatan dan menimbulkan gangguan
hubungan seksual
e) Jika salah satu dari pasangan tersebut tidak menyetujuinya, dapat menimbulkan
ketegangan, sehingga dapat merusak hubungan seksual. Metode ini tidak selalu
f) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS
2.1.3.4. Pantang Berkala
1. Pengertian
Pantang berkala adalah tidak melakukan persetubuhan pada masa subur istri.
2. Macam
Terdapat tiga cara dalam melakukan metode KB pantang berkala, yaitu :
1) Sistem kalender
a) Pengertian
Merupakan salah satu cara kontrasepsi alamiah yang dapat dikerjakan
sendiri oleh pasangan suami-isteri tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu.
Caranya dengan memperhatikan masa subur isteri melalui perhitungan haid.
Masa berpantang dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur
dimana saat mulainya dan berakhirnya masa subur dengan perhitungan
kalender (Prio, 2007).
b) Cara menghitung masa subur
1) Sebelum menerapkan metode ini, seorang wanita harus mencatat jumlah
dari dalam tiap satu siklus haid selama 6 bulan (6 siklus haid)
2) Hari pertama siklus haid selalu dihitung sebagai hari ke satu
3) Jumlah hari terpendek selama 6 kali siklus haid dikurangi 18. Hitungan
ini menentukan hari pertama subur.
4) Jumlah hari terpanjang selama 6 siklus haid dikurangi 11. Hitungan ini
c) Kelebihan
1) Sekali mempelajari metode ini dapat mencegah kehamilan atau untuk
merencanakan ingin punya anak
2) Tanpa biaya
3) Tanpa memerlukan pemeriksaan medis
4) Dapat diterima oleh pasangan suami-isteri yang menolak atau putus asa
terhadap metode KB lain
5) Tidak mempengaruhi ASI dan tidak ada efek samping hormonal
6) Melibatkan partisipasi suami dalam KB
d) Keterbatasan
1) Masa berpantang untuk sanggama sangat lama sehingga menimbulkan
rasa kecewa dan kadangkadang berakibat pasangan tersebut tidak bisa
mentaati
2) Tidak tepat untuk ibu-ibu yang mempunyai siklus haid yang tidak teratur.
Memerlukan waktu 6 sampai 12 kali siklus haid untuk menentukan masa
subur sebenarnya.
3) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS (Marlina, 2008).
2) Pengamatan lendir vagina
a. Pengertian
Metode ini merupakan metode pantang sanggama pada masa subur.
vagina yang diambil pada pagi hari. Metode ini dikenal sebagai metode
ovulasi billing. Metode ini sangat efektif jika pasangan suami isteri
menerapkan dengan baik dan benar.
b. Cara mengetahui kesuburan
a) Pengamatan lendir vagina yang keluar setiap hari dari mulut rahim
b) Satu hari atau lebih setelah haid, vagina akan terasa kering, sampai
kemudiaan timbul lendir yang pekat, padat, dan kental
c) Dengan melihat perbedaan lendir, dari sifat lengket berubah basah dan
licin, beberapa hari kemudian lendir semakin licin, elastis dan encer,
hal ini berlangsung 1-2 hari. Hari ke-2 perasaan licin adalah hari
yang paling subur (puncak), yang ditandai dengan pembengkakan
vulva sampai kemudian lendir menjadi berkurang.
d) Sanggama dilakukan sesudah hari ke 4 dan perasaan paling licin, atau
senggama boleh dilakukan jika 3 hari berturut-turut dikenali sebagai
masa tidak subur, yaitu jika : tidak ada lagi cairan yang licin pada
vulva yang terjadi sejak hari ke 4 sesudah puncak kelicinan (Erdjan,
2008).
c. Kelebihan Sekali mempelajari metode ini dapat mencegah kehamilan :
a) Tidak memerlukan biaya
b) Tidak memerlukan pemeriksaan medis
d) Dapat diterima oleh pasangan suami-isteri yang menolak atau putus
asa dengan metode KB lain
e) Tidak mempengaruhi ASI dan tidak ada efek samping hormonal,
karena tidak menggunakan alat kontrasepsi atau obat kimia (Ekarini,
2008).
d. Keterbatasan
a) Masa berpantang sanggama sangat lama, sehingga menimbulkan rasa
kecewa dan kadang-kadang berakibat pasangan tersebut tidak bisa
mentaati.
b) Perlu kesabaran serius dan kemauan dalam menjalankan metode itu.
c) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS.
