• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJ"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

DR. Wahiduddin Adams, SH., MA**

Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari

bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh wilayah Nusantara. Komunitas

tersebut telah melahirkan Masyarakat Hukum Adat dengan hak yang dimilikinya.

Keberadaan Masyarakat Hukum Adat telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan

Republik Indonesia terbentuk dan secara faktual telah mendapat pengakuan pada

era Pemerintah Kolonial Belanda. Oleh karena itu Para pendiri negara telah

menyadari realitas tersebut sebagai landasan bagi pembangunan bangsa Indonesia.

Atas dasar itulah mereka merumuskan bahwa negara Indonesia terdiri dari

Zelfbesturende landschappen dan Volksgemeenschappen di dalam UUD 1945

(sebelum amandemen) yang dinyatakan dalam Pasal 18 UUD 1945 yaitu

“Pembagian Daerah atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan

mengingat dasar permusyawaratan dalam sidang Pemerintahan Negara dan

hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat Istimewa”.

Secara normatif, beberapa peraturan perundang-undangan telah

mengamanatkan adanya pengakuan dan perlindungan untuk Masyarakat Hukum

Adat, meskipun implementasinya belum seperti yang diharapkan. Beberapa undang-

undang tersebut adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah; Undang--Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam perkembangannya, pengakuan dan perlindungan yang diberikan

oleh negara terhadap hak Masyarakat Hukum Adat mengalami degradasi. Berbagai

kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan orientasi pertumbuhan ekonomi

dan modernisasi menjadi salah satu faktor, terpinggirkannya hak Masyarakat

Hukum adat. Masyarakat Hukum Adat dengan berbagai keterbatasannya tersingkir

Makalah disampaikan Pada Lokakarya Nasional tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

35/PUU-X/2012, tanggal 30 Agustus 2013 di Jakarta. **

(2)

dari hutan dan hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan mereka serta

terjadi benturan (sengketa) atas obyek tertentu atas tanah seperti hak atas tanah

adat. Benturan (sengketa) tersebut dapat terjadi antara masyarakat adat dengan

pemerintah, antar masyarakat adat itu sendiri atau dengan pihak swasta.

Saat ini telah ada RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum

Adat yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut diatas.

RUU tersebut merupakan inisiatif DPR dan Pemerintah sedang dalam tahap

menyusun Daftar Inventarisasi Masalah. Beberapa hal yang diatur dalam RUU

tersebut adalah mengenai mekanisme penyelesaian konflik serta hak dan kewajiban

Masyarakat Hukum Adat. Adapun sikap Pemerintah mengenai hal-hal tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Dalam RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat terdapat

beberapa mekanisme penyelesaian sengketa, dimana RUU tersebut

menyatakan bila dalam masyarakat hukum adat terdapat sengketa maka hal

tersebut dapat diselesaikan melalui lembaga adat dan/atau peradilan adat

(peradilan adat dalam hal ini dapat berjenjang dari peradilan adat tingkat

kabupaten/kota sampai dengan tingkat provinsi seperti mahkamah tinggi adat),

dimana lembaga adat mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa

masyarakat hukum adat. Namun demikian menurut Pemerintah peradilan

adat tidak berwenang mengadili tindak pidana. Semua tindak pidana harus

tetap diadili di Peradilan Umum. Terkait dengan sengketa yang melibatkan

masyarakat hukum adat yaitu:

a. Sengketa internal

Dalam sengketa internal dapat diselesaikan melalui lembaga adat, namun

apabila terdapat keberatan terhadap putusan lembaga adat maka sengketa

diselesaikan melalui peradilan adat. Hasil putusan dari peradilan adat atas

sengketa tersebut bersifat final dan mengikat.

b. Sengketa antar masyarakat hukum adat

Terhadap sengketa antar masyarakat hukum adat maka penyelesaian

sengketa tersebut adalah melalui musyawarahantar lembaga adat. Namun

(3)

maka jalan yang dapat ditempuh adalah melalui peradilan adat. Terhadap

putusan peradilan adat tersebut apabila terdapat keberatan maka dapat

diselesaikan di tingkat Peradilan Umum.

c. Sengketa antara masyarakat hukum adat dan pihak lain.

