LAPORAN PENDAHULUAN
EPIDURAL HEMATOMA (EDH)
I. Konsep Dasar Medis A. Definisi
1. Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. (Morton, 2012).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma, baik trauma tumpul maupun tajam. Deficit neurologys terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. (Batticaca, 2008)
a. Klasifikasi cedera kepala : Berdasarkan patologi : 1) Cedera Kepala Primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan intregitas fisik, kimia dan listrik
dari sel di area tersebut yang menyebabkan kematian sel.
2) Cedera Kepala Sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma
respon fisiologis cedera otak, termasuk edema cerebral, perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik
serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi local atau sistemik.
b. Jenis cedera :
1) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang, tengkorak dan laserasi diameter. Trauma yang
menembus tengkorak dan jaringa otak.
2) Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan cedera cerebral yang
luas.
c. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown
Coma Scale) :
1) Cedera kepala ringan / minor a) GCS 14-15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi kurang dari 30 menit
c) Tidak ad fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusia serebral, hemotoma 2) Cedera kepala sedang
a) GCS 9-13
b) Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
d) Diikuti kontusia serebral, laserasi dan hematoma
intracranial. 3) Cedera Kepala Berat
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran atau terjadi anamnesa lebih dari 24 jam
c) Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Trauma kepala atau Head trauma juga digambarkan sebagai
trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual, emosional, sosial, atau
vokasional Fritzell et al, 2001).
2. Anatomi Kepala a. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu : 1) Skin atau kulit
2) Conneccive tissue atau jaringan penyambung. 3) Aponeurosis atau galea aponeurotika.
4) Lose connectife atau jaringan penunjang longgar.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
di regio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crania berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar terbagi atas 3 fosa yaitu : Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa
media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebrum.
b. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam
(meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di
tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural),
2) Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan
dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor
cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan
septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.
3) Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung
yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga
membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela
choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus
dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela
c. Otak
Otak merupakan satu struktur gelatin yang mana berat pada orang sekitar 14 kg. otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (atak depan) yaitu terdiri dari serebrum
diensefalon, nesensefalon (otak tengah) dan ronbensefalon (otak belakang ) terdiri dari pons, medulla oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otrak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat
ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur
fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sitem aktivitas reticular yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik kardiorespiratorik.
Cerebellum bertanggungjawab dalam fungsi kordinasi dan keseimbangan.
3. Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial
Jenis cidera otak menurut fritzell et al (2001) :
a. Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada
jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita membentur tembok atau
benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan diatasnya ada burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah itu kita
akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia
terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing. b. Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius
daripada concussion. Lebih banyak disebabkan oleh
adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura. Gejala:
penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil. c. Epidural Hematoma: terjadi berhubungan dengan proses
ekselerasi-deselerasi atau coup-contracoup yang
menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami memar. Gejala: penurunan
menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi batang otak, keabnormalan
pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural hematoma
merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak.
d. Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi. Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater
dan arachnoid). Biasanya mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip dengan
epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural mengenai arteri.
e. Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan memiliki prognosa yang lebih baik karena
aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal otak. Ich sering disebabkan oleh hipertensi.
Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik, peningkatan tekanan
f. Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear, comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma,
displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor motorik,periorbital ekimosis (bercak
merah pada mata), adanya battle’s sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada membran timpani.
B. Epidural Hematoma
Beberapa definisi epidural hematoma menurut beberapa ahli sebagai berikut :
1. Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media. (NICNOC2015)
2. Epidural hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang tengkorak dan lapisan duramater.
3. Epidural hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater.
4. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
(oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.
5. Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang
terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.
6. Epidural hematoma sebagai keadaan neurology yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar sehingga
menimbulkan perdarahan. (Anderson, 2005)
7. Epidural Hematoma adalah hematom/perdarahan yang terletak
antara durameter dan tubula interna/ lapisan bawah tengkorak dan sering terjadi pada lobus tengkorak dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
Pada kejadian epidural hematoma jika pendarahan membesar dilakukan tindakan pebedahan craniotomy. Craniotomy adalah
operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di kepala.
C. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deslerasi,
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak (misalnya alat pemukul
menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala). 2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur
objek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobi ketika
kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan. 4. Cedera coup-counter coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertamakali
terbentur. Sebagai contoh : pasien dipukul dibagian belakang kepala.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan
otak berputar dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan perenggangan atau robeknya neuron dalam substansia alba
serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
D. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan edh antara lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan bradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala. 6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual. 9. Pusing.
10.Muntah. 11.Berkeringat. 12.Sianosis / pucat.