3) Pengukuran suhu badan
a. Pengertian
Pengukuran suhu badan merupakan salah satu metode pantang
berkala pada masa subur. Untuk mengetahui masa subur dilakukan dengan
cara mengukur suhu badan. Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat
bangun tidur dan belum melakukan kegiatan apapun. Cara ini akan efektif
apabila dilakukan secara baik dan benar (Sumaryati, 2005).
b. Cara pengukuran suhu badan
a) Dilakukan pada jam yang sama setiap pagi hari sebelum turun dari tempat
b) Pada masa subur, suhu badan meningkat 0,2 sampai 0,5 derajad celcius
c) Pasangan suami isteri tidak boleh melakukan sanggama pada masa subur
ini sampai 3 hari setelah peningkatan suhu badan tersebut atau
menggunakan kondom.
c. Kelebihan
a) Tidak memerlukan pemeriksaan medis
b) Dapat diterima oleh pasangan suami isteri yang menolak atau putus asa
terhadap cara KB lain
c) Tidak mempengaruhi produksi ASI dan tidak ada efek samping hormonal
d) Melibatkan partisipasi suami dalam KB .
d. Keterbatasan
a) Tidak selalu berhasil
b) Beberapa pasangan suami-isteri sukar untuk memenuhi cara ini
c) Cara ini membingungkan jika isteri demam atau infeksi pada kemaluan
yang menyebabkan suhu badan meningkat
d) Tidak melindungi pasangan dari PMS termasuk HIV/AIDS
(Sulistyawati, 2011)
2.2. Suami
2.2.1 Pengertian
Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami
kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni
dengan baik (Harymawan, 2007).
Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg
menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Suami adalah
pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab
yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang
penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan
tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan
termasuk merencanakan keluarga ( Nolan, 2006).
2.2.2 Bentuk Peran Suami
a. Menyimak Informasi tentang Kehamilan
Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam
mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami
menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu mencari
informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga kesehatan. Berbagai
informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran, tabloid, tenaga
kesehatan, atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui akar masalah yang
terjadi maka ibu bisa lebih tenang dalam menjalani kehamilan yang sehat. Ibu jadi
tahu mana yang sesuai dengan kondisinya atau tidak. Sebaliknya, jika tidak berusaha
mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil akan timbul berbagai perasaan yang
b. Kontrol
Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. Saat konsultasi, ibu bisa
menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan. Biasanya, bila ibu
perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan menganjurkan ibu untuk
menemui psikolog atau psikiater yang dapat membantu kestabilan emosi. Mengantar
ibu kontrol ke dokter, ini penting karena suami harus tahu apa yang terjadi pada istri.
Kalau ada keluhan-keluhan dan informasi-informasi penting seputar kehamilan suami
juga harus tahu, agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh sang istri. Antenatal
care merupakan salah satu tindakan skrining pada ibu hamil untuk mencegah
komplikasi selama kehamilan dan persalinan (Harymawan,2007).
c. Perhatian Suami
Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan emosi ibu.
Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke dokter
atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari pasangan. Suami
dapat memberikan perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu
hamil. Perhatian suami dapat dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga, mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut yang
menunjukkan perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun kestabilan emosi.
d. Jalin Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu hamil.
Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak mendominan
e. Perhatikan Kesehatan
Tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan, termasuk
perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga ringan dan
memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika sewaktu-waktu istri
mengalami keluhan sehubungan dengan kehamilannya. Suami yang tenang bisa
membuat istri jadi ikut tenang. Suami siaga harus lebih perhatian mengingatkan dan
membantu istrinya untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu untuk kunjungan u
lang (Nolan, 2006).
2.3. Faktor – Faktor yang Memengaruhi dalam Memilih Kontrasepsi
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi,
antara lain:
1. Umur
Kesehatan pasangan usia subur sangat mempengaruhi kebahagiaan dan
kesejahteraan keluarga waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyaknya anak
yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah
satu faktor seseorang untuk menjadi akseptor kontap, sebab umur berhubungan
dengan potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang
melakukan vasektomi dan tubektomi sebagai cara kontrasepsi. Umur calon akseptor
tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut kemungkinan calon peserta sudah
memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak menginginkan anak lagi. Apabila umur
penyesalan seandainya masih menginginkan anak lagi.Umur isteri tidak kurang dari
20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun. Pada umur istri antara 20-45 tahun bisa
dikatakan istri dalam usia reproduktif sehingga masih bisa hamil. Sehingga suami
bisa mengikuti kontarsepsi mantap (Handayani, 2010).