Dalam sengketa ini maka diselesaikan melalui peradilan adat, bila terdapat

keberatan terhadap putusan peradilan adat maka sengketa dapat

diselesaikan ditingkat Peradilan Umum.

Saat ini telah diundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang

Penanganan Konflik Sosial yang mengatur secara umum bagaimana

penanganan terhadap konflik sosial yang di dalamnya termasuk sengketa yang

berkaitan dengan Masyarakat Hukum Adat . Dalam UU Penanganan Konflik

Sosial diantaranya menyatakan bahwa konflik bersumber dari (Pasal 5):

a. permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;

b. perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku,

dan antaretnis;

c. sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;

d. sengketa sumber daya alam antar masyarakat dan/atau antar masyarakat

dengan pelaku usaha; atau

e. distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.

Maka, apabila dalam masalah sengketa yang melibatkan masyarakat hukum

adat yang menimbulkan konflik, Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial

dapat diterapkan.

2. Pembagian keadilan dalam rangka meminimalisir konflik.

Hal tersebut telah diatur Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial yaitu

dalam Pasal 6 ayat (1) Jo. Pasal 7 yang menyatakan bahwa konflik dapat

dicegah melalui:

a. memelihara kondisi damai dalam masyarakat, yang dilakukan dengan:

 mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;

 menghormati perbedaan suku, bahasa, dan adat istiadat orang lain;

(4)

 mengakui persamaan derajat serta persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membedakan suku, keturunan, agama,

kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan warna kulit;

 mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar kebhinneka-tunggal-ikaan; dan/atau

 menghargai pendapat dan kebebasan orang lain.

b. mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai;

c. meredam potensi Konflik; dan

d. membangun sistem peringatan dini.

Selain itu, dari pihak Pemerintah berdasarkan Pasal 9 UU Penanganan Konflik

Sosial berkewajiban meredam potensi Konflik dalam masyarakat dengan:

a. melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang

memperhatikan aspirasi masyarakat;

b. menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik;

c. melakukan program perdamaian di daerah potensi Konflik;

d. mengintensifkan dialog antarkelompok masyarakat;

e. menegakkan hukum tanpa diskriminasi;

f. membangun karakter bangsa;

g. melestarikan nilai Pancasila dan kearifan lokal; dan

h. menyelenggarakan musyawarah dengan kelompok masyarakat untuk

membangun kemitraan dengan pelaku usaha di daerah setempat.

3. Pengaturan untuk memenuhi keadilan terhadap masyarakat hukum adat

maka dapat dilakukan dengan cara:

a. Membuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mencerminkan

keadilan, demokrasi, dan berkelanjutanfungsi dan manfaat sumber daya

alam.

b. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus bersifat spesifik lokal dan

disesuaikan dengan kondisi ekosistem dan sosial budaya masyarakat adat

setempat.

c. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam tidak berorientasi pada eksploitasi,

(5)

d. Memberi ruang lingkup bagi kebudayaan lokal termasuk kearifan lingkungan

lokal, kemajemukan hukum yang secara nyata idup dan berkembang dalam

masyarakat.

e. Mengakui akses dan keberadaan hak-hak masyarakat adat atas penguasaan

dan pemanfaatan sumber daya alam lokal.

4. Hak dan Kewajiban Masyarakat Hukum Adat.

a. Hak masyarakat Hukum adat adalah :

 Hak atas tanah ulayat, wilayah adat, dan sumber daya alam.

Masyarakat hukum adat dalam hal ini memiliki hak pengelolaan wilayah

hukum adat, serta memanfaatkan segala potensi sumberdaya alam yang

ada di wilayah hukum adat tersebut, dengan tetap menjaga

kelestariannya. Selain itu, masyarakat hukum adat juga memiliki hak

untuk mendapatkan restitusi dan kompensasi atas Tanah Ulayat,

perairan, Wilayah Hukum Adat, dan sumber daya alam yang dimiliki

secara turun temurun yang diambil alih, dikuasai, digunakan atau dirusak

tanpa persetujuan dari Masyarakat Hukum Adat.

