• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA CAPITIS DERGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA CAPITIS DERGAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA I.Konsep Dasar Medis

A. Defenisi

Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosional, social maupun vokasional [ CITATION Jen12 \l 1033 ].

Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Trauma Capitis berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012 dalam [ CITATION Har12 \l 1033 ]).

B. Anatomi Fisiologi

Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh, dengan kisaran 1,2-1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan sangat penting untuk kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena itu, otak mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam dari semua keluaran jantung melewati otak dalam satu waktu, dan sekitar seperlima dari seluruh oksigen tubuh digunakan oleh otak ketika sedang beristirahat.

(2)

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2004. Dalam Yuvinitasari, 2016)

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Serebrum (Otak Besar)

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal

a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik.

(3)

gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus

oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal.

Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata

2. Cerebellum (Otak Kecil)

Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada dibelakang batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan.Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. (Ellis, 2006 dalam Yuvinitasari, 2016).

3. Batang Otak

Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.

Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

(4)

Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran. b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain

dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons.

c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla.

[ CITATION Moo07 \l 1033 ].

C. Klasifikasi

Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu :

1. Ringan

a. GCS = 13 – 15

b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. 2. Sedang

a. GCS = 9 – 12

b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

c. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Berat

a. GCS = 3 – 8

b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

(5)

Menurut, [ CITATION Bru01 \l 1033 ] cedera kepala ada 2 macam yaitu:

1. Cedera kepala terbuka

Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.

2. Cedera kepala tertutup

Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak.

Menurut [ CITATION Nua15 \l 1033 ] ada beberapa kondisi cedera kepala yang dapat terjadi yaitu :

1. Komosio serebri

Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi otak (pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.

2. Kontusio serebri

Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit) atau terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi dilobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada sebagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari , dapat berubah menjadi perdarahan intraserebral yag membutuhkan tindakan operasi.

3. Laserasi serebri

(6)

4. Epidural Hematom (EDH)

Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunana kesadaran dengan ketidaksamman neutrologis sisi kri dan kanan (Hemiparese/plegi, pupil anishokor, reflex patologis satu sisi). Gambaran CT Scan area hiperdens dengan bentuk biokonvek atau lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau < 1 cm midline shift > 5 mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.

5. Subdural Hematom (SDH)

Hematom dibawah lapisan durameter denga sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging Vein , a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-gejalanya adalah nyeri kepala, bingung, mengatuk, berfikir lambat, kejang dan udem pupil, dan secara klinis ditandai dengan penuruna kesadaran, disertai adanya laserasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambar hiperdens yang berupa bulan sabit (Cresent). Indikasi operasi jika perdaraha tebalnya >1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah > 5 mm.

6. Subarachnoid Hematom (SAH)

Merupakan perdarahan fokal di dareah subarachnoid gejala klinisnya menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens yang mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang berdekatan dengan hematom. Haya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan terapi operatif.

7. Intracerebral Hematom (ICH)

(7)

otak yang relative normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter > 3cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah. 8. Fraktur basii crania

Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital, sphenoid, ethmoid. Terbagi menjadi basis cranii anterior dan posterior. Pada fraktur anterior melibatakan tulang ethmoid dan sphenoid, sedangkan pada fraktur posterior melibatka tulang temporal, oksipital, dan beberapa bagian tulang sphenoid, tanda terdapat fraktur basis crania antara lain :

a. Ekimosisi periorbital (Rocoon’s eyes) b. Ekimosis mastoid (Battle’Sign)

c. Keluar darah beserta cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga (Rinore atau Otore)

d. Kelumpuhan nervus cranial.

[ CITATION Nua15 \l 1033 ] D. Patofisiologi

Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

(8)

merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai a`kibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).

Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).

E. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.

1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005).

(9)

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas. c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah

laku.

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau bahkan koma.

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.

b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat : untuk me ngetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injury.

2. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

(10)

4. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis 5. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang. 6. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil 7. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

9. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan TIK

10. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan TIK

11. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Anak diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik.

8. Pembedahan bila ada indikasi.

Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan dengan cara :

(11)

b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan prosedur berikut : pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl 0,9 %)/ larutan ringer rl dan larutan ini tidak menambah edema cerebri.

c. Lakukan CT Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan berat harus dievaluasi adanya:Hematoma epidural, Darah dalam subraknoid dan infra ventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan otak, Edema serebri,

d. Elevasi kepala 30o

e. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik intermitten dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg

f. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit g. Pasang kateter foley

h. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

H. Komplikasi

[ CITATION Ros07 \l 1033 ] mengatakan kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah:

1. Edema pulmonal

(12)

membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

2. Peningkatan TIK

Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.

3. Kejang

Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.