2. Sosial ekonomi
Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk Indonesia
akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia.
Kemajuan program KB, tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena
berkaitan dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan.
Contoh: keluarga dengan penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program
KB dari pada keluarga yang tidak mampu, karena bagi keluarga yang kurang mampu
KB bukan merupakan kebutuhan pokok. Dengan suksesnya program KB maka
perekonomiaan suatu negara akan lebih baik karena dengan anggota keluarga yang
sedikit kebutuhan dapat lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat terjamin.
1) Biaya langsung
Walaupun pengelola program dan para pembuat keputusan sering
mempertimbangkan biaya kontrasepsi berdasarkan biaya penyediaan suatu
metode per tahun, pemakai individual lebih memperhatikan keterbatasan
anggaran harian mereka sendiri.
2) Biaya lain
Hal yang mungkin lebih penting dari pada biaya ekonomi langsung untuk
dengan menggunakan kontrasepsi, termasuk waktu yang tersita untuk mengambil
kontrasepsi, biaya transportasi, dan biaya psikologis (Sulistyawati, 2011).
3. Jumlah anak
Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak
dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan
jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak masyarakat di
desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki. Dari
Penelitian Mohamad Koesnoe tahun 2001 di daerah Tengger, petani yang
mempunyai tanah luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja.
Studi lain yang dilakukan oleh proyek VOC (Value Of Children) menemukan bahwa
keluarga-keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai
anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan
rasa aman bagi keluarganya (Radita, 2009).
Preferensi jenis kelamin anak. Mayoritas budaya masyarakat di dunia ini
memang menunjukkan kecenderungan untuk lebih menyenangi kelahiran anak
laki-laki, dibandingkan kelahiran anak perempuan. Preferensi jenis kelamin laki-laki
terutama terjadi di kalangan budaya orang-orang Islam, Cina, India, dan di
Indonesia, budaya ini ditemukan di masyarakat Batak, dan Bali. Preferensi anak
laki-laki, nampaknya menjadi hambatan untuk mewujudkan cita-cita dua anak harus
dianggap ideal dan juga untuk mengurangi tingkat fertilitas di China modern.
Kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak laki-laki
keluarga mempunyai anak banyak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan
anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya
dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak
perempuan. Disinilah norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak
menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan (Radita, 2009).
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan
Keluarga Berencana tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi
memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang
berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan
keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang
terkait dengan sebagai metode kontrasepsi.
Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku
masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan.
Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah
karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan
menekan adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan
agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat melanjutkan cita-cita
keluarga, berguna bagi masyarakat dan negara. Untuk sampai pada cita-cita tersebut
tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin
bekerja, dan apakah mungkin menciptakan anak berkualitas di tengah kondisi
keuangan atau pendapatan yang terbatas.
Purwoko (2000) dalam Notoadmojo (2010), mengemukakan pendidikan
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap
tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif
dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. Ia juga lebih dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial. Secara langsung maupun
tidak langsung dalam hal Keluarga Berencana (KB). Karena pengetahuan KB secara
umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan,
pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan suami istri memandang
anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan KB, sehingga semakin
meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan
menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.
5. Agama
Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam
memilih metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan
kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin islam pengklaim bahwa
sterilisasi dilarang sedangkan sebagaian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam
tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita berpendapat
hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang sembahyang.
Dan sebagian masyarakat wanita hindu dilarang mempersiapkan makanan selama
haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. KB bukan
hanya masalah demografi dan klinis tetapi juga mempunyai dimensi
sosial-budaya dan agama, khususnya perubahan sistim nilai dan norma masyarakat
(Handayani, 2010).
Program KB juga telah memperoleh dukungan dari Departemen Agama
Republik Indonesia. Hal ini terlihat dengan penandatanganan bersama Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Memorandum of Understanding
(MoU) Nomor 1 Tahun 2007 dan Nomor: 36/HK.101/F1/2007 tentang Advokasi,
Komunikasi, Informasi dan Edukasi Program KB Nasional melalui Peran Lembaga
Keagamaan, pada 9 Februari 2007, yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2009.