 Hak atas pembangunan

Dalam hal ini masyarakat hukum adat memiliki hak untuk mendapat

layanan pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan

politik. dari pemerintah/ pemerintah daerah.

Masyarakat hukum adat juga memiliki hak untuk terlibat secara penuh

dalam program pembangunan Pemerintah diwilayah hukum adatnya

sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan di

wilayah hukum adat yang bersangkutan. Mereka juga dapat menyatakan

keberatan atas bentuk pembangunan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan dan kebudayaan di wilayah hukum adat yang bersangkutan.

 Hak atas spiritualitas dan kebudayaan.

Masyarakat hukum adat mempunyai hak untuk menganut dan

melaksanakan sistem kepercayaan dan ritual yang diwarisi oleh leluhur

mereka, dan mereka berhak untuk melestarikan dan mengembangkan

(6)

spiritualitas dan kebudayaan, masyarakat hukum adat juga berhak untuk

menjaga, mengendalikan, melindungi, dan mengembangkan

pengetahuan tradisional serta kekayaan intelektual mereka.

 Hak atas lingkungan hidup

Terhadap hak atas lingkungan hidup, masyarakat hukum adat berhak

atas perlindungan lingkungan hidup, yaitu hak dalam bentuk hak

mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses atas informasi dan

partisipasi yang luas terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan

hidup sesuai dengan kearifan lokal. Kemudian masyarakat hukum adat

juga memiliki hak atas pemulihan lingkungan hidup di wilayah adat yang

mengalami kerusakan.

 Hak untuk menjalankan hukum dan peradilan adat

Dalam hal ini masyarakat hukum adat memiliki hak untuk menjalankan

hukum dan peradilan adat dalam rangka penyelesaian sengketa terkait

dengan hak-hak adat dan pelanggaran atas hukum adat.

b. Kewajiban Masyarakat Hukum Adat adalah :

 Berpertisipasi dalam setiap proses pembangunan.

 Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budayanya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Melaksanakan toleransi antar masyarakat hukum adat.

 Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Bekerjasama dalam proses identifikasi dan verifikasi masyarakat hukum adat.

 Menjaga kelestarian lingkungan hidup wilayah adat.

(7)

Kesimpulan

1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Indonesia sangat

penting untuk diatur. Hal ini untuk menghindari kehidupan masyarakat adat agar

tidak semakin terdiskriminasi dan termarjinalkan, tetapi juga berkesesuaian

dengan hukum nasional, dan juga hukum internasional dan Hak Asasi Manusia.

2. Perlu adanya UU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat

yaitu rangka upaya mencegah fenomena disintegrasi bangsa, juga mendorong

masyarakat adat yang selama ini termarjinalkan, dapat mengangkat kualitas

Referensi

Dokumen terkait

Keterangan: *) Siginifikansi nyata taraf kepercayaan 95% Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan motivasi petani menanam mangrove adalah pengalaman, pen- didikan

Kompleksitas pekerjaan serta frekuensi transaksi yang tinggi membuat manajemen perlu mengetahui tingkat efektivitas Sistem Informasi Akuntansi berbasis komputer

Kedua adalah ketika terdapat sekelompok komuniti Muslim yang diperangi oleh orang-orang atau negara kafir seperti firman Allah dalam surah al-Anfal: 72 yang bermaksud:.. 7

a) Disusun secara alfabetis, jika huruf awal sama maka huruf kedua dari nama penulis itu menjadi dasar urutan demikian seterusnya. b) Nama penulis, dengan cara menuliskan

Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian.. Institut

Dari hasil survai yang dilakukan pada 35 perusahaan yang mengikuti bursa kerja yaitu untuk sebaran jenis pekerjaan yang ditawarkan perusahaan di dominasi dengan urutan

Menurut Turan dalam buku Vernacular Architecture (Wiranto, 1999), arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir

Sempat lolos ajang PIMNAS di Kendari pada tahun lalu, Dedy merasa banyak pelajaran yang bisa diterapkan untuk bisa lolos bersama saudara kembar dan rekan-rekannya di ajang PIMNAS