• Tidak ada hasil yang ditemukan

asuhan keperawatan trauma capitis docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "asuhan keperawatan trauma capitis docx"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.

Cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non-degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.

Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita.

Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui defenisi Cidera Kepala

2. Untuk mengetahui etiologi Cidera Kepala 3. Untuk mengetahui klasifikasi Cidera Kepala 4. Untuk mengetahui patofisiologi Cidera Kepala 5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Cidera Kepala

6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Cidera Kepala

8. Untuk mengetahui komplikasi Cidera Kepala

9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala

(2)

A. Definisi dan Klasifikasi 1. Defenisi

- Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth, 2002 )

- Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

- Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak (black, 2005)

- Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

2. Klasifikasi

a. Menurut Jenis Cedera

1. Cedera Kepala terbuka

Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak

(3)

Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas

b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

1. Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

 GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

 Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

 Tak ada fraktur tengkorak

 Tak ada contusio serebral (hematom)

 Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

 Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

 Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

 Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

2. Cedera kepala sedang

 GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

 Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

 Dapat mengalami fraktur tengkorak

(4)

 Muntah

 Kejang

3 Cedera kepala berat

 GCS 3-8 (koma)

 Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

 Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

 Tanda neurologist fokal

 Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

d. Menurut patofisiologi

1. Cedera kepala primer

 Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

 Pada cedera primer dapat terjadi :

 Gegar kepala ringan

 Memar otak

 Laserasi

(5)

 Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

 Hipotensi sistemik

 Hipoksia

 Hiperkapnea

 Udema otak

 Komplikasi pernapasan

 Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

B. Etiologi

Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.

2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.

Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada : a. Lokasi

b. Kekuatan

c. Fraktur infeksi/ kompresi

(6)

e. Delarasi dan deselarasi Mekanisme cedera kepala:

1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.

2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.

3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

C. Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut : 1. Gangguan kesadaran

2. Konfusi

3. Abnormalitas pupil

4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis 5. Perubahan TTV

6. Gangguan pergerakan

7. Gangguan penglihatan dan pendengaran 8. Disfungsi sensori

14. Mual dan muntah 15. Pusing kepala 16. Terdapat hematoma 17. Kecemasan

18. Sukar untuk dibangunkan

19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

D. Patofisiologi

(7)

peningkatan aliran darah serebral juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah.

Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK.

Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan kemungkinan herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien dengan lesi intra kranial setelah mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan cedera kepala bera, peningkatan TIK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian.

Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada otak yang dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar otak, diserbtai vasodilatasi dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang dapat menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah serebral, iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut dan terjadi kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

(8)

1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

2. MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif 3. Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan

jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. 4. Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil 7. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. 9. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)

jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.

10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

2. Riwayat keperawatan

a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu. b. Riwayat kejadian cidera kepala

c. Penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang 3. Pemeriksaan fisik

a. Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan konjungtiva, rinorhea, otorhea, ekimosis periorbital, gangguan pendengaran.

b. Tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitive, gelisah, stupor, koma.

c. Saraf cranial : adanya anosmia, agnosea, kelemahan gerakan otot mata, vertigo. d. Kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrogat, gangguan bahasa

dan kemampuan matematika.

e. Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi. f. Jantung : disritmia jantung.

(9)

h. Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi, gangguan pendengaran, gangguan sensasi raba.

4. Test diagnostic

a. Radiologi : CT-Scan, MRI, ditemukan adanya edema serebri, hematoma serebral, herniasi otak.

b. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, Trombosit, dan Elektrolit. c. Pemeriksaan urine : penggunaan obat-obatan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak sekunder edema serebri, hematom.

2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.

3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan. 4. Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan

fungsi motorik, kejang.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi.

C. Rencana Keperawatan

(10)

10

Masalah Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan serebral

Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan aliran darah otak sekunder edema, serebri.

Ditandai dengan:

a. Penurunan kesadaran b. Perubahan tanda vital

c. Perubahan pola napas, bradikardia d. Nyeri kepala

e. Mual dan muntah f. Kelemahan motorik

g. Kerusakan pada nervus kranial III, IV,VI,VII,VIII h. Refleks patalogis

i. Perubahan nilai AGD

j. Hasil pemeriksaan CTScan adanya edema serebri, hematom. k. Pandangan kabur

Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensori

Pasien akan: mendemonstraskan tanda vital dan tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS 1. Tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik adanya perubahan neurologi

2. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata

2. Mengetahui fungsi N I,II dan III

3. Kaji refleks kornea dan refleks gag 3. Menurunnya refleks kornea dan dapat terjadi akibat edema otak. 5. Monitor tanda vital setiap 1 jam 5. Adanya perubahan tanda vital seperi

respirasi menunjukkan kerusakan pada batang otak

6. Observasi adanya edema periorbita ekimosis diatas osmatoid,rhinorrhea, otorrhea.

6. Indikasi adanya fraktur basilar

7. Pertahan kan kepala tempat tidur 30-45 derajat dengan posisi leher menekuk

7. Memfasilitasi drainasi vena dari otak

(11)

2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.

Masalah Keperawatan: Tidak efektifnya pola nafas

Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.