Dalam Islam tetap ada orang atau kelompok yang tidak mendukung KB . Alasanya
yang dikemukakan, antara lain AL Quran tidak membolehkan pemakaian alat
kontrasepsi yang dianggap sebaga membunuh bayi atau agama Islam menginginkan
agar Islam mempunyai umat yang besar dan kuat. Para ulama yang membolehkan KB
sepakat bahwa KB yang dibolehkan syariat adalah usaha pengaturan atau penjarangan
kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-istri
karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Jadi jelas
bahwa Islam membolehkan KB karena penting untuk menjaga kesehatan ibu dan
anak, menunjang program pembangunan kependudukan lainnya dan menjadi bagian
mendukung KB. Agama Hindu memandang bahwa setiap kelahiran harus membawa
manfaat. Untuk itu kelahiran harus diatur jaraknya dengan ber KB. Agama Buddha,
yang memandang setiap manusia pada dasarnya baik, tidak melarang umatnya
ber-KB demi kesejahteraan keluarga. Agama Kristen Protestan tidak melarang umatnya
ber-KB. Namun sedikit berbeda dengan agama Katolik yang memandang
kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan dalam pemahaman holistik sesuai
dengan kehendak Allah. Untuk mengatur kelahiran anak, suami-istri harus tetap
menghormati dan menaati moral Katolik. Gereja Katolik hanya menerima abstinensia
dan pantang berkala (hubungan seksual hanya dilakukan pada masa tidak subur dalam
siklus bulanan seorang wanita) sebagai metode keluarga berencana yang sesuai
dengan pandangan gereja dan menolak secara tegas metode KB lainnya (Proverawati,
2009).
6. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain,
didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2010).
Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak
inovasi. Roger (1974) dalam Notoadmodjo 2010 mengungkapkan bahwa sebelum
seseorang mengadopsi prilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) .
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai
timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik
secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin
diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin
diketahui (Notoatmodjo, 2010).
7. Sikap
Sikap menunujukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.
mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan
kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Sikap sering diperoleh
dengan orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau obyek lain. Sikap-sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan
tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Notoatmodjo, 2007) bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang stimulus atau obyek. Karena itulah adalah logis untuk mengharapkan
bahwa seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendesi perilaku terhadap
obyek. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak
maupun perasaan tidak mendukung pada obyek tertentu. Penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian Rani Susanti (2007) yang menyatakan bahwa sikap dari pasangan
usia subur mempengaruhi menggunakan dan memilih alat kontrasepsi.
8. Budaya
Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode
kontrasepsi. Faktor -faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai
berbagai metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi
mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari
bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka
dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan
metode. Sosial Budaya adalah suatu keadaan/kondisi yang diciptakan untuk
mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup semua bidang
9. Akses pelayanan KB
Menurut Wijono (1999) dalam Manuaba 2008, bahwa akses berarti bahwa
pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya,
organisasi atau hambatan bahasa. Keterjangkauan ini dimaksudkan agar pria dapat
memperoleh informasi yang memadai dan pelayanan KB yang memuaskan.
Keterjangkauan ini meliputi :
1) Keterjangkauan fisik
Keterjangkauan fisik dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah
menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria.
2) Keterjangkauan ekonomi
Keterjangkauan ekonomi ini dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat dijangkau
oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting bagi
klien. Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku
serta nilai yang akan diperoleh klien. Untuk itu dalam mengembangkan
pelayanan gratis atau subsidi perlu pertimbangan biaya pelayanan dan biaya
klien.
3) Keterjangkauan psikososial
Keterjangkauan psikososial ini dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan
partisipasi pria dalam KB secara sosila dan budaya oleh masyarakat, provider,
4) Keterjangkauan pengetahuan
Keterjangkauan pengetahuan ini dimaksudkan agar pria mengetahui tentang
pelayanan KB serta dimana mereka dapat memperoleh pelayanan tersebut dan
besarnya biaya untuk memperolehnya.
5) Keterjangkauan administrasi
Keterjangkauan administrasi dimaksudkan agar ketetapan administrasi medis
dan peraturan yang berlaku pada semua aspek pelayanan berlaku untuk pria dan
wanita. Selama ini dirasakan faktor aksesabilitas atau keterjangk kauan
pelayanan KB bagi pria masih sangat terbatas. Aksesabilitas informasi KB baik
media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), konseling yang tersedia,
informasi yang diberikan oleh petugas, tempat pelayanan yang ada masih bias
gender.