13.Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar. 14.Susah bicara.
E. Patofisioloigi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di
daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal
oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan
hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan
dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau
sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak
intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan
gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting
atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan
merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di
sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural
hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah
mengalami fase sadar. F. Komplikasi
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat
2. Kompresi batang otak.
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
a. Hemiparese/hemiplegia. b. Disfasia/afasia
c. Epilepsi.
d. Hidrosepalus. e. Subdural empiema
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien meliputi: 1. Ct scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan ct scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma. 4. Serial eeg
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar x
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
6. Baer
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. Pet
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak. 8. Css
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.
10.Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
11.Rontgen thoraks 2 arah (pa/ap dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural. Toraksentesis menyatakan darah/cairan 12.Analisa gas darah (agd/astrup)
Analisa gas darah (agd/ astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan agd ini adalah status
H. Penatalaksanaan
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana. b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom 2. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir
dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur
intravena : gunakan cairan nac10,9% atau dextrose in saline.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak: 1) Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan pao2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai
oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, pao2
2) Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan manitol 1015% per infus untuk “menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui
diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam
waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg bb dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa,
harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah
beberapa jam atau keesokan harinya. 3) Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan
manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.
Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100
metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
4) Barbiturat.
Digunakan untuk mem”bius” pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin,
akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari
kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
Pala 24jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema
jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi tidur yang
dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah: kepala dan leher diangkat 30°. Sendi lutut diganjal,
membentuk sudut 150°. Telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah
b. Obat-obat neurotropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk
1) Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin b6)
yang dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat
infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifat-nya asam sehingga mengiritasi vena.
2) Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip gaba – suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan dalam dosis
4-12 gram/ hari intravena 3) Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam
dosis 10q-500 mg/hari intravena. 3. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai di-perhatikan sejak dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya.
Anti-biotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat
memerlukan perawatan local. Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat dengan
fungsi pembekuan normal. Per- darahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan hemostatik. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus kepala dan
fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam
waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang.
Phenobarbital tidak dianjurkan ka-rena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
4. Terapi operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml).
b. Keadaan pasien memburuk.
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm.
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depress. Dengan kedalaman >1 cm.
e. Edh dan sdh ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran
garis tengah dengan gcs 8 atau kurang
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume
adalah :
a. > 25 cc à desak ruang supra tentorial
b. > 10 cc à desak ruang infratentorial c. > 5 cc à desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang
signifikan :
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Riwayat Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama pasien, umur : kebanyakan terjadi pada usia muda,
jenis kelamin kebanyakan laki-laki, agama pendidikan pekerjaan status perkawinan alamat suku bangsa.
b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran
baik biasanya mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing, mual muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Kaji penyebab trauma : biasanya karena kecelakaan lalu lintas atau sebab lain tanyakan kapan dimana
apa penyebab serta bagaimana proses terjadinya trauma
b) Apakah saat trauma pingsan, disertai muntah perdarahan atau tidak.
c) Riwayat amnesia setelah cedera kepala menunjukkan
a. Prymary survey
1) Airway apakah ada sumbatan jalan nafas seperti darah
secret lidah dan benda sing lainnya, sura nafas normal/tidak, apakah ada kesulitan bernafas
2) Breathing : pola nafas teratur, observasi keadaan umum
dengan metode : look : liat pergerakan dada pasien, teratur, cepat dalam atau tidak. Listen : dengarkan aliran
udara yang keluar dari hidung pasien. Feel : rasakan aliran udara yang keluar dari hidung pasien
3) Sirkulasi : akral hangat atau dingin, sianosis atau tidak,
nadi teraba apakah ada. b. Secondary
1) Disability apakah terjadi penurunan kesadaran, nilai GCS, pupil isokor, nilai kekuatan otot, kemampuan ROM. 2) Eksposure ada atau tidaknya trauma kepala ada atau
tidaknya luka lecet ditangan atau dikaki.
3) Fareinhead ada atau tidaknya trauma didaerah kepala,
ada tau tidaknya peningkatan suhu yang mendadak, demam
c. Riwayat kesehatan terdahulu
memperburuk keadaan klien. Riwayat trauma yang lalu hipertensi, jantung dan sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada salah satu anggota keluarga yang mengalami penyakit hipertensi jantung dan sebagainya. seperti dampak
biaya perawatan dan pengobatan yang besar. e. Riwayat psikososial
Bagaimana mekanisme klien terhadap penyakit dan perubahan perannya, pola persepsi dan konsep diri sebagai rasa tidak berdaya tidak ada harapan, mudah marah dan
tidak kooperatif, kondisi ekonomi klien
B. Pemeriksaan Fisik Keperawatan 1. Keadaan umum
Tergantung berat ringannya cedera, keadaan umum biasanya
emah 2. Kesadaran
Pada cedera ringan biasanya tidak sadar kurang dari 10 menit, kemudian sadar. Compas mentis: pada cedera sedang bisa tidak sadar lebih dari 10 menit , perubahan kesadaran sampai
Tanda-tanda vital
Tekanan darah hipertensi bila ada peningkatan Tekanan Intra
Cranial dan bisa normal pada keadaan yang lebih ringan, nadi bisa terjadi bradicardi, tachicardi.