(13)

II.Konsep Dasar Keperawatan A. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi menjadi 2 yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi yaitu identitas yang melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya) misalnya Nama,Tanggal Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat, Status Perkawinan dan lain-lain termasuk.Sedangkan identitas sosial meliputi identitas yang menjelaskan tentang sosial,ekonomi dan budaya pasien misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas orang tua,identitas penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.

2. Pengkajian Primer (Primary Survey)

a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical - Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas

Sumbatan jalan napas total :

 Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis

 Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur

Sumbatan jalan napas parsial :  Tampak kesulitan bernapas  Retraksi supra sterna

 Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor - Distress pernapasan

- Kemungkinan fraktur cervical b. Breathing ( Pernapasan)

- Kaji frekuensi napas - Suara napas

- Adanya udara keluar dari jalan napas

(14)

c. Circulation (Sirkulasi)

- ada tidaknya denyut nadi karotis - Ada tidaknya tanda-tanda syok - Ada tidaknya perdarahan eksternal d. Disability (Tingkat Kesadaran)

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.  Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.  Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,

tetapi ada respon terhadap nyeri.

 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

(15)

Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi)

[ CITATION HIP14 \l 1033 ].

3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007): A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)

M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalanI pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat.

(16)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)

E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :

Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?

Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah

nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?

Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat

Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?

(17)

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Menurut (Wahyu Widagdo, 2008) disesuaikan dengan [ CITATION Her17 \l 1033 ] Dalam NANDA Internasional.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular, ketidakmampuan mengelurkan secret

2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan neurologis (Trauma Kepala) 3. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke

otak (Iskemia)

4. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik (trauma), peningkatan TIK 5. Resiko Infeksi

(18)

C. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Diagnosa Keperawatan Kelas : 2 Cedera Fisik Kode : 00031

Defenisi :

Ketidak mampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk memperthanakan bersihan jalan napas

Batasan Karakteristik :

 Batuk yang tidak efektif

 Dispneu

 Gelisah

 Kesulitan verbalisasi

 Mata terbuka lebar

 Ortopnea

 Penurunan bunyi napas

 Perubahnan frekuensi napas

 Perubahan pola napas

 Sianosis

 Sputum dalam jumlah yang berlebihan

 Suara napas tambahan

 Tidak ada batuk

Faktor yang berhubungan : Lingkungan :

 Benda asing dalam jalan napas

 Eksudat dalam alveoli

 Hyperplasia pada dinding bronchus

 Mucus berlebihan

 Penyakit paru obstruksi

NOC:

 Respiratory status : Ventilation

 Respiratory status : Airway patency

 Aspiration Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

…………..pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas fisioterapi dada jika perlu

(19)

kronis

 sekresi yang tertahan

 spasme jalan napas

Fisiologi :

 Asma

 Disfungsi neuromuscular

 Infeksi

 Jalan napas alergik

mengencerkan sekret

 Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas Diagnosa Keperawatan

(NANDA) Kriteria Hasil(NOC) Intervensi

(NIC)

Definisi: inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak member ventilasi Batasan Karakteristik:

Perubahan kedalaman pernapasan

Perubahan ekskursi dada

Mengambil posisi tiga titik

Bradipneu

Penurunan tekanan ekspirasi

Penurunan ventilasi semenit

Penurunan kapasitas vital

Dispneu

Peningkatan diameter anterior-posterior

Pernapasan cuping hidung

Ortopneu

Fase ekspirasi memenjang

Pernapasan bibir

Takipneu

Penggunaan otot

NOC:

- Respiratory status: ventilation

- Respiratory status: airway patency - Vital sign status Kriteria Hasil:

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih , tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2. Menunjukkan jalan

nafas yang paten 3. Tanda – tanda vital

dalam rentang normal

NIC:

Airway Management

1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya

pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu

5. Lakukan fisoterapi dada jika perlu 6. Keluarkan secret dengan batuk atau

suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara kassa

basah NaCl lembab 11. Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbanagn 12. Monitor respirasi dan status O2 Oxygen Therapy

1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi

4. Monitol aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi adanya tanda – tanda

hipoventilasi

7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan

darah

(20)

aksesorius untuk bernapas

Faktor yang berhubungan :

Gangguan neurologis (Trauma, kejang)

Nyeri

Cedera medulla spinalis

Disfungsi neuromuscular

Keltihan otot pernafasan

4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktifitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan irama

pernapasan 8. Monitor suara paru

9. Monitor pola pernapasan abnormal 10. Monitor suhu, waran dan

kelmbaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad 13. Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas Diagnosa Keperawatan

(NANDA) Kriteria Hasil(NOC) Intervensi

(NIC)

Penurunan sirkulasi jaringan otak yag dapat menganggu kesehatan

Batasan Karakteristik : (Nanda 2014)

 Gangguan status mental

 Perubahan perilaku

 Perubahan respon motorik

 Perubahan reaksi pupil

 Kesulitan menelan

 Kelemahan atau paralisis ekstrermitas

 Abnormalitas bicara

NOC :