10. Kualitas pelayanan KB
Bruce (1990) dalam Manuaba (2008) menjelaskan bahwa terdapat enam
komponen dalam kualitas pelayanan, yaitu pilihan kontrasepsi, informasi yang
diberikan, kemampuan tehnikal, hubungan interpersonal, tidak lanjut atau
kesinambungan, kemudahan pelayanan. Dalam kerangka teorinya disebutkan pula
bahwa dampak dari kualitas pelayanan adalah pengetahuan klien, kepuasan klien,
kesehatan klien, penggunaan kontrasepsi penerimaan dan kelangsungannya. Enam
elemen kualitas pelayanan di atas saling berkaitan antara yang satu dengan unsur
yang lainnya. Keterkaitan ini dipengaruhi oleh faktor latar belakang yang sama, yaitu
pengelola, pelaksana, dan klien dapat diidentifikasi untuk dapat memberikan
penilaian pada setiap elemen tersebut dapat membahas untuk konsep dan indikator
kualitas pelayanan KB. Kualitas yang diterima oleh klien menjadi fokus pokok untuk
menilai kualitas pelayanan.
Suatu tempat pelayanan agar menyediakan pelayanan kontrasepsi yang
beragam baik untuk pelayanan pria maupun wanita. Hal ini dimaksudkan agar klien
mempunyai pilihan metode kontrasepsi yang tersedia untuk pria dan wanita.
Peraturan dan sistem logistik perlu diperkuat untuk menjamin ketersediaan
kontrasepsi yang terus menerus. Keanekaragaman metode yang tersedia merupakan
jaminan bahwa program tidak hanya mempromosikan suatu metode tertentu bagi
klien. Pilihan kontrasepsi meliputi tersedianya pelbagai metoda kontrasepsi yang
sesuai untuk pelbagai golongan klien menurut umur, paritas, status laktasi, keadaan
kesehatan, keadaan ekonomi, kebutuhan, jumlah anak yang diinginkan dan lain - lain.
Penyiapan berbagai ragam kontrasepsi sehingga klien dapat memilih cara
atau alat atau metode yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan klien
merupakan hal yang sangat menjadi perhatian pemerintah dalam rangka mewujudkan
pelayanan KB yang berkualitas. Dengan pertimbangan itu, pemerintah melalui
program KB Nasional menentukan kebijakan pelayanan kontrasepsi yang ditujukan
kepada istri dapat dikatakan sudah memenuhi kafetaria sistem karena telah tersedia
berbagai macam metode KB. Tetapi untuk kontrasepsi pria ternyata tidak demikian,
jenis kontrasepsi pria yang tersedia hanya ada dua macam, yaitu kondom dan
merek kondom dan telah dikembangkan beberapa teknik vasektomi yang relatif lebih
baik, namun belum dapat dikatakan sudah menganut sistem kafetaria (Proverawati,
2009).
11. Dukungan dari suami dan keluarga
Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang dipandang oleh
anggota sebagai suatu yang dapat bermanfaat. Keluarga adalah dua orang atau lebih
yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang
mengidentifikasi sebagai bagian dari keluarga (Friedmen,1998).
Menurut Friedmen(1998) dalam Notoadmodjo (2008) dukungan keluarga
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku positif. Peran
dukungan keluarga sendiri terbagi menjadi peran formal yaitu peran yang tampak
jelas, bersifat eksplisit misalnya peran suami dan peran informasi seperti bantuan
langsung dari keluarga.
Dukungan keluarga mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh
anggota keluarga. Dukungan keluarga (suami/ istri) memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Baik kelurga ini maupun keluarga besar berfungsi sebagai system pendukung bagi
anggota anggotanya.
Dukungan sosial keluarga dapat berupa :
a) Dukungan sosial keluarga internal : seperti dukungan dari suami, istri /
b) Dukungan sosial keluarga eksternal, yaitu dukungan keluarga eksternal bagi
keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga).Baik keluarga inti maupun
keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi angota-anggotanya.
2.4. Teori Perilaku Kesehatan
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan
atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.
Banyak teori tentang perilaku Betrand dan Teori Lawrence W. Green.
Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Lawrence Green (1980
dalam Notoatmodjo 2010), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
a. Faktor Predisposisi ( predisposing factors )
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya
perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu pengetahuan,
sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap
perilaku tertentu, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan
status ekonomi.
b. Faktor Pendukung (enabling factors)
Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung untuk terjadinya perilaku
tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ketersediaan sumber daya
kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen
c. Faktor Pendorong (reinforcing factors)
Faktor pendorong atau penguat adalah faktor yang memperkuat atau kadang
memperlunak untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini
adalah pendapat, dukungan pasangan dan keluarga. Kritik baik dari teman sekerja,
tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan sendiri
jugaberpengaruh meskipun tidak sebesar pengaruh dari suami dan keluarga
(Notoadmojo, 2010).
2.5.1. Pengertian 2.5. Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas
prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel
yang banyak menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah
menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar
informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel) (Supranto, 2010).
Analisi faktor merupakan salah satu tekhnik analisis statistik multivariat,
dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara seksama bersama pada
semua variabel tanpa membedakan variabel tergantung dan variabel bebas atau
disebut sebagai metode antar ketergantungan(indenpedence metode) tersebut. Proses
analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara variabel yang saling
yang lebih sedikit jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik
selanjutnya (Wibowo, A. 2006).
Tujuan yang penting dari analisis faktor adalah menyederhanakan hubungan
yang beragam dan kompleks pada beberapa variabel yang diamati dengan
menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan pada suatu struktur data
baru yang mempunyai beberapa faktor yang lebih kecil. Analisis faktor yang
dipergunakan didalam situasi sebagai berikut (Supranto, 2010):
a. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlyping
dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.
b. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi
(independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set
variabel asli yang saling berkorelasi didalam analisis multivariate selanjutnya,
misalnya analisis regresi berganda dan analisis diskriminan.
c. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set
variabel yang jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariate
selanjutnya.
2.5.2. Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan
Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi linear berganda,
yaitu setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang
mendasari (underlying factors) (Supranto, 2010).
Jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel
yang diuraikan dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya
ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel. Faktor yang unik tidak
berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan
common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
variabel-variabel yang terlihat/terobservasi hasil penelitian lapangan.
2.5.3 Model Matematik dalam Analisis Faktor
Didalam model analisis faktor, kompenen hipotesis diturunkan dari hubungan
antara variabel teramati. Model analisis faktor mensyaratkan bahwa hubungan antara
variabel teramati harus linier dan nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya
benar-benar harus ada hubungan. Komponen hipotesis yang diturunkan harus memiliki sifat
sebagai berikut :
1. Komponen hipotesis tersebut diberi nama faktor.
Tidak ada faktor yang menjadi kombinasi linier dari faktor lain sebab
faktor-faktor tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bebas satu sama lain.
2. Variabel komponen hipotesis yang disebut faktor bisa dikelompokkan menjadi
dua yaitu : common factors and unique factors.
Common factor mempunyai lebih dari satu variabel dengan timbangan yang
bukan nol nilainya. Suatu faktor unik hanya mempunyai satu variabel dengan
timbangan yang tidak nol terkait dengan faktor. Jadi hanya satu variabel yang
3. Common factor selalu dianggap tidak berkorelasi dengan faktor unik.
Faktor unik biasanya juga dianggap saling tidak berkorelasi, akan tetapi common
factor mungkin atau tidak mungkin berkorelasi satu sama lainnya.
4. Umumnya dianggap bahwa jumlah common factor lebih sedikit dari jumlah
variabel asli. Akan tetapi banyaknya faktor unik biasanya dianggap sama dengan
banyaknya variabel asli (Supranto, 2010).
2.5.4 Mekanisme Analisis Faktor
Langkah-langkah analisis faktor menurut Supranto (2010), yang diperlukan
didalam analisis faktor bisa dilihat pada gambar dibawah ini :
2.5.4.1. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah meliputi beberapa hal :
a. Tujuan analisis faktor harus diidentifikasi
b. Variabel yang akan dipergunakan didalam analisis faktor dispesifikasi
berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti
c. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval dan rasio
d. Banyaknya elemen sampel (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar,
kalau k banyaknya jenis variabel maka n = 4 atau 5 kali k. Artinya kalau variabel
5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sampel acak (Supranto, 2010).