Ditandai dengan:

a. Pasien mengeluh sesak napas atau kesulitan bernapas b. Frekwensi pernapasan lebih dari 20 x / mt

1) Pasien dapat menunjukkan pola napas yang efektif: frekwensi < 20/ menit, irama dan keadaan normal.

2) Fungsi paru-paru normal: tidak volume > 7-10 ml/kg, vital capacity > 12-15 ml/kg. apnea,pernapasan cepat atau lambat kemungkinan adanya gangguan pada pusat pernapasan pada otak.

2. Auskultasi bunyi napas setiap 1-2 jam

2. Salah satu komplikasi cidera kepala adalah adanya gangguan pada paru-paru 3. Pertahankan kebersihan jalan

napas, suction jika perlu, berikan oksigen sebelum suction.

3. Mempertahankan adekuatnya suplai oksigen ke otak

4. Berikan posisi semifowler. 4. Memaksimalkan ekspansi paru

(12)

program

3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan

Masalah Keperawatan: Resiko deficit volume cairan

Kemungkinan desebabkan oleh: terapi diuretic, pembatasan cairan Ditandai oleh:

a. Adanya pembatasan cairan, b. Pengunaan obat-obat deuretik,

c. Terdapat tanda-tanda kurang cairan : haus, turgor kulit kurang, mata cekung, kulit kering, mukosa mulut kering,

d. Ht meningkat,

e. Urine lebih pekat, BJ urine meningkat dan produksi berkurang, f. Tekanan darah dibawah batas normal, nadi meningkat,

g. Intake dan output cairan tidak seimbang, h. Penurunan BB.

Tujuan:

a. Pasien dapat mempertahankan fungsi hemodinamik : tekanan darah systole dalam batas normal, denyut jantung teratur.

(13)

Intervensi Rasonal

1. Monitor intake dan output cairan.. 1. Mengetahui keseimbangan cairan, penanganan lebih dini. Jika output urine <30ml/jam, BJ urine > 1.025 indikasi kekurangan cairan.

3. Monitor hasil laboratorium, elektrolit, hemotokrit

2. Hemotokrit yang meningkat berarti cairan lebih pekat.

4. Monitor tanda-tanda dehidrasi : banyak minum, kulit kering,

turgor kulit kurang, kelemahan, berat badan yang menurun.

3. Indicator kekurangan cairan.

5. Berikan cairan pengganti melalui oral atau parenteral.

4. Mengganti cairan yang hilang.

4. Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.

Masalah Keperawatan: Resiko injuri

Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.

Ditandai dengan:

a. Kerusakan persepsi, orientasi pasien kurang, b. Kesadaran menurun,

(14)

Tujuan:

a. Injuri tidak terjadi, b. Kejang dapat dikontrol,

c. Orientasi dan persepsi pasien baik.

Intervensi Rasional

1. Sediakan alat-alat yang untuk penanganan kejang, misalnya obat-obatan, suction.

1. Aktivitas kejang dapat menimbulkan injuri / cidera.

6. Jaga kenyamanan lingkungan, tidak berisik.

2. Banyaknya stimulus meningkatkan rasa frustasi psien.

4. Tempatkan barabg-barang yang berbahaya tidak dekat dengan pasien seperti kaca, gelas, larutan antiseptic

3. Menghindari trauma akibat benda-benda disekelilingnya.

5. Gunakan tempat tidur dengan penghalang dan roda tempat tidur dalam keadaan terkunci.

4. Mencegah terjadinya trauma.

6. Jangan tinggalkan pasien sendirian dalam keadaan kejang.

5. Penanganan lebih cepat dan mencegah terjadinya trauma.

(15)

Masalah Kepearawatan: Gangguan mobilitas fisik Kemungkinan disebakan oleh:

a. Paresis / plegia. b. Pasien bedrest. c. Kontraktur. d. Atropi.

e. Kekuatan otot kurang normal. f. Ketidakmampuan melakukan ADL.

Tujuan:

a. Mempertahankan pergerakan sendi secara maksimal. b. Terbebas dari kontraktur, atropi.

c. Integritas kulit utuh. d. Kekuatan otot maksimal.

Intervensi Rasional

1. Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.

1. Mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik.

2. Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari.

2. Menentukan kemampuan mobilisasi.

3. Lakukan latihan ROM secara pasif setiap 4 jam

3. Mencegah terjadninya kontraktur.

(16)

5. Gunakan bed board, food board. 5. Mencegah kontraktur. 6. Koordinasikan aktifitas dengan ahli

fisioterapi.

6. Kolaborasi penanganan fisioterapi.

6. Observasi keadaan kulit seperti adanya kemerahan, lecet pada saat merubah posisi atau memandikan.

7. Mencegah secara dini terjadinya dekubitus.

8. Lakukan pemijatan / massage pada bagian tulang yang menonjol seperti pada koksigis, scapula, tumit, siku.

(17)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.

Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan kesadaran, konfusi, perubahan TTV, sakit kepala, vertigo, kejang, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, dan lain-lain.

Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai berikut: 1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak

sekunder edema serebri, hematom.

2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.

3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan. 4. Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan

fungsi motorik, kejang.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi.

Dianosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan, hal ini sesuai dengan kondisi klien saat itu.

B. Saran

Referensi

Dokumen terkait