Circulation status

Neurologic status

Tissue Prefusion : cerebral Setelah dilakukan asuhan selama………ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:

 Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

 Tidak ada ortostatikhipertensi

 Komunikasi jelas

 Menunjukkan konsentrasi dan orientasi

 Pupil seimbang dan reaktif

 Bebas dari aktivitas kejang

(21)

tergantung pada

Domain 12 : Kenyamanan Kelas 1 : Kenyamanan fisik Code : 00132

Defenisi :

Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat, dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi

Batasan Karakteristik :

 Diaphoresis

 Dilatasi pupil

 Ekspresi wajah nyeri

 Focus menyempit

 Keluhan tentang intensitas standar skala nyeri

 Keluhan tentang karakteristik nyeri

 Laporan tentang perilaku nyeri

 Perilaku distraksi

Faktor yang berhubungan :

 Agen cedera biologis

 Agen cedera fisik

 Agen cedera kimiawi

NOC :

 Pain Level,

 pain control,

 comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

 Mampu

mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri

 Mampu

mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

 Tanda vital dalam rentang normal

 Tidak

mengalami gangguan tidur

NIC :

 Lakukan

pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

 Kontrol

lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, farmakologi: napas dala, relaksasi, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur

(22)

sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Tabel 2.5 Nyeri Akut

Tabel 2.6 Intervensi Risiko Perdarahan Diagnosa Keperawatan Kelas 2 : Cedera fisik Code : 00206

Defenisi :

Rentan mengalami penurunan volume darah, yang dapat mengganggu kesehatan.

Faktor risko :

 Aneurisme

 Gangguan fungsi hati

 Gangguan GI perbahan kesadaran mengukur tanda – tanda vital

 Memonitor perubahan turgor, mukosa dan capillary refiil time

 Mengobservasi adanya tanda-tanda edema paru : dispneu

 Memonitor intake-output cairan setiap jam : pasang kateter dll.

 Mengoservasi balance cairan

 Mengawasi adanya edema perifer

 Mengobservasi adanya urine output < 30 ml/jam dan

 Mengontrol perdarahan dengan balut tekan

 Mengobservasi tanda-tanda adanya sindrom konpartemen ( nyeri lokal daerah cederah, pucat, penurunan tekanan nadi, nyeri bertambah berat saat digerakkan, pertubahan sensori/baal dan kesemutan )

 Menyiapkan alat-alat untuk pemasangan CVP jika di perlukan

(23)

perlukan

 Memonitor CVP dan perubahan nilai elektrolit tubuh Kolaborasi

 Melakukan infus dengan jarum yang besar 2 line

 Menyiapkan pemberian transfusi darah jika penyebabnya

 kolaborasi pemberian obat-obatan

Tabel 2.7 Intervensi Risiko Infeksi Diagnosa Keperawatan Kelas 1 : Infeksi

Code : 00004

Defenisi :

Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organism patogenik yang dapat mengganggu kesehatan

Faktor Risiko :

 Gangguan Integritas kulit

 Penurunan kerja siliaris

 Penyakit kronis

 Prosedur invasive

 Malnutrisi

 Pecah ketuba dini

 Imunosupresi

 Leukemia

 Merokok

 Stasis cairan tubuh

NOC : tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi kemampuan untuk mencegah tangan sebagai alat pelindung

 Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

 Tingkatkan intake nutrisi

 Berikan terapi antibiotik:... .

 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

 Pertahankan teknik isolasi k/p

 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

 Monitor adanya luka

 Dorong masukan cairan

 Dorong istirahat

(24)

infeksi

 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

D. Implementasi Keperawatan

serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.

3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.

Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

(25)

O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.

A : Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.

Gambar

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber:  Centers for Disease Control and
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini mengetahui toksisitas akut ekstrak air buah pepaya ( Carica papaya L.) muda terhadap morfologi eritrosit pada tikus putih ( Rattus norvegicus ) galur

Penerapan model PTT padi sawah dengan menggunakan VUB oleh petani kooperator mampu memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan penerapan teknologi yang biasa digunakan petani

k-Nearest Neighborhood (k-NN) adalah suatu metode yang menggunakan algoritma supervised dimana hasil dari query instance yang baru diklasifikasikan berdasarkan

Hasil uji beban statis untuk muka air tanah di atas dasar fondasi dengan berbagai variasi persentase campuran styrofoam pada lubang uji dengan media tanah lempung

Membran terbaik yang dapat digunakan dalam pemisahan larutan detergen ialah pada konsentrasi NPE 5% yang memiliki nilai indeks rejeksi di atas

Indikator capaian dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran project based learning yang meliputi keterampilan guru

Untuk mengembangkan potensi tenaga dalam dan daya prana yang telah berhasil anda bangkitkan, untuk han-han selanjutnya anda harus melatih olah pernafasan tiap 2 atau 3 kali