2.5.4.2 Bentuk Matriks Korelasi
Matriks korelasi merupakan matriks yang memuat koefisien korelasi dari
semua pasangan variabel dalam penelitian. Jadi, matriks ini digunakan untuk
digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuain dengan nilai
korelasi yang diperoleh dari analisis faktor.
Analisis faktor yang baik memiliki nilai korelasi tinggi (rata-rata lebih besar
dari |0.3| ). Dalam hal ini, determinan matriks yang mendekati nol menunjukkan nilai
korelasi tinggi.
Selanjutnya perlu diuji apakah matriks korelasi ini merupakan matriks
identitas atau bukan karena matriks identitas tidak dapat digunakan untuk analisis
berikut. metode yang biasa dilakukan adalah metode Barlett Test of Spherecity.
Kemudian perlu ditentukan niali koefisien korelasi parsial, yaitu estimasi antar faktor
unik yang nilainya harus mendekati nol untuk memenuhi asumsi analisis faktor.
Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor, digunakan metode
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah indek pembanding besarnya koefisien
korelasi observasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Jika nilai kuadrat
koefisien korelasi parsial dari semua pasangan variabel lebih kecil dari pada jumlah
kuadrat korelasi parsial, maka harga KMO akan mendekati satu, yang menunjukkan
kesesuain penggunaan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974) dalam Wibowo (2006):
a. Harga KMO sebesar 0,9 adalah sangat memuaskan.
b. Harga KMO sebesar 0,8 adalah memuaskan.
c. Harga KMO sebesar 0,7 adalah harga menengah.
d. Harga KMO sebesar 0,6 adalah cukup.
e. Harga KMO sebesar 0,5adalah kurang memuaskan.
Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel telah memadai atau
tidak, digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Nilai MSA
yang rendah merupakan pertimbangan untuk membuang variabel tersebut pada tahap
analisis selanjutnya. Sering kali karena jumlah data yang banyak perhitungan KMO
dan MSA hanya dimungkinkan dengan bantuan komputer (Wibisono, 2003)
2.5.4.3 Menentukan Metode Analisis Faktor
1. Setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan teknik yang tepat untuk
menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih
metode yang tepat untuk analisis faktor. Ada dua cara atau metode yang bisa
dipergunakan dalam analisis faktor , khususnya untuk menghitung koefisien skor
faktor, yaitu analisis komponen utama (Principal Component Analysis) dan
analisis faktor umum (Common Factor Analysis).
2. Principal Component Analysis merupakan teknik reduksi data yang bertujuan
untuk membentuk suatu kombinasi linier dari variabel awal dengan
memperhitungkan sebanyak mungkin jumlah variabel awal tersebut.
3. Common Factor Analysis merupakan medel faktor yang digunakan untuk
mengidentifikasikan sejumlah dimensi dalam faktor yang tidak mudah untuk
dikenali. Tujuan utamanya adalah mengidentifikasikan dimensi laten yang
direpresentasikan dalam himpunan variabel asal (Wibisono, 2003).
2.5.4.4 Rotasi Faktor-faktor
1. Suatu hasil atau output yang penting dari analisis faktor ialah apa yang disebut
mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor.
Koefisien-koefisien ini yang disebut muatan faktor, mewakili korelasi antar-faktor dan
variabel. Suatu koefisien dengan nilai absolut/mutlak yang besar menunjukkan
bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat. Koefisien dari matriks faktor
bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan faktor .
2. Meskipun matriks faktor awal yang belum dirotasi menunjukkan hubungan antar
faktor masing-masing variabel, jarang menghasilkan faktor yang bisa
diinterpretasikan (diambil kesimpulannya), oleh karena faktor-faktor tersebut
berkorelasi atau terkait dengan banyak variabel (lebih dari satu).
3. Didalam melakukan rotasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor
mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signifikan untuk
beberapa variabel saja. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap
variabel mempunyai muatan yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa
faktor saja, kalau mungkin dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa
faktor mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk
membuat interpretasi tentang faktor tersebut. Akan tetapi persentase varian
sebagai sumbangan setiap faktor terhadap seluruh varian mengalami perubahan.
2.5.4.5 Interpretasi Faktor
1. Interpretasi dipermudah dengan mengindentifikasi variabel yang muatannya
besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan,
dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi padanya. Manfaat
variabel, dengan menggunakan factor loading sebagai sumbu koordinat (sumbu
F1 dan F2
2. Variabel pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel yang mempunyai high
loading hanya pada faktor tertentu (faktor F ).