3. Kepala
a. Kulit kepala
Pada trauma tumpul terdapat hematom, bengkak dan nyeri
tekan. Pada luka terbuka terdapat robekan dan perdarahan b. Wajah/muka
Pada cedera kepala sedang, cedera kepala berat yang
terjadi contusion cerebri, terjadi mati rasa pada wajah c. Mata
Terjadi penurunan fungsi penglihatan , reflek cahaya menurun, keterbatasan lapang pandang. Dapat terjadi perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah. d. Telinga
Penurunan fungsi pendengaran pada trauma yang mengenai lobus temporal yang menginterprestasikan pendengaran, drainase cairan spinal pada fraktur dasar tengkorak,
e. Hidung
Pada cedera kepala yang mengalami lobus oksipital yang
merupakan tempat interprestassi penciuman dapat terjadi penurunan fungsi penciuman. Bisa juga terdapat drainase caran serebro spinal pada fraktur dasar tengkorak yang
mengenai sinus paranasal f. Mulut
Gangguan menelan pada cedera kepala yang menekan reflek serta gangguan pengecapan pada cedera kepala dan berat
4. Leher
Dapat terjadi gangguan pergerakan pada cedera kepala sedang
dan berat yang menekan pusat motorik, kemungkinan didapatkan kaku kuduk
5. Dada
a. Inspeksi : biasanya bentuk simetris, terjadi perubahan irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan terdapat retraksi
dinding dada.
b. Palpasi : biasanya terjadi nyeri tekan apabila terjadi trauma c. Perkusi : bunyi resonan pada seluruh lapang paru, terkecuali
d. Auskultasi : biasanya bunyi nafas normal (vesikuler), bisa ronchi apabila terdapat gangguan, bunyi S1 dan S2 bisa
teratur bisa tidak, perubhan frekuensi dan irama 6. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk simetris tidak terdapat bekas opersi
b. Auskultasi : bissing usus bisanya normal, bisa meningkat dan bisa menurun
c. Palpasi : biasanya terdapat nyeri tekan, ditemukan adanya jejas dan luka tumpul
d. Perkusi : bunyi timpani
7. Ektremitas
Ektremitas atas dan bahwa tidak ada atrofi dan hipertrofi. Tidak
ada udem. Reflex bicep (+), reflek triceps (+) patella (+) achiles (+) babinski (+) pada ektremitas atas terdapat fleksi abnormal 8. Aktifitas
Gejala : merasa lemah lelah dan hilang keseimbangan.
Tanda : .Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese
quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap. Masalah dalam keseimbangan cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
9. Sirkulasi
Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
10.Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
11.Eliminasi
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
12. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil). Gangguan menelan (batuk, air liur keluar disfagia)
13.Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda ; Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetri. Genggaman lemah, tidak
seimbang. Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparise, quedreplegia. Postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang. Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh
14.Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. Tanda : Wajah menyeringai, respon
menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
15.Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronki, mengi
positif (kemungkinan karena aspirasi) 16.Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda Batle di sekitar telinga
(merupakan tanda adanya trauma).. Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus
otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh. 17.Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang, disartria, anomia.
C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada epidural hematoma adalah :
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema
cerebral; penurunan td sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).
3. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran css) 4. Resiko injury berhubungan dengan peningkatan tik : kejang. 5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuthan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna
nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik, bilogis : trauma, peningkatan asam laktat di otak.
7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan pupil anisokor dan ptosis kelopak mata.
8. Gangguan mobilita fisik berhubungan dengan kaku desebrasi.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada epidural
hematoma adalah :
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke otak dan peningkatan TIK
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai O2 akibat penurunan kerja organ pernapasan.
4. Resiko Injury berhubungan dengan peningkatan TIK : kejang/ gelisah
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna / menelan nutrient. 6. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi (stimulasi nyeri)
akibat prosedur operasi invasive.
7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
tonus otot sensori.
8. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.
9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
pergerakan sendi akibat kerusakan neuromuskuler
10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
DAFTAR PUSTAKA
Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in pupillary size in severe head injury: relation to lesion type and location.