1 atau F2) oleh karena itu bisa
menyimpulkan bahwa faktor tersebut terdiri dari variabel-variabel tersebut.
Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu F1 dan F2
3. Variabel yang tidak dekat dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi
dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa diberi label sebagai
faktor tidak terdefenisikan atau faktor umum. Variabe-variabel yang berkorelasi
kuat (nilai factor loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan
inspirasi nama faktor yang bersangkutan.
)
mempunyai muatan rendah (low loading) pada kedua faktor.
2.5.4.6 Menghitung Skor atau Nilai Faktor
Nilai faktor adalah ukuran yang mengatakan representasi suatu variabel oleh
masing-masing faktor. Nilai faktor menunjukkan bahwa suatu data memiliki
karakteristik khusus yang direpresentasikan oleh faktor. Nilai faktor ini selanjutnya
digunakan untuk analisis lanjutan.
Nilai faktor menunjukkan kedekatan hubungan antara variabel dan faktornya.
Faktor dengan nilai faktor tinggi untuk suatu variabel menunjukkan tingginya
hubungan faktor itu dengan variabelnya.
Sebenarnya analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor
yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari
variabel aslinya.
Namun kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang bebas
satu sama lain, yang disebut faktor untuk dipergunakan dalam analisis multivariat
lainnya seperti analisis regresi linier berganda, maka perlu dihitung skor/nilai faktor
bagi setiap responden.
2.5.4.7 Memilih Surrogate Variables
Surrogate variable adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk
digunakan di dalam analisis selanjutnya. Pemilihan surrogate variables meliputi
sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan di dalam analisis
selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan
menginterpretasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor faktor.
Dengan meneliti matriks faktor..
Variabel tersebut kemudian bisa dipergunakan sebagai variabel pengganti atau
surrogate variable untuk faktor yang bersangkutan. Proses untuk mencari variabel
pengganti akan berjalan lancar kalau muatan faktor (factor loading) untuk suatu
variabel jelas-jelas lebih tinggi daripada muatan faktor lainnya. Akan tetapi pilihan
menjadi susah, kalau ada dua variabel atau lebih mempunyai muatan yang sama
tingginya. Di dalam hal seperti ini, pemilihan antara variabel-variabel ini harus
didasarkan pada pertimbangan teori dan pengukuran sebagai contoh, mungkin teori
menyarankan bahwa suatu variabel dengan muatan sedikit lebih kecil mungkin lebih
Demikian juga halnya, kalau suatu variabel mempunyai muatan sedikit lebih
rendah akan tetapi telah diukur lebih teliti/akurat, seharusnya dipilih sebagai
surrogate variabel.
2.5.5 Proses Analisis Faktor
Secara garis besar tahapan pada analisis faktor adalah sebagai berikut :
1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena
analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka
seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan
terjadi pengelompokkan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah
dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis
faktor.
2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ‘ekstraksi’ variabel
tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor.
3. Faktor yang terbentuk, pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan
diantara faktor-faktor yang ada. Hal tersebut akan mengganggu analisis,
karena justru sebuah faktor harus berbeda secara nyata dengan faktor lain.
Untuk itu jika isi faktor diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk
memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda
dengan faktor lain.
4. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan
menamakan faktor yang ada. Kemudian beberapa langkah akhir juga perlu
2.6. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor - Faktor yang Memengaruhi dalam Memilih Kontrasepsi. Modifikasi dari Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010).
Faktor predisposisi :
Pengetahuan tentang KB
Sikap terhadap KB
Keyakinan
Jumlah anak/nilai anak dan keinginan memilikinya
persepsi terhadap KB faktor demografi (umur, pendidikan, jumlah anak, sosial budaya terhadap KB pendapatan)
Faktor pemungkin :
Akses pelayanan KB
Kualitas pelayanan KB
Faktor penguat :
sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan agama
sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan
Pemanfaatan pelayanan Permintaan KB
Variabel intermediate lain
2.7. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Umur
Sosial ekonomi Jumlah anak Lama pendidikan Nilai Agama
Pengetahuan tentang KB Sikap Tentang KB Sosial budaya Akses pelayanan Kualitas pelayanan Dukungan istri Dukungan keluarga